• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendayagunaan Tanah Terlantar Dalam Pelaksanaan Landreform 1. Pengertian Pendayagunaan

PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DALAM PELAKSANAAN LANDREFORM

B. Pendayagunaan Tanah Terlantar Dalam Pelaksanaan Landreform 1. Pengertian Pendayagunaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendayagunaan memiliki arti pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat; pengusahaan (tenaga

dsb) agar mampu menjalankan tugas dengan baik; efisien.60

60

Kemudian menurut

Nurhattati Fuad, pendayagunaan sering juga diartikan sebagai pengusahaan agar

mampu mendatangkan hasil dan manfaat.61

Penelantaran tanah merupakan pelanggaran terhadap kewajiban yang harus dipenuhi para pemegang hak atau pihak yang memperoleh dasar penguasaan tanah, sehingga dampak lainnya yakni terhambatnya pencapaian berbagai program pembangunan, rentannya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi nasional, tertutupnya akses sosial-ekonomi masyarakat khususnya petani pada tanah, serta

Maka dapat disimpulkan bahwa pendayagunaan adalah suatu usaha untuk mendatangkan hasil atau manfaat yang lebih besar dan lebih baik dengan mamanfaatkan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki. Pendayagunaan ditujukan untuk memanfaatkan segala potensi yang melekat pada sumber daya yang dimiliki secara optimal.

Pendayagunaan tanah sebagai sumber daya tidak hanya sebatas tanah dalam batas yang sempit, tetapi lebih luas berupa lahan. Lahan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, tumbuhan, dan makhluk lainnya. Manusia selalu berusaha memiliki dan menguasai lahan, yang ikut menentukan status sosialnya. Kebutuhan hidup manusia yang beragam, penguasaan teknologi, kondisi sosial budaya, dan ekonomi masyarakat yang berbeda merupakan faktor yang menentukan dalam penggunaan lahan. Pengelolaan lahan merupakan upaya yang dilakukan manusia dalam pemanfaatan lahan sehingga produktivitas lahan tetap tinggi secara berkelanjutan (jangka panjang).

61 Nurhattati fuad, Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat, Jakarta: FIP PRESS, 2012, hlm. 82 sebagaimana dikutip oleh Wening Yuni, Hakikat Pendayagunaan Sumber, http://www.kompasiana.com/weyea/hakikat-pendayagunaansumber_553107c86ea8347a558b4574 diakses pada tanggal 24 April 2017.

terusiknya rasa keadilan dan harmoni sosial yang dapat dihindari apabila tanah dimanfaatkan atau didayagunakan secara baik.

2. Status Hukum Tanah Yang Ditetapkan Sebagai Tanah Terlantar

Menurut pasal 15 dan pasal 16 PP No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar dimuat dalam sebuah keputusan yang memuat berakhirnya hak atas tanah, pemutusan hubungan hukumnya, dan sekaligus menegaskan bahwa tanah terlantar tersebut dikuasai langsung oleh negara. Tanah terlantar tersebut kemudian berubah status menjadi tanah negara yang siap untuk dilakukan tindakan pendayagunaannya.

Dalam pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang dimaksud dengan tanah negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah. Jadi, tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah tanah yang diatasnya tidak terdapat hak atas tanah tertentu atau tanah yang diatasnya tidak sedang dibebani dengan hak atas tanah tertentu.

Menurut Maria S.W Sumardjono, ruang lingkup tanah negara meliputi :62

1) Tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya

2) Tanah-tanah yang berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang lagi 3) Tanah-tanah yang pemegang haknya, meninggal dunia tanpa ahli waris 4) Tanah-tanah yang ditelantarkan oleh pemegang haknya

62 Maria S,W Sumardjono, sebagaimana dikutip oleh Urip Santoso, Hukum Perumahan, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014, hlm. 104.

5) Tanah-tanah yang diambil alih untuk kepentingan umum sesuai dengan tata cara pencabutan hak atas tanah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tanah yang dapat dikategorikan sebagai tanah negara menurut Urip

Santoso, yaitu sebagai berikut :63

1) Bekas hak atas tanah yang tunduk pada hukum Barat, yaitu eigendom,

opstal, erfpacht, van gebruik yang tidak diajukan penegasan konversi

hingga tanggal 24 September 1980.

2) Hak atas tanah yang dilepaskan oleh pemilik atau pemegang haknya dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau pengadaan tanah untuk kepentingan perusahaan swasta.

3) Hak atas tanah yang dicabut untuk kepentingan umum berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUPA jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya

4) Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dan Hak Pakai atas tanah Negara yang ditelantarkan oleh pemegang haknya. 5) Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dan

Hak Pakai atas tanah Negara, yang pemegang haknya meninggal dunia dan tidak meninggalkan ahli waris.

63 Ibid, hlm. 104-105.

6) Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dan Hak Pakai atas tanah Negara, yang pemegang haknya tidak lagi memenuhi syarat sebagai subjek hak atas tanah.

7) Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dan Hak Pakai atas tanah Negara yang telah berakhir jangka waktunya dan tidak diajukan permohonan perpanjangan jangka waktu oleh pemegang haknya.

8) Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dan Hak Pakai atas Tanah Negara yang telah berakhir perpanjangan jangka waktunya dan tidak diajukan permohonan pembaruan hak oleh pemegang haknya.

9) Hak Pengelolaan yang dilepaskan oleh pemegang haknya.

10) Kawasan hutan yang dikeluarkan statusnya sebagai kawasan hutan. 11) Tanah yang berasal dari hasil konsolidasi tanah.

12) Tanah yang berasal dari reklamasi pantai. 13) Tanah absente/ guntai.

14) Tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimal tanah pertanian yang dapat dimiliki atau dikuasai.

15) Bekas tanah partikelir.

Pendayagunaan tanah terlantar lebih lanjut diatur di dalam Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. Dalam peraturan tersebut, tanah negara yang dimaksud adalah tanah negara bekas tanah terlantar. Pasal 1 angka 1 Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2011 menyatakan bahwa tanah negara bekas tanah terlantar adalah tanah yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dihapuskan haknya, diputus

hubungan hukumnya, dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara merupakan Tanah Cadangan Umum Negara, yang selanjutnya disebut TCUN.

Istilah “tanah negara bekas tanah terlantar” merupakan penegasan bahwa status tanah yang dilakukan tindakan pendayagunaan adalah tanah negara setelah sebelumnya telah dilakukan penertiban dan penetapan sebagai tanah terlantar yang kemudia dihapuskan haknya, diputus hubungan hukumnya, dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Tanah negara bekas tanah terlantar yang akan didayagunakan ini selanjutnya secara yuridis berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1 Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2011 disebut sebagai Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN).

3. Pelaksanaan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Tanah- tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar akan menjadi tanah negara. Sebagai langkah selanjutnya tanah- tanah terlantar tersebut akan didayagunakan untuk kepentingan masyarakat . Berdasarkan Pasal 15 PP No. 11 Tahun 2010, dinyatakan bahwa Peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar didayagunakan untuk kepentingan masyarakat melalui reforma agraria, program strategis negara, dan untuk cadangan Negara lainnya. Dengan demikian pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar adalah pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar melalui peruntukan dan pengaturan peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan masyarakat melalui reforma agraria, program strategis negara, dan untuk cadangan negara lainnya.

1) Reforma Agraria

Praktek reforma agraria sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945, diantaranya bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat melalui pemerataan pendapatan, meningkatkan keadilan sosial melalui distribusi/retribusi tanah bagi kepentingan rakyat, kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum agraria melalui kodefikasi aturan hukum agraria yang bersifat nasional untuk mengakhiri politik hukum agraria kolonial yang bersifat dualistis dan rumit. Tujuan dimaksud harus pula didukung dengan prinsip nasionalitas, hak menguasai dari negara, tanah mengandung fungsi sosial, dan perencanaan agraria.

Tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar, peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar tersebut didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui reforma agraria dam program strategis negara untuk cadangan negara lainnya. Reforma Agraria merupakan kebijakan pertanahan yang mencakup penataan sistem politik dan hukum pertanahan serta penataan aset masyarakat dan penataan akses masyarakat terhadap tanah sesuai dengan jiwa Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX/MPR-RI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Penataan aset masyarakat dan penataan akses masyarakat terhadap tanah dapat melalui distribusi dan redistribusi tanah negara bekas tanah terlantar.

Redistribusi tanah menurut Boedi Harsono yaitu tanah-tanah yang selebihnya dari maksimum diambil oleh pemerintah untuk kemudian

dibagi-bagikan kepada rakyat yang membutuhkan.64 Menurut Arie Sukanti, redistribusi tanah adalah pembagian tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan telah ditegaskan menjadi objek landreform yang diberikan kepada para petani penggarap yang telah memenuhi syarat ketentuan PP Nomor 224 Tahun 1961

tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah-Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.65

Redistribusi tanah dilatarbelakangi oleh suatu keadaan dimana terdapat sebagian besar tanah pertanian dipunyai oleh beberapa orang saja, di lain pihak adanya bagian-bagian tanah yang sangat kecil yang dipunyai oleh sebagian besar rakyat. Ini terjadi terutama di negara-negara berkembang yang tekanan penduduknya pada umumnya sangat tinggi dan fasilitas industri untuk

menampung kelebihan penduduk pedesaan terbatas.66

64

Boedi Harsono, opcit, hlm. 378.

65 Arie Sukanti Hutagalung, Program Redistribusi Tanah di Indonesia, Suatu Sarana ke Arah Pemecahan Masalah Penguasaan dan Pemilikan Tanah, CV. Rajawali, Jakarta, 1985, hlm.57.

66 Ibid, hlm. 58.

Kebijakan pemerintah dalam pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar melalui pendistribusian tanah negara merupakan suatu usaha untuk mewujudkan keadilan terhadap tanah untuk semua orang Indonesia. Melalui reforma agraria tanah-tanah negara bekas tanah terlantar dalam pendayagunaannya dapat dibagikan kepada masyarakat. Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar memberikan kesempatan kepada masyarakat khususnya para petani penggarap untuk memanfaatkan tanah negara bekas tanah terlantar tersebut.

Pendayagunaan tanah terlantar yang dilakukan dengan cara redistribusi tanah, dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Objek Redistribusi Tanah.

2) Program Strategis Negara

Menurut PP No. 11 Tahun 2010, Pendayagunaan tanah terlantar melalui Program Strategis Negara adalah untuk pengembangan sektor pangan, energi, dan perumahan rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

a. Sektor Pangan

Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa :

(1) Perkonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandiriaan serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Pangan merupakan hak yang paling mendasar dari warga negara serta salah satu unsur dari kekuatan nasional dalam politik antar bangsa. Untuk itu sangat diperlukan perlindungan negara kepada produksi pangan bagi rakyat dan kedaulatan negara. Sebagai hak dasar, pangan merupakan hak asasi manusia dimana Negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas pangan masyarakat. Pasal 45 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyatakan bahwa “Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan.

Jika peranan negara ini dikaitkan dengan Pasal 33 UUD 1945, maka produksi pangan adalah cabang produksi yang harus dikuasai oleh negara. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, di dalam penjelasan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 disebutkan sebagai “Produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang perorang. Sebab itu, perekonomian disusun bersama berdasar asas kekeluargaan “.

Penguasaan Negara dalam Pasal 33 UUD 1945, mengandung pengertian bahwa hak menguasai negara bukan dalam makna Negara memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa Negara merumuskan kebijakan, melakukan pengaturan, melakukan pengurusan, melakukan pengelolaan, dan melakukan pengawasan.

Pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab untuk mewujudkan ketahanan pangan sebagai bagian program strategis negara. Untuk mewujudkan ketahanan pangan, program yang perlu diperkuat adalah pembangunan sektor pertanian. Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien, dan tangguh, serta bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani.

Terkait pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar melalui program strategis Negara di sektor pangan, pemerintah menetapkan wilayah

pengembangan budidaya tanaman untuk memperkuat pembangunan sektor pertanian dalam mewujudkan ketahanan pangan.

b. Sektor Energi

Sumber daya energi sebagai kekayaan alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia. Selain itu, sumber daya energi merupakan sumber daya alam yang strategis dan sangat penting bagi hajat hidup rakyat banyak terutama dalam peningkatan kegiatan ekonomi, kesempatan kerja, dan ketahanan nasional maka sumber daya energi harus dikuasai negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu guna memberikzn nilai tambah bagi perekonomian bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaan energi yang dilakukan secara terus menerus guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pelaksanaannya harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Mengingat arti penting sumber daya energi, Pemerintah perlu menyusun rencana pengelolaan energi untuk memenuhi kebutuhan energy nasional yang berdasarkan kebijakan pengelolaan energi jangka panjang.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi mendefinisikan Pengelolaan energi adalah penyelenggaraan kegiatan penyediaan, pengusahaan,

dan pemanfaatan energi serta penyediaan caclangan strategis dan konservasi

sumber daya energi.67

Dan dalam hal itu, masyarakat, baik secara perseorangan maupun kelompok, dapat berperan dalam hal penyusunan rencana umum energi nasional dan rencana umum energi daerah serta pengembangan energi untuk kepentingan

umum.68

c. Perumahan Rakyat

Selain Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, terdapat pula sejumlah peraturan perundangan sektoral yang terkait dengannya yaitu, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

Pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar bagi program strategis Negara sektor energi dapat dilakukan dengan menetapkannya sebagai wilayah pertambangan rakyat yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat dilakukannya kegiatan usaha pertambangan rakyat.

Untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, dilaksanakan pembangunan nasional, yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan

67 Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.

pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.

Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu-satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan. Dengan demikian penyediaan rumah saja tidak cukup, karena bila hanya sampai pada penyediaan rumah, maka bisa saja dibangun di atas tanah yang tidak ada

daya dukung untuk membentuk suatu lingkungan tempat hunian.69

Sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan permukiman harus ditangani secara nasional karena tanah merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat bertambah akan tetapi harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya Perumahan dan permukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati dirinya.

69 Muhammad Yamin Lubis - Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Di Indonesia, Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing, Bandung, Penerbit Mandar Maju, 2013, hlm. 41.

bagi kesejahteraan masyarakat. Proses penyediaannya harus dikelola dan dikendalikan oleh pemerintah agar supaya penggunaan dan pemanfaatannya dapat menjangkau masyarakat secara adil dan merata tanpa menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya masyarakat.

Untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah dan panjang dan sedang dengan rencana tata ruang, suatu wilayah permukiman ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang dilengkapi jaringan prasarana primer dan sekunder lingkungan.

Terhadap pengadaan, pembangunan atau penyelenggaraan rumah dan perumahan tersebut sesuai ketentuan pasal 19 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam

lingkungan yang sehat, aman dan teratur.70

70 Ibid, hlm. 42.

Pembangunan perumahan oleh pemerintah dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan khusus antara lain transmigrasi, pemukiman kembali korban bencana dan pemukiman yang terpencar-pencar dan pembangunan rumah dinas. Sedangkan pembangunan perumahan oleh badan-badan sosial atau keagamaan antara lain untuk menampung orang lanjut usia (jompo) dan yatim piatu.

Obyek dari pembangunan perumahan dan pemukiman berdasarkan Pasal 32 UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman juncto UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, antara lain :

1. Tanah yang langsung dikuasai Negara; 2. Konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;

3. Pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan keluarnya kebijakan pemerintah tentang pendayagunaan tanah terlantar yang diatur dalam PP No.11 Tahun 2010, maka tanah-tanah negara bekas tanah terlantar dapat didayagunakan dalam pembangunan sektor perumahan dan pemukiman rakyat yang merupakan program strategis negara. Penyediaan tanah untuk perumahan dan pemukiman melalui penggunaan tanah negara, selain ditujukan untuk penyediaan kaveling tanah dengan penerapan subsidi silang, juga ditujukan sebagai modal untuk cadangan tanah negara secara berkelanjutan. Penerimaan hasil pengusahaan tanah negara tersebut digunakan untuk penyediaan tanah di lokasi lain sehingga selalu tersedia cadangan tanah negara dalam jumlah yang memadai untuk pembangunan perumahan dan pemukiman pada waktu yang akan datang.

3) Cadangan Negara

Berdasarkan PP No.11 Tahun 2010, Pendayagunaan tanah Negara Bekas tanah terlantar sebagai cadangan Negara diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan tanah untuk kepentingan pemerintah, pertahanan dan keamanan,

kebutuhan tanah akibat adanya bencana alam, relokasi dan pemukiman kembali masyarakat yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum.

Pasal 33 UUD 1945, mengamanatkan kekayaan alam dan cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai Negara dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat. Untuk mengimplementasikan Pasal 33 UUD 1945 di lapangan agraria (kekayaan alam), UUPA menegaskan bahwa setiap hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Artinya pemanfaatan tidak hanya memberi manfaat bagi pemiliknya, tetapi juga masyarakat sekelilingnya dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.

Pasal 7 UUPA menegaskan bahwa untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Kemudian dalam Pasal 18 UUPA dinyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan mengganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Artinya dengan alasan kepentingan umum Negara dapat mengambil alih tanah-tanah masyarakat maupun swasta.

Tanah-tanah negara bekas tanah terlantar sebagai cadangan negara selain dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tanah untuk kepentingan pemerintah, dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tanah untuk pertahanan dan keamanan.

UUPA juga memberikan kewajiban kepada negara untuk melaksanakan pembaruan agraria atau landreform melalui pembaruan struktur penguasaan dan

pengusahaan sumber-sumber agraria yang merdeka dari penjajahan, demokratis, berkeadilan sosial dan berwawasan lingkungan serta menjadi basis pembangunan nasional. Untuk itu, fungsi sosial tanah kemudian haruslah dikontekskan dengan pembaruan agraria, di mana UUPA 1960 telah memberikan kewajiban kepada negara dan hak kepada warga negara. Pertama, pemerintah membuat rencana semesta penggunaan sumber-sumber agraria; mengelola sumber-sumber agraria agar mempertinggi produksi dan kemakmuran rakyat serta menjamin bagi setiap warga negara derajat hidupnya sesuai dengan martabat manusia; dalam lapangan agraria mencegah adanya monopoli swasta; memajukan kepastian dan jaminan sosial sosial termasuk di bidang perburuhan dalam usaha-usaha di lapangan agraria dan dalam rangka mengatur untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Kedua, perlindungan negara atas hak-hah masyarakat antara lain,

Dokumen terkait