• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hepatitis merupakan manifestasi klinis dari perubahan jaringan atau organ hati berupa peradangan atau inflamasi yang dikarakterisasikan dengan terdapatnya sel-sel inflamatori pada jaringan hati. Peradangan tersebut dapat diakibatkan oleh agen yang bersifat non-infeksius seperti minuman beralkohol dan penggunaan obat-obatan, sedangkan agen yang bersifat infeksius dapat disebabkan oleh infeksi virus hepatitis atau bakteria. Pada infeksi virus hepatitis penyakit dapat bersifat akut maupun kronis serta dapat berakhir dengan kematian akibat terjadinya sirosis pada hati. Saat ini menurut data WHO satu dari tiga penduduk dunia telah terinfeksi virus ini sementara satu dari 20 penduduk dunia hidup dengan infeksi kronis (WHO, 2011).

Sampai saat ini terdapat lima virus penting yang dilaporkan menjadikan hati sebagai organ target utama infeksi, yaitu virus Hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC), D (VHD) dan virus Hepatitis E (VHE). Virus hepatitis B (VHB) merupakan satu-satunya virus DNA dalam keluarga virus hepatitis. Tiga cara utama transmisi virus hepatitis B yaitu melalui darah, hubungan kelamin (sexual intercourse) dan perinatal (mother to child) pada saat melahirkan atau menyusui. Transmisi perinatal dan infeksi carrier yang bersifat jangka panjang menyebabkan adanya endemisitas dan prevalensi tinggi di benua Asia terutama bagian selatan dan timur.

Selain menginfeksi manusia, VHB dilaporkan dapat pula menginfeksi beberapa spesies satwa primata di fasilitas konservasi eks-situ, terutama dari golongan kera yaitu simpanse (Pan troglodytes), orangutan (Pongo sp), gorilla dan gibbon (Hylobates sp), serta dari golongan monyet yaitu woolly monkey

(Lagothrix lagotricha).

Adanya infeksi VHB dapat dideteksi melalui uji serologis untuk antigen permukaan VHB (HBsAg) dan deteksi DNA viral melalui uji polymerase chain reaction (PCR). Mac Donnald et al. (2000), menemukan kejadian infeksi VHB pada simpanse yang dilahirkan di alam (wild-born). Isolasi VHB pada satwa primata dari golongan monyet dilaporkan pertama kali dilakukan dari Lagothrix

lagotricha (woolly monkey) asal kebun binatang di Amerika Serikat, yang mengalami peradangan hati (Lanford et al. 1998).

Analisis pohon filogenetik mengindikasikan bahwa virus yang menginfeksi simpansedan Hylobates bersifat indigenus pada masing-masing inangnya (Norder

et al. 1996) dan berada pada cabang pohon filogenetik yang berbeda dengan infeksi VHB pada manusia (Mac Donnald et al. 2000). Secara eksperimental telah dilakukan pula transmisi VHB manusia melalui inokulasi cairan saliva dari manusia yang menderita hepatitis B ke satwa primata keluarga Hylobatidae (Scott

et al. 1980). Replikasi virus yang terjadi pada satwa tersebut mengindikasikan adanya hubungan kekerabatan yang dekat antara manusia dan Hylobatidae dan kemungkinan adanya transmisi alami dari manusia ke keluarga Hylobatidae.

Penelitian mengenai infeksi virus hepatitis B pada owa jawa di Indonesia belum banyak dilakukan. Informasi kejadian infeksi VHB pada satwa ini banyak berasal dari luar Indonesia, meskipun spesies ini merupakan spesies endemik Indonesia. Owa jawa juga merupakan spesies yang terancam punah menurut International Union for Conservation of Nature (2008). Dengan status ini, telah dilakukan upaya untuk mengatasi kepunahan spesies owa jawa ini melalui beberapa usaha berupa penangkaran, taman satwa dan upaya pengembalian atau pelepasliaran satwa ini ke habitat aslinya. Upaya tersebut sebaiknya diiringi pula dengan pemeriksaan status kesehatan satwa dan orang-orang yang mengalami kontak langsung dengan satwa tersebut. Salah satunya adalah virus hepatitis B yang telah diketahui dapat menginfeksi manusia dan satwa primata.

Tujuan Penelitian

Mengeksplorasi informasi mengenai infeksi virus hepatitis B pada satwa primata dari keluarga Hylobatidae, khususnya melalui penyidikan isolasi dan identifikasi VHB dari spesies owa jawa (Hylobates moloch) yang berasal dari pusat rehabilitasi dan beberapa lembaga konservasi eks-situ di Indonesia, dilanjutkan dengan melakukan pengkarakterisasian virus hepatitis B asal spesies tersebut.

Manfaat Penelitian

Dengan informasi yang diperoleh mengenai infeksi virus VHB dan perbedaan karakter antara virus hepatitis B yang menginfeksi manusia (VHBHu) dengan virus Hepatitis yang menginfeksi owa jawa (VHBGi), diharapkan dapat membantu penapisan status mikrobiologik owa jawa di fasilitas lembaga konservasi eks-situ, serta lebih lanjut dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan manajemen kesehatan satwa tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Owa jawa

Taksonomi

Owa jawa (Hylobates moloch), dikenal pula dengan nama Javan gibbon

atau Silvery gibbon, menurut Napier dan Napier (1985), diklasifikasikan sebagai berikut: Ordo : Primate Subordo : Anthropoidea Infra-ordo : Catarrhini Superfamili : Hominoidea Famili : Hylobatidae Genus : Hylobates

Spesies : Hylobates moloch

Menurut Geissmann (1995), genus Hylobates dapat dikelompokkan dalam empat subgenus, yaitu Hylobates, Nomascus, Bunopithecus dan Sympalangus. Pola penyebaran dari masing-masing subgenus disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1 Klasifikasi dan Penyebaran genus Hylobates

Genus Subgenus Spesies Penyebaran

Hylobates Hylobates Nomascus Bunopithecus Sympalangus Agilis Lar Moloch Muelleri Pileatus Klosii Concolor Leucogenys Gabriellae Hoolock Syndactylus Sumatera Barat, Kalimantan, Malaysia,Thailand, Burma, Semenanjung Malaysia, Yunan, Sumatera Barat Jawa Barat, Jawa Tengah Kalimantan

Thailand, Kamboja Mentawai

Vietnam, Yunan, Laos Laos, Vietnam

Laos, Vietnam, Kamboja Assam, Bangladesh, Burma

Semenanjung Malaysia, Sumatera

Morfologi owa jawa

Owa jawa adalah satwa primata arboreal, dengan tempat hidupnya adalah kanopi pohon. Mereka tidak mempunyai ekor, mempunyai formulasi gigi yang sama dengan Pongidae. Mempunyai tangan yang panjang, dengan panjang tangan dapat mencapai tanah disaat mereka berdiri dengan dua kaki (bipedal). Pergelangan tangan dan bahu telah mengalami adaptasi sehingga memudahkan pergerakan mereka dalam brakhiasi. Nowak (1999) mendefinisikan Hylobates

sebagai penghuni pohon, dan gibbon (owa) sangat sesuai dengan penamaan tersebut. Ketangkasan genus ini dalam melakukan brakhiasi, bergerak dari satu pohon ke pohon lainnya, melebihi satwa lainnya.

Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa tubuh owa Jawa ditutupi rambut yang berwarna kecoklatan sampai keperakan atau kelabu. Bagian dagu pada beberapa individu berwarna gelap. Rambut di atas kepala hitam dan kulit muka hitam, alis berwarna putih, rambut pada bayi berwarna kelabu terang dibanding dengan dewasa (Rowe 1996).

Adanya pembengkakan pada pada alat kelamin betina, terutama pada

Hylobates moloch, merupakan cirri menonjol pada genus Hylobates, namun pembengkakan ini tidak begitu nyata terlihat pada Hylobates pileatus (Mootnick 2006).

Status Konservasi

Owa jawa merupakan salah satu spesies endemik Indonesia. Keberadaan spesies ini telah dilindungi sejak tahun 1931 untuk menghindari kepunahan melalui Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 266 yang kemudian diperkuat dengan Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan SK Menteri Kehutanan 10 Juni1991 (Supriatna & Wahyono 2000). Pada tahun 1986 – 1990, International Union for Conservation Nation (IUCN) telah memasukkan owa jawa sebagai spesies yang terancam punah. Dikatakan sebagai terancam punah karena populasinya di alam diperkirakan kurang dari 2500 individu, kemudian dengan observasi yang berkesinambungan terjadi penurunan jumlah individu dewasa dan tidak ada subpopulasi yang terdiri lebih dari 250 individu dewasa (IUCN Conservation Monitoring Center).

Virus Hepatitis B Klasifikasi Virus

Virus Hepatitis adalah virus yang menjadikan hati sebagai target utama infeksi. Infeksi virus dapat menyebabkan peradangan hati yang ditandai dengan ditemukannnya sel-sel inflamatori pada hati. Terdapat lima virus yang dikenal dapat mengakibatkan hepatitis dan berasal dari keluarga virus yang berbeda. Virus hepatitis A merupakan anggota dari keluarga Picornaviridae. Virus hepatitis B adalah anggota keluarga Hepadnavidae. Virus hepatitis C merupakan anggota dari keluarga Flaviviridae, sedangkan virus hepatitis D dan E masing-masing merupakan anggota dari keluarga Deltaviridae dan Caliciviridae.

Menurut Komite Internasional Taksonomi Virus (International Committee on Taxonomy of Viruses, ICTV, 2009) keluarga Hepadnaviridae dibagi menjadi dua genus yaitu:

1. Genus Orthohepadnavirus, yaitu virus hepatitis yang menyerang mamalia, seperti hepatitis B virus (yang menginfeksi ordo primata), woodchuck hepatitis virus, ground squirrel hepatitis virus dan arctic squirrel hepatitis virus

2. Genus Avihepadnavirus, yaitu virus hepatitis yang menyerang bangsa unggas, seperti duck hepatitis virus, heron hepatitis virus dan goose hepatitis virus.

Genom Virus

Virus hepatitis B (VHB), sesuai dengan nama keluarga (Hepadnavirus) adalah virus DNA dengan virion beramplop (envelope) berukuran 42-nm, dengan sebagian DNA virion adalah utas ganda (partially double stranded). Virus ini merupakan virus DNA hewan berukuran terkecil dan mempunyai ukuran genom sebesar kurang lebih 3200 pasang basa, terdiri dari empat open reading frame

(ORF) untuk gen P, C, S dan X yang masing-masing mengkode DNA polimerase/reverse transcriptase, protein inti (core), protein permukaan (surface)

dan protein X. Untuk gen S dibagi menjadi regio pre-S1, pre-S2 dan S. Gen C terbagi menjadi regio pre-C dan C.

Protein permukaan yang berada pada pembungkus virus (envelope) dikenal sebagai antigen permukaan (HbsAg) yang merupakan protein penting dalam pendiagnosaan klinis infeksi dan imunisasi virus ini.

Selain HBsAg terdapat dua antigen penting lainnya yaitu antigen inti hepatitis B (HBcAg) yang membentuk nukleokapsid virion, dan antigen e (HBeAg) adalah antigen yang dikeluarkan ke dalam peredaran darah oleh sel-sel yang terinfeksi virus (Levinson, 2008)

Gambar 1 Organisasi genom virus hepatitis B manusia (sirkular). Sumber: Wands, JR. 2004

Replikasi Virus

Virus hepatitis B merupakan virus DNA dengan utas ganda sebagian yang menggunakan enzim transkripsi balik (reverse transcriptase) dalam replikasinya. Proses replikasi virus secara umum terdiri dari beberapa tahap, yaitu perlekatan (attachment), penetrasi (penetration), uncoating, ekspresi gen, replikasi genom,

assembly dan pelepasan (release). Proses transkripsi terjadi di dalam nukleus, sementara replikasi genom berlangsung di sitoplasma, di dalam protein inti (White dan Fenner, 1994).

Protein permukaan virion dapat menempel (attach) pada permukaan sel inang melalui reseptor spesifik. Situs penempelan virus hepatitis B adalah pada protein L. Virion yang menempel pada permukaan sel inang mengalami endositosis, kemudian nukleokapsid akan dikeluarkan dari endosoma melalui fusi

yang terjadi antara virion dan membran endosoma. Nukleokapsid akan memasuki nukleus sel inang, genom virus akan terlepas dalam nukleus sel inang dan berkonversi menjadi molekul DNA sirkular (Carter dan Sanders, 2007).

Gambar 2 Siklus hidup virus hepatitis B (http://www.natap.org/2004/VHB/100804_02.htm)

Asam deoksiribonukleat rantai ganda sirkular (covalently closed circular, cccDNA) ini kemudian menjadi cetakan untuk sintesa asam ribonukleat

messanger (mRNA) menggunakan enzim polimerase RNA selular. Hepadnavirus merupakan keluarga DNA virus yang unik karena menggunakan mRNA sebagai cetakan dalam menghasilkan genom DNA melalui transkripsi terbalik (reverse transcription) (White dan Fenner, 1994).

Transmisi Virus

Infeksi virus ini ditularkan melalui darah, hubungan kelamin dan perinatal (dari ibu ke anak saat melahirkan dan menyusui). Transmisi melalui jarum suntik yang terkontaminasi virus memperlihatkan bahwa transmisi sangat mudah terjadi. Infeksi kronis VHB dapat mengakibatkan sirosis pada hati dan hepatocellular carcinoma (Levinson, 2008).

Patogenesa

Setelah menginfeksi inangnya dan memasuki peredaran darah, VHB akan menginfeksi hepatosit kemudian antigen viral akan berada pada permukaan sel inang. Sel T sitotoksik akan memediasi sistem pertahanan tubuh untuk melawan masuknya antigen viral berupa adanya inflamasi dan nekrosis. Virus ini tidak menghasilkan efek sitopatik, sehingga diduga patogenesa virus ini merupakan hasil dari pertahanan tubuh bermediasi sel (White dan Fenner, 1994). Penderita dapat menjadi chronic carrier, bila antigen permukaan VHB (HBsAg) terdeteksi lebih dari 6 bulan. Pada penderita chronic carrier, terjadi kasus hepatocellular carcinoma dengan prevalensi tinggi (Levinson, 2008)

Virus Hepatis B Pada Satwa Primata

Warren et al. (1999) menemukan adanya infeksi VHB di lapangan secara alami pada orangutan yang berada di Pusat Rehabilitasi Orangutan Wanariset, Kalimantan Timur. Sebanyak 195 sampel serum diujikan untuk mendeteksi anti- hepatitis B inti (HBcAb), anti-HB permukaan (HBsAb) dan antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) serta uji PCR. Ditemukan bahwa 55 individu adalah HBsAg positif, 28 HBsAb positif, uji PCR yang dilakukan pada individu HbsAg positif diperoleh 32 sampel adalah positif VHB.

Vaudin et al. (1988) menemukan adanya infeksi VHB pada simpanse (Pan troglodytes), VHB juga terbukti dapat menginfeksi genus Hylobates dan

Nomascus (Noppornpanth et al. 2003), Gorilla gorilla (Grethe et al. 2000) dan

Lagothrix lagothricha (Lanford et al. 1998).

Infeksi VHB yang terjadi pada woolly monkey menjadi acuan awal penelitian hepatitis B pada satwa primata. Lanford et al. (1998) menemukan bahwa hepadnavirus yang diisolasi dari woolly monkey mempunyai perbedaan dari VHB yang berasal dari isolat manusia. Analisa filogenetik terhadap sekuens nukleotida dilakukan pada bagian gen inti dan permukaan. Ditemukan bahwa sekuens tersebut merupakan basal atau ancestral dari grup VHB pada manusia, sehingga diperkirakan bahwa virus hepatitis B yang menginfeksi woolly monkey

Gambar 3 Organisasi virus VHB pada woolly monkey (WMHBV) (Lanford et al. 1998)

Transmisi VHB juga terjadi pada genus Hylobates. Analisa filogenetik dari isolat genus tersebut menyatakan bahwa sekuens nukleotida gen permukaan VHB yang menginfeksi Hylobates yang berada dalam lembaga konservasi berada pada

cluster yang berbeda dengan VHB yang berasal dari inang lainnya (Noppornpanth

et al. 2003). Virus hepatitis B ditemukan tidak hanya pada sediaan darah namun juga dari cairan saliva Hylobates pileatus, H. lar, dan H. concolar. Dari analisa lanjutan menggunakan enzim restriksi (analisis RFLP) dari isolat gibbon dan isolat manusia terlihat bahwa VHB yang menginfeksi keduanya merupakan VHB yang mempunyai karakterisasi molekular yang berbeda (Noppornpanth et al. 2003).

Identifikasi Asam Nukleat Virus

Identifikasi agen virus dapat dilakukan melalui analisa genom virus. Penggunaan reaksi enzim Taq DNA polimerase dalam tehnik PCR (Polymerase Chain Raction) memungkinkan identifikasi secara molekular yang memiliki sensitifitas tinggi dengan mengamplifikasi hanya dari satu molekul DNA tunggal dan kopi gen tunggal dapat diekstraksi dari campuran genomik yang kompleks. Dengan kata lain, PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan (mengamplifikasikan) jumlah molekul DNA pada target tersebut dengan bantuan enzim Taq DNA polimerase dan oligonukleotida sebagai primer dalam sebuah mesin thermocycler (Ubaidillah dan Sutrisno, 2009).

Tehnik amplifikasi DNA berbasis pada siklus termal berupa pemanasan dan pendinginan secara berulang yang terdiri dari tiga tahap yaitu pemecahan

(denaturation), penempelan (annealing) dan pemanjangan (elongation). Primer yang digunakan berisi sekuens komplementari yang didisain untuk mengamplifikasi region target tertentu . Primer yang berada sebelum daerah target disebut primer forward dan yang berada setelah target disebut primer reverse

(Ubaidillah dan Sutrisno, 2009). Hasil amplifikasi DNA dengan tehnik PCR kemudian dapat divisualisasikan sebagai pita-pita DNA pada gel agarosa. Teknik ini sangat efisien untuk mengamplifikasi urutan DNA VHB.

Enzim endonuklease restriksi adalah enzim bakteri yang digunakan dalam tehnik molekular untuk mengenali sekuens spesifik dalam DNA dan kemudian melakukan pemotongan DNA tersebut untuk mendapatkan fragmen-fragmen spesifik yang dikenal sebagai fragmen restriksi (Ubaidillah dan Sutrisno, 2009). Ensim restriksi memainkan peranan penting dalam konstruksi molekul DNA rekombinan dan mapping lokasi dari situs restriksi pada DNA. Selain itu, situs spesifik dari enzim restriksi ini pada fragmen gen tertentu dapat dijadikan sebagai alat genotiping (karakteristik genotipe) dari individu pada spesies tersebut (Ubaidillah dan Sutrisno, 2009).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB), Jalan Lodaya II/5, Bogor 16151.

Sampel Penelitian

Sampel yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah plasma owa jawa yang merupakan koleksi sampel Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi PSSP LPPM-IPB, sebagai bagian dari pemeriksaan rutin kesehatan satwa dari beberapa fasilitas konservasi eks-situ satwa primata. Semua sampel yang digunakan dalam penelitian ini, berasal dari 9 ekor satwa owa jawa yang memiliki status positif atas pemeriksaan terhadap antigen permukaan virus hepatitis B (HBsAg) melalui uji ELISA (data sekunder).

Ekstraksi DNA

Pemurnian DNA virus dilakukan dari sampel plasma owa jawa menggunakan kit QIAmp DNA Mini Blood Kit (Qiagen, USA) sesuai dengan petunjuk dari pedoman penggunaan dari perusahaan. Sebanyak 200µl sampel plasma ditambahkan ke dalam tabung mikro yang telah berisi 20µl (20mg/ml)

proteinase K. Larutan penyangga pelisis (lisis buffer) ditambahkan sebanyak 200µl ke dalam masing-masing tabung mikro. Untuk menghomogenkan campuran tersebut dilakukan homogenisasi menggunakan vortex dan dilanjutkan dengan inkubasi selama 10 menit pada suhu 560 C. Prosedur selanjutnya dilakukan sentrifugasi, pencucian dan elusi sesuai dengan prosedur baku dari kit ekstraksi DNA QiAmp DNA Miniblood Kit.

Amplifikasi DNA untuk Sekuens Daerah Pre-S1 VHB

Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) dengan memanfaatkan primer yang dirancang untuk

mengamplifikasi daerah Pre-S1 yang merupakan daerah variabel dan karakteristik untuk VHB yang berasal dari spesies yang berbeda. Set primer forward dan

reverse disintesa dari sekuens bagian paling conserved di daerah yang variabel di antara berbagai strain VHB.

Sebanyak 50 µl reagen PCR yang terdiri dari, masing-masing 1µl primer

forward dan reverse (10 pmol/µl), 4 µl MgCl2 (25mM), 5 µl dNTPs (10 mM),

0,5µl Taq Gold Polymerase (5 U/µl), 5 µl PCR Buffer 10X (500mM KCl, 100mM Tris-HCl (pH 8,3), sampel DNA (10 ul) dan ddH2O (23,5 ul) dimasukkan ke dalam tabung mikro 200µl dan dihomogenkan menggunakan vortex.

Merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh Warren et al. (1999) yang telah berhasil mengamplifikasi VHB daerah Pre-S1 dari isolat orangutan, digunakan pasangan primer yang sama untuk mengamplifikasi VHB daerah Pre- S1 dari isolat DNA owajawa yaitu hepB-SF1 dengan sekuens 5’- TGYGGGTCACCWTATTCTTGGG-3’ dan hepB-SRout yang memiliki sekuens 5’-CACTGTTCCTGAACTGGAGC-3’. Pasangan primer tersebut memiliki target produk kurang lebih 455 pasang basa.

Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan mesin PCR (Perkin Elmer, Model 9700), melalui beberapa tahapan. Pada tahap awal dilakukan pre-PCR untuk mengaktifkan enzim polymerase pada suhu 940C selama 10 menit. Tahapan selanjutnya adalah amplifikasi PCR yang terdiri atas denaturasi sampel pada suhu 940C selama 30 detik, annealing pada suhu 620C selama 30 detik, dan tahap elongasi pada suhu 720C selama 1 menit. Tahapan ini dilakukan selama 30 kali dengan siklus yang berulang. Tahap akhir adalah post-PCR dengan suhu 720C selama 10 menit.

Produk PCR yang telah diamplifikasi tersebut dijalankan pada gel agarosa 2% yang mengandung ethidium bromida 1 µg/ml dalam bufer TAE menggunakan elektroforesis horizontal. Penanda DNA 1 kb (Invitrogen, USA) dan produk PCR yang telah ditambahkan pewarna (loading dye) dimasukkan ke dalam sumur gel. Alat dokumentasi Gel Doc 2000 (BioRad, USA) digunakan untuk memvisualisasikan hasil elektroforesis. Sebagai kontrol positif PCR digunakan DNA positif VHB gibbon (VHBGi), VHB manusia (VHBHu) dan VHB orangutan (VHBOu).

Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)

Terhadap produk PCR yang memberikan hasil positif pada uji PCR dilakukan digesti menggunakan enzim restriksi BSt2UI (1 U/µl) yang bekerja pada sekuens spesifik yaitu CC(A/T)GG dari sekuens nukleotida sampel. Enzim restriksi ini telah diketahui dapat memotong sekuens nukelotida dari VHBOu namun tidak dapat memotong sekuens nukleotida dari VHBHu. Sebanyak 20µl campuran reagensia yang terdiri dari 1µl enzim BSt2UI (1IU/ul), buffer pereaksi 10 x sebanyak 1,5µl, dan produk PCR sebanyak 3,5µl. Ditambahkan air destilasi sampai volume mencapai 20µl. Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu 600C selama 1 jam.

Untuk memvisualisasikan hasil restriksi enzim, produk PCR yang telah diinkubasi dengan enzim restriksi tersebut dijalankan melalui gel agarosa menggunakan elektroforesis horizontal dengan berkonsentrasi 2% yang ditambahkan ethidium bromida sebagai pewarna (staining), selama 1,5 jam, 100V. Pembacaan hasil eletroforesis dilakukan melalui alat GelDoc.

Amplifikasi DNA untuk Sekuens Genom Lengkap VHB

Amplifikasi DNA untuk mendapatkan sekuens genom lengkap VHBGi merujuk kepada Sa-Nguanmoo et al. (2008) yang menggunakan empat set primer seperti tertera pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Pasangan primer untuk amplifikasi genom lengkap VHBGi Primer

set

Primer Sekuens primer Posisi nukleotida Target produk (pb) 1 PreS1F 5’-GGGTCACCATATTCTTGGGAAC-3’ 2814 -2835 1840 R5 5’-AGCCCAAAAGACCCACAATTC-3’ 1015 - 995 2 F6 5’-ATATGGATGATGTGGTATTGGG-3’ 737-758 1027 X102 5’-ACCTTTAACCTAATCTCC-3’ 1764 - 1748 3 X101 5’-TCTGTGCCTTCTCATCTG-3’ 1552 - 1569 924 CORE2 5’-CCCACCTTATGAGTCCAAGG-3’ 2476 - 2457 4 CORE1 5’-GAGTGTGGATTCGCACTCCTCC-3’ 2268 - 2289 2109 R1 5’-TGTAACACGAGCAGGGGTCCTA-3’ 201 - 180

Sebanyak 50 µl reagensia PCR yang terdiri dari, masing-masing satu pasang primer forward dan reverse sebanyak 1µl (10 pmol/µl), 4 µl MgCl2 (25mM), 5 µl

dNTPs (10 mM), 1µl Taq Gold Polymerase (5 U/µl), 5 µl PCR Buffer 10X (500mM KCl, 100mM Tris-HCl (pH 8,3), sampel DNA (10 ul) dan ddH2O (23ul) dimasukkan ke dalam tabung mikro 200µl dan dihomogenkan menggunakan vortex.

Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan mesin PCR (Perkin Elmer, Model 9700), melalui beberapa tahapan. Pada tahap awal dilakukan pre-PCR untuk mengaktifkan enzim polymerase pada suhu 940C selama 10 menit. Tahapan selanjutnya adalah amplifikasi PCR yang terdiri atas denaturasi sampel pada suhu 940C selama 30 detik, annealing pada suhu 550C selama 30 detik, dan tahap elongasi pada suhu 720C selama 2 menit. Tahapan ini dilakukan selama 40 kali dengan siklus yang berulang. Tahap akhir adalah post-PCR dengan suhu 720C selama 10 menit.

Produk PCR yang telah diamplifikasi tersebut dijalankan pada gel agarosa 2% yang mengandung ethidium bromida 1 µg/ml dalam bufer TAE menggunakan elektroforesis horizontal. Penanda DNA 1 kb dan produk PCR yang telah ditambahkan pewarna (loading dye) dimasukkan ke dalam sumur gel. Alat dokumentasi Gel Doc 2000 (BioRad, USA) digunakan untuk memvisualisasikan hasil elektroforesis. Sebagai kontrol positif digunakan DNA positif VHB gibbon (VHBGi), VHB manusia (VHBHu) dan VHB orangutan (VHBOU).

Pemurnian Produk PCR

Pemotongan gel produk PCR dilakukan dengan memotong gel yaitu tepat pada bagian gel yang memiliki pita yang berpendar saat diradiasi sinar UV. Potongan gel hasil amplifikasi kemudian dilakukan pemurnian menggunakan kit ekstraksi gel QiaQuick (Qiagen, USA). Untuk mendapatkan sekuens nukleotida, hasil pemurnian produk PCR dilakukan di Macrogen Inc, Korea. Sekuensing dilakukan baik terhadap produk PCR VHBGi regio Pre-S1 maupun genom lengkap VHBGi.

Analisa Hasil Sekuensing

Pembacaan hasil sekuensing mengunakan perangkat lunak komputer BioEdit. Pensejajaran urutan nukleotida dianalisa menggunakan program BLAST

2.0 (BLAST, 2011) dan ClustalW2 (Kumar et al. 2011). Pembuatan pohon filogenetik menggunakan perangkat lunak komputer MEGA versi 5.0 (Kumar et al. 2011). Sebagai pembanding dimasukkan urutan nukleotida virus Hepatitis B asal spesies Gibbon lainnya di luar Indonesia, orangutan, manusia , woolly monkey, simpanse dan gorilla dari data GeneBank.

Alur Penelitian

Seleksi owa jawa yang terdeteksi positif dari hasil uji serologi HBsAg akan dilanjutkan dengan uji karakteristik diagnostik cepat melalui PCR dengan primer daerah Pre-S21 VHB.

Isolat yang memberikan karakteristik spesifik dengan sediaan material DNA yang memadai maka akan dilakukan karakteristik nukleotida penyusun virus hepatitis B pada owa jawa secara utuh.

Kemungkinan terjadinya transmisi VHB secara interspesies maupun

intraspesies pada owa jawa

Sampel darah owa jawa penangkaran eksitu

Karakteristik diagnostik cepat melalui PCR dengan primer

spesifik VHB daerah pre- S1dari sampel positif serologi owa jawa yang positif secara

uji serologi HBsAg

Rekonstruksi pohon filogenetik dengan satwa

primata lain

Karakteristik molekular secara utuh VHB pada owa jawa Rekonstruksi pohon

filogenetik dengan manusia dan satwa primata lain

HASIL DAN PEMBAHASAN

Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1

Dokumen terkait