• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan berencana untuk mendapatkan kondisi masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya. Semua negara menginginkan adanya peningkatan standar hidup bagi rakyatnya, dengan cara mengindentifikasi potensi-potensi sumberdaya ekonomi yang dimiliki, kemudian menyusun rencana-rencana pembangunan dan melaksanakannya melalui partisipasi masyarakat untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

Pembangunan regional di Indonesia khususnya selama pelaksanaan Repelita lebih dimaksudkan sebagai pembangunan daerah (Local Development). Hal ini dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang bertujuan untuk (1) memelihara keseimbangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah, (2) memelihara keseimbangan ekonomi antar wilayah dan mencegah kesenjangan antar daerah, (3) meningkatkan prakarsa daerah dan peran serta masyarakat dalam pembangunan, (4) memelihara keserasian pembangunan antara pusat-pusat kegiatan pembangunan di wilayah-wilayah perkotaan dan wilayah-wilayah pedesaan di sekitarnya (Ghalib, 2005).

Namun pada kenyataannya selama ini pembangunan hanya ditujukan untuk pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi, bukan peningkatan taraf hidup sebagian besar masyakatnya. Artinya tingkat pertumbuhan yang tinggi tidak diimbangi dengan tingkat pemerataan distribusi hasil pembangunannya.

Pertumbuhan hanya terpusat pada daerah-daerah pusat pertumbuhan saja sehingga efek trickle down yang diharapkan tidak pernah tercapai. Hal ini yang menyebabkan permasalahan ketimpangan pendapatan antar daerah. Pengurasan sumberdaya alam dan mobilitas sumberdaya manusia terus terjadi mengalir dari wilayah pendukung (hinterland) ke pusat pertumbuhan ekonomi.

Masalah ketimpangan di Indonesia secara nyata dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia ataupun ketimpangan ekonomi yang terjadi antara kota dengan desa. Secara umum persoalan pembangunan negara sedang berkembang tidak hanya menyangkut pencapaian tingkat pertumbuhan saja, tetapi juga harus memperhatikan aspek distribusi dan pemerataan hasil pembangunan, sehingga hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan proporsional, meliputi juga adanya keseimbangan kemajuan antar wilayah.

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dalam mewujudkan pembangunan nasional, salah satunya adalah ditetapkannya Undang-undang Otonomi Daerah meliputi UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang direvisi dalam UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.34 Tahun 2004 menjadi salah satu tolak ukur bagi suatu daerah untuk mengembangkan potensi lokalnya guna meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Karena otonomi daerah merupakan titik tolak pembangunan berbasis masyarakat. Masing-masing daerah memiliki tanggung jawab penuh terhadap pengelolaan dan pelaksanaan pembangunan daerahnya.

Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat keunggulan atau kelemahan di wilayah menjadi semakin penting. Pengembangan sektor basis merupakan kebijakan yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan daerah, karena sektor basis merupakan sektor yang dapat dipasarkan keluar batas perekonomian wilayah produksi setelah sektor tersebut memenuhi kebutuhan dalam wilayah sendiri. Sektor basis dapat dijadikan prioritas utama pembangunan terutama dalam mengurangi masalah ketimpangan pembangunan dan pendapatan daerah. Hal ini didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya bahwa peningkatan terhadap sektor basis akan mendorong pengembangan sektor-sektor lainnya sehingga pada akhirnya terjadi peningkatan perekonomian suatu wilayah.

Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Pulau Jawa memiliki luas wilayah 46.428,57 km2, terbagi menjadi 38 kabupaten/kota, 640 kecamatan dan 8.464 desa yang mempunyai beragam potensi baik bersifat alami ataupun buatan yang berpeluang menjadi sektor basis daerah. Secara umum seluruh sektor perekonomian di Jawa Timur pada tahun 2005 mengalami peningkatan pertumbuhan. Hampir seluruh sektor ekonomi pada tahun 2005 ini mengalami pertumbuhan yang positif, meskipun ada sebagian yang mengalami pertumbuhan yang menurun. Seperti sektor industri dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Pada tahun 2005 sektor bangunan Jawa Timur tumbuh sebesar 3,48 persen, hal ini di sebabkan adanya peningkatan pembangunan proyek-proyek pemerintah daerah seperti pembangunan jalan, jembatan dan sarana infrastruktur lainnya. Demikian juga sektor pertanian yang melemah pada tahun 2003 karena adanya penurunan pada subsektor kehutanan, pada tahun 2005 tumbuh sebesar

3,16 persen. Sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan kondisi yang membaik, sektor ini hanya tumbuh pada level 1-2 persen pada tahun 2001-2004, dan pada tahun 2005 tumbuh secara signifikan yaitu mencapai 9,23 persen.

Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh secara fluktuasi dari tahun 2001-2005, pada tahun 2001 sektor ini tumbuh sebesar 3,11 persen dan pada tahun 2002 meningkat dengan tumbuh sebesar 3,39 persen sampai tahun 2005 tumbuh sebesar 7,49 persen. Sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan yang cukup stabil. Pada tahun 2001 tumbuh sebesar 3,11 persen dan pada tahun 2002 meningkat dengan tumbuh sebesar 3,95 persen. Selanjutnya pada tahun 2003-2004 tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 3,41 persen dan 3,44 persen dan pada tahun 2005 tumbuh cukup signifikan hingga sebesar 4,23 persen. Berikut adalah tabel pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Propinsi Jawa Timur :

Tabel 1.1. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Jawa Timur 2001-2005 dalam persen

Tahun LAPANGAN USAHA

2001 2002 2003 2004 2005

Pertanian 1,26 2,02 1,91 2,82 3,16

Pertambangan dan penggalian 2,68 2,76 2,21 1,84 9,32 Industri dan Pengolahan 2,35 -0,73 4,46 5,28 4,61 Listrik, Gas dan Air Bersih 3,37 18,64 15,52 14,86 6,18

Bangunan 0,89 1,10 1,86 1,85 3,48

Perdag, Hotel & Restoran 8,08 8,32 7,92 9,25 9,15 Pengangkutan & Komunikasi 2,03 13,03 5,78 6,77 5,00 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 6,73 3,39 2,12 5,94 7,49

Jasa-jasa 3,11 3,95 3,41 3,44 4,23

PDRB 3,76 3,80 4,78 5,83 5,84

Sumber : BPS Jawa Timur 2005

Dibandingkan dengan provinsi besar lainnya di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur tumbuh sebesar 3,76 persen pada tahun 2001, lebih besar dari pertumbuhan perekonomian Provinsi Jawa Tengah dan Banten. Laju Jawa Timur terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Jawa

Timur sebesar 5,84 persen dan menduduki peringkat ke dua setelah laju pertumbuhan perekonomian DKI Jakarta. Dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, pada tahun 2002-2005 perekonomian Jawa Timur mampu tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu Hal ini mengindikasikan bahwa perekonomian Jawa Timur semakin membaik.

Tabel 1.2 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-provinsi Besar di Jawa dan Nasional Tahun 2001-2005 (dalam persen)

Tahun Daerah 2001 2002 2003 2004 2005 DKI Jakarta 4,72 4,89 5,31 5,65 6,01 Jawa Timur 3,76 3,80 4,78 5,83 5,84 Jawa Barat 3,89 3,94 4,48 5,16 5,47 Jawa Tengah 3,59 3,55 4,98 5,13 5,35 Yogyakarta 4,27 4,50 4,58 5,12 4,74 Banten 3,64 4,78 5,07 5,63 5,88 Nasional 4,92 3,45 4,78 5,05 5,60

Sumber : BPS Jawa Timur 2005

Akan tetapi berdasarkan hasil pendapatan daerah, struktur perekonomian Jawa Timur ternyata masih sangat timpang, dimana distribusi pendapatan yang menyusun PDRB Jawa Timur didominasi oleh daerah-daerah yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi seperti Kota Surabaya, Kota kediri, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Malang dan Kabupaten Gresik yang memberikan kontribusi lebih dari 50 persen dari total PDRB Jawa Timur setiap tahunnya. Surabaya merupakan ibukota provinsi yang secara otomatis sebagai pusat pemerintahan serta pendidikan di Jawa Timur. Kota Kediri menjadi produsen rokok terbesar di Indonesia. Lima kota ini mengalami kemajuan yang lebih pesat dibandingkan kabupaten/kota lain di Jawa Timur. Ketidakmerataan pertumbuhan ini menyebabkan adanya ketimpangan pembangunan di Jawa Timur. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk menganalisa sektor apa yang menjadi basis

perekonomian Jawa Timur sehingga diharapkan perkembangan sektor basis tersebut mampu mengurangi masalah ketimpangan yang terjadi.

1.2 Perumusan Masalah

Sasaran pembangunan yang lebih ditujukan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan pendekatan membangun pusat-pusat pertumbuhan ternyata disisi lain telah menimbulkan masalah yang semakin kompleks. Pusat-pusat pertumbuhan dengan daerah hinterland-nya ternyata tidak tumbuh bersama-sama secara seimbang. Trickledown effect yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan daerah hinterland ternyata berjalan sangat lambat, sedangkan sumberdaya lokal telah terkuras untuk menjadi input penunjang kemajuan daerah pusat pertumbuhan. Pola pembangunan yang demikian menimbulkan masalah ketimpangan wilayah seperti tingkat kemajuan daerah perkotaan yang lebih cepat daripada pedesaan, Pulau Jawa lebih maju daripada luar Pulau Jawa, Kawasan Barat Indonesia lebih maju daripada Kawasan Timur Indonesia. Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Sektor apa saja yang menjadi basis perekonomian di Provinsi Jawa Timur? 2. Berapa indeks tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah tingkat II di

Provinsi Jawa Timur?

3. Bagaimana peranan sektor basis terhadap pemerataan pendapatan daerah di Provinsi Jawa Timur?

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisa sektor-sektor yang menjadi basis perekonomian di Provinsi Jawa Timur.

2. Menghitung besar ketimpangan pendapatan antar daerah tingkat II di Provinsi Jawa Timur.

3. Menganalisa peranan sektor basis terhadap pemerataan pendapatan di Provinsi Jawa Timur.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan dan masukan terhadap pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur dalam merumuskan, menentukan, dan memprioritaskan serta memutuskan arah kebijakan pembangunan. Penelitian ini diharapkan juga dapat berguna bagi insan akademi maupun masyarakat secara umum yang akan melakukan penelitian sejenis sebagai pengembangan pembangunan khususnya di Provinsi Jawa Timur dan wilayah lain secara umum.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini difokuskan pada sektor basis di Provinsi Jawa Timur. Alat analisa menggunakan dua metode yaitu Location Quotient untuk mengetahui sektor basis ekonomi di Provinsi Jawa Timur dan Indeks Williamson untuk

menghitung tingkat ketimpangan pendapatan daerah. Hasil penelitian ini hanya memaparkan peranan sektor basis dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah tingkat II di Provinsi Jawa Timur.

Dokumen terkait