• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu penyelenggara pendidikan pada tingkat menengah memiliki peran untuk menyiapkan peserta didik agar siswa siap bekerja baik bekerja secara mandiri (wirausaha) maupun mengisi lowongan pekerjaan yang ada (Kurikulum SMK Edisi 2004). Sebagai penyelenggara pendidikan tingkat menengah, SMK berkewajiban untuk mempersiapkan lulusan untuk mampu bersaing di dunia kerja. Faktor utama yang menentukan mampu tidaknya bersaing adalah seberapa jauh lulusan memiliki kompetensi dibidangnya, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan menghasilkan produk unggul. Namun demikian, kemampuan SMK sebagai lembaga pendidikan kejuruan untuk menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah yang unggul/berkualitas masih disangsikan oleh sebagian masyarakat.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas diharapkan lebih produktif dan mampu menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri. Kualitas SDM tersebut sering diukur berdasarkan tingkat penyelesaian jenjang pendidikan formal. Tetapi, fakta menunjukkan bahwa persentase penduduk yang bekerja pada periode tahun 1996-2004 dengan pendidikan rendah (tidak sekolah, belum tamat SD dan tamat SD) mengalami penurunan sebesar 11,8%. Sementara penduduk bekerja yang mempunyai pendidikan tertinggi SMP,

SMA dan Perguruan Tinggi masing- masing mengalami kenaikan 7,1%, 2,6%, 2,3% (BPS, 2005:40). Bank Dunia (2003), mengasumsikan bahwa setiap pertumbuhan ekonomi satu persen akan mampu menambah lapangan kerja bagi 400.000 orang. Padahal, angkatan kerja setiap tahun di Indonesia berjumlah kurang lebih 3 juta jiwa. Ini berarti sejak saat ini angka penganggur akan terus bertambah dengan jumlah paling tidak 1,6 juta orang. Dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan (2005:64), menyebutkan bahwa sejak tahun 1997 sampai tahun 2004 jumlah pengangguran terbuka di Indonesia terus meningkat dari sebesar 4,18 juta jiwa menjadi kurang lebih sebesar 11,35 juta jiwa.

Menghadapi kenyataan tersebut, SMK sebagai penyelenggara pendidikan kejuruan yang siap kerja perlu untuk meningkatkan kualitas lulusan agar mampu bekerja maupun menciptakan usaha sendiri. Hal ini didukung pemberitaan Media Indonesia (12/02/2004) yang menyebutkan bahwa lulusan SMK yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi hanyalah 10% saja. Artinya, lulusan SMK lebih banyak memilih terjun ke dunia kerja daripada melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan demikian peran pendidikan menengah kejuruan yang senantiasa berorientasi siswa untuk dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dengan berwirausaha menjadi sangat penting.

Fakta pengangguran di atas menunjukkan bahwa minat siswa untuk berwirausaha masih rendah. Faktor yang diduga menyebabkannya adalah masih rendahnya jiwa kewirausahaan siswa SMK. Adapun maksud dari jiwa kewirausahaan adalah seluruh kehidupan batin manusia yang terjadi dari

pikiran dan angan-angan untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang lain serta mampu berpikir kreatif dan inovatif dalam rangka menciptakan peluang atau kesempatan dalam dunia usaha. Oleh karena itu, pihak SMK perlu meningkatkan jiwa kewirausahaan dengan siswa diberi kesempatan untuk mengelola usaha kecil misalnya mengelola koperasi sekolah.

Derajat hubungan jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha diduga berbeda untuk status sosial ekonomi orang tua yang berbeda. Dalam penelitian ini status sosial ekonomi yang dimaksud mencakup: jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan orang tua. Pada jenis pekerjaan orang tua sebagai wirausaha, diduga derajat hubunga n jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa akan lebih tinggi dibandingkan siswa yang pekerjaan orang tuanya bukan wirausaha. Hal ini disebabkan anak berada dalam lingkungan dimana mereka sehari- hari melihat cara kerja orang tuanya berwirausaha. Pada tingkat pendapatan orang tua tinggi, diduga derajat hubungan jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan siswa yang pendapatan orang tuanya rendah. Hal ini disebabkan orang tua memiliki ketersediaan modal material yang berupa fasilitas sarana dan biaya untuk membuka usaha. Sementara ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua tinggi, diduga derajat hubungan jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa akan lebih tinggi dibandingkan siswa yang pendidikan orang tuanya rendah. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, orang tua akan lebih memiliki pengetahuan dan wawasan dan menularkannya pada anak, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi

kualitas sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas diharapkan lebih produktif dan mampu untuk menciptakan pekerjaan sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis mengambil judul penelitian “HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA SISWA SMK DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada siswa-siswi jurusan penjualan pada SMK Negeri I, SMK Kristen 2, dan SMK Katolik di Kabupaten Klaten.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini memfokuskan perhatian pada tinggi atau rendahnya minat berwirausaha siswa SMK. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya minat berwirausaha. Penelitian memfokuskan pada faktor jiwa wirausaha. Secara lebih spesifik dalam penelitian ini akan diselidiki apakah ada derajat hubungan yang berbeda antara jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan positif antara jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa ditinjau dari jenis pekerjaan orang tua?

wirausaha siswa ditinjau dari tingkat pendapatan orang tua?

3. Apakah ada hubungan positif antara jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa ditinjau dari jenis pekerjaan orang tua. 2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara jiwa kewirausahaan

dengan minat berwirausaha siswa ditinjau dari tingkat pendapatan orang tua.

3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan memberikan manfaat– manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan masukan bagi pihak sekolah untuk menyiapkan lulusan yang mempunyai jiwa kewirausahaan dan minat berwirausaha.

2. Memberikan masukan bagi pengembangan literatur dan penelitian dalam bidang kewirausahaan. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan dasar bagi penelitian–penelitian sejenis pada waktu yang akan datang.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jiwa Kewirausahaan

1. Pengertian Kewirausahaan

Kata wirausahawan merupakan terjemahan dari kata entrepreneur.

Kata tersebut berasal dari bahasa Perancis ”entrependre“ yang berarti

“bertanggung jawab“. Wirausahawan adalah orang yang bertanggung jawab dalam menyusun, mengelola dan mengatur risiko suatu usaha bisnis (Machfoedz dan Machfoedz, 2004:1). Menurut Drucker, kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different). Menurut

Zimmere (Suryana, 2003:4), kewirausahaan adalah penerapan kreativitas

dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari.

Kreativitas sebagai kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan untuk menemukan cara-cara baru dalam memecahkan persoalan dan menghadapi peluang, sedangkan, inovasi diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan peluang untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan Zimmere, dalam (Suryana, 2003:2). Jadi kewirausahaan adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga

penggerak, tujuan siasat, kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup.

Lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1995 tanggal 30 Juni 1995 ( Priyono dan Soerata, 2004:16), tentang “Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan” pada poin 1 menyatakan bahwa kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dalam modul Pelatihan CEFE (Creation of Enterpreses Formation of Entrepreneurs)

yang diadakan oleh proyek PIKM Provinsi DIY Kanwil Departemen perindustrian Provinsi DIY Tanggal 5 Mei sampai dengan 13 Juni 1995 (Priyono dan Soerata, 2004:16), disebutkan bahwa kewirausahaan adalah tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif, dan inovatif. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan kewirausahaan adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif untuk memanfaatkan peluang usaha.

2. Ciri dan Watak Kewirausahaan

beragam. Wirausahawan mempunyai ciri yang dominan, yakni rasa percaya diri dan kemampuan yang lebih baik daripada teman sekerja ataupun atasannya. Wirausaha memerlukan kebebasan untuk memilih dan bertindak menurut persepsinya tentang tindakan yang akan membuahkan kesuksesan (Machfoedz dan Machfoedz, 2004:5). Menurut Longenecker, dkk (2001:23), seseorang yang menjadi wirausaha mempunyai kebutuhan yang tinggi akan keberhasilan, keinginan untuk mengambil risiko yang moderat, percaya diri yang tinggi dan keinginan untuk berbisnis. Meredith menyatakan bahwa berwirausaha berarti memadukan perwatakan pribadi, keuangan dan sumber daya. Oleh sebab itu, berwirausaha merupakan sebuah pekerjaan atau karir dimana seseorang dalam menjalankannya memiliki ciri–ciri dan watak (Suryana, 2003:8), sebagai berikut :

Tabel 2.1

Ciri dan Watak Kewirausahaan

No. Ciri-ciri Watak

1 Percaya diri Ketidaktergantungan dan optimisme

2 Berorientasi pada tugas dan hasil

Kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat dan inisiatif

3 Pengambilan risiko Kemampuan untuk mengambil risiko yang wajar dan suka tantangan

4 Kepemimpinan Perilaku sebagai pemimpin, menanggapi saran-saran dan kritik 5 Keorisinilan Inovatif dan kreatif serta fleksibel 6 Berorientasi ke masa

depan

Ciri-ciri atau karakter wirausaha menurut Priyono dan Soerata (2004:20) antara lain:

a. Segala tindakan berorientasi pada pencapaian tujuan. b. Tegar dan tahan uji, ulet dan tidak mudah patah semangat.

c. Menetapkan standar sendiri dan bergerak berdasarkan target-target yang telah ditentukan.

d. Bersikap optimis dan berpikir positif. e. Bekerja keras dan cerdas (smart).

f. Menandai keberhasilan dan kegagalan pada dirinya sendiri, semuanya dijadikan alat sebagai cara untuk mawas diri.

g. Pengambil risiko yang moderat, ia tidak akan melangkah untuk mengambil risiko manakala analisis dan nalurinya berkata “jangan”.

h. Tanggap dan menerima ide-ide baru.

i. Termotivasi oleh tugas bukan karena imbalan. j. Independen dan mandiri.

k. Selalu menciptakan suasana yang riang dan menggairahkan.

Dalam penelitian ini, ciri-ciri kewirausahaan seperti tabel 2.1 dijadikan indikator dalam penyusunan instrumen karena dalam ciri-ciri tersebut telah mencakup beberapa ciri yang dikemukakan oleh para ahli, dan ciri-ciri yang dikemukakan oleh Meredith, dalam (Suryana, 2003:14) di atas meliputi watak-watak yang sebaiknya dimiliki dan dikembangkan oleh seseorang yang ingin menjadi wirausaha. Semakin banyak seseorang memiliki atau menunjukkan watak tersebut, maka semakin kuat jiwa kewirausahaan orang tersebut.

3. Pengertian Jiwa Kewirausahaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1995:416), pengertian jiwa didefinisikan sebagai, “seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan–angan, dsb)“. Menurut Ahmadi (1992:1), jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat

abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur perbuatan pribadi

(personal behavior) manusia. Definisi tersebut hampir sama yang

dikatakan oleh Nasution (1950:10), jiwa adalah sesuatu yang abstrak yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sebagian laku, pikiran, perasaan dan kemauan seseorang dan yang memberi corak kepadanya.

Istilah wirausaha pada waktu yang lalu lebih dikenal dengan istilah wiraswasta, keduanya mempunyai pengertian yang sama. Wirausaha/wiraswasta berasal dari kata “wira” yang berati utama, gagah, luhur dan teladan. “Swa” yang berarti sendiri, “sta” yang berarti berdiri. Jadi wirausaha/wiraswasta adalah orang-orang yang mempunyai sifat kewiraswastaan atau kewirausahaan seperti: keberanian mengambil risiko, keutamaan dan keteladanan dalam menangani usaha dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri (Priyono dan Soerata, 2004:15). Menurut Prawirokusumo (Suryana, 2003:11), wirausaha adalah seseorang yang melakukan upaya- upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup.

Menurut Suryana (2003:2), jiwa kewirausahaan adalah orang yang percaya diri (yakin, optimis, dan penuh komitmen), berinisiatif (energik dan percaya diri), memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke depan), memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil berbeda), dan berani mengambil risiko dengan penuh perhitungan (karena itu suka akan tantangan). Faktor pemicu yang berasal dari

lingkungan sosial meliputi keluarga, orang tua dan pergaulan kelompok (Suryana, 2003:41).

Berdasarkan konsep kewirausahaan, ciri dan watak kewirausahaan, jiwa kewirausahaan adalah adanya kepercayaan atas kemampuan diri sendiri, dalam setiap tindakan selalu berorientasi pada tugas dan hasil, selalu berani menghadapi dan mengambil risiko, mempunyai jiwa kepemimpinan dalam setiap aktivitas, dalam melakukan usaha selalu bersifat orisinalitas dan memiliki pandangan jauh ke depan. Dalam hal ini inti dari jiwa kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang lain serta mampu berpikir kreatif dan bertindak inovatif dalam rangka menciptakan peluang atau kesempatan dalam dunia usaha.

B. Minat Berwirausaha

Minat merupakan faktor psikologis yang dapat menentukan suatu pilihan seseorang, selain itu minat merupakan salah satu faktor psikologis yang sangat kuat dan penting untuk suatu kemajuan dan keberhasilan seseorang. Seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan dengan disertai minat sebelumnya, pada umumnya akan memperoleh hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak berminat sebelumnya.

Pengertian minat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1995:656), adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, keinginan. Sejalan dengan itu menurut Mapiare (1982:62), minat

adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran perasaan, harapan, pendirian, prasangka atau kecenderungan yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Ini berarti selain karena perasaan senang, orang yang berminat terhadap suatu objek juga mempunyai harapan-harapan untuk memperoleh manfaat dari objek tersebut. Kalau memberikan manfaat dia akan cenderung untuk memilih objek tersebut. Menurut Witherington (1963:90), minat adalah kesadaran seseorang, bahwa suatu obyek, seseorang, suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya. Minat harus dipandang sebagai suatu sambutan yang sadar, kalau tidak demikian minat itu tidak mempunyai arti sama sekali.

Menurut The Liang Gie (1995:16), minat melahirkan perhatian wajar yang tidak dipaksakan dengan tenaga kemauan. Minat melahirkan perhatian wajar yang tidak dipaksakan akan memudahkan terciptanya konsentrasi dan menjadi benteng pelindung melawan gangguan-gangguan perhatian apapun dari luar. Minat selain memungkinkan pemusatan pikiran, juga akan menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar. Keriangan hati akan memperbesar daya kemampuan belajar seseorang dan juga membantunya tidak mudah melupakan apa yang dipelajarinya itu. Menurut William Amstrong (The Liang Gie, 1995:133), ada 10 (sepuluh) cara untuk memperoleh minat sebagai berikut:

1. Hendaknya berusaha menetapkan apa yang ingin diperbuatnya dan ke mana akan menuju.

2. Tetapkan suatu alasan bagi pekerjaan yang dilakukan dan dengan demikian membersihkannya dari unsur pekerjaan yang membosankan.

3. Hendaknya berusaha menentukan tujuan hidupnya: ingin menjadi apa?

4. Lakukan suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk menangkap keyakinan dan pengabdian diri pada pelajaran yang bersangkutan. 5. Hendaknya membangun suatu sikap yang positif, yaitu mencari

minat- minat yang baik ketimbang alasan-alasan penghindar yang buruk.

6. Hendaknya menerapkan keaslian dan kecerdasannya dalam mata pelajaran sebagaimana dilakukannya pada kegemarannya.

7. Berlakulah jujur terhadap diri sendiri.

8. Praktekkan kebajikan-kebajikan dari minat dalam ruang kuliah, yaitu tampak dan berbuat seakan-akan sungguh berminat.

9. Hendaknya menggunakan nalurinya menghimpun untuk mengumpulkan keterangan. Hal ini tidak saja membantu perkembangan minat, melainkan juga konsentrasi.

10. Janganlah takut untuk menggunakan rasa ingin tahu.

Menurut Freeman (The Liang Gie, 1995:135), ada 10 (sepuluh) cara untuk memperoleh minat sebagai berikut:

1. Hendaknya menyingkirkan pengganggu-pengganggu yang tak penting dan tak dikehendaki seperti misalnya suara, rasa lapar, dan rasa dingin.

2. Kesampingkanlah urusan-urusan mendesak lainnya dengan cara mencatatnya atau menyusun jadwal penyelesaiannya.

3. Tekanlah pikiran-pikiran yang tak dikendaki dengan cara secepatnya beralih ke topik yang sedang dipelajari.

4. Hendaknya memahami apa yang sedang dipelajarinya.

5. Punyailah suatu minat yang hidup terhadap mata pelajaran di luar jam studi.

6. Hendaknya menggunakan banyak sumber-sumber ide dan keterangan sehingga memperoleh banyak sudut pandangan terhadap suatu mata pelajaran dan membangkitkan minatnya. 7. Janganlah berusaha mempelajari suatu mata pelajaran secara

tersendiri, melainkan berusaha mempertalikannya sepanjang waktu dengan kehidupan sehari-hari.

8. Hendaknya berusaha membaca suatu buku mengenai sejarah sesuatu mata pelajaran.

9. Usahakan mengetahui pertalian mata pelajaran itu dengan mata pelajaran lainnya dan bagaimana mata pelajaran itu dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.

10. Perhatikan film- film, acara-acara televisi dan radio yang berhubungan dengan mata pelajaran itu.

Mengenai cara untuk mengembangkan minat terhadap mata pelajaran yang tak disenangi, Colin Woodley (The Liang Gie, 1995:135), menyatakan bahwa dengan mempelajarinya secara sungguh-sungguh dan baik.

Menurut Winkel (1984:30), minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Mengenai munculnya minat. Winkel memberikan urutan- urutan untuk mencapai minat sebagai berikut.

Bila dihubungkan dengan minat seseorang untuk berwirausaha, mula- mula seseorang akan merasa senang terhadap wirausaha. Perasaan tersebut muncul karena seseorang telah mengenal dan karena dia memandang bahwa berwirausaha dapat memberikan manfaat dan berharga bagi dirinya, maka timbullah sikap yang positif. Dia akan selalu memperhatikan, berusaha mendekati dan menyesuaikan dirinya dengan sikap wirausaha. Dengan demikian dapat dikatakan minat seseorang untuk berwirausaha telah muncul.

Dengan pengertian minat dan pengertian berwirausaha yang telah diuraikan di atas, maka dapat diberikan pengertian minat berwirausaha sebagai suatu keadaan dimana seseorang mempunyai perasaan senang

menaruh perhatian pada sesuatu serta berusaha untuk mengetahui, melakukan pendekatan, memperhatikan dengan seksama, melibatkan diri dan mengarahkan individu pada suatu pilihan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat dikelompokkan menjadi dua golongan (Winkel, 1984:27), adalah:

a. Minat secara intrinsik

Minat secara intrinsik merupakan minat yang berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak timbul dari dalam individu sendiri tanpa pengaruh dari luar.

b. Minat secara Ekstrinsik

Minat secara ekstrinsik merupakan minat yang berdasarkan suatu dorongan atau pengaruh dari luar individu.

C. Status Sosial Ekonomi

Status adalah tempat atau posisi dalam suatu kelompok. Menurut Mahmud (1989:99), status sosial ekonomi keluarga antara lain mencakup tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan orang tua serta fasilitas khusus dan barang-barang berharga yang ada di rumah seperti radio, televisi, mesin cuci, dan sebagainya. Menurut Soekanto (1982:233), status adalah tempat atau posisi seseorang dalam kelompok sosial sehubungan dengan orang-orang lainnya dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok berhubungan dengan kelompok lainnya didalam kelompok yang lebih besar lagi.

Menurut Winkel (1983:164), status adalah kebutuhan akan kedudukan/posisi tertentu dalam masyarakat, sesuai peranan atau tugas seseorang dalam masyarakat. Menurut Hartomo dan Arnicun Azis (1983:195), status sosial adalah kedudukan seseorang (individu) dalam suatu kelompok pergaulan hidupnya. Pekerjaan biasanya merupakan akibat dari pendidikan dan merupakan penentu utama meskipun bukan satu–satunya mengenai mengenai berbagai pendapatan.

Keadaan keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak dapat diartikan bahwa sikap, cita–cita, minat, motivasi anak terhadap suatu obyek akan dipengaruhi oleh keadaan ekonomi orang tuanya. Menurut Gerungan (1989:57), dalam kondisi ekonomi keluarga yang cukup, seseorang akan mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam- macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak ada alat-alat. Dari pendapat tersebut di artikan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang ekonominya cukup, mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan kemapuannya daripada anak yang berasal dari keluarga yang ekonominya rendah. Dari berbagai pendapat ya ng telah dikemukakan di atas dalam penelitian ini penulis hanya membatasi tiga unsur saja yaitu:

1. Jenis Pekerjaan Orang Tua

Definisi jenis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1995:410), adalah yang mempunyai ciri (sifat, keturunan dan sebagainya) yang khusus; macam, sedangkan pekerjaan adalah suatu

bentuk atau macam kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh penghasilan. Menurut Tanlain (2002:13), bekerja adalah semua kegiatan yang dilakukan tiap orang untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jenis pekerjaan orang tua siswa yang satu belum tentu sama dengan jenis pekerjaan orang tua siswa yang lain. Pekerjaan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Pekerjaan pokok

Pekerjaan pokok adalah jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang sebagai sumber utama dari penghasilan, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Sifat dari pekerjaan ini adalah tetap. Apabila penghasilan dari pekerjaan pokok ini tidak atau belum mencukupi untuk keperluan hidup, maka perlu diusahakan adanya penghasilan lain di luar penghasilan pokok, yang disebut sebagai pekerjaan dengan penghasilan tambahan.

b. Pekerjaan Sampingan

Pekerjaan sampingan adalah pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan oleh seseorang sebagai pekerjaan untuk memperoleh penghasilan tambahan guna memenuhi kebutuhan hidup. Sifat pekerjaan sampingan ini adalah melengkapi pekerjaan pokok. Pekerjaan ini sama seperti halnya pekerjaan pokok yaitu tidaklah sama untuk masing- masing orang. Dalam penelitian ini penulis membedakan jenis pekerjaan menjadi dua jenis, yaitu:

1) Wirausaha 2) Bukan wirausaha

Dalam hal ini penulis akan melihat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa ditinjau dari jenis pekerjaan orang tua yang berwirausaha dan bukan berwirausaha. 2. Tingkat Pendapatan Orang Tua

Pengertian pendapatan sangat erat hubungannya dengan penghasilan

Dokumen terkait