Di Indonesia jeruk merupakan komoditas buah-buahan terpenting ketiga setelah pisang dan mangga bila dilihat dari luas tanaman dan jumlah produksi per tahun. Salah satu provinsi di Indonesia yang merupakan sentral produksi komoditi buah jeruk adalah Sumatera Utara tepatnya di Kabupaten Karo (Putra, 2007).
Berdasarkan data Dinas Pertanian Sumut menunjukkan luas panen tahun 2008 mencapai 13.090 hektar dan pada tahun 2009 menjadi 12.086 hektar. Sementara total produksinya sebesar 858.508 ton, dan menurun pada tahun 2009 yaitu sebesar 728.796 ton per hektar. Kondisi tersebut menunjukan terjadinya penurunan total produksi jeruk di Sumatera Utara sebagai salah satu daerah produksi jeruk terbesar di Indonesia. Sedangkan data produksi jeruk nasional berkisar 17 – 25 ton/hektar dari potensi 25-40 ton/hektar (Deptan, 2009).
Salah satu gangguan yang mengakibatkan kehilangan hasil cukup tinggi pada tanaman jeruk adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Lebih 50 jenis penyakit dan 10 jenis hama diketahui dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman jeruk, diantaranya adalah lalat buah, kutu daun, ulat peliang daun, sedangkan penyakit utama adalah, CVPD, diplodia dan busuk pangkal batang (Agus dan Najamuddin, 2008 ).
Serangan lalat buah di Indonesia mencapai 50% dan saat populasi lalat buah tinggi, intensitas serangan dapat mencapai 100%. Kerusakan akibat serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan adanya lubang kecil di kulitnya yang merupakan bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah.
Bekas tusukan semakin meluas sebagai akibat perkembangan larva yang
memakan daging buah sehingga terjadi kebusukan sebelum buah masak (Haq et al., 2012).
Pengendalian lalat buah selama ini menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida yang terus-menerus dapat menimbulkan berbagai dampak negatif antara lain pencemaran lingkungan, resistensi serangga dan hasil produksi mengalami kontaminasi sehingga berbahaya bila dikonsumsi oleh masyarakat. Upaya pengendalian lalat buah selain pestisida dengan menggunakan senyawa atraktan yang mengandung Metil Eugenol (ME) dan protein. ME selama ini telah tersedia di pasaran dalam bentuk sintetis yang terbuat dari bahan kimia. ME sintetis memiliki daya tarik lalat buah jantan tinggi. (Indriyanti et al., 2011).
Senyawa atraktan ME baik alami (ekstrak selasih) maupun sintetis hanya efektif untuk menarik lalat buah jantan saja sedangkan betina tidak tertarik. Pada alam lalat buah betina lebih tertarik pada buah yang mengandung protein. Senyawa atraktan yang mengandung protein dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk pengendalian lalat buah, sehingga lalat buah jantan dan betina bisa tertarik dan terperangkap (Rahmawati, 2014)
Lalat buah betina membutuhkan protein hidrolisat dalam jumlah besar, hal ini berkaitan dengan perkembangan organ reproduksi dan pembentukan telur- telur yang fertil. Salah satu contoh senyawa lain yang dapat menarik lalat buah betina adalah limbah bir karena mengandung protein. Selain limbah bir juga terdapat limbah lain yang dapat menarik lalat buah yaitu protein dari limbah kakao, tempe, dan tahu (Indriyanti, 2011). Oleh karena itu, penulis ingin meneliti
respon lalat buah terhadap limbah tahu, limbah tempe, limbah kakao dan limbah kulit jeruk yang merupakan sumber protein bagi hama lalat buah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi dari limbah tahu, limbah tempe, limbah kakao, dan limbah kulit jeruk sebagai atraktan dalam mengendalikan hama lalat buah (Bactrocera sp.) di laboratorium.
Hipotesis Penelitian
Hama lalat buah (Bactrocera sp.) tertarik pada limbah tahu, limbah tempe, limbah kakao, dan limbah kulit jeruk di laboratorium.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Control Fruit Flies (Bactocera sp.) (Diptera : Tephtritidae) in Pest Laboratory”, supervised by Marheni and Yuswani Pangestiningsih. The objective of the research was to know the preferences test of some waste as attractant to control fruit flies in Pest Laboratory. This research was conducted in Pest Laboratory of the Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara (± 25 m asl) from April until Juny 2016. This research was using non-factorial Randomized Block Design with 5 treatments and 4 replications, which are : A0 (water), A1 (waste of tahu), A2 (waste of tempe), A3 (waste of cocoa) and A4 (waste of orange peel).
The interest female fruit flies of some waste has criteria they are A3 (waste of cocoa) is 73.5% , A4 (waste of orange peel) is 53.8% , A2 (waste of tempe) is 52.0% and A1 (waste of tahu) is 48.7%. While in the interest male fruit flies of some waste has criteria they are A2 (waste of tempe) is 82.5% , A3 (waste of cocoa) is 81.3%, A1 (waste of tahu) is 58.2% and then A4 (waste of orange peel) is 29.2%. The highest result average of female fruit flies population of some waste was showed in A3 (waste of cocoa) is 3.67 and the lowest in A0 (water) is 0.83. The highest result average of male fruit flies population of some waste was showed in A3(waste of cocoa) is 2.08 and the lowest in A0 (water) is 0.33. The highest result in average of interest time duration in female fruit flies of some waste was showed in A3 (waste of cocoa) for 60.48 minutes and the lowest in A0 (water) is 1.34 minutes. While the highest result in average of interest time duration in male fruit flies of some waste was showed in A2 (waste of tempe) for 52 minutes and the lowest in A0 (water) for 1.34 minutes.
sebagai Atraktan dalam Mengendalikan Lalat Buah (Bactocera sp.) (Diptera: Tephtritidae) di Laboratorium” dibimbing oleh Marheni dan Yuswani Pangestiningsih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi
beberapa limbah sebagai atraktan dalam mengendalikan lalat buah di laboratorium. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl mulai bulan Maret sampai Agustus 2016. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari 5 perlakuan, yaitu: A0: air, A1: limbah tahu, A2: limbah tempe, A3 : limbah kakao, A4: limbah kulit jeruk dengan 4 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase ketertarikan imago betina pada beberapa limbah adalah perlakuan A3 (limbah kakao) sebesar 73.5%, perlakuan A4 sebesar 53.8% , A2 (limbah tempe) sebesar 52.0%, dan A1 (limbah tahu) sebesar 48.7%, sedangkan pada imago jantan adalah perlakuan A2 (limbah tempe) sebesar 82.5%, A3 (limbah kakao) sebesar 81.3% , A1 (limbah tahu) sebesar 58.2% dan A4 (limbah kulit jeruk) sebesar 29.2%. Rataan jumlah lalat buah betina yang terperangkap pada limbah tertinggi pada perlakuan A3 (limbah kakao) sebesar 3.67 dan terendah pada perlakuan A0 (air) sebesar 0.83. Sedangkan rataan jumlah lalat buah jantan yang terperangkap pada beberapa limbah tertinggi pada perlakuan A3 (limbah kakao) sebesar 2.08 dan terendah pada perlakuan A0 (air) sebesar 0.33. Hasil tertinggi pada rataan durasi waktu ketertarikan imago lalat buah betina pada beberapa limbah terdapat pada perlakuan A3 (limbah kakao) sebesar 60.48 menit dan terendah pada perlakuan A0 (air) sebesar 1.34 menit. Sedangkan hasil tertinggi pada rataan durasi waktu ketertarikan imago lalat buah jantan pada beberapa limbah terdapat pada perlakuan A2 (limbah tempe) yaitu sebesar 52 menit dan terendah pada perlakuan A0 (air) sebesar 1.34 menit.
UJI PREFERENSI BEBERAPA LIMBAH SEBAGAI ATRAKTAN DALAM