• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan Rumah Tangga Perikanan (Perikanan Demersal)

37

minus. Data ini memberikan gambaran bahwa potensi nelayan di Lembata untuk menabung cukup baik, sementara untuk SR pada alat tangkap jaring insang yang mendapatkan nilai minus bukan berarti penggunaan alat tangkap ini tidak memberikan keuntungan bahkan tidak punya peluang menabung bagi nelayan jaring insang, namun lebih disebabkan tidak tersedia secara akurat data mengenai penghasilan rumah tangga dan penghasilan tambahan dari rumah tangga perikanan tersebut.

Gambar 13. Saving Ratio Perikanan Pelagis per Jenis Alat Tangkap

Untuk saving ratio perikanan demersal dari 3 jenis alat tangkap yang dianalisis SR hasilnya terkategori kurang dimana alat tangkap bubu dan pancing mendapatkan nilai minus (tidak tersedia data yang akurat), dan SR jaring insang dengan nilai yang sangat kecil. Dengan data SR ini, memberikan gambaran bahwa ada kemungkinan usaha perikanan demersal di Kabupaten Lembata kurang menguntungkan. Alat tangkap yang kurang produktif dan akibat iklim/cuaca yang tidak menentu semakin memperparah usaha perikanan tersebut.

(584,821) 787,744 1,063,954 521,833 1,545,978 2,295,333 (1,000,000) (500,000) - 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 Jaring Insang Pancing Purse Seine Pukat Kombong Bagan Apung Lampara

Saving Ratio Per Jenis Alat Tangkap

(Perikanan Pelagis)

38

Gambar 14. Saving Ratio Perikanan Demersal per Jenis Alat Tangkap

Selain karena ketidak-akuratan data untuk menganalisis SR perikanan demersal, bisa juga risiko hilangnya alat tangkap (bubu dan pancing) karena terbawa cuaca buruk atau gelombang dan arus yang besar. Hal ini bisa menyebabkan kerugian bagi nelayan, dan berdampak pada pendapatan rumah tangga perikanan termasuk SR dari alat tangkap tersebut.

4.2.6. Domain Kelembagaan

Indikator kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal (adat) diberikan status buruk. Hasil wawancara dengan beberapa stakeholder menyebutkan bahwa dalam setahun tercatat 5 pelanggaran, yaitu: 1) Perijinan tidak lengkap dengan kategori ringan dan dilaporkan ke Polres Lembata, 2) Penggunaan alat tangkap yang tidak sesuai dengan kategori sedang dan dilakukan pembinaan oleh dinas, 3) Pengeboman dan potasium ikan dengan kategori berat dan ditangani langsung oleh dinas dan kepolisian (pidana dan diproses melalui jalur hukum), 4) Tidak lengkap administrasi dengan kategori ringan dan dilakukan pembenahan dan pengurusan administrasi, 5) Pelanggaran jalur penangkapan dengan kategori sedang dan dilakukan penahanan (tindakan persuasif). Untuk pelanggaran terhadap aturan non formal tidak ada informasi.

39

Indikator kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan diberikan status sedang. Adanya beberapa peratuan yang mendukung upaya pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya pesisir dan laut di Kabupaten Lembata, yaitu: Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lembata Nomor 6 Tahun 2005 tentang Retribusi Penggantian Biaya Administrasi dan Peraturan Daerah Kabupaten Lembata Nomor 10 tahun 2007 tentang Retribusi Usaha Perikanan. Peraturan nasional diantaranya: UU 31 tahun 2004 (perubahan UU 45 tahun 2009), UU No. 27 tahun 2007, Kepmen 45 tahun 2000, Kepmen 10 tahun 2003, Kepmen 47 tahun 2001, Kepmen 45 tahun 2009, Permen No. 5 tahun 2008, Permen No.2 Tahun 2011. Adanya penegakan hukum namun tidak efektif, karena: 1) Ketergantungan dan kebiasan menangkap dengan bom ikan, serta belum tersentuh secara keseluruhan oleh pemerintah, 2) Karena tekanan ekonomi membuat nelayan melakukannya lagi dan pemintaan pasar (termasuk hasil tangkapan tidak ramah lingkungan). Secara kelembagaan adanya aparat/orang tetapi dalam jumlah terbatas dan alat/sarana yang kurang memadai, sehingga tidak mendukung secara penuh penanganan kasus-kasus untuk diberlakukan tindakan/teguran/hukuman terhadap yang melanggar.

Indikator mekanisme pengambilan keputusan diberikan status baik. Dalam perijinan usaha perikanan, mekanisme pengambilan keputusan dilakukan dengan mengundang semua stakeholder yang berkepentingan ada dalam sebuah workshop untuk membahas tentang perijinan usaha perikanan, dan hasil workshop dibuatkan rekomendasi kepada pemerintah daerah dan DPR (contoh prosedur perijinan yang disepakati: pengajuan permohonan, verifikasi kelengkapan dokumen, proses perijinan, dan dokumen perijinan). Setiap keputusan yang dihasilkan (misalnya perijinan usaha perikanan) berjalan baik dan efektif, karena verifikasi dilakukan secara bersama dari tingkat yang paling bawah sampai dikeluarkannya dokumen perijinan (hanya masih belum diatur jalur penangkapan kapal-kapal nelayan setempat).

Indikator rencana pengelolaan perikanan diberikan status buruk. Belum adanya RPP di Kabupaten Lembata, yang baru dilakukan sebatas kebijakan wilayah konservasi dan pengaturan daerah penangkapan ikan, namun belum

40

sepenuhnya dijalankan karena masih ada nelayan yang melanggar kebijakan yang dikeluarkan dinas dikarenakan belum mengerti aturan pengelolaan perikanan.

Indikator tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan diberikan status baik. Sinergitas antar lembaga berjalan baik, misalkan dalam perijinan adanya koordinasi dengan lembaga lain (perhubungan dan dinas pendapatan daerah), sementara dalam upaya penanganan kasus-kasus IUU Fishing adanya dukungan operasional penangkapan dan penanganan kasus (Polri, TNI AL, Kejaksanaan), serta dalam kerja sama antar lembaga tersebut adanya kebijakan yang saling mendukung.

Indikator kapasitas pemangku kepentingan diberikan status sedang, karena kecilnya frekuensi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem. Pernah mengikuti kegiatan perencanaan dan konsep pengelolaan perikanan tetapi tidak difungsikan dengan baik sehingga pengetahuan dan pemahaman tentang RPP dan EAFM sangat rendah.

4.3. Analisis Tematik Pengelolaan Perikanan di Kabupaten Alor 4.3.1. Domain Sumberdaya Ikan

Data statistik perikanan tangkap dalam bentuk Tabel CPUE menunjukkan tren kenaikan pada tahun 2006 sampai 2009, dan menurun nilainya pada tahun 2010. Dalam hasil wawancara dengan responden dalam kaitan dengan hasil tangkapan per unit usaha (CPUE), menunjukkan bahwa nelayan menyatakan bahwa telah terjadi penurunan hasil tangkap dalam 5 tahun terakhir, dimana 73,91% setuju kalau hasil tangkapan berkurang, 21,74% menjawab biasa-biasa saja hasil tangkapannya, dan 4,35% responden menyatakan bahwa dalam 5 tahun terakhir terjadi kenaikan hasil tangkapan. Bila dibandingkan dua data tersebut terlihat ada perbedaan, namun bila ditelaah lebih dalam dapat dijelaskan bahwa tren kenaikan CPUE dalam nilai yang kecil dan sudah termasuk hasil produksi yang didaratkan dari luar Kabupaten Alor, sehingga pernyataan responden/nelayan bisa diterima dengan asumsi tersebut.

41

Gambar 15. CPUE Kabupaten Alor peridoe 2006 – 2010

Status sedang diberikan untuk indikator ukuran ikan, karena secara umum 61,72% responden (baik untuk nelayan ikan pelagis kecil/besar dan demersal lebih setuju kalau ukuran ikan dalam 5 tahun terakhir relatif berukuran sama dan 36,72% menyatakan ukuran ikan yang ditangkap lebih kecil.

Pada musim puncak dan musim sedang rata-rata ikan yuwana (juvenile) yang tertangkap 30% sementara musim paceklik rata-rata 60%, dengan data ini mengindikasikan kalau nelayan terpaksa menangkap ikan yuwana karena pada musim paceklik hampir sulit ditemukan ikan berukuran layak tangkap (mature), data tersebut didukung 20,31% responden dan sisanya79,69% responden tidak ada informasi. Dengan analisis tersebut maka indikator proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap diberikan status buruk

Indikator komposisi spesies diberikan status baik. Tangkapan sampingan nelayan relatif kecil yaitu dengan persentase rata-rata sebesar 6,31% dari hasil tangkapan target berdasarkan 4 alat tangkap yaitu Bubu, Jaring Insang, Jala Lompo dan Pancing. Pada alat tangkap lainnya yaitu Pukat pantai hasil tangkapan tidak dihitung sebagai hasil sampingan, karena tidak ada target ikan secara khusus, sedangkan alat tangkap lampara tidak ada informasi. Persentase tangkapan sampingan berdasarkan alat tangkap yaitu : bubu sebesar 6,89%, Jaring Insang sebesar 3,58%, Jala lompo sebesar 10,88%, pancing sebesar 22,83%. Alat tangkap

0.0077 0.2226 0.3074 0.4658 0.2556 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 2006 2007 2008 2009 2010

Dokumen terkait