• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Latar Belakang Masalah

Organisasi internasional memiliki peranan penting dalam membantu

negara-negara mengatasi berbagai permasalahan yang tidak dapat diatasi sendirian oleh negara tersebut. Dalam paradigma liberalisme, keberadaan organisasi internasional menjadikan negara berada dalam lingkup interaksi yang dinamis tidak hanya berinteraksi dengan negara lainnya, tetapi juga dengan aktor-aktor non-negara. Organisasi internasional memiliki tujuan tertentu, dan apabila negara sudah bergabung ke dalam organisasi tersebut, maka segala bentuk hak dan kewajiban yang ada dalam organisasi internasional haruslah dipenuhi.

Organisasi internasional menangani permasalahan global. Salah satunya adalah perlindungan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan manusia-manusia yang berkontribusi terhadap perekonomian negara. Untuk melindungi hak-hak mereka, negara menyediakan seperangkat aturan dan undang-undang yang mampu melindungi hak-hak tenaga kerja. Meskipun begitu, permasalahan perlindungan tenaga kerja ini tidak mencakup seluruh pekerja di dunia, kebanyakan diantaranya adalah para pekerja yang bekerja di sektor informal.

Para pekerja di sektor informal ini sedikit banyak telah membantu perekonomian negara. Salah satunya adalah Indonesia, dengan berbagai keragamannya. Negara ini merupakan negara yang senantiasa berusaha meningkatkan perekonomian baik dari sektor formal maupun informal. Indonesia

juga merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan pesat. Situasi perekonomian Indonesia saat ini sedang berkembang dan mengalami peningkatan. Saat ini Indonesia telah menjadi salah satu anggota G-20 yang memimpin

perekonomian dunia, dengan jumlah Gross Domestic Product (GDP) menempati

urutan ke-16 dari 226 negara di dunia1. Akan tetapi dapat kita lihat hingga saat ini,

masih banyak yang perlu dibenahi untuk mencapai kemajuan yang merata di semua bidang.

Ketidakmerataan perekonomian dirasakan oleh mereka yang kurang beruntung, dan sangat disayangkan kebanyakan adalah wanita. Wanita merupakan bagian dari warga negara yang berada dalam kondisi yang kurang makmur dibandingkan pria. Hal ini disebabkan banyak faktor diantaranya adalah kesempatan kerja yang kurang, kesempatan mendapat pendidikan, keberadaan hukum dan undang-undang yang masih belum sempurna sehingga tidak bisa melindungi hak-hak wanita, permasalahan kultur, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini terjadi di kebanyakan negara berkembang seperti Indonesia. Kebanyakan wanita yang tinggal jauh dari perkotaan merupakan kelompok yang paling merasakan hal ini.

Ketidakmerataan pembangunan salah satu contohnya. Hal ini menyebabkan orang-orang yang tinggal jauh dari perkotaan harus mencari nafkah dengan cara-cara lain. Salah satunya adalah dengan masuk ke sektor pekerjaan informal. Karena terbatasnya akses terhadap pengetahuan mengenai perlindungan tenaga kerja, seringkali para pekerja di sektor ini mengalami eksploitasi. Berbeda       

1CIA (2012) CIA World Fact Book: Indonesia. Diakses pada 24 Januari 2012. 

dengan pekerjaan formal yang pengawasannya lebih mudah, untuk mengawasi sektor pekerjaan informa tidaklah mudah karena seringkali tidak tersedia data.

Perlindungan pekerja sangatlah penting bagi para pekerja. Hal ini mencegah mereka dari tindakan eksploitatif maupun memberikan kenyamanan selama bekerja. Sangat penting juga untuk memperhatikan sektor pekerjaan informal, karena para pekerja yang bekerja di sektor ini juga memiliki tugas-tugas rutin sama halnya seperti pekerja pada umumnya.

Dalam upaya perlindungan pekerja, semua pihak harus sadar dan terlibat.

Kegiatan perlindungan pekerja di Indonesia ditangani baik oleh

Non-Governmental Organization (NGO), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lembaga pemerintahan, organisasi internasional, hingga komunitas-komunitas lokal. Organisasi internasional yang khusus menangani ketenagakerjaan adalah International Labor Organization (ILO). ILO merupakan sebuah organisasi internasional bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani bidang ketenagakerjaan di dunia internasional. ILO sendiri sudah banyak berkontribusi di Indonesia menangani beberapa program untuk mengatasi masalah seputar ketenagakerjaan. Salah satu masalah tersebut adalah mengenai penegakan hak-hak pekerja di Indonesia, baik sektor formal maupun informal.

Salah satu jenis pekerjaan yang masuk ke dalam sektor informal adalah pekerjaan rumah tangga yang pekerjanya disebut sebagai Pekerja Rumah Tangga. Mayoritas wanita seringkali terkonsentrasi dalam bidang pekerjaan informal seperti pekerjaan rumah tangga karena adanya diskriminasi dalam akses ke

pendidikan dan pekerjaan serta segregasi gender dalam pasar kerja2. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk memfokuskan pembahasan pada permasalahan di bidang pekerjaan informal, yaitu Pekerja Rumah Tangga (PRT). Sebagai pekerjaan yang masuk ke dalam sektor informal, permasalahan PRT seringkali luput dari perhatian publik, padahal permasalahan yang terjadi adalah nyata. PRT sendiri dapat kita ketahui ada yang bekerja di dalam negeri dan di luar negeri. Fokus dalam penelitian ini adalah upaya ILO sebagai organisasi internasional dalam menangani berbagai permasalahan yang terkait dengan perlindungan PRT di dalam negeri, baik PRT migran maupun PRT lokal. Penulis juga akan menekankan pembahasan pada penelitian ini dengan metode pengarusutamaan gender, karena PRT sebagian besar diwakili oleh wanita.

Seseorang bekerja kerena termotivasi untuk mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini juga berlaku bagi pekerja rumah tangga yang merepresentasikan bagian besar angkatan kerja yang juga didominasi

wanita3. Besarnya upah yang diterima PRT seringkali menjadi permasalahan dan

menjadi perbandingan signifikan dengan sektor pekerjaan formal. Dalam pasar tenaga kerja, upah para PRT termasuk salah satu yang paling kecil dan mereka

juga terikat secara informal dengan tempat di mana mereka bekerja4.

      

2ILO. 2010.  Mengakui Pekerjaan Rumah Tangga sebagai Pekerjaan. Edisi Khusus. ILO Jakarta. 

3

ILO. T.t. Domestic Work Policy Brief: Pengupahan Pekerja Rumah Tangga. ILO. Diakses pada 24 

Februari 2012. <http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro‐bangkok/@ilo‐

jakarta/documents/publication/wcms_166260.pdf>. Hal. 1. 

Dari segi jam kerja, PRT memiliki jam kerja yang panjang dan tidak

terduga5. Masalah ini telah berulangkali diperdebatkan dalam rangka penyusunan

kebijakan namun ternyata tetap kontroversial. Di satu sisi, hukum internasional telah menetapkan lama jam kerja normal adalah 8 (delapan) jam per hari, tetapi ini tidak menjamin para PRT untuk bekerja sesuai dengan standar tersebut, karena mereka berada di sektor informal yang lebih sulit untuk dikendalikan. PRT juga biasanya tidak dibekali dengan kecakapan khusus yang dilatih sebelumnya, membuat kebanyakan orang sulit untuk menghargai mereka dengan gaji yang lebih tinggi.

ILO sebagai organisasi ketenagakerjaan telah berperan mengupayakan nasib yang lebih baik bagi para PRT ini. ILO menyadari bahwa PRT merupakan sebuah pekerjaan yang juga disertai tugas dan tanggung jawab rutin tetapi masih belum ada peraturan apapun yang secara spesifik mengatur PRT sebagai suatu bentuk pekerjaan. Upaya-upaya yang telah dilakukan contohnya seperti membuat konvensi yang mencakup standar gaji, hak-hak, jumlah jam kerja, dan berbagai aturan lain yang berfungsi untuk mengatur PRT. Selain itu juga penyuluhan-penyuluhan dan seminar-seminar seputar PRT di daerah-daerah menjadi salah satu dari sekian banyak program yang telah dilakukan ILO. ILO juga bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam menerapkan berbagai kebijakan agar sesuai dengan standar internasional sehingga meningkatkan kesejahteraan para pekerja.

Penelitian ini diberi judul “Peran ILO di Indonesia dalam Perlindungan

Pekerja Rumah Tangga Migran dan Lokal Tahun 2008-2011”. Penelitian ini       

5

ILO. T.t. Domestic Work Policy Brief: Jam Kerja Dalam Pekerjaan Rumah Tangga. ILO. Diakses 

pada 24 Februari 2012. <http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro‐bangkok/@ilo‐

akan berfokus pada program-program ILO dalam upaya memberikan perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga di Indonesia, baik Pekerja Rumah Tangga Migran maupun Pekerja Rumah Tangga lokal.

1.2 Identifikasi Masalah

Kebanyakan wanita bekerja di sektor informal, oleh karena itu kebanyakan pekerja yang tidak terlindungi secara hukum adalah wanita. Salah satu pekerjaan dalam sektor informal adalah Pekerjaan Rumah Tangga. Dengan mengkaji peranan ILO dalam mengatasi permasalahan PRT di Indonesia, penulis akan mencari tahu apa saja yang telah dicapai ILO untuk mencapai penegakan hak-hak PRT di Indonesia melalui upaya perlindungan PRT sebagai pekerja, khususnya PRT yang berjenis kelamin wanita.

Indonesia telah menjadi anggota ILO sejak 12 Mei 19506. Peran ILO

dalam mengatasi permasalahan ketenagakerjaan Indonesia memang sudah lama. ILO menjadi salah satu aktor yang berperan dalam memperbaiki nasib pekerja di Indonesia, termasuk sektor pekerjaan informal seperti Pekerja Rumah Tangga. Meskipun begitu, hingga saat ini belum ada undang-undang yang secara spesifik

menangani permasalahan PRT di Indonesia7.

Sebelumnya penulis hendak mengemukakan permasalahan seputar ketenagakerjaan di Indonesia secara umum. Ketenagakerjaan di Indonesia masih kurang mengutamakan keadilan dalam pemberian upah. Wanita Indonesia hanya       

6ILO. T.t. Country Profile. International Labor Organization.Diakses pada 17 Maret 2012. 

<http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:11003:3349938302451749::NO:::> 

7

A Pertiwi. 2011. Pemerintah Tidak Punya Data Jumlah PRT. Tempo. Diakses  16 Maret 2012. 

<http://www.tempo.co/read/news/2011/06/18/090341604/Pemerintah‐Tidak‐Punya‐Data‐

menerima upah sebesar 70 persen dari upah yang diterima oleh pria8. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor. Untuk porsi kerja yang sama, wanita mendapat upah yang lebih kecil dari pria. Selain itu minimnya perlindungan keselamatan kerja dan perlindungan hukum bagi wanita yang bekerja di sektor industri

non-formal menjadi tantangan yang harus ditangani di samping permasalahan upah9.

Situasi saat ini menurut laporan dari Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), tingkat pengangguran terbuka wanita telah menurun lebih dari 6 persen dari 14,71 persen pada tahun 2005 menjadi 8,47 persen pada tahun 2009, sementara tingkat pengangguran terbuka untuk pria menurun hanya 1,6 persen,

dari 9,29 persen menjadi 7,51 dalam periode yang sama10. Hal ini menunjukkan

perkembangan yang cukup signifikan bagi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita di Indonesia, meskipun jumlah pengangguran wanita masih lebih banyak dibandingkan dengan pria.

Laporan ILO tahun 2010 mengenai Pekerjaan Layak di Indonesia juga menyebutkan tingkat kesejahteraan pekerja wanita masih lebih rendah dibanding tingkat kesejahteraaan pekerja pria. Upah riil rata-rata pekerja adalah Rp575.000,00 sementara upah riil pekerja wanita adalah Rp455.000,00. Besar perbandingan dalam persen (%) untuk upah minimum rata-rata pekerja pria adalah       

8

UNDP Indonesia. 2008. Project Facts Gender Equity and Women Rights in Indonesia: Raising the 

Profile. UNDP. Jakarta. Diakses pada 24 Januari 

2012.<http://www.undp.or.id/factsheets/2008/PRU%20Gender%20Equity%20and%20Women% 20Rights.pdf > 

9

Bappenas. 2010. Report on The Achievement of The Millennium Development Goals Indonesia 

2010. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta. Diakses pada 1 

Februari 

2012.<http://www.undp.or.id/pubs/docs/MDG%202010%20Report%20Final%20Full%20LR.pdf> Hal. 52‐53. 

74.3 persen sementara pekerja wanita adalah 94.5 persen11. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja wanita masih kurang sejahtera dibandingkan pekerja pria dengan upah riil yang lebih rendah serta proporsi upah minimum yang lebih tinggi.

Salah satu sektor pekerjaan yang perlu diperhatikan adalah sektor informal yaitu PRT. Menurut ILO, sekitar 52.6 juta orang di dunia (termasuk Indonesia)

bekerja sebagai PRT dan 80 persen diantaranya adalah wanita12. Di Indonesia

sendiri menurut sebuah survey yang dilakukan oleh JALA-PRT pada tahun 2009,

jumlah PRT yang ada di Indonesia adalah sekitar 10.744.887 orang13. Sekitar 92

persen dari jumlah keseluruhan PRT adalah wanita, berasal dari daerah pedesaan

dan berpendidikan rendah14. PRT di Indonesia ada yang bekerja di dalam negeri

yang disebut PRT lokal, ada juga yang bekerja di luar negeri yang disebut PRT migran. Penulis akan lebih berfokus kepada program ILO di Indonesia untuk menangani perlindungan PRT, baik itu PRT yang bekerja di dalam negeri, maupun PRT yang bekerja di luar negeri.

Permasalahan seputar PRT di Indonesia seringkali kurang diperhatikan oleh pemerintah maupun masyarakat. Padahal pekerjaan ini memikul banyak tanggung jawab melalui serangkaian tugas dan keterampilan. PRT sangat       

11

ILO. Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia: Sekilas tentang Profil Nasional untuk Pekerjaan 

Layak. ILO Country Office Jakarta. Diakses pada 2 November 

2012.<http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/‐‐‐dgreports/‐‐‐

integration/documents/publication/wcms_186206.pdf> 

12 BBC Indonesia. 2011. Konvensi Hak Pembantu Rumah Tangga Disetujui. BBC Indonesia. Diakses 

pada 17 Maret 

2012.<http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/06/110616_domesticworkerstatus.shtml> 

13 Komnas Perempuan. 2012. Lembar Fakta Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga 15 Februari 

2012.Komisi  Nasional  Perempuan.Diakses  pada  12  Desember 

2012.<http://www.komnasperempuan.or.id/wp‐content/uploads/2012/02/Lembar‐

Fakta_Peringatan‐Hari‐PRT.pdf> 

14

ILO. 2009a. Factsheet: Domestic Workers in Indonesia. ILO Migrant and Domestic Workers’ 

Project. Diakses pada 22 Juni 2012.< http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro‐

dibutuhkan bagi wanita dan pria ataupun keluarga-keluarga yang memiliki kesibukan di luar rumah untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Sampai saat ini, pemerintah tidak memiliki data resmi jumlah PRT yang ada di

Indonesia15. Hal ini terjadi karena kontrak kerja PRT biasanya bersifat

kekeluargaan saja, dan tidak ada aturan resmi untuk itu. Selain itu, lokasi kerja PRT yang berada di dalam rumah menyebabkan pendataan jadi sulit dilakukan. Tetapi pemerintah Indonesia memiliki data resmi dari pemerintah Indonesia menyebutkan bahwa pada tahun 2010, ada sekitar 4.2 juta orang Indonesia yang

bekerja di luar negeri, 72-80 persen diantaranya adalah PRT16. Di sisi lain, hingga

saat penelitian ini ditulis, pemerintah Indonesia belum meratifikasi konvensi ILO yang mengatur tentang hak-hak dan aturan kerja PRT yaitu konvensi nomor 189

tahun 201117.

Undang-undang di Indonesia yang mengatur PRT pun tidak ada. PRT masih masuk sebagai tenaga kerja informal. Jenis profesi PRT tidak termasuk dalam kategori 'tenaga kerja' yang dimaksud dalam Undang-undang No. 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan18. Dalam UU tersebut, interpretasi ‘tenaga kerja’

adalah pekerja yang terdaftar dalam sektor formal saja atau yang memiliki kontrak       

15

A Pertiwi. 2011. Pemerintah Tidak Punya Data Jumlah PRT. Tempo. Diakses   16 Maret 2012. 

<http://www.tempo.co/read/news/2011/06/18/090341604/Pemerintah‐Tidak‐Punya‐Data‐

Jumlah‐PRT> 

16 Komnas Perempuan. 2012. Lembar Fakta Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga 15 Februari 

2012 Komisi  Nasional  Perempuan.  Diakses  pada  12  Desember 

2012.<http://www.komnasperempuan.or.id/wp‐content/uploads/2012/02/Lembar‐

Fakta_Peringatan‐Hari‐PRT.pdf> 

17

ILO. T.t. Ratifications for Indonesia. International Labor Organization. Diakses pada 16 Maret 

2012.<http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:11200:3349938302451749::::P11200_INST RUMENT_SORT:2> 

18

A Pertiwi. 2011. Pemerintah Tidak Punya Data Jumlah PRT. Tempo. Diakses  16 Maret 2012. 

<http://www.tempo.co/read/news/2011/06/18/090341604/Pemerintah‐Tidak‐Punya‐Data‐

Jumlah‐PRT>. Lihat <http://www.pendidikan‐diy.go.id/file/uu/uu_13_2003.pdf> untuk 

kerja. Tanpa adanya kontrak kerja, maka pekerja tidak dianggap sebagai pekerja. Hal ini terjadi pada PRT yang kebanyakan sistem perekrutan dan kerjanya bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu, penyelesaian masalah PRT menjadi lebih sulit karena tidak adanya payung hukum yang kuat untuk melindungi PRT di Indonesia.

Banyak elemen yang menyebabkan ketidaksejahteraan PRT di Indonesia. Kultur feodal hasil peninggalan masa penjajahan salah satunya. Perdagangan budak yang terjadi di abad ke-19 serta faktor budaya peninggalan masa penjajahan membuat para PRT harus hidup menumpang tinggal di rumah majikan dan membuat PRT seolah-olah harus selalu menuruti apa yang dikehendaki

majikannya19. Keharusan menurut itulah yang berujung pada pelanggaran hak-hak

dasar mereka. Hak-hak yang dimaksud antara lain: tiadanya Memorandum of

Understandings (MOU) di awal yang mengatur semua tugas, hak serta kewajibannya, jam kerja yang panjang, tiadanya perlindungan kerja, kesehatan reproduksi yang terabaikan, tidak diberikannya kebebasan berkumpul, berorganisasi dan mengemukakan pendapat, serta tidak diberikannya waktu

istirahat, hari libur (untuk kasus-kasus tertentu) dan upah yang rendah20.

Sebagian besar PRT datang dari dan bekerja di Pulau Jawa.Sebanyak 90 persen PRT berasal dari Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pulau yang paling sibuk dan paling maju di Indonesia. Persaingan ketat dalam memperoleh pekerjaan menyebabkan sebagian orang tidak bisa mendapat pekerjaan dan jatuh ke dalam kemiskinan. Kemudian hal inilah yang menyebabkan kesenjangan       

19 Yayasan Jurnal Perempuan. 2005. ‘Pekerja Domestik Dari Masa Ke Masa’. Jurnal Perempuan 39: 

Pekerja Rumah Tangga. YJP, Jakarta. Hal. 5. 

ekonomi. Masyarakat rural yang tidak mampu mengikuti persaingan di Pulau Jawa akhirnya masuk ke dalam pekerjaan informal seperti PRT. Di sisi lain, kemajuan dan kesibukan Pulau Jawa menjadikan permintaan pasar kerja PRT menjadi tinggi. Para PRT ini sebagian besar memiliki pendidikan yang rendah yang rata-rata selevel dengan sekolah dasar. Kebanyakan dari mereka juga berasal

dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kekurangan di daerah rural21.

Upah PRT di Indonesia memang amatlah murah. Salah satunya di DKI Jakarta yang merupakan merupakan tempat terbesar yang mempekerjakan PRT.Sebagai ibukota dengan segala kesibukannya, kalangan kelas menengah ke atas memilih untuk mempekerjakan PRT untuk membantu tugas sehari-hari agar kesibukan-kesibukan lain dapat terselesaikan. Tidak dapat dipungkiri lagi masyarakat Jakarta membutuhkan PRT. Meski begitu, banyak yang belum sadar akan hak-hak PRT yang mereka sewa. Dapat dilihat dari laporan Yayasan Jurnal Perempuan, meski Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta berkisar

Rp972.605,00 per bulan mulai tahun 200822, namun, masih cukup banyak yang

memberikan upah kepada PRT-nya sekitar Rp200.000,00 per bulan23.

Di daerah lain seperti di Bekasi atau Tangerang yang juga menjadi salah satu konsumen PRT juga di Indonesia, menurut survey tahun 2008 yang dilakukan oleh Rumpun Gema Perempuan serta Rumpun Tjoet Nyak Dien, masih banyak       

21ILO. 2009b. Factsheet: Domestic Workers in Indonesia (Addressing the Urgent Protection Needs 

of Indonesian Domestic Workers). ILO Migrant and Domestic Workers’ Project.Diakses pada 19 

September  2012.  <http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/‐‐‐asia/‐‐‐ro‐bangkok/‐‐‐ilo‐

jakarta/documents/publication/wcm_041884.pdf> 

22

BKPM. 2012. Display Ekonomi UMRD DKI Jakarta. Badan Koordinasi Penanaman Modal. Diakses 

pada 2 November 2012. 

<http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/ekonomiumrd.php?ia=31&is=45> 

majikan yang menggaji PRT-nya sekitar Rp 200.000,00 – Rp300.000,00 per bulan

di mana kondisi UMR untuk daerah tersebut tentunya sudah jauh lebih tinggi24.

Perlu diingat juga, tidak adanya pembekalan pendidikan kecakapan khusus pada PRT menjadi salah satu alasan kuat mengapa para PRT di Indonesia masih kurang dihargai. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, para PRT ini berasal dari daerah pedesaan dengan pendidikan yang kurang. Kebanyakan hanya bermodalkan nyali untuk bekerja di perkotaan tanpa adanya modal keterampilan.

Permasalahan lainnya yang menjadi tantangan bagi ILO adalah koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk menegakkan hukum dan peraturan mengenai ketenagakerjaan yang seringkali tidak lancar. Sulitnya birokrasi dan tidak adanya hukum yang melindungi PRT secara khusus seringkali menyebabkan permasalahan PRT di Indonesia luput dari perhatian. Akhirnya para PRT ini pun harus tetap terkekang dan terampas haknya.

1.2.1 Pembatasan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada studi program ILO dalam menegakkan hak-hak Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran dan lokal terutama yang berjenis kelamin wanita melalui program perlindungan PRT di Indonesia dari tahun 2008-2011. Pembatasan tahun bertujuan untuk memfokuskan penelitian agar penelitian lebih jelas. Alasan pemilihan awal penelitian pada tahun 2008 adalah karena pada tahun tersebut, ILO di Indonesia memulai sebuah       

24

Rumpun Gema Perempuan dan Rumpun Tjoet Nyak Dien. 2009. Kondisi Kerja dan Profil Pekerja 

Rumah Tangga. ILO Jakarta. Diakses pada 24 Oktober 2012. 

<http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro‐bangkok/@ilo‐

program yang bernama “Combating Forced Labour and Trafficking of Indonesian Migrant Workers” yang menangani perlindungan hak-hak PRT dari kerja paksa dan perdagangan manusia, baik PRT yang bermigrasi ke luar negeri, maupun PRT

yang bekerja di Indonesia sendiri25. Penulis akan berfokus pada program yang

menangani masalah seputar PRT di dalam negeri, tetapi tidak terbatas kepada jenis PRT migran maupun PRT yang bekerja di dalam negeri. Batas tahun pada tahun 2011 adalah karena tahun ini penting. ILO membuat sebuah konvensi baru

menangani standar ketentuan kerja PRT pada tahun ini26. Aspek pekerjaan rumah

tangga yang disorot sesuai dengan klasifikasi dari ILO adalah mereka yang

bekerja sebagai perawat pribadi, penjaga anak (baby sitter), dan pekerja rumah

tangga yang berjenis kelamin wanita.

1.2.2 Perumusan Masalah

Untuk memfokuskan penelitian ini, maka pertanyaan riset yang tepat

adalah: Bagaimana peran ILO di Indonesia dalam Perlindungan Pekerja Rumah

Tangga Migran dan Lokal dari tahun 2008 sampai tahun 2011?

Dokumen terkait