• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Uji Pendahuluan

1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Senyawa yang digunakan dalam penentuan hepatotoksin dalam penelitian ini adalah karbon tetraklorida. Penentuan dosis karbon tetraklorida bertujuan

untuk mengetahui pada dosis berapa dapat menyebabkan hepatotoksik yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar. Berdasarkan penelitian Novitasari (2013) dan Avista (2013) bahwa dosis 2 mL/kgBB karbon tetraklorida mampu memberikan efek hepatotoksik, maka dalam penelitian ini peneliti memakai dosis hepatotoksik karbon tetraklorida 2 mL/kgBB, sehingga diharapkan dapat menjadi pembanding dalam efek hepatoprotektif yang paling efektif dari ekstrak yang berbeda.

Karbon tetraklorida digunakan sebagai hepatotoksin yang dapat menyebabkan kerusakan hati. Peningkatan aktivitas serum ALT dan AST akibat induksi karbon tetraklorida 2 kali dibandingkan dengan kontrol, secara signifikan mampu meyebabkan kerusakan sel hati (Rajendran, 2009). Karbon tetraklorida 2 mL/kgBB mampu menyebabkan kerusakan hati yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas serum ALT 2,99 kali dan serum AST 5,03 kali dibandingkan dengan kontrol (Febrianti, 2013).

Pada penelitian ini dilakukan orientasi aktivitas serum ALT pada pemberian dosis karbon tetraklorida 2 mL/kgBB. Hasil yang diperoleh terjadi peningkatan 3,0 kali pada jam ke-24 dibandingkan dengan aktivitas serum ALT pada jam ke-0 sebelum diberi perlakuan. Hasil orientasi aktivitas serum ALT terjadi peningkatan yang signifikan, membuat peneliti menyimpulkan bahwa dengan induksi 2 mL/kgBB karbon tetraklorida mampu merusak hati tikus atau memberikan efek hepatotoksik pada tikus jantan galur Wistar. Peneliti hanya memakai orientasi aktivitas serum ALT sebagai pedoman bahwa dosis 2 mL/kgBB karbon tetraklorida telah menyebabkan kerusakan hati pada tikus

karena pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menilai kerusakan hati salah satunya dengan pemeriksaan laboratorium dengan melihat enzim alanin

aminotransferase (ALT). Enzim ALT dalam keadaan normal berada di dalam

jaringan tubuh terutama hati, sementara enzim AST berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung (Sutedjo, 2006).

2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji

Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji bertujuan untuk mengetahui pencapaian waktu maksimal karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB memberikan efek hepatotoksik, yang dapat diketahui dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST tertinggi pada jam tertentu. Pencuplikan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata dengan selang waktu tertentu yaitu jam ke 0, 24, dan 48 setelah karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB diberikan pada tikus jantan galur Wistar. Orientasi pencuplikan darah hewan uji untuk aktivitas serum ALT dapat dilihat pada Tabel III dan Gambar 3.

Tabel III. Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/I) tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam

Keterangan : SE= Standard Error Selang waktu

(jam)

Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/I)

0 72,3±4,5

24 217,3±2,1 48 90,3±2,9

Gambar 3. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT sel hati tikus, setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24

dan 48 jam

Tampilan Tabel III dan Gambar diagram batang 3 aktivitas serum ALT ± SE (U/I), diketahui bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke-0 sebelum perlakuan, jam ke-24, dan 48 berturut-turut adalah sebesar 72,3±4,5; 217,3±2,1; dan 90,3±2,9 U/L. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa aktivitas serum ALT pada pencuplikan darah jam ke-24 dengan pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB lebih tinggi dibandingkan dengan pencuplikan darah pada jam ke-0 dan jam ke-48.

Pada pencuplikan darah jam ke-24 didapatkan peningkatan aktivitas serum ALT 3,0 kali dari nilai aktivitas ALT jam ke-0, sedangkan pada jam ke-48 aktivitas ALT mengalami penurunan. Berdasarkan data tersebut maka peneliti menggunakan waktu pencuplikan darah hewan uji pada jam ke-24 karena pada jam tersebut terjadi peningkatan aktivitas serum ALT tertinggi dan memenuhi kriteria terjadinya hepatotoksik. Menurut Febrianti (2013) bahwa karbon tetraklorida 2 mL/kgBB mampu menyebabkan kerusakan hati yang ditunjukkan dengan peningkatan ALT 2,99 dibandingkan dengan kontrol.

Hasil uji statistik yang dilakukan bahwa kenaikan aktivitas serum ALT pada jam ke-24, menunjukkan berbedaan bermakna bila dibandingkan dengan

aktivitas serum ALT pada jam ke-0 dan 48, artinya bahwa pada jam ke-24 aktivitas peningkatan enzim ALT lebih tinggi dibanding pada jam ke-0 dan 48. Jam ke-0 dibandingkan dengan jam ke-48 berdasarkan uji statistik berbeda tidak bermakna, artinya bahwa pada jam ke-48 aktivitas serum ALT mengalami penurunan yang hampir sama dengan keadaan normal, sebab jam ke-0 adalah keadaan normal tikus karena belum diinduksi karbon tetraklorida.

Tabel IV. Hasil uji statistik aktivitas ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan darah ke-0, ke-24 dan ke-48 jam

Perlakuan Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

Jam ke-0 BB TB

Jam ke-24 BB BB

Jam ke-48 TB BB BB= berbeda bermakna (p<0.05) TB= berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Hasil tersebut menjadi pedoman untuk peneliti dalam menentukan waktu pencuplikan darah hewan uji pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB. Penelitian lain menyebutkan bahwa karbon tetraklorida merupakan toksikan akut yang dapat merusak fungsi hati dalam waktu 24 jam (Hasti, Husni, dan Amri, 2012).

3. Penetapan lama pemejanan ekstrak etanol kulit buah P. americana

Berdasarkan penelitian Sasadara (2013) perlakuan pemberian ekstrak metanol biji P. americana pada rentang waktu 6 jam sebelum induksi karbon tetraklorida merupakan waktu yang paling efektif diberikan dengan nilai % hepatoprotektif sebesar 101 % dengan dosis pemberian ekstrak metanol biji P.

americana 350 mg/kgBB. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti menggunakan

etanol kulit buah P. americana terhadap aktivitas serum ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Melihat adanya kemiripan penelitian yang dilakukan, diharapkan penelitian ini dapat memperoleh efek hepatoprotektif dari ekstrak yang berbeda.

4. Penetapan dosis ekstrak etanol kulit buah P. americana

Penentuan dosis ekstrak etanol kulit buah P. americana bertujuan untuk menentukan tingkatan dosis dari ekstrak etanol kulit buah P. americana yang akan digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian Nopitasari (2013) menyatakan bahwa hasil orientasi yang dilakukan menggunakan konsentrasi tertinggi ekstrak etanol biji P. americana sebesar 70 mg/mL, dengan pertimbangan bahwa pada konsentrasi tertinggi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dan pada konsentrasi ekstrak tersebut dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari spuit oral. Hasil perhitungan dari konsentrasi 70 mg/mL diperoleh dosis maksimal 1,40 g/kgBB, kemudian ditentukan tingkatan dosis ekstrak etanol biji P. americana, yaitu 0,35; 0,70; dan 1,40 g/kgBB. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti memilih dosis ekstrak etanol kulit buah P.

americana adalah 350; 700; dan 1.400 mg/kgBB, sehingga harapannya dapat

dibandingkan efek hepatoprotektif yang efektif dari ekstrak yang berbeda.

C. Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Kulit Buah P. americana Terhadap

Dokumen terkait