• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

D. Metode Analisis Data

2. Shift Share

Analisis shift–share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional (BAPPENAS). Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya.

Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen:

1. Provincial share (Nj), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang

46 dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap. 2. Proportional (Pj) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu

sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi.

3. Differential Shift (Dj), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat.

Menurut Glasson (1977), kedua komponen shift—yaitu Sp dan Sd— memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal: Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan.

Apabila nilai Sd dan Sp positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat diperbaiki, antara lain dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi.

47 keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.

Metode analisis Shift Share yang merupakan alat untuk menghitung, menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah ini diawali dengan formulasi:

Gj = Nj + Pj + Dj ...(1) Dimana :

Gj = Perubahan sektor i di kabupaten/kota.

Nj = Pertumbuhan nasional sektor i di kabupaten/kota (komponen share). Pj = Bauran sektor i di kabupaten/kota (proportional shift).

Dj = Keunggulan kompetitif sektor i di kabupaten/kota (differential shift). Dalam penelitian ini digunakan analisis shift-share yang dimodifkasi Esteban Marquilas (1972). Model ini dapat menyempurnakan dengan adanya keunggulan kompetitif adanya pengaruh alokasi artinya bila suatu wilayah mempunyai spesialisasi di sektor tertentu maka sektor-sektor tersebut juga mempunyai keunggulan kompetitif yang lebih baik (Hastarini:2004)

Variabel daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB yang dinotasikan sebagai (E). Persamaan (1) dapat dengan formula berikut :

Gj = E*ij – Eij Nj = Eij * rn

48

Pj = Eij (rin - rn) Dj = Eij (rij * rin)

Dimana :

Eij = PDRB sektor i di kabupaten/kota pada tahun dasar. E*ij = PDRB sektor i di kabupaten/kota pada tahun dasar. rij = Laju pertumbuhan sektor i di kabupaten/kota.

rin = Laju pertumbuhan sektor i di provinsi.

rn = rata-rata pertumbuhan laju pertumbuhan PDRB provinsi.

rij, rin, dan rn mewakili laju pertumbuhan wilayah dan laju pertumbuhan wilayah acuan dengan nilai rata-ratanya, yang didapat dari :

rij = (E*ij-Eij)/Eij

rin = (E’in-Ein)/Ein

rn = (E*n-En)/En

Dimana :

Ein = PDRB sektor i di provinsi pada tahun dasar. E*in = PDRB sektor i di provinsi pada tahun akhir. En = Total PDRB di semua sektor provinsi tahun dasar. E*n = Total PDRB di semua sektor provinsi pada tahun akhir.

Shift-share pada model Esteban Marquillas untuk melihat sektor mana saja yang memiliki keunggulan kompetitif yang merupakan penyempurnaan dari komponen differential shift dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dj = Eij (rij – rn)

49 D’j = E’ij (rij – rin)

Dimana :

D’ij = Persaingan atau ketidakunggulan kompetitif pada sektor i di perekonomian suatu wilayah berdasarkan analisis shift-share klasik. E’ij = Eij yang diharapkan yang berarti pendapatan yang di diharapkan agar

struktur perekonomian wilayah analisis sama dengan struktur wilayah acuan.

Formula pendapatan yang diharapkan suatu wilayah agar memiliki struktur yang sama dengan wilayah acuan adalah :

E’ij = Ej (Ein / En)

Sedangkan efek alokasi dalam model shift-share Esteban Marquillas merupakan hasil pengkalian dari tingkat spesialisasi dan keunggulan kompetitif, dinotasikan sebagai berikut :

Aj = (E’ij - Eij) (rij - rin)

Penyempurnaan shift-share klasik pada persamaan (1) ke dalam model Esteban Marquillas yaitu :

Gj = Nj + Pj + Dj +Aj

Gj = Eij (rn) + Eij (rin - rn) + E’ij (rij - rin) + (E’ij - Eij) (rij - rin) 3. Tipologi Sektoral

Analisis ini mengembangkan hasil perhitungan indeks Location Quotient ( LQ > 1 ), komponen differential shift ( Dj> 0 ), dan komponen proportional shift ( Pj > 0 ) untuk ditentukan tipologi sektoral. Tipologi ini mengklasifikasikan sektor basis dan non basis serta komponen pertumbuhan

50 internal dan eksternal. Dengan menggabungkan indeks LQ dengan komponen Nij dan Mij dalam analisis Shift Share, tipologi sektoral diharapkan dapat memperjelas dan memperkuat hasil analisis. Tipologi sektoral adalah sebagai berikut:

a. Tipologi I: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih cepat dibandingkan Provinsi (Dj rata-rata > 0 ) meskipun di tingkat Provinsi pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0).

b. Tipologi II: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih cepat dibandingkan dengan Provinsi (Dj rata-rata > 0) karena ditingkat Provinsi pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

c. Tipologi III: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan di Kabupaten/Kota analisis pertumbuhannya lebih lambat dibanding provinsi (Dj rata-rata < 0) karena ditingkat Provinsi pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0).

d. Tipologi IV: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkat Provinsi (Dj rata-rata > 0) padahal di Provinsi sendiri pertumbuhannya juga cepat (Pj rata-rata > 0).

e. Tipologi VI: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih cepat di banding

51 pertumbuhan di tingkat Provinsi (Djrata-rata > 0) meskipun di Provinsi sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

f. Tipologi VII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih lambat di banding Provinsi (Dj rata-rata < 0) meskipun di Provinsi sendiri pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0).

g. Tipologi VIII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih lambat di banding Provinsi (Dj rata-rata < 0) dan juga Provinsi sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

Berdasarkan tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa sektor ekonomi dalam Tipologi I merupakan sektor yang tingkat kepotensialanya ” istimewa “ untuk dikembangkan karena sektor tersebut merupakan sektor basis (LQ > 1). Selain itu, di Provinsi/Kabupaten/Kota analisis pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan tingkat provinsi (Mij > 0), meskipun ditingkat Provinsi juga tumbuh dengan cepat. (Dij rata-rata positif). Sektor ini akan mendatangkan pendapatan yang tinggi dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan PDRB Provinsi/Kabupaten/Kota analisis.

Dengan mempertimbangkan parameter seperti pada tabel 3.1 di bawah (LQ, Dj dan Pj), maka masing-masing tipologi dapat dimaknai bahwa sektor ekonomi yang masuk Tipologi II adalah sektor yang tingkat kepotensialannya ” baik sekali ” untuk dikembangkan, Tipologi III ” baik ”, Tipologi IV ” lebih

52 dari cukup ”, Tipologi V ” cukup”, Tipologi VI ”hampir dari cukup”, Tipologi VII ” kurang ”, Tipologi VIII ” kurang sekali ”.

Tabel 3.1

Makna Tipologi Sektor Ekonomi

Tipologi LQ Rata-Rata Dj Rata-Rata Pj Rata-Rata Tingkat Kepotensialan

I (LQ > 1 ) (Dj > 0) (Pj > 0) Istimewa II (LQ > 1 ) (Dj> 0) (Pj < 0) Baik Sekali III (LQ > 1) (Dj < 0) (Pj > 0) Baik IV (LQ > 1) (Dj < 0) (Pj < 0) Lebih dari cukup

V (LQ < 1) (Dj > 0) (Pj > 0) Cukup

VI (LQ <1) (Dj > 0) (Pj < 0) Hampir dari Cukup VII (LQ < 1) (Dj < 0) (Pj > 0) Kurang VIII (LQ < 1) (Dj < 0) (Pj < 0) Kurang Sekali Sumber: Saerofi (2005)

Analisis potensi pertumbuhan ekonomi Wilayah III Cirebon (Ciayumajakuninh) dapat diketahui dengan menggunakan analisis LQ, Analisis Shift Share dan Tipologi. Seperti yang dijelaskan pada gambar 3.1 dibawah ini. Sehingga dapat diketahui sektor yang potensial untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi di Wilayah III Cirebon.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan. Variabel adalah atribut dari sekelompok orang atau objek penelitian yang mempunyai kriteria yang sama, penjelasan variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

53 1. Laju pertumbuhan ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi berlaku atau tidak. Laju pertumbuhan ekonomi diukur dengan indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun yang dinyatakan dalam persen per tahun. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pembangunan daerah dilihat dari besarnya pertumbuhan PDRB setiap tahunnya.

2. Pertumbuhan sektor ekonomi

Pertumbuhan sektor ekonomi adalah pertumbuhan nilai barang dan jasa dari setiap sektor ekonomi yang dihitung dari angka PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) tahun 2000 dan dinyatakan dalam persentase. PDRB (ADHK) merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir dalam suatu waktu kurun waktu tertentu orang-orang dan perusahaan. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan. Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah. Disebut konstan karena harga yang digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000).

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (BPS), bila dipandang dari sudut produksi, PDRB merupakan jumlah nilai produksi neto barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam satu region atau wilayah selama jangka waktu tertentu yaitu satu tahun.

54 Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok lapangan usaha (sektor). Dalam penyajian ini PDRB dihitung berdasarkan harga tetap (harga konstan), yaitu pada harga-harga barang yang berlaku di tahun dasar yang dipilih, yakni tahun dasar 2006. Perhitungan berdasarkan harga konstan ini dilakukan karena sudah dibersihkan dari unsur inflasi.

4. Pengembangan Sektor Ekonomi Potensial

Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2002:4), Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Berdasarkan pengertian di atas yang dimaksud dengan pengembangan sektor potensial dalam penelitian ini adalah upaya untuk mengubah/menaikkan keadaan yang ada (mengganti keseimbangan yang telah ada) pada sektor-sektor ekonomi potensial (unggul, mampu, strategis), guna meningkatkan PDRB Provinsi Jawa Barat secara umum.

5. Komponen Share (Nj)

Share (Nj) adalah pertambahan PDRB suatu daerah seandainya pertambahannya sama dengan pertambahan PDRB provinsi selama jangka waktu tertentu.

6. Komponen Net Shift (P+D)j

Komponen Net Shift (P+D)j adalah komponen nilai untuk menunjukkan penyimpangan dari Nj dalam ekonomi regional.

55 7. Komponen Differential Shift (Dj)

Komponen Differential Shift (Dj) adalah komponen untuk mengukur besarnya shift netto yang digunakan oleh sektor tertentu yang lebih cepat atau lebih lambat di tingkat provinsi

8. Komponen Proportional Shift (Pj)

Komponen Proportional Shift (Pj) adalah komponen ysng dipakai untuk menghasilkan besarnya shift netto sebagai akibat dari PDRB daerah yang bersangkutan berubah. Komponen bernilai positif apabila daerah tersebut berspesialisasi dalam sektor yang ditingkat provinsi tumbuh dengan cepat, sebaliknya akan bernilai negatif jika berspesialisasi pada sektor yang tumbuh lambat di tingkat provinsi.

56

Tabel 3.2

Tabel Operasional Variabel Variabel Indikator

pengukuran Data dan Sumber data

Data tahun Skala Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi BPS 2006-2012 Nominal Sektor Basis dan non basis

LQ (Location Quatient)

PDRB lima kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon serta Provinsi Jawa Barat ADHK 2000 menurut lapangan usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi (BPS) 2006-2012 Nominal Sektor Potensial LQ (Location Quatient) Shift Share:  Komponen Share (Nij)  Komponen netshift (P+D)j  Differential Shift (Dj)  Proportional Shift (Pj) Keunggulan Spealisasi Keunggulan Kompetitif Alokasi Sektoral Tipologi Sektoral PDRB lima kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon serta Provinsi Jawa Barat ADHK 2000 menurut lapangan usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi (BPS)

2006-2012 Nominal

Klasifikasi Daerah

Tipologi Daerah PDRB lima kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon serta Provinsi Jawa Barat ADHK 2000 menurut lapangan usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi (BPS)

Jumlah Penduduk

57

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Pembentukan Wilayah III Cirebon

Kabupaten/Kota yang terdapat di Wilayah III Cirebon sudah terbentuk sejak masa penjajahan Belanda dimana pada saat itu wilayah ini disebut wilayah Karasidenan Cirebon yang terdiri dari Afdeling Cirebon atau Asisten Residen (Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan) dan Afdeling Indramayu atau Asisten Residen (Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka).

Memasuki era otonomi daerah dimana pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengatur daerahnya seperti dalam Peraturan Daerah Jawa Barat No 16 Tahun 2002 Tanggal 12 Desember 2000 tentang Lembaga Teknis daerah Provinsi Jawa Barat dibentuk Badan Koordinasi Wilayah dengan tugas pokok, fungsi memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas pemerintahan, perekonomian, dan kesejahteraan sosial di wilayah kerja Pembantu Gubernur.

2. Letak Geografis

Wilayah III Cirebon yang terdiri dari Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan Kota Cirebon merupakan daerah dataran rendah, daerah perbukitan dan daerah pegunungan dengan batas-batas wilayah sebagai beikut :

58 Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Kabupaten Ciamis, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Cilacap.

Sebelah Barat : Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Subang Sebelah Timur : Kabupaten Brebes

Gambar 4.1

Peta Wilayah III Cirebon / Ciayumajakuning

Seperti yang terlihat pada gambar 4.1 Wilayah III Cirebon terletak di timur Jawa Barat bagian utara dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan relief dan topografi, daerah utara Wilayah III Cirebon merupakan daerah pantai yakni pantai pesisir utara yang terdapat pada Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu,dan Kota Cirebon. Sedangkan bagian selatan wilayah ini merupakan daerah perbukitan dan daerah pegunungan sebagaiman yang masuk ke dalam Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan sebagian daerah bagian selatan Kabupaten Cirebon.

59 Luas Wilayah III Cirebon 5.450,57 km2 atau 15.41% dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah III Cirebon terbagi atas empat kabupaten dan satu kota yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.1

Luas wilayah (Km2) Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon (Ciayumajakuning)

No Kabupaten/ Kota Luas wilayah (km2)

1. Kabupaten Cirebon 990,32

2. Kabupaten Indramayu 2.040,11

3. Kabupaten Kuningan 1.178,57

4. Kabupaten Majalengka 1.204,24

5. Kota Cirebon 37,33

Sumber: BPS 2012 (diolah kembali)

Kota Cirebon memiliki luas paling sedikit di Wilayah III Cirebn yaitu 37,33Km2 karena sturktur perkotaan berbeda dengan kabupaten berbeda dengan Kabupaten Cirebon yang memiliki luas sebesar 2.040,11Km2 dan menjadi wilayah terluasa di Wilayah III Cirebon.

3. Demografi

Penduduk Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 adalah sebesar 6.354.983 jiwa yang berarti jumlah penduduk wilayah ini sebesar 14,26% dari total populasi di Provinsi Jawa Barat. daerah yang memiliki populasi paling banyak adalah Kabupaten Cirebon dengan jumlah sebesar 2.110.147 jiwa atau sekitar 33,13% penduduk dari Wilayah III Cirebon

Sedangkan, untuk daerah Kota Cirebon memiki jumlah populasi terendah dibandingkan dengan Wilayah III Cirebon sebanyak 302.772 jiwa

60 atau setara dengan 4,75% dari total populasi seperti yang terlihat dalam tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Wilayah III Cirebon Tahun 2006-2012

No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk 2006 (Jiwa) Jumlah Penduduk 2012 (Jiwa) Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 1 Kabupaten Cirebon 2068411 2110147 2.02 2 Kabupaten Indramayu 1710227 1696598 -0.8 3 Kabupaten Kuningan 1058167 1056275 -0.18 4 Kabupaten Majalengka 1179136 1189191 0.86 5 Kota Cirebon 317732 302772 -4.71

Wilayah III Cirebon 6333673 6354983 0.34

Jawa Barat 39648623 44548431 12.36

Sumber : BPS 2012 (data diolah)

Laju pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu 6 tahun menunjukan Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, dan Kota Cirebon mengalami penurunan pertumbuhan yang paling besar terjadi pada Kota Cirebon yaitu mengalami penurunan sebesar 4,71%. Pertumbuhan penduduk di Wilayah III Cirebon sebesar 0,34% dengan pertumbuhan paling tinggi di Kabupaten Cirebon yaitu sebesar 2,02%.

4. Kondisi Perkonomian Wilayah III Cirebon

Struktur perekonomian menggambarkan peranan atau sumbangan dari masing-masing sektor dalam pembangunan PDRB yang dalam konteks lebih jauh akan memperhatikan bagaimana suatu perekonomian mangalokasikan sumber-sumber ekonomi di berbagai sektor. Hsl ini dapat dilihat dari tabel 4.3 berikut :

61

Tabel 4.3

Distribusi Presentase PDRB Wilayah III Cirebon Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Tahun 2006-2012 (dalam persen)

No Sektor 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1 Pertanian 28.25 26.99 26.94 27.48 26.81 26.04 25.05 2 Pertambangan 0.58 0.58 0.59 0.60 0.59 0.59 0.57 3 Industri

Pengolahan 16.03 15.73 14.71 14.07 12.94 12.82 12.92 4 Listrik, Gas, Air 1.26 1.28 1.36 1.38 1.42 1.42 1.43

5 Bangunan 4.58 4.68 4.99 4.94 5.04 5.30 5.58

6 Perdagangan,

Hotel, R 25.35 25.95 26.29 26.56 27.57 28.02 28.45 7 Pengangkutan,

Kom. 8.57 8.48 7.71 7.58 7.88 8.10 8.19

8 Keu, Persew, Jasa

P 4.52 4.62 5.05 5.02 5.21 5.28 5.39

9 Jasa-jasa Lainnya 10.86 11.69 12.36 12.37 12.54 12.44 12.41

Jumlah 100 100 100 100 100 100 100

Sumber: BPS 2012 (diolah kembali)

Tabel di atas memperlihatkan presentase sumbangan sektor-sektor ekonomi di Wilayah III Cirebon. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian Wilayah III Cirebon adalah sektor pertanian ; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor industri pengolahan. Ketiga sektor tersebut juga menjadi sektor-sektor dengan kontribusi terbesar dalam provinsi Jawa Barat.

Sektor yang mempunyai kontribusi terbesar yaitu sektor pertanian rata-rata mengalami penurunan dari tahun ke tahun, pada tahun 2006 kontribusinya sebesar 28,25% sampai tahun 2012 menurun hingga 25,05% walaupun kontribusinya mengalami penurunan namun PDRB nya masih terbesar di Wilayah III Cirebon.

62 Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan sumbangan tertinggi kedua setelah sektor pertanian dan cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 kontribusi sektor ini sebesar 25,35% dan pada tahun 2012 menjadi 28,45%. Selanjutnya, sektor industri pengolahan yang mempunyai peranan terbesar ketiga dengan kontribusi sebesear 16,03% pada tahun 2006 namun setiap tahunnya mengalami penurunan hingga 12,92% pada tahun 2012.

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi sektor-sektor ekonomi Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon. Alat analisis LQ yaitu untuk mengetahui apakah sektor ekonomi tersebut termasuk sektor basis atau non basis, juga digunakan metode Shift Share dengan pendekatan Esteban Marquillas untuk mengetahui keunggulan kompetitif dan spesialisasi di masing-masing kabupaten/kota di Wilyah III Cirebon. Selain itu juga menggunakan pendekatan tipologi sektoral dan tipologi daerah untuk menganalisa sektor-sektor dan daerah mana saja yang dapat dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi di Wilayah III Cirebon.

1. Analisis Location Quotient (LQ)

Location Quotient atau disingkat LQ, merupakan suatu pendekatan tidak langsung yang digunakan untuk mengukur kinerja basis ekonomi suatu daerah, artinya bahwa analisis itu digunakan untuk melakukan pengujian

63 sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor unggulan. (Arsyad, 2010:390).

Analisis Location Quotien (LQ) digunakan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi manakah yang termasuk kedalam sektor-sektor basis (base sector) atau berpotensi ekspor dan manakah yang bukan merupakan sektor basis (non base sector). Apabila hasil perhitungannya menunjukkan angka lebih dari satu (LQ > 1) berarti sektor tersebut merupakan sektor basis. Sebaliknya apabila hasilnya menunjukkan angka kurang dari satu (LQ < 1) berarti sektor tersebut bukan sektor basis.

a. Sektor Pertanian

Sektor pertanian merupakan sektor basis di empat kabupaten Wilayah III Cirebon dimana wilayah ini terdiri dari empat kabupaten dan 1 kota secara konsisten dari awal tahun penelitian sampai akhir tahun penelitian. Dalam sektor pertanian, Kota Cirebon merupakan satu-satunya wilayah yang nilai LQ<1, seperti yang terdapat pada tabel 4.4 :

Tabel 4.4

Hasil Perhitungan LQ Sektor Pertanian di Kabupaten/Kota Wilayah III Cirebon Tahun 2006-2012 No Kabupaten /Kota Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 Kab. Cirebon 2.139 2.234 2.325 2.070 2.232 2.322 2.402 2 Kab. Indramayu 3.027 3.013 2.885 2.666 2.835 2.936 3.023 3 Kab. Kuningan 2.976 2.688 2.692 2.280 2.403 2.483 2.504 4 Kab. Majalengka 2.071 2.152 2.210 1.931 2.062 2.153 2.280 5 Kota Cirebon 0.023 0.024 0.030 0.025 0.029 0.030 0.029 Sumber : PDRB kabupaten/kota wilayah III Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Tahun 2006-2012 (data diolah)

Dari tabel 4.4 meggambarkan dari hasil perhitungan Location Quotient (LQ) dari tahun 2006-2012 bahwa kabupaten-kabupaten di Wilayah

64 III Cirebon yang terdiri dari kabupaten Cirebon, kabupaten Indramayu, kabupaten Kuningan, dan kabupaten Majalengka memiliki sektor basis pertanian dengan angka LQ>1 hal ini sejalan dengan keadaan wilayah di masing-masing kabupaten tersebut dimana sektor pertanian masih menjadi andalan dalam kegiatan ekonomi masyarakatnya.

Wilayah yang memiliki angka LQ<1 hanya pada kota Cirebon, hal ini dapat dipahami bahwa karakteristik perkotaan berbeda dengan pedesaan dimana kegiatan ekonomi dalam wilayah perkotaan lebih mengutamakan kegiatan industri.

b. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Dalam sektor pertambangan dan penggalian, Kota Cirebon tidak dapat dimasukan kedalam perhitungan karena Kota Cirebon tidak memiliki sumber daya untuk kegiatan pertambangan dan penggalian. Namun sektor pertambangan dan penggalian ini menjadi sektor basis di empat kabupaten lainnya yang berada di wilayah III Cirebon. Sebagaimana yang terdapat pada tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5

Hasil Perhitungan LQ Sektor Pertambangan dan Penggalian di Kabupaten/Kota Wilayah III Cirebon Tahun 2006-2012 No Kabupaten /Kota Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 Kab. Cirebon 1.793 1.873 1.882 1.812 2.038 2.061 2.099 2 Kab. Indramayu 1.189 1.214 1.258 1.251 1.413 1.440 1.523 3 Kab. Kuningan 3.319 3.469 3.500 3.325 3.551 3.560 3.724 4 Kab. Majalengka 8.869 9.724 9.973 10.067 11.051 11.144 10.903 5 Kota Cirebon - - - -

Sumber : PDRB kabupaten/kota wilayah III Cirebon dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2012 (data diolah)

65

c. Sektor Industri Pengolahan

Hasil analisis LQ pada sektor industri pengolahan seperti terlihat pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa tidak ada Kabupaten atau Kota yang memiliki sektor basis selama periode analisis. Sektor industri merupakan kontribusi terbesar ketiga di Wilayah III Cirebon setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran namun melalui analisis Location Quotient (LQ) menunjukan sektor industri pengolahan bukan merupakan sektor basis di wilayah ini. Hal ini mungkin bisa terjadi jika pertumbuhan sektor industri pengolahan di kabupaten/kota Wilayah III Cirebon jauh lebih lebih rendah dibanding pertumbuhan sektor industri pengolahan se-Jawa Barat.

Tabel 4.6

Hasil Perhitungan LQ Sektor Industri Pengolahan di Kabupaten/Kota Wilayah III Cirebon Tahun 2006-2012

No Kabupaten /Kota Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 Kab. Cirebon 0.354 0.337 0.321 0.310 0.317 0.323 0.337 2 Kab. Indramayu 0.096 0.098 0.101 0.100 0.104 0.101 0.108 3 Kab. Kuningan 0.048 0.048 0.048 0.050 0.055 0.055 0.055 4 Kab. Majalengka 0.384 0.384 0.374 0.381 0.406 0.406 0.414 5 Kota Cirebon 0.841 0.814 0.750 0.729 0.677 0.665 0.683 Sumber : PDRB kabupaten/kota wilayah III Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Dokumen terkait