• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.3. Pendayagunaan ZIS

2.1.3.2. Pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar

Program Ikhtiar adalah program pendayagunaan ZIS yang dilakukan melalui pemberdayaan berbasis komunitas (community based empowerment) dengan mekanisme kelompok (parcipatory group) dan ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah (women of the poor or

low income families). Konsep tersebut diadopsi dari konsep Grameen Bank yang diprakarsai oleh Muhammad Yunus, seorang profesor ekonomi di Universitas Chittagong, Bangladesh. Muhammad Yunus menekankan tiga ciri utama Grameen Bank (Kuncoro, 2008), yaitu:

1) Menggunakan prinsip tanpa surat perjanjian (paperless),

2) Kepercayaan adalah hal utama dan dalam pelaksanaannya tidak ada pemberlakuan sanksi,

3) Grameen Bank bertujuan untuk membuat sistem perbankan yang adil, prorakyat miskin, dan properempuan.

Berbeda dengan sistem dan prinsip bank konvensional, Grameen Bank merancang kredit mikro berbasis kepercayaan. Teknisnya, peminjam diminta untuk membuat kelompok yang terdiri dari lima orang dengan satu pemimpin. Pinjaman bergulir diberikan secara berurutan sehingga orang kedua baru bisa mendapatkan pinjaman setelah pinjaman orang pertama dikembalikan. Jika terdapat nasabah yang tidak mampu membayar, maka teman dalam satu kelompoknya harus membantu supaya orang tersebut mampu membayar (tanggung renteng). Metode pelayanan keuangan mikro yang dilakukan oleh Grameen Bank telah sukses diterapkan di Bangladesh dan berhasil membawa Muhammad Yunus menjadi peraih penghargaan Nobel Perdamaian Tahun 2006.

Mayoritas nasabah Grameen Bank adalah kaum perempuan, yaitu sebanyak 96 persen. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar kaum perempuan dan kualitas hidup anak. Riset membuktikan, peningkatan ekonomi perempuan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan kesehatan anak. Selain itu,

perempuan juga merupakan pengelola keuangan dan aset rumah tangga, oleh karena itu pemberdayaan yang dilakukan diharapkan mampu meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola keuangan dan aset rumah tangga. Metode penyaluran kredit mikro yang digunakan oleh Grameen Bank ini kemudian dipadukan dengan prosedur dan praktik keuangan syariah serta panduan dari CGAP (Consultative Group to Assist The Poor) sebagai bahan acuan sistem dan prosedur pelaksanaan Program Ikhtiar.

Program Ikhtiar merupakan perpaduan dari dua elemen penting dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu:

1) Membangun kapasitas sosial masyarakat sehingga mampu untuk memberdayakan dirinya. Hal ini dilakukan melalui tiga pendekatan yang meliputi pelayanan keuangan mikro; pendidikan mengenai pengelolaan ekonomi keluarga, kewirausahaan, koperasi, dan pendidikan kewargaan; serta penguatan kapasitas masyarakat dalam berorganisasi dan menyampaikan pendapat.

2) Pendayagunaan dana-dana ZIS untuk pemberdayaan mustahiq melalui proses secara sistematis, terencana, dan berkelanjutan.

Secara operasional, program ini merupakan suatu proses untuk membangun keuangan mikro agar mampu memenuhi kebutuhan dasar peserta program, pendampingan pengelolaan aset ekonomi rumah tangga dan kewirausahaan, serta membangun proses pembelajaran dan pengorganisasian bagi perempuan keluarga miskin melalui kegiatan simpan pinjam secara berkelompok. Pelayanan simpan pinjam dimaksudkan untuk mengelola dan mengakumulasi kekuatan tabung

(saving power) mereka sehingga dapat dimanfaatkan dalam keadaan mendesak. Sementara itu, pinjaman yang diberikan merupakan stimulan untuk meningkatkan kapasitas mereka, sehingga sumber daya yang dikelola menjadi lebih besar.

a. Latar Belakang Program Ikhtiar

Program Ikhtiar dimulai pertama kali pada tahun 1999 di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pada awalnya di desa tersebut dibentuk tiga majelis yang terdiri dari 35 orang peserta sebagai pilot project. Jumlah peserta Program Ikhtiar terus mengalami pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya. Data sebaran dan jumlah anggota Program Ikhtiar hingga bulan April 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sebaran dan Jumlah Anggota Program Ikhtiar Per April 2009

No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah

(jiwa) A Kabupaten Bogor

1 Tamansari Sukaluyu, Sukajaya, Sukaresmi,

Sukajadi, Tamansari

1.860

2 Ciomas Sukamakmur, Ciomas Rahayu, Sukaharja 527

3 Tenjolaya Gunung Malang 508

4 Ciampea Ciampea 357

5 Dramaga Sukadamai, Sukawening 232

6 Cibungbulang Ciaruteun Ilir, Cijujung 605

7 Rumpin Cidokom 170

B Kota Bogor

8 Tanah Sareal Kebon Pedes, Kedung Badak, Kedung Jaya

351 9 Bogor Barat Gunung Batu, Cilendek Timur, Cilendek

Barat

232

10 Bogor Tengah Cibogor 36

11 Bogor Selatan Mulyaharja 147

12 Bogor Utara Tegal Gundil, Bantarjati, Tanah Baru, Ciluer

438

Jumlah 5.463

Berkembangnya Program Ikhtiar tidak terlepas dari peranan tiga lembaga yang merupakan inisiator dan pelaksana program, yaitu Yayasan Peramu, BM Bogor, dan Koperasi BAIK.

1) Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin

Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu) adalah sebuah yayasan yang concern terhadap keuangan mikro syariah. Pembentukan yayasan ini diawali dengan terbentuknya Kelompok Simpan Pinjam (KSP) yang tersebar di berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor. Pada awalnya, program tersebut dilaksanakan oleh Biro Pengembangan Masyarakat (BPM), sebuah unit kerja pada Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI). Pada tahun 1993, dilakukanlah pelembagaan BPM menjadi sebuah lembaga independen yang bernama Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu).

Program yang dikembangkan oleh Yayasan Peramu adalah pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis syariah. Program tersebut dilakukan melalui pengembangan skema kredit (pembiayaan) dengan sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Dalam kurun waktu 1993-1997, Yayasan Peramu mulai merintis pemodelan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam bentuk Baytul Maal wat Tamwil (BMT) untuk memfasilitasi KSP-KSP yang telah terbentuk sebelumnya. Hal ini terrealisasi melalui penumbuhan tiga unit pilot project BMT di Bogor. Ketiga BMT tersebut adalah BMT Wihdatul Ummah (WU) yang didirikan pada tahun 1994, serta BMT Khidmatul Ummah (KU) dan BMT Tadbiirul Ummah (TBU) yang didirikan pada tahun 1995.

Dalam upaya mengembangkan LKMS, Yayasan Peramu juga merintis pembentukan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), hingga pada tahun 1998 didirikanlah sebuah BPRS bernama Bank Islam Rif’atul Ummah (BIRU). Pembentukan LKMS-LKMS tersebut bertujuan untuk memberikan akses modal kepada masyarakat yang selama ini tidak dapat memiliki akses terhadap lembaga keuangan seperti bank, karena dinilai tidak bankable.

Selain pengembangan LKMS, Yayasan Peramu aktif melakukan pembinaan dan pendampingan. Program pembinaan dan pendampingan yang kini tengah dijalankan oleh Yayasan Peramu antara lain adalah penguatan organisasi yang meliputi proses capacity building bagi anggota LKMS, serta program Desa Siaga yang merupakan pelatihan bagi masyarakat desa mengenai pola hidup sehat, penanganan wanita yang melahirkan, dan kesiagaan menghadapi bencana.

2) Baytul Maal Bogor

Berdirinya BMT dan BPRS ternyata belum bisa menjadi solusi atas keterbatasan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan. Pada kenyataannya, masih banyak kelompok masyarakat miskin yang belum tersentuh oleh pelayanan keuangan dari BMT dan BPRS yang telah ada. Hal ini karena kedua lembaga tersebut dalam kegiatan operasionalnya memakai akad-akad komersil dan syarat- syarat tertentu yang tidak mampu dipenuhi oleh masyarakat yang tergolong masyarakat miskin/dhua’afa. Kenyataan ini memicu komunitas BMT dan BPRS yang difasilitasi oleh Yayasan Peramu untuk mendirikan sebuah lembaga keuangan yang dapat diakses oleh kaum dhu’afa yang selama ini termarjinalkan. Maka, pada tahun 1999 dibentuklah sebuah LAZ bernama Baytul Maal (BM)

Bogor dengan tujuan melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin/mustahiq melalui pendayagunaan dana-dana amanah seperti Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan Hibah (ZISWAH).

Dalam usaha mencapai tujuannya untuk melakukan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin/mustahiq, dana ZISWAH yang dihimpun oleh BM Bogor disalurkan melalui dua program utama, yaitu:

1) Program Amanah

Program Amanah merupakan program santunan yang diberikan kepada para mustahiq untuk mengatasi masalah rawan pangan, musibah, dan pemberian beasiswa pendidikan.

2) Program Ikhtiar

Program Ikhtiar adalah program untuk memicu aksi kemandirian mustahiq yang bertumpu pada partisipasi masyarakat lokal. Program ini dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan dasar yang bersifat strategis, terintegrasi, dan berkesinambungan.

3) Koperasi Baytul Ikhtiar

Terbentuknya Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) berawal dari pembentukan Unit Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar, sebuah UPK pada Yayasan Peramu yang dibentuk untuk menjalankan Program Ikhtiar bersama dengan BM Bogor. Pada Maret 2008, untuk meningkatkan kapasitas dan skala pelayanan, UPK Ikhtiar dibadanhukumkan menjadi Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK). Dalam teknis pelaksanakan Program Ikhtiar, Koperasi BAIK menghimpun dana yang berasal dari tabungan anggota, dana kerjasama program, serta dana-dana amanah seperti

ZIS. Dana tersebut kemudian disalurkan kepada masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro melalui pembiayaan produktif dalam bentuk modal bergulir. maupun pembiayaan multiguna (konsumtif) yang bertujuan memenuhi kebutuhan rumah tangga, kesehatan, dan pendidikan masyarakat miskin. Skema manajemen dana Koperasi BAIK dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Sumber: Baytul Maal Bogor, 2007 (dengan perubahan).

Gambar 2.2. Skema Manajemen Dana Koperasi BAIK b. Tujuan Program Ikhtiar

Program Ikhtiar bertujuan untuk membangun kapasitas keluarga miskin agar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri melalui pelayanan keuangan mikro yang dilakukan dengan menyertakan proses pemberdayaan berbasis komunitas.

c. Sasaran Program Ikhtiar

Kelompok sasaran Program Ikhtiar adalah keluarga miskin di perkotaan dan pedesaan (urban dan rural poor) yang masih memiliki potensi produktif

Alokasi Dana Sumber Dana Pembiayaan Produktif Pembiayaan Multiguna Non-Profit Loan

Anggota dan Masyarakat Sekitar

(masyarakat miskin dan keluarga berpenghasilan rendah) Dana Amanah Dana Kerjasama Program Tabungan Koperasi BAIK Kontribusi Anggota

(economically active). Pada umumnya mereka memiliki pekerjaan sebagai buruh kasar atau pelaku usaha mikro, seperti pedagang sayur di pasar/pedagang sayur keliling, pengrajin/pemilik bengkel sepatu, pedagang warungan, pedagang makanan jajanan, serta petani dan buruh tani.

Sedangkan dilihat dari sisi wilayahnya, sasaran Program Ikhtiar adalah desa/kelurahan yang merupakan kantong kemiskinan di pedesaan atau pemukiman kumuh (slump area) di perkotaan, serta daerah yang merupakan cluster kegiatan ekonomi rakyat di sektor pertanian, industri rumah tangga, atau kelompok pekerja informal perkotaan.

d. Mekanisme Pelaksanaan Program Ikhtiar

Mekanisme pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar terdiri dari tujuh tahap, yaitu penentuan wilayah sasaran, persiapan sosial, rekrutmen anggota, pelayanan pinjaman, pertemuan rutin, monitoring kinerja majelis, serta tahap monitoring, evaluasi, dan perencanaan program.

Gambar 2.3. Tahapan Pelaksanaan Program Ikhtiar Penentuan Wilayah

Sasaran

Monitoring, Evaluasi, dan Perencanaan Program Persiapan Sosial Rekrutmen Anggota Pelayanan Pinjaman Pertemuan Rutin Monitoring Kinerja Majelis

1) Penentuan Wilayah Sasaran

Wilayah sasaran Program Ikhtiar adalah desa/kelurahan yang merupakan kantong kemiskinan di pedesaan atau pemukiman kumuh di perkotaan serta daerah yang merupakan cluster kegiatan ekonomi rakyat di sektor pertanian, industri kecil rumahan atau kelompok pekerja informal perkotaan. Secara fisik, wilayah sasaran memiliki keterbatasan berbagai sarana, seperti jalan/perhubungan, angkutan, pendidikan, kesehatan, kondisi rumah dan sanitasi lingkungan, air bersih, listrik, telepon umum, dan layanan publik lainnya. Secara statistik, wilayah tersebut memiliki indikator kesejahteraan penduduk yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kemiskinan penduduk serta angka kematian ibu dan balita, juga rendahnya tingkat pendidikan warga.

Secara teknis, suatu wilayah dinyatakan layak sebagai area pelaksanaan program jika memenuhi kriteria berikut:

(i) Potensi keluarga miskin yang memiliki kegiatan produktif berjumlah minimal 30 persen dari total populasi penduduk di wilayah tersebut, (ii) Potensi pelayanan berkisar antara 300-500 KK,

(iii) Memiliki jarak tempuh sekitar 30 km dan dapat dijangkau dalam waktu maksimal 30 menit dari kantor pelayanan.

2) Persiapan Sosial

Persiapan sosial merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap Program Ikhtiar yang dilakukan melalui pengenalan tujuan dan mekanisme program. Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan sosial ini antara lain adalah kunjungan,

wawancara, dan diskusi dengan contact person (tokoh masyarakat setempat); presentasi mengenai Program Ikhtiar pada pertemuan warga; juga pendataan awal calon peserta program.

Selain bertujuan untuk memperoleh data dasar calon peserta program, kegiatan ini juga diharapkan dapat menghasilkan data calon tenaga lokal yang nantinya akan menjadi pelaksana teknis Program Ikhtiar di wilayah sasaran. Dalam rangka menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi, kegiatan ini biasanya disertai dengan kegiatan bakti sosial (baksos), seperti pemberian santunan bahan pokok, distribusi daging kurban, dan kegiatan sosial lainnya.

3) Rekrutmen Anggota

Proses penerimaan anggota Program Ikhtiar dimulai dengan pendaftaran secara berkelompok kepada petugas lapangan, setiap kelompok minimal terdiri dari 15 orang. Petugas kemudian akan melakukan uji kelayakan (UK) terhadap para calon anggota program dengan menggunakan indeks rumah, indeks pendapatan dan saving power, serta indeks aset rumah tangga. Keluarga miskin yang tidak memiliki sumber pendapatan tidak menjadi target group pelayanan Program Ikhtiar. Namun, meski sasaran program ini adalah keluarga miskin yang memiliki potensi ekonomi produktif, pada praktiknya tidak semua anggota program termasuk dalam kategori keluarga miskin. Pada beberapa majelis Program Ikhtiar terdapat anggota yang tergolong mampu atau tokoh masyarakat yang cukup memiliki pengaruh di wilayah setempat. Keberadaan mereka dalam program ini adalah sebagai reference group yang diharapkan dapat menarik minat masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam program.

Calon anggota yang telah lolos UK akan diikutsertakan dalam Latihan Wajib Kelompok (LWK) yang dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut dengan lama pertemuan maksimal satu jam setiap harinya. Setiap calon anggota wajib hadir secara penuh dalam LWK, bila ada calon anggota yang berhalangan, maka LWK akan dibatalkan dan ditunda hingga pekan berikutnya. LWK merupakan sarana untuk memperkenalkan hal-hal yang terkait dengan Program Ikhtiar, seperti lembaga yang terlibat, mekanisme pelayanan, dan produk-produk dalam Program Ikhtiar. Selain itu, LWK juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk menguji kejujuran dan kedisiplinan setiap calon anggota program. Apabila lulus dalam latihan wajib ini, maka kelompok dan majelis telah terbentuk, sehingga setiap anggotanya telah berhak atas pinjaman dari Koperasi BAIK.

4) Pelayanan Pinjaman

Pinjaman dalam Program Ikhtiar diberikan secara bergiliran dengan menggunakan pola 2-2-1 dalam kelompok 5-an. Maksudnya, dalam kelompok yang terdiri dari lima orang tersebut hanya ada dua orang yang bisa mengajukan pinjaman pada saat pengajuan pertama (pekan ke-1). Begitupun pada saat pengajuan kedua (pekan ke-2), dua orang berikutnya akan mendapat giliran untuk mengajukan pinjaman. Sedangkan pada saat pengajuan ketiga (pekan ke-3), barulah orang terakhir (satu orang) dapat mengajukan pinjaman. Lama masa angsuran pinjaman adalah 50 pekan. Namun jika mampu, anggota juga diperbolehkan melunasi pinjamannya sebelum masa angsuran habis sehingga dapat mengajukan pinjaman berikutnya. Dalam satu tahun, setiap anggota berhak atas dua kali pinjaman, dengan syarat pinjaman pertama telah dilunasi.

Plafon pinjaman yang tersedia adalah mulai Rp 300 ribu-Rp 5 juta. Namun, pada praktiknya terdapat anggota majelis yang dana pinjaman pertamanya kurang dari Rp 300 ribu. Hal tersebut karena jumlah pinjaman disesuaikan dengan pendapatan dan saving power anggota. Kenaikan plafon pinjaman diberikan secara bertahap dengan mempertimbangkan disiplin kehadiran, disiplin angsuran, disiplin tabungan, dan kesepakatan tanggung renteng oleh anggota lainnya.

Pengajuan pinjaman oleh anggota dilakukan pada saat pertemuan majelis. Peminjaman dana harus diputuskan oleh seluruh anggota majelis karena adanya mekanisme tanggung renteng di antara sesama anggota majelis. Artinya, jika pada suatu saat terjadi pinjaman bermasalah (peminjam tidak dapat membayar pinjaman), maka hutangnya akan menjadi tanggungan seluruh anggota majelis tersebut. Pengajuan pinjaman anggota yang telah mendapat persetujuan dari seluruh anggota majelis akan diproses oleh financial officer. Apabila pengajuan pinjaman tersebut disetujui, maka satu pekan kemudian pinjaman sudah dapat dicairkan dalam pertemuan majelis.

Pembayaran angsuran pinjaman terdiri pembayaran angsuran pokok, tabungan wajib, tabungan kelompok, dan tabungan cadangan. Tabungan wajib adalah sejumlah uang yang wajib ditabungkan oleh seluruh anggota Ikhtiar dan tidak dapat diambil selama masih menjadi anggota majelis Ikhtiar. Tabungan kelompok adalah tabungan setiap anggota Ikhtiar yang hanya dapat diambil bila majelis mereka bubar. Sedangkan tabungan cadangan adalah tabungan anggota Ikhtiar yang dapat akan dikembalikan bila anggota telah melunasi pinjamannya. Besar tabungan wajib, tabungan kelompok, dan tabungan cadangan tergantung

pada besarnya plafon pinjaman. Ketentuan besar plafon beserta komponen angsuran yang harus dibayar dalam Program Ikhtiar dapat dilihat dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Komponen Angsuran Dana Program Ikhtiar Berdasarkan Plafon

Pinjaman

No Plafon (Rp) Angsuran Pokok (Rp)

Tabungan (Rp)

Wajib Kelompok Cadangan

1 300.000 6.000 200 300 500 2 400.000 8.000 200 300 500 3 500.000 10.000 200 300 500 4 600.000 12.000 200 300 500 5 700.000 14.000 200 300 500 6 750.000 15.000 250 500 750 7 800.000 16.000 250 500 750 8 900.000 18.000 400 600 1.000 9 1.000.000 20.000 400 600 1.000 10 1.200.000 24.000 400 600 1.000 11 1.300.000 26.000 400 600 1.000 12 1.500.000 30.000 400 600 1.500 13 2.000.000 40.000 800 1.200 2.000 14 2.500.000 50.000 1.000 1.500 2.500 15 3.000.000 60.000 1.000 1.500 2.500 16 3.500.000 70.000 2.000 3.000 5.000 17 4.000.000 80.000 2.000 3.000 5.000 18 4.500.000 90.000 2.000 3.000 5.000 19 5.000.000 100.000 2.000 3.000 5.000

Sumber: Koperasi BAIK, 2009.

Bagi anggota yang melakukan pinjaman dengan akad komersil (murabahah, ijarah, dan hiwalah), maka bertambah lagi satu jenis komponen angsuran, yaitu profit/keuntungan yang diberikan anggota kepada lembaga (Koperasi BAIK). Besarnya profit tersebut tergantung pada kesepakatan antara lembaga dan anggota pada saat pengajuan pinjaman. Selain itu, pada setiap pertemuan majelis, setiap anggota juga mengumpulkan dana infaq dan dana sasarengan yang diperuntukkan bagi Koperasi BAIK, sebagai wujud kontribusi dan rasa memiliki anggota terhadap lembaga ini.

5) Pertemuan Rutin

Pertemuan rutin majelis dipandu oleh fasilitator dan TPL. Pertemuan rutin merupakan sarana dalam melakukan pelayanan kas angsuran dan tabungan, serta pengajuan dan pencairan pinjaman. Agenda lain yang biasanya dilakukan pada pertemuan rutin adalah evaluasi mengenai kinerja kelompok dalam kehadiran, pinjaman, dan tabungan, serta pembahasan usulan-usulan yang diberikan oleh anggota. Pertemuan ini kemudian ditutup dengan pembacaan hasil transaksi dan validasi oleh ketua majelis, serta pembacaan kembali ikrar anggota majelis Ikhtiar.

6) Monitoring Kinerja Majelis

Perkembangan kegiatan pendampingan majelis dimonitoring dalam briefing pekanan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dan data mengenai kinerja majelis. Monitoring kinerja majelis didasarkan pada informasi lapangan dari fasilitator dan TPL, serta data prestasi majelis yang berupa prestasi angsuran, tabungan, dan kehadiran anggota. Pada setiap bulannya, data mengenai prestasi majelis akan dilaporkan oleh bagian operasional Koperasi BAIK. Data tersebut kemudian akan dibahas dalam rapat monitoring kinerja majelis yang dilakukan setiap satu kali per bulan. Output dari rapat monitoring kinerja majelis adalah pemetaan kualitas majelis dan rekomendasi bagi kegiatan pendampingan.

7) Monitoring, Evaluasi, dan Perencanaan Program

Proses monitoring, evaluasi, dan perencanaan sangat diperlukan untuk mengetahui kinerja program dan memperbaikinya. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja yang optimum, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Monitoring program dilakukan dalam rapat bulanan dan pekanan. Rapat bulanan dilakukan untuk membahas laporan dan proyeksi finansial, perkembangan kinerja majelis dan kelompok, serta evaluasi dan rencana pendampingan. Sedangkan rapat pekanan dilakukan sebagai sarana monitoring kinerja TPL. Evaluasi dan perencanaan program dilakukan selama satu kali dalam setahun melalui suatu lokakarya yang bertujuan untuk menghasilkan rumusan program tahunan. Rumusan program tahunan tersebut kemudian diterjemahkan menjadi rencana kerja dan anggaran tahunan (annual working plan and budget) serta proyeksi finansial.

Dokumen terkait