• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kerangka Pemikiran ... 3 Hipotesis ... 4 Tujuan Penelitian ... 5 Manfaat Penelitian ……….. 5 TINJAUAN PUSTAKA Ternak Babi ... 6 Karakteristik Semen Babi ... 7 Evaluasi Semen ... 11 Pengenceran Semen ... 13 Penyimpanan Semen ... 17 Inseminasi Buatan pada Babi ... ... 20 Teknik Inseminasi Buatan ... 22 Keberhasilan Inseminasi Buatan ... 24

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian ... 26 Materi Penelitian ... 26 Sumber Semen ... 26 Kandang dan Pakan ... 27 Induk ... 27

Alat dan Bahan ... 27 Alat ... 27 Bahan ... 27

Metode Penelitian ... 28 Karakteristik Semen Segar ... 28 Evaluasi Semen ... 29 Teknik Pewarnaan ... 30 Pengenceran dan Penyimpanan Semen ... 31

Inseminasi Buatan ... 31 Dosis Inseminasi ... 31 Teknik Inseminasi ... 32

Rancangan Percobaan ... 33 Parameter yang Diamati ……….... 33 Model Matematika ………..…... 35 Analisis Data ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Semen Segar ... 36 Volume Semen ... 36 Warna, Konsistensi dan Gerakan Massa Semen ... 37 Derajat Keasaman (pH) Semen ... 38 Motilitas dan Spermatozoa Hidup ... 39 Konsentrasi Spermatozoa ... 39 Morfologi (Normalitas) dan Morfometri Spermatozoa ... 40

Daya Tahan Semen Segar dalam Tempat Penyimpanan Berbeda ... 41

Daya Tahan Semen Cair dalam Tempat Penyimpanan Berbeda ... 45 Ruang Terbuka (22 °C) ... 45 Kotak Styrofoam (18 °C) ... 47 Lemari Es (15 °C) ... 50 Perbandingan Persentase Motilitas dan Spermatozoa Hidup

dalam Pengencer dan Tempat Penyimpanan Berbeda ... 53

Inseminasi Buatan pada Babi ...………….………... 54

PEMBAHASAN UMUM ... 57

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ……… 59 Saran ……….. 59

DAFTAR PUSTAKA ………... 60

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik semen babi …………... 11 2 Komposisi plasma semen babi ... 12

3 Komposisi kimia BTS, Kiev, Zorlesco dan Androhep ... 15

4 Pengaruh kotak styrofoam terhadap viabilitas spermatozoa selama 24 jam penyimpanan ………....…...…… 18

5 Metode evaluasi perubahan kualitas spermatozoa babi pada

temperatur yang berbeda …... 19

6 Komposisi bahan pengencer semen babi ... 28

7 Nilai karakteristik semen segar babi ... 36

8 Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen segar dalam

tempat penyimpanan berbeda …...…………... 42

9 Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam

penyimpanan ruang terbuka ... 45

10 Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam

penyimpanan kotak styrofoam ... 48

11 Persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam

penyimpanan lemari es ... 51

12 Rataan persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dalam pengencer dan tempat penyimpanan berbeda selama 42 jam penyimpanan ... 53

13 Angka konsepsi menggunakan semen cair dalam pengencer berbeda yang disimpan dalam kotak styrofoam (18 °C) selama sembilan jam penyimpanan ……...………... 55

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Saluran reproduksi babi jantan ... 10

2 Spermatozoa normal pada babi ... 12

3 Saluran reproduksi babi betina ... 21

4 Pedoman waktu inseminasi pada babi ... 21

5 Aktivitas hormonal dan ovarium pada babi betina ... 22

6 Posisi kateter pada pelaksanaan inseminasi buatan ... 23

7 Metode penampungan semen babi ... 26

8 Alur penelitian ... 34

9 Spermatozoa babi hasil pewarnaan Williams ... 41

10 Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen segarpada penyimpanan ruang terbuka (RT), kotak styrofoam (KS) dan lemari es (LE) ……… 43

11 Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen cair pada penyimpanan ruang terbuka (RT), dalam pengencer BTS, M-BTS, dan M-Zorlesco ... 47

12 Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen cair pada penyimpanan kotak styrofoam (KS) dalam pengencer BTS, M-BTS, dan M-Zorlesco ... 50

13 Penurunan persentase motilitas (M) dan spermatozoa hidup (SH) semen cair pada penyimpanan lemari es, dalam pengencer

BTS, M-BTS, dan M-Zorlesco ... 52

14 Rataan persentase motilitas (M) spermatozoa semen cair pada pengencer dan tempat penyimpanan berbeda selama 42 jam

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Persentase motilitas spermatozoa dari pejantan 1 ... 65

2 Persentase motilitas spermatozoa dari pejantan 2 ... 65

3 Persentase motilitas spermatozoa dari pejantan 3 ... 65

4 Persentase spermatozoa hidup dari pejantan 1 ... 66

5 Persentase spermatozoa hidup dari pejantan 2 ... 66

6 Persentase spermatozoa hidup dari pejantan 3 ... 66

7 Pengenceran semen ... 67

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang mendapat perhatian. Disamping itu populasi babi yang ada masih sangat terbatas, dengan demikian perlu adanya peningkatan mutu genetik baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk keperluan ekspor.

Salah satu usaha untuk mencapai tujuan peningkatan genetik dan populasi ternak babi tersebut adalah dengan pemanfaatan teknologi inseminasi buatan (IB) melalui penyediaan sumber spermatozoa yang berasal dari pejantan berkualitas unggul. Dengan teknik IB diharapkan pengawinan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pengawinan secara alami. Disamping itu pula diharapkan dengan teknik IB dapat meningkatkan nilai mutu dari ternak tersebut baik dalam hal peningkatan bobot badan maupun produksi daging. Dalam dua tahun terakhir ini, penggunaan teknik IB pada babi khususnya di daerah Bali telah berkembang dan mulai dilakukan secara langsung melalui pengenceran, namun belum terdapat rumusan secara ilmiah. Teknik IB sudah melibatkan pemeliharaan babi jenis unggul, seperti persilangan Yorkshire dengan Landrace. Pada sentra Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Bali, telah memiliki beberapa bangsa pejantan unggul dengan mutu genetik tinggi, yang dikembangkan dengan teknik IB kepada betina lokal.

Inseminasi buatan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang komplek dan teratur, yang meliputi penampungan semen dan pengolahan semen cair maupun semen beku. Pada babi, penampungan semen dilakukan dengan teknik secara manual (glove hand method) dan IB umumnya menggunakan semen cair, dimasukkan secara intrauterine dengan menggunakan suatu alat khusus yaitu kateter menyerupai bentuk penis babi pejantan berbentuk spiral pada bagian ujungnya.

Semen babi memiliki sifat voluminous yakni volume tinggi yaitu 150 - 200 ml dan konsentrasi rendah yaitu 200 - 300 x 106 sel/ml (Garner dan Hafez 2000). Semen babi hanya dapat disimpan dengan tetap mempertahankan kualitasnya pada

kisaran temperatur 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000) serta daya simpan yang relatif singkat yaitu kisaran 3 - 7 hari tergantung bahan pengencer yang digunakan (Johnson et al. 1982; Gadea 2003; Robert 2006).

Produksi semen cair babi sering dihadapkan pada kendala penyimpanan semen, yaitu terjadinya perubahan temperatur pada saat penyimpanan khususnya saat pendistribusian semen cair kepada konsumen. Hal ini mengingat bahwa semen yang sudah ditampung, umumnya harus dipakai dalam waktu tidak lebih dari dua jam. Apabila dilakukan penundaan dalam beberapa jam saja akan menyebabkan penurunan fertilitas spermatozoa.

Watson (1996) menyatakan bahwa cekaman perubahan temperatur (cold shock) berpengaruh terhadap komposisi membran plasma spermatozoa. Pada temperatur rendah terjadi perubahan pada struktur phospholipid membran plasma dari fase cair menjadi fase gel. Hal ini menunjukkan reaksi membran sel pada temperatur rendah sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel secara permanen. De Leeuw et al. (1990) menambahkan komposisi asam lemak membran plasma spermatozoa sapi dan babi pada fase perubahan phospholipid sangat berbeda. Berdasarkan perbedaan komposisi phospholipid tersebut, persentase phosphatidyiethanolamine dan sphingomyelin pada sapi sangat rendah yaitu 9.7% dan 11.5%, sedangkan pada babi persentase phosphatidylethanolamine dan sphingomyelin sangat tinggi, masing-masing mencapai 24% dan 14% (White 1993). Hal ini menyebabkan membran plasma spermatozoa babi sangat sulit stabil pada temperatur rendah.

Penggunaan semen cair untuk periode waktu yang lama memerlukan preservasi atau pengawetan yang bertujuan untuk mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut maka semen perlu dicampur dengan bahan pengencer yang dapat menjamin kebutuhan fisik dan kimiawinya serta dapat disimpan pada temperatur dan waktu tertentu, yang dapat mempertahankan kehidupan sperma selama waktu yang diinginkan untuk kemudian digunakan sesuai dengan kebutuhan. Bahan pengencer untuk semen babi secara umum terdiri dari dua tipe yaitu berdaya simpan pendek/short-term extender (1 - 3 hari) seperti Beltsville Thawing Solution (BTS), dan berdaya simpan panjang/long-term extender (5 - 7 hari) seperti Zorlesco.

Bahan pengencer semen mengandung sumber nutrisi, buffer, bahan anti cold shock, antibiotik, dan krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses pengolahan dan penyimpanan. Karbohidrat terutama fruktosa paling banyak digunakan sebagai sumber nutrisi karena lebih mudah dimetabolisis oleh spermatozoa. Karbohidrat juga berperan sebagai pelindung spermatozoa terhadap cekaman perubahan temperatur (cold shock). Tris (hydroxymethyl) aminomethan digunakan dalam bahan pengencer karena memiliki sifat peyangga (buffer) yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi (Steinbach dan Foote 1967; Toelihere 1993). Glisin yang terkandung dalam pengencer Zorlesco adalah asam amino yang merupakan sumber nutrisi dan protein bagi kelangsungan metabolisme spermatozoa selama penyimpanan dan sebagai bahan yang mampu melindungi spermatozoa dari pengaruh cold shock. Zorlesco juga mengandung Bovine Serum Albumin (BSA) yang dapat berperan dalam menjaga kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan dari sel (Bassol et al. 2005). Menurut Waberski et al. (1989) BSA dapat mempertahankan motilitas spermatozoa sampai enam hari penyimpanan.

Berdasarkan latar belakang dan pemikiran tersebut maka dilakukan penelitian yang berkaitan dengan karakteristik semen babi, pengaruh modifikasi bahan pengencer BTS dan Zorlesco terhadap viabilitas dan fertilitas spermatozoa babi, serta pemilihan tempat penyimpanan semen cair kaitannya dengan mempertahankan kualitas semen cair babi selama pendistribusian untuk dapat digunakan dalam IB.

Kerangka Pemikiran

Penggunaan bahan pengencer BTS dan Zorlesco adalah sebagai sumber energi, buffer, melindungi spermatozoa terhadap cold shock, dan mencegah perubahan pH serta tekanan osmotik dalam semen cair, sehingga dapat mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa selama pengolahan dan penyimpanan.

Sumber nutrisi atau energi yang paling banyak digunakan adalah karbohidrat terutama fruktosa yang lebih mudah dimetabolisis oleh spermatozoa. Penggunaan Zorlesco sebagai bahan pengencer karena menggunakan bahan dasar Tris yang

bersifat buffer, berfungsi sebagai pengatur tekanan osmotik dan juga menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari sisa metabolisme spermatozoa. Bahan pengencer Zorlesco mengandung glisin salah satu asam amino yang merupakan sumber nutrisi dan protein bagi kelangsungan metabolisme spermatozoa selama penyimpanan dan sebagai bahan yang mampu melindungi membran spermatozoa dari pengaruh cold shock. Zorlesco juga mengandung BSA yang dapat berperan dalam menjaga kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan dari sel. Modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco dengan penambahan fruktosa sebagai sumber nutrisi diharapkan mampu mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa selama penyimpanan.

Perlindungan terhadap spermatozoa selain tergantung dari bahan pengencer yang digunakan, juga tergantung dari temperatur penyimpanan yang berkisar 15 - 20 °C. Perubahan temperatur dapat berpengaruh terhadap komposisi membran plasma spermatozoa, terutama pada struktur phospholipid membran plasma dari fase cair menjadi fase gel yang dapat menyebabkan kerusakan membran plasma sel secara permanen. Hal tersebut dapat menurunkan kualitas spermatozoa selama penyimpanan termasuk motilitas, viabilitas dan fertilitas spermatozoa.

Pengaturan temperatur penyimpanan 15 - 20 °C dilakukan dengan menggunakan lemari es dan kotak styrofoam. Penyimpanan semen cair babi dalam lemari es yang diformat low temperature pada rak paling bawah diperkirakan mempunyai temperatur 15 - 20 °C. Demikian pula dalam kotak styrofoam yang diatur dengan menggunakan es yang dilapisi handuk diperkirakan mempunyai temperatur 15 - 20 °C.

Hipotesis

a. Pengenceran semen babi dengan modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco mampu mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa babi dalam waktu tertentu.

b. Penyimpanan semen cair babi pada temperatur 15 - 20 °C dapat dilakukan dalam lemari es dengan kondisi temperatur rendah (low temperature), dan atau dalam modifikasi kotak styrofoam dalam waktu yang relatif lama.

c. Semen cair dengan modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco dapat digunakan dalam kegiatan IB.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengencer yang baik dalam usaha mempertahankan kualitas spermatozoa terutama dalam kegiatan transportasi semen ke luar daerah dan dalam jangka waktu tertentu. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a. Menguji modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco dalam mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa.

b. Mendapatkan suatu sistem penyimpanan semen cair dalam mempertahankan viabilitas dan fertilitas spermatozoa.

c. Menguji modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco dalam kegiatan IB.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai alternatif penggunaan bahan pengencer yang sesuai dan praktis tetapi juga memiliki daya preservasi yang tinggi dalam pengolahan semen babi, serta mendapatkan sistem penyimpanan semen cair babi untuk keperluan di lapangan atau transportasi semen cair ke daerah jangkauan tertentu, dalam upaya memenuhi kebutuhan program IB.

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Babi

Pengembangan ternak babi di Indonesia, khususnya di beberapa daerah, diantaranya Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, serta Sumatera Utara sudah menerapkan pemeliharaan babi jenis unggul yang berasal dari luar, seperti bangsa Duroc, Landrace, Yorkshire, Hampshire, maupun persilangannya, yang digunakan sebagai induk maupun pejantan. Pengembangan ternak babi masih dilakukan melalui pengawinan alami, sedangkan pengawinan melalui inseminasi masih dilakukan menggunakan semen segar dimana mutu dan kualitas semen yang digunakan belum dikaji secara ilmiah.

Babi merupakan salah satu ternak penghasil daging yang cukup produktif dan memiliki berbagai keuntungan dibandingkan dengan ternak lain. Keuntungan beternak babi adalah pertumbuhannya cepat, beranak banyak (6 - 12 ekor), dapat melahirkan anak dua kali dalam setahun, bahkan lima kali dalam dua tahun. Produksi utama dalam beternak babi adalah karkas atau dagingnya. Hasil ikutan yang juga bernilai ekonomis adalah kulit dan organ dalam (usus) yang dapat digunakan sebagai sosis, serta kotoran babi juga dapat digunakan sebagai kompos (Aritonang 1993).

Bangsa babi di dunia sangat banyak antara lain : Berkshire, Poland China, Spotted Poland China, Hampshire, Duroc, Tamworth, Chester White, Yorkshire, Landrace dan Hereford. Jenis babi yang banyak dipelihara di Indonesia adalah Landrace dan Large White atau Yorkshire yang mempunyai kualitas daging yang tinggi (Aritonang 1993). Babi yang dikembangkan di Indonesia antara lain dari bangsa Landrace, Duroc, Yorkshire, Hampshire, dan Berckshire.

Babi Landrace berasal dari Denmark, dan termasuk babi tipe bacon yang berkualitas tinggi serta dijuluki good mother untuk yang betina. Ciri-ciri babi Landrace adalah bulunya putih, rata dan halus, produksi daging tinggi, tubuh panjang dan lebar, kepala kecil agak panjang dengan telinga terkulai, leher panjang, punggung berbentuk seperti busur, puting susu pada satu sisi enam sampai tujuh buah, kaki letaknya baik dan kuat dengan paha yang padat serta tumit yang kuat. Babi jantan dewasa berbobot sekitar 320 - 410 kg, dan induk

berbobot sekitar 250 - 340 kg (Girisonta 1981; Sihombing 2006). Babi Landrace lebih panjang daripada bangsa babi lainnya karena memiliki tulang punggung yang panjang (Blakely dan Bade 1985). Babi Duroc merupakan persilangan dari dua bangsa babi yaitu Jersey Reds dengan Duroc dari New York. Warnanya merah terang hingga gelap dan merah cherry, kukunya hitam, tubuhnya padat dan prolifik, serta mudah stres terhadap perubahan lingkungan. Babi Duroc betina memiliki litter size yang tinggi. Babi jantan dewasa umumnya berbobot sekitar 295 - 455 kg, induk umumnya berbobot sekitar 275 - 320 kg (Blakely dan Bade 1985; Sihombing 2006). Babi Yorkshire berasal dari Inggris dan di beberapa negara ada yang menamakannya Large White. Ada dua tipe yang berbeda pada bangsa Yorkshire yaitu Large Yorkshire dan Middle Yorkshire. Warna babi Yorkshire putih, tetapi adakalanya terdapat totol pigmen hitam di kulit, serta memiliki kualitas daging yang tinggi. Babi jantan dewasa berbobot sekitar 320 - 455 kg dan induk berbobot sekitar 225 - 365 kg (Blakely dan Bade 1985; Sihombing 2006).

Secara umum babi jantan mencapai dewasa kelamin pada umur 5 - 6 bulan ditandai adanya spermatozoa di dalam ejakulat, dan dibiarkan mencapai umur 8 - 9 bulan sebelum digunakan untuk mengawini induk. Sedangkan babi betina mencapai dewasa kelamin pada umur 5 - 8 bulan ditandai dengan munculnya berahi dan terjadinya ovulasi, dan rata-rata pengawinan pertama dianjurkan pada umur 8 - 10 bulan (Toelihere 1993; Anderson 2000).

Karakteristik Semen Babi

Semen merupakan suspensi cairan seluler yang terdiri atas spermatozoa sebagai gamet jantan dan sekreta yang berasal dari kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap pada saluran reproduksi hewan jantan. Plasma semen merupakan cairan yang terkandung di dalam semen yang dihasilkan saat ejakulat yang disekresikan oleh kelenjar vesikularis, prostat dan bulbourethralis, dan dalam jumlah yang kecil (Garner dan Hafez 2000). Komponen kimiawi semen mempunyai peran antara lain : (1) protein yang berperan dalam menjaga kestabilan dan permeabilitas membran plasma spermatozoa, (2) vitamin C berperan melindungi membran plasma spermatozoa dari kerusakan selama proses pembekuan semen, dengan cara

mengikat radikal oksigen untuk mencegah terbentuknya peroksidasi lipid yang dapat menghambat glikolisis maupun motilitas, (3) kalium, natrium, dan klorida yang berperan dalam menjaga integritas fungsional membran plasma spermatozoa serta mempertahankan tekanan osmotik sel spermatozoa, (4) bikarbonat berperan sebagai agen penyanggah untuk mencegah perubahan pH semen selama proses penyimpanan, dan (5) fruktosa yang dimanfaatkan spermatozoa sebagai sumber energi baik dalam kondisi anaerob atau pada saat penyimpanan, dan kondisi aerob pada saluran reproduksi betina (Toelihere 1993).

Ciri khas semen babi adalah volumenya yang tinggi mencapai 150 – 200 ml dan konsentrasi spermatozoanya rendah yaitu 200 - 300 x 106 sel/ml dibandingkan dengan semen ternak lainnya (Garner dan Hafez 2000). Semen babi (fresh semen) dapat dievaluasi dengan baik pada kisaran temperatur 35 - 37 °C selama 1 - 3 jam. Semen babi yang telah diencerkan dapat disimpan pada temperatur rendah dengan kisaran 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000) dalam waktu rata-rata 3 - 7 hari tergantung dari pengencer yang digunakan (Johnson et al. 1982; Gadea 2003; Robert 2006).

Semen babi sangat sensitif terhadap cekaman dingin yang dapat mengurangi daya tahan atau viabilitas spermatozoa (Pursel et al. 1973). Pada saat temperatur rendah, phospholipid pada membran sel spermatozoa direduksi, sehingga sel mengalami kerusakan permanen dan mengurangi fungsi membran sel (White 1993). Watson (1996) menyatakan hal yang sama yakni pada temperatur rendah terjadi perubahan pada struktur phospholipid membran plasma dari fase cair menjadi fase gel, yang dapat menyebabkan kerusakan membran plasma secara permanen. De Leeuw et al. (1990) menambahkan komposisi asam lemak membran plasma spermatozoa sapi dan babi pada fase perubahan phospholipid sangat berbeda. Berdasarkan perbedaan komposisi phospholipid tersebut, persentase phosphatidylethanolamine dan sphingomyelin pada sapi sangat rendah yaitu 9.7% dan 11.5%, sedangkan pada babi persentase phosphatidylethanolamine dan sphingomyelin sangat tinggi, masing-masing mencapai 24% dan 14% (White 1993). Hal ini menyebabkan membran plasma spermatozoa babi sangat sulit stabil pada temperatur rendah, dan hal ini menunjukkan semen babi hanya dapat disimpan pada temperatur 15 - 20 °C (Paulenz et al. 2000).

Pada semen babi terdapat dua istilah penting yaitu whole semen dan fractionated semen. Whole semen merupakan semen secara keseluruhan yang bahan gelatinnya telah dihilangkan melalui suatu penyaringan menggunakan saringan yang halus. Fractionated semen merupakan semen yang seluruhnya berasal dari fraksi yang kedua atau sperm-rich fraction (First 1970). Untuk keperluan penyimpanan semen maka bahan gelatin perlu dihilangkan karena bahan gelatin dapat menyerap sebagian besar cairan semen sehingga hampir seluruh semen akan menjadi bersifat gelatin. Fractioned semen memiliki sifat yang berbeda dengan whole semen. Pada fractioned semen, lama hidup spermatozoa menjadi lebih lama bila disimpan pada temperatur rendah. Pada temperatur 37 °C maupun pada temperatur 15 - 20 °C lama hidup spermatozoa baik pada fractioned semen maupun whole semen adalah sama, namun spermatozoa pada fractioned semen yang didinginkan pada temperatur 5 °C akan tetap mempertahankan motilitasnya untuk periode waktu yang relatif sangat lama. Fractioned semen juga lebih tahan terhadap cekaman temperatur dibandingkan dengan whole semen, dan seperti halnya pada whole semen, fractioned semen harus dihangatkan dan dikocok dalam suasana aerob selama dua jam agar motilitas spermatozoa terlihat jelas (First 1970).

Proses ejakulasi pada babi pejantan berlangsung relatif lama yaitu dapat berkisar 3 - 20 menit untuk satu proses ejakulasi yang sempurna. Pola ejakulasi semen babi pejantan adalah sangat khas. Awal dari gerakan - gerakan memasukkan penis akan berakhir beberapa menit dan dibarengi oleh sekresi cairan yang terlihat hampir bening, agak lengket dan mengandung sejumlah bahan gelatin yang menyerupai jelly. Segera setelah gerakan-gerakan memasukkan penis selesai, pejantan menjadi tenang dan volume semen meningkat drastis. Cairan yang diejakulasikan pada saat ini bersifat kental dan berwarna putih dan mengandung sedikit gelatin dalam bentuk gumpalan-gumpalan seperti kanji. Terakhir, ketika pejantan masih dalam keadaan tenang, cairan yang diejakulasikan hampir bening kembali dan dibarengi oleh sejumlah besar gelatin.

Semen babi bersifat voluminous, memiliki ejakulat dengan volume yang banyak (150 - 200 ml) namun dengan konsentrasi spermatozoa yang rendah (200 – 300 x 106 sel/ml). Hal ini disebabkan oleh karena pejantan menaiki betina secara

berulang sebelum terjadinya ejakulasi yang sempurna, sehingga semen yang diejakulasikan terdiri atas beberapa fraksi yaitu pra-spermatozoa, kaya- spermatozoa dan pasca-spermatozoa. Fraksi pra-spermatozoa tidak mengandung spermatozoa, hanya berupa gelatin dari kelenjar bulbouretralis (kelenjar Cowper) yang mencapai 20% dari total volume semen. Fraksi kaya-spermatozoa mengandung 20 - 30% spermatozoa dengan konsentrasi 600 - 1000 x 106 spermatozoa/ml, dan fraksi pasca-spermatozoa sedikit mengandung spermatozoa, lebih banyak mengandung cairan dari kelenjar asesories lainnya, yaitu kelenjar prostat dan kelenjar vesicularis. Saluran reproduksi babi jantan beserta kelenjar asesories diperlihatkan dalam Gambar 1. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi total volume dan konsentrasi semen adalah umur, makanan, lingkungan, musim, prosedur penampungan semen, frekuensi penampungan, perbedaan bangsa, dan kesehatan reproduksi pejantan (Ax et al. 2000a).

Gambar 1 Saluran reproduksi babi jantan (Frandson 1965)

Kelj. Vesikularis Kelj. Prostat Kelj. Cowper Muskulus retraktor penis Penis .Kauda epididimis Testis Kaput epididimis Ujung penis Korpus epididimis Gubernakulum Ureter Ampula Vas deferens Saluran spermatozoa

Evaluasi Semen

Evaluasi semen perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas semen yang dikoleksi dan untuk mengetahui kadar pengenceran serta jumlah pelayanan terhadap betina yang akan diinseminasi. Secara umum evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi secara makroskopis untuk mengetahui volume, pH, warna dan konsistensi, serta evaluasi mikroskopis untuk mengetahui konsentrasi spermatozoa, gerakan individu (motilitas), dan morfologi spermatozoa.

Pemeriksaan secara mikroskopis dapat dilakukan dengan metode pewarnaan eosin-nigrosin dan pewarnaan Williams. Pewarnaan spermatozoa berfungsi untuk membantu proses pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa. Pewarna eosin merupakan zat warna yang bersifat asam dan mampu berpendar karena mengandung brom, dan dapat mewarnai sitoplasma. Pewarna eosin-nigrosin merupakan double staining untuk memberikan efek kontras sehingga memberi batas yang jelas pada sel (Gunarso 1989).

Pewarnaan Williams merupakan pewarnaan dengan zat warna eosin dan zat warna dasar basic fuchsin golongan trifenil methan yang umum digunakan untuk

Dokumen terkait