• Tidak ada hasil yang ditemukan

Energi memainkan peranan penting dalam semua aspek kehidupan manusia. Peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan erat dengan bertambahnya jumlah penduduk. Remi (2008) menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia dalam waktu 25 tahun mendatang diperkirakan akan terus meningkat yaitu dari 205.8 juta pada tahun 2000 menjadi 273.7 juta pada tahun 2025, sehingga kebutuhan energi di masa mendatang diperkirakan akan meningkat pula.

Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu jenis energi yang banyak digunakan di Indonesia. Cadangan BBM di Indonesia semakin menipis sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah harus mengimpor BBM. Namun, salah satu permasalahan yang pernah dialami oleh Pemerintah ialah tingginya harga minyak dunia yang mendekati angka US $ 100 per barel pada tahun 2008 sehingga memerlukan devisa yang cukup untuk mensubsidi BBM (Gambar 1). Peningkatan harga BBM dunia berakibat pada pengurangan cadangan devisa negara dan meningkatnya biaya subsidi minyak dan pada gilirannya dapat membebani APBN dari tahun ke tahun.

Sumber : OPEC dalam Nasrullah (2009) Gambar 1 Perkembangan harga minyak dunia.

Minyak tanah merupakan salah satu jenis BBM yang biasa digunakan pada skala rumah tangga. Indonesia merupakan satu-satunya negara yang menggunakan minyak tanah sebagai sumber energi pada skala rumah tangga. Di negara lain, minyak tanah diolah menjadi avtur sehingga memiliki nilai tambah yang lebih besar sebagai bahan bakar pesawat terbang (Anonim 2008a). Oleh

karena itu, penggunaan minyak tanah pada skala rumah tangga di Indonesia dianggap tidak efektif dan efisien.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah menetapkan program konversi minyak tanah ke LPG (Liquified Petroleum Gas). Hasil perhitungan yang dilakukan oleh Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral menunjukkan bahwa penerapan kebijakan ini dapat mengurangi subsidi yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah seperti yang terlihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan minyak tanah dan LPG

PERBANDINGAN MINYAK TANAH LPG

Kesetaraan 1 Liter 0.57 Kg

Nilai Kalori (Kcal/Liter) 8 498.75 6 302.58

Pengalihan Volume Minyak Tanah

Subsidi 10 000 000 Kiloliter 5 746 095 MT/Tahun

Asumsi Harga Keekonomian Rp 5 665 /Liter Rp 7 127 /Kg

Harga Jual Rp 2 000 /Liter Rp 4 250 /Kg

Besaran Subsidi Rp 3 665 /Liter Rp 2 877 /Kg

Total Subsidi Rp 36.65 Triliun/Tahun Rp 16.53 Triliun/Tahun

Selisih Rp 20.12 Triliun/Tahun

Sumber : ( Departemen ESDM 2007)

Dari tabel tersebut terlihat bahwa dengan program konversi minyak tanah ke LPG, Pemerintah Indonesia dapat menghemat subsidi sebesar Rp 20.12 triliun/ tahun. Program konversi seluruh minyak tanah bersubsidi ke LPG ini direncanakan akan selesai dalam jangka waktu 5 tahun (dari tahun 2007 hingga tahun 2012).

Program konversi ini dilakukan melalui pembagian paket LPG 3 kg beserta tabung, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada keluarga miskin yang jumlahnya mencapai 41.1 juta jiwa (LIPI 2008) dan termasuk 170 000 jiwa di Kota Bogor (BPS 2009). Penggunaan LPG yang dianggap sebagai teknologi yang baru bagi masyarakat miskin ini memerlukan waktu untuk dapat diterima sebagai pengganti bahan bakar yang sudah biasa digunakan. Bagi sejumlah masyarakat miskin dengan segala keterbatasannya, dimungkinkan teknologi penggunaan LPG merupakan sumber stres tersendiri. Sebagian besar dari 41 000 keluarga miskin di kota Bogor masih enggan menggunakan tabung LPG dan tetap menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar utama kebutuhan dapurnya (Anonim 2008b). Hal ini berkaitan dengan berita-berita dan kasus- kasus mengenai kompor LPG yang meledak yang disebarluaskan melalui media massa seperti televisi, radio, dan surat kabar. Di satu sisi, masyarakat dituntut

untuk menggunakan LPG, namun di sisi lain, masyarakat juga memiliki banyak keterbatasan untuk beradaptasi dengan penggunaan LPG ini.

Penelitian mengenai keluarga miskin penerima program konversi minyak tanah ke LPG ini dianggap perlu untuk dilakukan oleh Pemerintah khususnya Pemerintah Kota Bogor agar dapat diketahui bagaimana respon masyarakat miskin penerima bantuan kompor LPG terhadap teknologi yang dianggap baru oleh mereka. Hal ini penting dilakukan agar program ini dapat mencapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan, yakni seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin mau menerima LPG dengan kesadaran penuh.

Perumusan Masalah

Keberadaan LPG yang dianggap sebagai solusi permasalahan energi bahan bakar harus dapat dibuktikan daya penerimaannya oleh masyarakat. Suatu teknologi baru belum tentu dapat dipahami dan diterima dengan mudah oleh masyarakat. Sebelum menerima suatu produk (dalam hal ini LPG) diperlukan beberapa kriteria yang dianggap dapat memenuhi syarat diterimanya suatu produk oleh masyarakat. Kriteria ini meliputi pengetahuan teknis mengenai penggunaan LPG yang memadai, keamananan LPG, dan keterjangkauan harga LPG bagi sejumlah masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah.

Permasalahan pengetahuan teknis mengenai seluk beluk penggunaan, fungsi, dan prosedur pengamanan kompor LPG jika terjadi kebocoran dan cara penanganan kerusakan lainnya sangat diperlukan agar penggunaan LPG dapat dilakukan dengan aman. Ketidaktahuan masyarakat dari segi teknis penggunaan kompor LPG dapat menimbulkan pikiran-pikiran negatif antara lain berupa ketakutan atau trauma yang berkepanjangan bagi masyarakat penggunanya (Azis 2008). Selain itu, meskipun pengeluaran untuk LPG lebih murah dibandingkan dengan minyak tanah, tetapi pembelian LPG tidak dapat dilakukan dengan mengecer seperti minyak tanah.

Peralihan penggunaan minyak tanah ke LPG ini seharusnya direncanakan sematang mungkin sehingga pemerintah dapat mengambil langkah yang tepat ketika terjadi sejumlah permasalahan di masyarakat terkait adopsi inovasi LPG ini. Apabila kondisi ini tidak tertanggulangi maka akan berdampak bagi kehidupan masyarakat miskin.

Bertolak dari uraian sebelumnya, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah keluarga yang telah menerima bantuan program konversi minyak tanah ke LPG menggunakan apa yang telah diterimanya? Apakah masih ada keluarga yang tidak menggunakan bantuan yang telah diterimanya? Jika masih ada yang tidak menggunakan bantuan, mengapa mereka tidak menggunakannya?

2. Apa ciri-ciri dari mereka yang sudah menggunakan dan yang belum menggunakan LPG? Apakah mereka yang telah menggunakan LPG pernah mengalami masalah baik dalam menggunakan maupun dalam memperoleh LPG serta peralatannya?

Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalis respon keluarga miskin terhadap program konversi minyak tanah ke LPG di Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Cikaret, Kota Bogor. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga penerima program konversi minyak tanah ke LPG

2. Mengidentifikasi persepsi dan sikap ibu rumah tangga terhadap LPG di Kota Bogor

3. Menghitung perubahan pengeluaran bahan bakar keluarga pasca program konversi minyak tanah ke LPG

4. Mengidentifikasi strategi koping keluarga contoh terhadap terhadap

masalah-masalah yang timbul dalam penggunaan LPG

5. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga contoh dengan persepsi dan sikap ibu rumah tangga terhadap LPG

6. Menganalisis faktor yang mempengaruhi strategi koping keluarga contoh terhadap ketidakmampuan membeli isi ulang LPG

Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian mengenai analisis persepsi, sikap, dan strategi koping keluarga miskin penerima program konversi minyak tanah ke LPG LPG di Kota Bogor ini antara lain:

1. Bagi masyarakat ;

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi sehingga dapat menentukan langkah yang tepat dalam menerima produk baru.

2. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian yang berkaitan dengan ekonomi keluarga serta menambah penelitian tentang ekonomi keluarga.

3. Bagi pemerintah dan instansi terkait

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan referensi dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan keluarga miskin di Indonesia sehingga pemerintah dapat menetapkan kebijakan yang bersifat holistik dan solutif.

Dokumen terkait