• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapat Bahwa Ahli Kitab Masih Ada

Dalam dokumen 08-nikah (Halaman 165-175)

Bab 12 : Nikah Lain Agama

C. Wanita Ahli Ahli Kitab Zaman Sekarang

2. Pendapat Bahwa Ahli Kitab Masih Ada

Bab 12 : Nikah Lain Agama Seri Fiqih Kehidupan (8) : Pernikahan

166

kitab di zaman sekarang ini masih ada, punya hujjah dan argumentasi yang tidak kalah kuat. Bahkan mereka menjawab lewat kelemahan argumentasi lawan mereka sendiri.

a. Sudah Menyimpang Sebelum Masa Nabi

Kalau dikatakan bahwa agama yahudi dan nasrani di hari ini telah menyimpang dari keasliannya, hal itu memang benar. Benar bahwa agama ini memang telah menyimpang. Tetapi penyimpangan itu sebenarnya sudah terjadi ratusan tahun sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW. Tetapi meski dianggap 'menyimpang', ternyata Rasulullah SAW tetap memperlakukan mereka sebagai ahli kitab. Beliau makan sembelihan mereka dan menikahi wanita mereka. Kalau sudah demikian, argumentasi yang mengatakan bahwa yahudi dan narsani itu bukan ahli kitab dengan sendirinya gugur. Sebab Nabi SAW sendiri yang memperlakukan mereka sebagai ahli kitab.

Sidang Konsili yang menetapkan Nabi Isa sebagai anak tuhan dan tuhan menjadi tiga buah itu, digelar di tahun 381 masehi. Sedangkan Muhammad SAW diangkat menjadi utusan Allah terjadi di tahun 611 masehi. Artinya, sudah sejak tiga ratus tahun sebelum kenabian Muhammad SAW dan turunnya syariat Islam, nasrani memang telah menyimpang.

Namun dalam keadaan menyimpang itu, Al-Quran tetap menyebut mereka sebagai ahli kitab dan tetap sebagai nasrani. Bahkan penyimpangan mereka disebut-sebut di dalam ayat Al-Quran dan Al-Quran menyebut mereka kafir :

ﺮﹶﻔﹶﻛ ﺪﹶﻘﱠﻟ

ﻢﻳﺮﻣ ﻦﺑﺍ ﺢﻴِﺴﻤﹾﻟﺍ ﻮﻫ ﻪﹼﻠﻟﺍ ﱠﻥِﺇ ﹾﺍﻮﹸﻟﺂﹶﻗ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam" (QS. Al-Maidah : 72)

ﺮﹶﻔﹶﻛ ﺪﹶﻘﱠﻟ

ٍﺔﹶﺛﹶﻼﹶﺛ ﹸﺚِﻟﺎﹶﺛ ﻪﹼﻠﻟﺍ ﱠﻥِﺇ ﹾﺍﻮﹸﻟﺎﹶﻗ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga tuhan. (QS. Al-Maidah : 73)

Namun mereka tetap dianggap sebagai ahli kitab dan diperlakukan sebagai ahli kitab di masa Rasulullah SAW. Rasulullah SAW tidak pernah membeda-bedakan umat nasrani di zamannya, antara yang masih bertatus ahli kitab atau yang bukan ahli kitab.

Berarti secara logika, di zaman sekarang ini pun mereka tetap saja berstatus sebagai ahli kitab. Sebab penyimpangan yang mereka lakukan sejak sebelum masa Rasulullah SAW itu tidak membuat mereka keluar status sebagai ahli kitab.

Kalau penyimpangan mereka di masa Nabi SAW tetap tidak mengubah status mereka sebagai ahli kitab, lalu apa yang membuat mereka sekarang ini dianggap bukan lagi ahli kitab?

b. Ahli Kitab Selain Bani Israel

Sedangkan argumentasi yang menyebutkan bahwa status ahli kitab itu hanya terbatas pada darah dan keturunan saja, atau hanya mereka yang punya ras sebagai Bani Israil saja, sehingga bangsa-bangsa lain yang memeluk nasrani tidak dianggap sebagai nasrani, juga merupakam pendapat yang lemah.

Dimana titik kelemahan argumentasi itu?

Kita bisa buka lembaran sejarah di masa Rasulullah SAW, dimana ada dua raja di masa Nabi yang bukan berdarah Bani Israel, tetapi oleh beliau SAW dianggap

Bab 12 : Nikah Lain Agama Seri Fiqih Kehidupan (8) : Pernikahan

168

sebagai nasrani.

Fakta yang pertama, adalah orang-orang Yaman di masa itu yang merupakan ahli kitab dan bukan berdarah Israil. Raja Yaman dan penduduknya memeluk agama nasrani, sebelum diislamkan oleh dua shahabat Nabi SAW, Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahuanhuma.

Di waktu Nabi SAW dilahirkan, seorang raja Yaman yang beragama nasrani datang ke Mekkah dengan membawa pasukan bergajah dengan niat mau merobohkan Ka'bah. Dia bernama Abrahah. Tidak ada keterangan Abrahah ini keturunan atau berdarah Israil, tetapi yang jelas dia seorang pemeluk agama nasrani.

Bahkan motivasinya datang ke Mekkah untuk merobohkan Ka'bah tidak lain karena di Yaman ada gereja yang besar, dan dia ingin agar orang-orang Arab beribadah ke gerejanya dan bukan ke Ka'bah.

Ketika Nabi SAW mengutus dua shahabatnya ke Yaman, beliau memberikan arahan bahwa keduanya akan berdakwah ke negeri yang penduduknya termasuk ahli kitab. Padahal mereka tidak berdarah Israil.

Fakta yang kedua, raja dan rakyat Habasyah di Afrika. Sekarang negeri ini disebut Ethiopia. Raja dan penduduknya tentu berdarah Afrika dengan ciri kulit hitam dan rambut keriting sesuai ras benua itu.

Dan ras Bani Israil di Palestina tentu tidak ada yang berwarna kulit hitam dengan rambut keriting dan hidung mancung ke dalam. Kalau kita sandingkan ras Bani Israel dengan ras orang Afrika, maka jelas sekali perbedaannya dengan hanya sekali lirik saja.

Namun raja negeri Habasyah, An-Najasyi, jelas-jelas beragama nasrani sebagaimana disebutkan dalam sirah Nabawiyah. Dan Rasulullah SAW sengaja mengirim para shahabatnya berhijrah ke Habasyah karena tahu bahwa raja

dan rakyatnya beragama nasrani.

Maka klaim bahwa status ahli kitab itu hanya untuk ras Bani Israil saja tidak berlaku dan tidak dilakukan oleh Rasulllah SAW. Beliau lebih memandang bahwa siapa saja yang mengaku dan berikrar bahwa dirinya seorang pemeluk agama nasrani, maka kita perlakukan dia sesuai dengan pengakuannya, bukan berdasarkan kualitas pelaksanaan ajarannya, juga bukan dari ras atau warna kulitnya.

Maka dua argumentasi yang dikemukakan oleh mereka yang mengatakan sudah tidak ada lagi ahli kitab di masa sekarang adalah argumentasi yang lemah, dan ditolak serta tidak sesuai dengan praktek langsung yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Hal itu berarti, wanita yahudi dan nasrani hari ini hukumnya tetap halal dan sah untuk dinikahi, karena status mereka tetap masih sebagai ahli kitab.

c. Yahudi dan Nasrani Syirik Tapi Bukan Musyrik

Penggunaan istilah al-musyrikinin (ﻦﯿﻛﺮﺸﻤﻟا) di dalam Al-Quran berbeda makna dengan perbuatan yang bernilai syirik. Istilah al-musyrikin mengacu kepada orang-orang yang memeluk satu agama tertentu, yang disebut sebagai agama syirik, yaitu agama yang menyembah berhala, seperti yang dianut oleh orang-orang Arab Quraisy di masa itu.

Jenis yang lain dari agama musyirikin adalah agama samawi, yaitu agama yang turun dari langit, seperti yahudi, nasrani dan Islam.

Adapun istilah perbuatan syirik yang kita kenal umumnya, punya makna lainya. Perbuatan yang bernilai syirik itu mungkin saja terjadi pada diri orang-orang Islam, tanpa dia harus kehilangan status keislamannya. Ketika umat Islam percaya kepada ramalan bintang, percaya pada undian nasib, atau paranormal, bahkan memberi sesaji kepada roh-roh tertentu, semua perbuatan itu jelas merupakan perbuatan

Bab 12 : Nikah Lain Agama Seri Fiqih Kehidupan (8) : Pernikahan

170

terlarang dan dianggap syirik, tetapi kita tetap tidak bisa memvonis mereka sebagai orang kafir yang murtad keluar dari agama Islam. Secara status kita tetap memasukkan mereka sebagai umat Isalam.

Kalau kita cermati lebih jauh, dalam pengistilahan Al-Quran ternyata istilah musyrik itu memang dibedakan dengan ahli kitab, meski kedua sama-sama termasuk agama kafir .

ﲔِﻛِﺮﺸﻤﹾﻟﺍﻭ ِﺏﺎﺘِﻜﹾﻟﺍ ِﻞﻫﹶﺃ ﻦِﻣ ﺍﻭﺮﹶﻔﹶﻛ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ِﻦﹸﻜﻳ ﻢﹶﻟ

Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (QS. Al-Bayyinah : 1)

Tetapi orang yang mengerjakan perbuatan syirik tidak otomatis menjadi orang musyrik. Sebab ketika Al-Quran menyebut istilah ''orang musyrik'', yang dimaksud adalah orang kafir, bukan sekedar orang yangmelakukan perbuatan syirik. Apakah kalau ada seorang muslim datang ke kuburan karena dia kurang ilmunya, lalu meminta kepada kuburan, lantas dia langsung jadi kafir? Apakah seorang yang percaya dengan ramalan bintang (zodiak) itu juga bukan muslim? Bukankah ketika seorang bersikap riya juga merupakan bagian dari syirik juga?

Tentu tidak, orang yang terlanjur berlaku riya' tentu tidak bisa disamakan dengan orang musyrik penyembah berhala yang pasti masuk neraka.

Bukankah bila seorang datang kepada dukun, percaya pada ramalan bintang, percaya kepada burung yang terbang melintas, percaya bahwa ruh dalam kubur bisa mendatangkan bahaya dan sejenisnya juga merupakan perbuatan syirik? Dan berapa banyak umat Islam yang hingga hari ini masih saja berkutat dengan hal itu?

atau pun dikatergorikan sebagai pemeluk agama paganis dan penyembah berhala.

Sebab ayat yang mengharamkan muslim menikahi wanita musyrik itu maksudnya adalah wanita yang belum masuk Islam. Bukan orang yang pernah melakukan perbuatan yang termasuk kategori syirik. Dan perbuatan syirik yang mereka lakukan itu tidaklah membuat mereka keluar dari Islam.

Yang dimaksud dengan orang musyrik yang tidak boleh dinikahi juga bukan non-muslim ahli kitab (nasrani atau yahudi). Tetapi yang dimaksud adalah mereka yang beragama majusi yang menyembah api, atau agama para penyembah berhala seperti kafir Quraisy di masa lalu. Dan bisa juga agama para penyembah matahari seperti agamanya orang jepang dan lainnya.

Musyrikin itu dalam hukum Islam dibedakan dengan ahli kitab, meski sama-sama kafirnya. Pemeluk agama ahli kitab itu secara hukum masih mendapatkan perlakuan yang khusus ketimbang pemeluk agama berhala lainnya. Misalnya tentang kebolehan bagi laki-laki muslim untuk menikahi wanita ahli kitab. Juga tentang kebolehan umat Islam memakan daging sembelihan mereka. Sesuatu yang secara mutlak diharamkan bila terhadap kafir selain ahli kitab. D. Hikmah Larangan dan Kebolahan

Lepas dari kebolehan syariah bagi laki-laki muslim untuk menikahi wanita ahli kitab (kristen atau yahudi), namun dalam kasus tertentu dan pertimbangan tertentu, boleh saja ada semacam warning untuk tidak memperbolehkannya.

Di masa lalu, Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab

radhiyallahuanhu pernah melarang beberapa shahabat untuk

menikahi wanita ahli kitab, di antaranya Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallauhanhu, yang beristrikan seorang wanita ahli

Bab 12 : Nikah Lain Agama Seri Fiqih Kehidupan (8) : Pernikahan

172

kitab. Umar memerintahkannya untuk menceraikan istrinya, namun Hudzaifah menjawab,"Apakah Anda berfatwa bahwa menikahi wanita ahli kitab itu haram, sehingga Aku harus menceraikannya?". Umar menjawab,"Aku tidak bilang haram, namun aku khawatir kamu mengambil seorang pelacur dari mereka".

Hal yang sama juga terjadi pada diri Thalhah bin Ubaidillah, dimana khalifah Umar bin Al-Khattab

radhiyallahuanhuma memerintahkannya menceraikan wanita

ahli kitab yang telah dinikahinya.

Mengingat kondisi kita di Indonesia, pernikahan campur memang sudah sangat merugikan umat Islam. Sebab proses pemurtadan yang selama ini berlangsung memang di antaranya melalui nikah beda agama.

Sebuah fenomena yang berbeda dengan keadaan umat Islam di Barat. Pernikahan campur di sana ternyata malah bernilai positif, karena dengan menikahnya laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab, terjadilah proses Islamisasi yang dahsyat.

Yang kedua adalah berkaitan dengan pendidikan anak. Sebagaimana kita tahu orang yang paling berpengaruh dalam pendidikan anak adalah ibu, karena umumnya ibu lebih dekat dengan mereka. Kalau ibu mereka bukan muslimah, pendidikan Islam seperti apa yang akan mereka terima. Belum lagi kalau anak-anak itu belajar aqidah yang intinya akan menyimpulkan bahwa orang yang bukan muslim akan masuk neraka. Bagaimana perasaan mereka bila tahu bahwa ibu mereka pasti masuk neraka karena bukan muslimah? Apalagi ada resiko anak-anak akan diperkenalkan dengan budaya Nasrani, seperti ke gereja, natalan dan menyembah nabi Isa as. Maka akan semakin parah kondisi anak-anak anda nantinya.

Dalam dokumen 08-nikah (Halaman 165-175)

Dokumen terkait