• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengaruh pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah sebagai modal kerja terhadap indikator kemiskinan dan pendapatan mustahiq

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengaruh pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah sebagai modal kerja terhadap indikator kemiskinan dan pendapatan mustahiq"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

OLEH WINA MEYLANI

H14050860

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh JAENAL EFFENDI.

Kemiskinan merupakan masalah fundamental yang tengah dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut adalah melakukan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin. Mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka peluang untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan menggunakan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) terbuka lebar. Program Ikhtiar merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan dengan memanfaatkan dana ZIS yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) Baytul Maal (BM) Bogor, Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu), dan Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK).

Program Ikhtiar adalah program pendayagunaan ZIS yang dilakukan melalui pemberdayaan berbasis komunitas dengan mekanisme kelompok dan ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan. Sejak pertama kali dijalankan pada tahun 1999, dana ZIS yang digulirkan hingga tahun 2008 telah mencapai Rp 7,353 milyar yang disalurkan kepada 5.115 orang anggota. Meski terus mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari sisi penyaluran dana maupun jumlah anggota, namun upaya pemberdayaan ekonomi yang dilakukan melalui Program Ikhtiar belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak terjadi perubahan pada indikator kemiskinan para anggotanya. Perubahan indikator kemiskinan tersebut antara lain dicerminkan oleh tingkat pendapatan anggota setelah mengikuti Program Ikhtiar.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelaksanaan Program Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan dan pendapatan per kapita mustahiq (penerima zakat). Penelitian dilakukan dengan mengambil studi kasus pada salah satu wilayah tempat dilaksanakannya program Ikhtiar, yaitu di desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pada desa tersebut, diambil 45 orang responden sebagai sampel penelitian. Responden adalah para mustahiq anggota Program Ikhtiar yang menggunakan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar untuk modal kerja.

(3)

menggunakan dana dari Program Ikhtiar dan variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq. Oleh karena itu, Yayasan Peramu sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan Program Ikhtiar khususnya dalam hal pembinaan dan pendampingan anggota perlu melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang disesuaikan dengan potensi mustahiq dan lingkungannya. Pelatihan ini diperlukan untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan wirausaha mustahiq, apalagi jika mengingat tingkat pendidikan mustahiq tergolong rendah dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq.

Besarnya modal/pembiayaan yang diterima dan banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan melalui Program Ikhtiar tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini karena modal yang didapatkan mustahiq tergolong relatif kecil dan pada sebagian mustahiq dana untuk modal tersebut justru digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Oleh karena itu, pihak manajemen Koperasi BAIK, Yayasan Peramu, dan BM Bogor perlu melakukan evaluasi terhadap tingkat plafon yang diberikan dalam pembiayaan produktif agar besarnya plafon tersebut efektif untuk meningkatkan pendapatan mustahiq. Proses monitoring penggunaan dana dengan meminta bukti-bukti transaksi dari mustahiq juga perlu diperketat agar penggunaan dana pembiayaan tetap sesuai dengan akad yang telah dibuat.

(4)

Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

OLEH WINA MEYLANI

H14050860

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Wina Meylani

Nomor Registrasi Pokok : H14050860 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Jaenal Effendi, M.A. NIP. 19740729 200604 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 19641023 198903 2 002

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

(7)

Penulis bernama Wina Meylani, lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 3 Mei 1986. Penulis merupakan anak bungsu dari pasangan Bapak Endang Hidayat dan Ibu Jua. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan SD hingga SMA di Tasikmalaya, yaitu di SDN IPK Salawu III, SMPN 1 Salawu, dan SMAN 1 Tasikmalaya. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setahun kemudian, penulis memilih Program Studi Ilmu Ekonomi sebagai mayor (program studi utama) dan Ilmu Konsumen sebagai minor (program studi pendukung).

(8)

mengaruniakan begitu banyak nikmat sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya, diantaranya adalah:

1. Kedua orang tua penulis, Ibu Jua dan Bapak Endang Hidayat, atas segenap cinta, doa, dan kesabaran yang diberikan. Semoga Allah membalasnya dengan balasan yang sempurna.

2. Bapak Jaenal Effendi sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dan membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi.

3. Bapak Nunung Nuryartono dan Bapak Muhammad Findi sebagai dosen penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran yang begitu berharga kepada penulis agar skripsi ini menjadi karya yang lebih baik.

4. Bapak Irfan Syauqi Beik, Bapak Suryana, dan Kak Hendro Wibowo atas saran dan bimbingan yang diberikan.

5. Kedua orang kakak penulis (Teh Ucu dan A Rahmat) atas motivasi dan nasihat yang diberikan, juga keponakan-keponakan tercinta (Fikri, Kiran, dan Tsabita) atas mimpi-mimpi dan keceriaan yang dibagi.

6. Pak Asad, Mba Titin, Pak Latif, Pak Azis, Pak Ahmad Laela, Pak Sholeh, Pak Agus, serta seluruh pengurus Yayasan Peramu, Koperasi BAIK, dan BM Bogor atas segala arahan, bantuan, dan informasi yang diberikan kepada penulis.

7. Teh Sundari, Rima, Pak Dini, Pak Komar, Heri, serta seluruh TPL dan anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir yang telah membantu penulis dalam proses pencarian data.

(9)

Semoga seluruh bantuan yang diberikan akan dibalas Allah dengan balasan yang jauh lebih baik. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat, baik bagi para civitas akademika, maupun bagi pihak lainnya, khususnya pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan sektor filantropi Islam.

Bogor, Agustus 2009

(10)

DAFTAR ISI

2.1.1. Konsep dan Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) ... 10

2.1.2. Hikmah dan Manfaat Zakat ... 12

2.1.3. Pendayagunaan ZIS ... 13

2.1.3.1. Jenis-Jenis Pendayagunaan ZIS ... 13

2.1.3.2. Pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar ... 15

2.1.4. Dimensi dan Konsep Kemiskinan ... 30

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 33

2.3. Kerangka Pemikiran ... 36

2.3.1. Indikator Kemiskinan... 36

(11)

Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

OLEH WINA MEYLANI

H14050860

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh JAENAL EFFENDI.

Kemiskinan merupakan masalah fundamental yang tengah dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut adalah melakukan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin. Mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka peluang untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan menggunakan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) terbuka lebar. Program Ikhtiar merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan dengan memanfaatkan dana ZIS yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) Baytul Maal (BM) Bogor, Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu), dan Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK).

Program Ikhtiar adalah program pendayagunaan ZIS yang dilakukan melalui pemberdayaan berbasis komunitas dengan mekanisme kelompok dan ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan. Sejak pertama kali dijalankan pada tahun 1999, dana ZIS yang digulirkan hingga tahun 2008 telah mencapai Rp 7,353 milyar yang disalurkan kepada 5.115 orang anggota. Meski terus mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari sisi penyaluran dana maupun jumlah anggota, namun upaya pemberdayaan ekonomi yang dilakukan melalui Program Ikhtiar belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak terjadi perubahan pada indikator kemiskinan para anggotanya. Perubahan indikator kemiskinan tersebut antara lain dicerminkan oleh tingkat pendapatan anggota setelah mengikuti Program Ikhtiar.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelaksanaan Program Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan dan pendapatan per kapita mustahiq (penerima zakat). Penelitian dilakukan dengan mengambil studi kasus pada salah satu wilayah tempat dilaksanakannya program Ikhtiar, yaitu di desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pada desa tersebut, diambil 45 orang responden sebagai sampel penelitian. Responden adalah para mustahiq anggota Program Ikhtiar yang menggunakan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar untuk modal kerja.

(13)

menggunakan dana dari Program Ikhtiar dan variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq. Oleh karena itu, Yayasan Peramu sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan Program Ikhtiar khususnya dalam hal pembinaan dan pendampingan anggota perlu melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang disesuaikan dengan potensi mustahiq dan lingkungannya. Pelatihan ini diperlukan untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan wirausaha mustahiq, apalagi jika mengingat tingkat pendidikan mustahiq tergolong rendah dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq.

Besarnya modal/pembiayaan yang diterima dan banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan melalui Program Ikhtiar tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini karena modal yang didapatkan mustahiq tergolong relatif kecil dan pada sebagian mustahiq dana untuk modal tersebut justru digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Oleh karena itu, pihak manajemen Koperasi BAIK, Yayasan Peramu, dan BM Bogor perlu melakukan evaluasi terhadap tingkat plafon yang diberikan dalam pembiayaan produktif agar besarnya plafon tersebut efektif untuk meningkatkan pendapatan mustahiq. Proses monitoring penggunaan dana dengan meminta bukti-bukti transaksi dari mustahiq juga perlu diperketat agar penggunaan dana pembiayaan tetap sesuai dengan akad yang telah dibuat.

(14)

Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

OLEH WINA MEYLANI

H14050860

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Wina Meylani

Nomor Registrasi Pokok : H14050860 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Jaenal Effendi, M.A. NIP. 19740729 200604 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 19641023 198903 2 002

(16)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

(17)

Penulis bernama Wina Meylani, lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 3 Mei 1986. Penulis merupakan anak bungsu dari pasangan Bapak Endang Hidayat dan Ibu Jua. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan SD hingga SMA di Tasikmalaya, yaitu di SDN IPK Salawu III, SMPN 1 Salawu, dan SMAN 1 Tasikmalaya. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setahun kemudian, penulis memilih Program Studi Ilmu Ekonomi sebagai mayor (program studi utama) dan Ilmu Konsumen sebagai minor (program studi pendukung).

(18)

mengaruniakan begitu banyak nikmat sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya, diantaranya adalah:

1. Kedua orang tua penulis, Ibu Jua dan Bapak Endang Hidayat, atas segenap cinta, doa, dan kesabaran yang diberikan. Semoga Allah membalasnya dengan balasan yang sempurna.

2. Bapak Jaenal Effendi sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dan membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi.

3. Bapak Nunung Nuryartono dan Bapak Muhammad Findi sebagai dosen penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran yang begitu berharga kepada penulis agar skripsi ini menjadi karya yang lebih baik.

4. Bapak Irfan Syauqi Beik, Bapak Suryana, dan Kak Hendro Wibowo atas saran dan bimbingan yang diberikan.

5. Kedua orang kakak penulis (Teh Ucu dan A Rahmat) atas motivasi dan nasihat yang diberikan, juga keponakan-keponakan tercinta (Fikri, Kiran, dan Tsabita) atas mimpi-mimpi dan keceriaan yang dibagi.

6. Pak Asad, Mba Titin, Pak Latif, Pak Azis, Pak Ahmad Laela, Pak Sholeh, Pak Agus, serta seluruh pengurus Yayasan Peramu, Koperasi BAIK, dan BM Bogor atas segala arahan, bantuan, dan informasi yang diberikan kepada penulis.

7. Teh Sundari, Rima, Pak Dini, Pak Komar, Heri, serta seluruh TPL dan anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir yang telah membantu penulis dalam proses pencarian data.

(19)

Semoga seluruh bantuan yang diberikan akan dibalas Allah dengan balasan yang jauh lebih baik. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat, baik bagi para civitas akademika, maupun bagi pihak lainnya, khususnya pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan sektor filantropi Islam.

Bogor, Agustus 2009

(20)

DAFTAR ISI

2.1.1. Konsep dan Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) ... 10

2.1.2. Hikmah dan Manfaat Zakat ... 12

2.1.3. Pendayagunaan ZIS ... 13

2.1.3.1. Jenis-Jenis Pendayagunaan ZIS ... 13

2.1.3.2. Pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar ... 15

2.1.4. Dimensi dan Konsep Kemiskinan ... 30

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 33

2.3. Kerangka Pemikiran ... 36

2.3.1. Indikator Kemiskinan... 36

(21)

3.4.1. FGT Index ... 44

3.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda ... 48

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 53

4.1. Kondisi Geografi ... 53

4.2. Kondisi Demografi ... 53

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 57

5.1. Perubahan Indikator Kemiskinan Mustahiq Setelah Mengikuti Program Ikhtiar... 57

5.1.1. Karaktersistik Demografi Responden ... 57

5.1.2. Indikator Kemiskinan Mustahiq ... 59

5.2. Pengaruh Program Ikhtiar terhadap Pendapatan Per Kapita Mustahiq ... 64

5.2.1. Evaluasi Model ... 64

5.2.2. Interpretasi Model ... 67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1. Kesimpulan ... 73

6.2. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Periode

Maret 2007-Maret 2008 ... 1 1.2. Estimasi Potensi Zakat Indonesia Tahun 2009 ... 2 1.3. Angka Kemiskinan Provinsi Jawa Barat Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2005-2006 ... 4 1.4. Pertumbuhan Jumlah Anggota dan Dana Bergulir Program Ikhtiar Tahun

2003-2008 ... 7 2.1. Sebaran dan Jumlah Anggota Program Ikhtiar Per April 2009 ... 18 2.2. Komponen Angsuran Dana Program Ikhtiar Berdasarkan Plafon

Pinjaman ... 28 2.3. Indikator Kemiskinan Sebelum dan Setelah Adanya Distribusi ZIS... 34 4.1. Jumlah Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin ... 54 5.1. Karakteristik Demografi Responden ... 57 5.2. Indeks Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program

(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pendapatan Rumah Tangga Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti

Program Ikhtiar ... 80 2. Data Kategori Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti

Program Ikhtiar ... 81 3. Tabel Perhitungan FGT Index Sebelum Mustahiq Mengikuti Program

Ikhtiar ... 82 4. Tabel Perhitungan FGT Index Setelah Mustahiq Mengikuti Program

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah fundamental yang tengah dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia, terutama oleh negara sedang berkembang seperti Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2008 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 34,96 juta jiwa atau sebesar 15,42 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 226,72 juta jiwa. Sedangkan pada periode Maret 2009, jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan mengalami penurunan sebesar 2,43 juta jiwa. Meskipun telah mengalami penurunan, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu 32,53 juta jiwa atau sebesar 14,15 persen. Kemiskinan tersebut terutama terjadi di daerah pedesaan. Pada periode Maret 2009, jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan adalah 20,62 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan adalah 11,91 juta jiwa. Artinya, 63,39 persen penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pedesaan (BPS, 2009). Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah

Periode Maret 2007-Maret 2008

Daerah Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta)

Persentase Penduduk Miskin (%)

Perkotaan 2008 12,77 11,65

2009 11,91 10,72

Pedesaan 2008 22,19 18,93

2009 20,62 17,35

Total 2008 34,96 15,42

2009 32,53 14,15

(26)

Upaya pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin merupakan hal penting yang dapat menjadi solusi permasalahan kemiskinan di Indonesia. Islam sebagai agama yang syaamil (menyeluruh), memiliki instrumen khusus yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam bidang ekonomi sehingga dapat berfungsi untuk mengurangi tingkat kemiskinan di masyarakat. Instrumen tersebut adalah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS). Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia tentunya memiliki potensi ZIS yang besar pula. Nasution et al. (2008), memprediksi potensi zakat Indonesia pada tahun 2009 ini dapat mencapai hingga Rp 12,66 triliun. Angka tersebut tentunya akan bertambah besar apabila disertai dengan estimasi dana shadaqah dan infaq yang dapat dikumpulkan. Melihat besarnya potensi ZIS yang dimiliki, maka peluang untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan menggunakan dana ZIS terbuka lebar.

Tabel 1.2. Estimasi Potensi Zakat Indonesia Tahun 2009

Determinan Potensi Zakat Skenario (a) Skenario (b) Keluarga muslim sejahtera1 35,2 juta jiwa 35,2 juta jiwa

Jumlah muzakki2 55,00% 55,00%

Muzakki yang membayar zakat3 95,50% 95,50 %

Proyeksi zakat per muzakki4 Rp 684.550,00 Rp 664.014,00 Proyeksi zakat nasional Rp 12.655,86 milyar Rp 12.276,18 milyar Potensi penghimpunan oleh BAZ

dan LAZ Rp 911,22 milyar Rp 883,88 milyar

Sumber: Nasution et al., 2008.

1 Berdasarkan data bahwa populasi muslim di Indonesia adalah 86 persen (BPS, 2008) dan jumlah

keluarga sejahtera di Indonesia adalah 41,409 juta jiwa (BKKBN, 2008).

2 Berdasarkan hasil survei PIRAC, 2007. 3 Berdasarkan hasil survei PIRAC, 2007.

4 (a) Rp 684.550,00 (berdasarkan hasil survei PIRAC 2007) dan (b) Rp 664.014,00 (berdasarkan

(27)

Besarnya potensi ZIS yang dimiliki menuntut adanya upaya pengelolaan ZIS yang lebih profesional. Pemerintah Indonesia merespon tuntutan tersebut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Berdasarkan UU tersebut, pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh organisasi pengelola zakat yang terdiri dari Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atas prakarsa masyarakat/swasta. Terbentuknya BAZ dan LAZ menandai era baru pengelolaan ZIS di Indonesia agar mampu berjalan secara profesional, transparan, dan akuntabel. Hal ini didasari oleh semangat untuk mengelola ZIS secara optimal sehingga dapat berjalan efektif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi, terutama kemiskinan.

(28)

Tabel 1.3. Angka Kemiskinan Provinsi Jawa Barat Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005-2006

Kabupaten/Kota

Tahun 2005 Tahun 2006

Jumlah

(29)

Bogor pada urutan kedua sebagai kabupaten/kota dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Provinsi Jawa Barat (BPS, 2007).

Upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin yang dilakukan melalui Program Ikhtiar diharapkan mampu menurunkan tingkat kemiskinan masyarakat Bogor. Program Ikhtiar merupakan program pendayagunaan ZIS berbasis pemberdayaan komunitas yang dilakukan melalui pelayanan keuangan mikro. Sasaran program ini adalah kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah yang masih memiliki potensi ekonomi produktif. Program Ikhtiar terus mengalami peningkatan yang pesat, baik dari sisi jumlah anggota, maupun jumlah dana ZIS yang digulirkan. Sejak pertama kali dijalankan pada tahun 1999, dana ZIS yang digulirkan hingga tahun 2008 telah mencapai Rp 7,353 milyar yang disalurkan kepada 5.115 orang anggota program. Hal ini menunjukkan peran strategis Program Ikhtiar dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin di wilayah Bogor. Mengingat peran strategis tersebut, maka kajian untuk menganalisis pelaksanaan Program Ikhtiar dirasa penting untuk dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

(30)

menyebabkan kurangnya modal dan kembali menyebabkan produktivitas yang rendah (Jhingan, 2004).

Sumber: Jhingan, 2004.

Gambar 1.1. Lingkaran Setan Kemiskinan

Salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan kemiskinan adalah dengan memberikan modal berupa modal kerja kepada masyarakat miskin agar mereka dapat melakukan usaha produktif sehingga mampu meningkatkan pendapatannya. Namun, akses masyarakat miskin terhadap sumber modal sangat terbatas. Kemiskinannya menyebabkan mereka dinilai tidak bankable sehingga tidak dapat mengakses dana untuk modal dari lembaga keuangan formal seperti bank. Oleh karena itu, Program Ikhtiar yang dijalankan oleh BM Bogor, Yayasan Peramu dan Koperasi BAIK berusaha membuka akses masyarakat miskin terhadap sumber dana untuk modal dengan cara menyederhanakan proses dan persyaratan dalam peminjaman dana.

Program Ikhtiar mulai dijalankan pertama kali pada tahun 1999 di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pada awalnya di Desa

pendapatan rendah

permintaan rendah (sisi permintaan) tabungan rendah (sisi penawaran)

investasi rendah kurang

modal

(31)

Sukaluyu dibentuk tiga majelis (kelompok) yang terdiri dari 35 orang peserta sebagai pilot project. Setelah tiga tahun masa inisiasi program (1999-2002), jumlah anggota mengalami peningkatan yang signifikan. Bila pada tahun 2002 hanya terdapat 279 anggota, maka pada tahun 2003 jumlahnya meningkat menjadi 1.377 orang, dan hingga tahun 2008 jumlahnya telah mencapai 5.115 orang. Jumlah dana ZIS yang digulirkan juga terus mengalami peningkatan, dengan total penyaluran dana mencapai Rp 7,353 milyar hingga tahun 2008. Data pertumbuhan anggota dan penyaluran dana bergulir dalam Program Ikhtiar setelah tiga tahun masa inisiasi program dapat dilihat melalui Tabel 1.4.

Tabel 1.4. Pertumbuhan Anggota dan Dana Bergulir Program Ikhtiar Tahun 2003-2008

2004 1.851 581.250.000 1.307.236.000

2005 2.244 874.750.000 2.181.986.000

2006 3.003 1.188.550.000 3.370.536.000

2007 3.572 1.616.820.000 4.703.546.000

2008 5.115 2.664.500.000 7.353.046.000

Sumber: Koperasi BAIK, 2009.

(32)

dicerminkan oleh tingkat pendapatan anggota setelah mengikuti Program Ikhtiar. Oleh karena itu, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mengikuti

program Program Ikhtiar?

2. Bagaimana pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan per kapita mustahiq tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mengikuti program Program Ikhtiar.

2. Menganalisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

1.4. Manfaat Penelitian

(33)

Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah laporan empiris mengenai manfaat dana ZIS dalam upaya pengentasan kemiskinan, sehingga dapat membuka paradigma bahwa dana ZIS tidak hanya disalurkan dalam bentuk charity yang sifatnya konsumtif, tetapi juga dapat disalurkan dalam bentuk bantuan modal kerja yang bersifat produktif agar tercipta kemandirian para mustahiq.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil studi kasus pada Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pada desa tersebut, diambil 45 orang anggota sebagai sampel penelitian. Anggota yang menjadi sampel adalah anggota yang pengajuan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar ditujukan untuk modal kerja.

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Konsep dan Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)

Zakat ditinjau dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu al-barakatu yang berarti keberkahan, al-namma yang berarti pertumbuhan dan perkembangan, ath-thaharathu yang berarti kesucian, dan ash-shalahu yang berarti keberesan. Sedangkan menurut istilah, pengertian zakat adalah bagian dari harta yang telah memenuhi syarat tertentu, yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 2002).

Orang yang mengeluarkan zakat disebut muzakki, sementara orang yang menerima zakat disebut mustahiq yang terdiri dari delapan golongan (ashnaf), yaitu orang-orang fakir, miskin, pengurus zakat (‘amilin), muallaf, memerdekakan budak (riqab), orang-orang yang berhutang (gharimin), untuk jalan Allah ( fi-sabilillah), dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil). Kententuan mengenai golongan orang yang berhak menerima zakat ini telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 60, yang berbunyi:

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

(35)

tersebut wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi persyaratan harta wajib zakat, yaitu:

a. Al-milk at-tam, artinya harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau disimpan. Harta yang bersifat haram tidaklah sah dan tidak akan diterima zakatnya. b. An-namaa, yaitu harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki

potensi untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan, pertanian, dan deposito mudharabah.

c. Telah mencapai nishab, maksudnya harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya untuk binatang ternak jenis sapi, yaitu apabila jumlahnya telah mencapai 30 ekor atau untuk emas/perak nilainya telah mencapai 85 gram emas.

d. Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan anggota keluarga yang menjadi tanggungannya untuk kelangsungan hidupnya.

e. Telah mencapai haul, artinya harta itu telah dimiliki minimal satu tahun. Untuk beberapa harta jenis lain, misalnya harta pertanian dan harta temuan, terdapat pengecualian, zakatnya dikeluarkan pada saat panen/saat harta tersebut diperoleh.

(36)

berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu kepentingan. Begitu pula dengan shadaqah yang berasal dari kata shadaqa yang secara bahasa berarti benar. Pengertian shadaqah sama dengan infaq, tetapi bentuk pemberiannya berbeda. Shadaqah tidak saja merupakan pemberian dalam bentuk materi, melainkan bisa juga dalam bentuk non-materi seperti memberi nasihat, tolong-menolong, dan berbuat baik pada orang lain (Hafidhuddin, 1998).

2.1.2. Hikmah dan Manfaat Zakat

Setiap kewajiban yang diperintahkan Allah SWT, termasuk adanya kewajiban berzakat, pasti memiliki hikmah dan manfaat. Hafidhuddin (2002), mengemukakan beberapa peran dan hikmah zakat, yaitu:

a) Zakat merupakan perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki. b) Zakat merupakan sarana untuk menolong dan membina mustahiq terutama

ke arah kehidupan yang lebih sejahtera. Zakat sesungguhnya tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif yang bersifat sesaat, melainkan juga memberikan kecukupan kepada mustahiq dengan cara menghilangkan/memperkecil penyebab kemiskinan.

(37)

d) Zakat merupakan salah satu bentuk konkrit jaminan sosial yang disyari’atkan oleh ajaran Islam bagi para mustahiq.

e) Zakat merupakan salah satu sumber dana pembangunan sarana dan prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, sosial-ekonomi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia muslim.

f) Zakat dapat memasyarakatkan etika bisnis yang benar. Hal ini karena zakat berarti mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta yang diusahakan dengan baik dan benar.

g) Zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Melalui zakat, terjadi transfer kekayaan dari muzakki yang memiliki kelebihan harta kepada mustahiq yang kekurangan harta.

h) Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat untuk berzakat, berinfaq, dan bershadaqah menunjukkan bahwa Islam mendorong umatnya untuk bekerja dan berusaha agar mampu memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, serta berlomba-lomba menjadi muzakki dan munfiq (orang yang berinfaq).

2.1.3. Pendayagunaan ZIS

2.1.3.1. Jenis-Jenis Pendayagunaan ZIS

(38)

spesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373 Tahun 20035 pasal 28 ayat (2) dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq dan ternyata masih terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan shadaqah, dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.

Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al., 2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktif adalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para mustahiq.

Sumber: Nasution et al., 2008.

Gambar 2.1. Bagan Pendayagunaan ZIS

5 KMA No. 373 Tahun 2003 merupakan pengganti dari KMA No. 581 Tahun 1999 tentang

(39)

Pendayagunaan ZIS yang bersifat konsumtif dapat disalurkan dalam bentuk bantuan biaya kesehatan, pendidikan, serta kegiatan sosial lain yang bersifat insidental seperti bantuan penanganan bencana alam. Sedangkan pendayagunaan ZIS produktif dapat dilakukan melalui kegiatan pengembangan dan pemberdayaan UMKM serta pemberdayaan berbasis komunitas. Pendayagunaan ZIS secara produktif dapat dilakukan dengan memberikan pembiayaan produktif kepada para mustahiq. Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi) dan kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 2) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi

kebutuhan barang-barang modal (capital goods). serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi.

2.1.3.2. Pendayagunaan ZIS Melalui Program Ikhtiar

(40)

low income families). Konsep tersebut diadopsi dari konsep Grameen Bank yang diprakarsai oleh Muhammad Yunus, seorang profesor ekonomi di Universitas Chittagong, Bangladesh. Muhammad Yunus menekankan tiga ciri utama Grameen Bank (Kuncoro, 2008), yaitu:

1) Menggunakan prinsip tanpa surat perjanjian (paperless),

2) Kepercayaan adalah hal utama dan dalam pelaksanaannya tidak ada pemberlakuan sanksi,

3) Grameen Bank bertujuan untuk membuat sistem perbankan yang adil, prorakyat miskin, dan properempuan.

Berbeda dengan sistem dan prinsip bank konvensional, Grameen Bank merancang kredit mikro berbasis kepercayaan. Teknisnya, peminjam diminta untuk membuat kelompok yang terdiri dari lima orang dengan satu pemimpin. Pinjaman bergulir diberikan secara berurutan sehingga orang kedua baru bisa mendapatkan pinjaman setelah pinjaman orang pertama dikembalikan. Jika terdapat nasabah yang tidak mampu membayar, maka teman dalam satu kelompoknya harus membantu supaya orang tersebut mampu membayar (tanggung renteng). Metode pelayanan keuangan mikro yang dilakukan oleh Grameen Bank telah sukses diterapkan di Bangladesh dan berhasil membawa Muhammad Yunus menjadi peraih penghargaan Nobel Perdamaian Tahun 2006.

(41)

perempuan juga merupakan pengelola keuangan dan aset rumah tangga, oleh karena itu pemberdayaan yang dilakukan diharapkan mampu meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola keuangan dan aset rumah tangga. Metode penyaluran kredit mikro yang digunakan oleh Grameen Bank ini kemudian dipadukan dengan prosedur dan praktik keuangan syariah serta panduan dari CGAP (Consultative Group to Assist The Poor) sebagai bahan acuan sistem dan prosedur pelaksanaan Program Ikhtiar.

Program Ikhtiar merupakan perpaduan dari dua elemen penting dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu:

1) Membangun kapasitas sosial masyarakat sehingga mampu untuk memberdayakan dirinya. Hal ini dilakukan melalui tiga pendekatan yang meliputi pelayanan keuangan mikro; pendidikan mengenai pengelolaan ekonomi keluarga, kewirausahaan, koperasi, dan pendidikan kewargaan; serta penguatan kapasitas masyarakat dalam berorganisasi dan menyampaikan pendapat.

2) Pendayagunaan dana-dana ZIS untuk pemberdayaan mustahiq melalui proses secara sistematis, terencana, dan berkelanjutan.

(42)

(saving power) mereka sehingga dapat dimanfaatkan dalam keadaan mendesak. Sementara itu, pinjaman yang diberikan merupakan stimulan untuk meningkatkan kapasitas mereka, sehingga sumber daya yang dikelola menjadi lebih besar.

a. Latar Belakang Program Ikhtiar

Program Ikhtiar dimulai pertama kali pada tahun 1999 di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pada awalnya di desa tersebut dibentuk tiga majelis yang terdiri dari 35 orang peserta sebagai pilot project. Jumlah peserta Program Ikhtiar terus mengalami pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya. Data sebaran dan jumlah anggota Program Ikhtiar hingga bulan April 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sebaran dan Jumlah Anggota Program Ikhtiar Per April 2009

No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah

(jiwa) A Kabupaten Bogor

1 Tamansari Sukaluyu, Sukajaya, Sukaresmi,

Sukajadi, Tamansari

1.860

2 Ciomas Sukamakmur, Ciomas Rahayu, Sukaharja 527

3 Tenjolaya Gunung Malang 508

4 Ciampea Ciampea 357

5 Dramaga Sukadamai, Sukawening 232

6 Cibungbulang Ciaruteun Ilir, Cijujung 605

7 Rumpin Cidokom 170

11 Bogor Selatan Mulyaharja 147

12 Bogor Utara Tegal Gundil, Bantarjati, Tanah Baru, Ciluer

438

Jumlah 5.463

(43)

Berkembangnya Program Ikhtiar tidak terlepas dari peranan tiga lembaga yang merupakan inisiator dan pelaksana program, yaitu Yayasan Peramu, BM Bogor, dan Koperasi BAIK.

1) Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin

Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu) adalah sebuah yayasan yang concern terhadap keuangan mikro syariah. Pembentukan yayasan ini diawali dengan terbentuknya Kelompok Simpan Pinjam (KSP) yang tersebar di berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor. Pada awalnya, program tersebut dilaksanakan oleh Biro Pengembangan Masyarakat (BPM), sebuah unit kerja pada Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI). Pada tahun 1993, dilakukanlah pelembagaan BPM menjadi sebuah lembaga independen yang bernama Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu).

(44)

Dalam upaya mengembangkan LKMS, Yayasan Peramu juga merintis pembentukan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), hingga pada tahun 1998 didirikanlah sebuah BPRS bernama Bank Islam Rif’atul Ummah (BIRU). Pembentukan LKMS-LKMS tersebut bertujuan untuk memberikan akses modal kepada masyarakat yang selama ini tidak dapat memiliki akses terhadap lembaga keuangan seperti bank, karena dinilai tidak bankable.

Selain pengembangan LKMS, Yayasan Peramu aktif melakukan pembinaan dan pendampingan. Program pembinaan dan pendampingan yang kini tengah dijalankan oleh Yayasan Peramu antara lain adalah penguatan organisasi yang meliputi proses capacity building bagi anggota LKMS, serta program Desa Siaga yang merupakan pelatihan bagi masyarakat desa mengenai pola hidup sehat, penanganan wanita yang melahirkan, dan kesiagaan menghadapi bencana.

2) Baytul Maal Bogor

(45)

Bogor dengan tujuan melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin/mustahiq melalui pendayagunaan dana-dana amanah seperti Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan Hibah (ZISWAH).

Dalam usaha mencapai tujuannya untuk melakukan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin/mustahiq, dana ZISWAH yang dihimpun oleh BM Bogor disalurkan melalui dua program utama, yaitu:

1) Program Amanah

Program Amanah merupakan program santunan yang diberikan kepada para mustahiq untuk mengatasi masalah rawan pangan, musibah, dan pemberian beasiswa pendidikan.

2) Program Ikhtiar

Program Ikhtiar adalah program untuk memicu aksi kemandirian mustahiq yang bertumpu pada partisipasi masyarakat lokal. Program ini dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan dasar yang bersifat strategis, terintegrasi, dan berkesinambungan.

3) Koperasi Baytul Ikhtiar

(46)

ZIS. Dana tersebut kemudian disalurkan kepada masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro melalui pembiayaan produktif dalam bentuk modal bergulir. maupun pembiayaan multiguna (konsumtif) yang bertujuan memenuhi kebutuhan rumah tangga, kesehatan, dan pendidikan masyarakat miskin. Skema manajemen dana Koperasi BAIK dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Sumber: Baytul Maal Bogor, 2007 (dengan perubahan).

Gambar 2.2. Skema Manajemen Dana Koperasi BAIK

b. Tujuan Program Ikhtiar

Program Ikhtiar bertujuan untuk membangun kapasitas keluarga miskin agar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri melalui pelayanan keuangan mikro yang dilakukan dengan menyertakan proses pemberdayaan berbasis komunitas.

c. Sasaran Program Ikhtiar

Kelompok sasaran Program Ikhtiar adalah keluarga miskin di perkotaan dan pedesaan (urban dan rural poor) yang masih memiliki potensi produktif

(47)

(economically active). Pada umumnya mereka memiliki pekerjaan sebagai buruh kasar atau pelaku usaha mikro, seperti pedagang sayur di pasar/pedagang sayur keliling, pengrajin/pemilik bengkel sepatu, pedagang warungan, pedagang makanan jajanan, serta petani dan buruh tani.

Sedangkan dilihat dari sisi wilayahnya, sasaran Program Ikhtiar adalah desa/kelurahan yang merupakan kantong kemiskinan di pedesaan atau pemukiman kumuh (slump area) di perkotaan, serta daerah yang merupakan cluster kegiatan ekonomi rakyat di sektor pertanian, industri rumah tangga, atau kelompok pekerja informal perkotaan.

d. Mekanisme Pelaksanaan Program Ikhtiar

Mekanisme pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar terdiri dari tujuh tahap, yaitu penentuan wilayah sasaran, persiapan sosial, rekrutmen anggota, pelayanan pinjaman, pertemuan rutin, monitoring kinerja majelis, serta tahap monitoring, evaluasi, dan perencanaan program.

Gambar 2.3. Tahapan Pelaksanaan Program Ikhtiar Penentuan Wilayah

Sasaran

Monitoring, Evaluasi, dan Perencanaan Program

Persiapan Sosial

Rekrutmen Anggota

Pelayanan Pinjaman

Pertemuan Rutin Monitoring Kinerja

(48)

1) Penentuan Wilayah Sasaran

Wilayah sasaran Program Ikhtiar adalah desa/kelurahan yang merupakan kantong kemiskinan di pedesaan atau pemukiman kumuh di perkotaan serta daerah yang merupakan cluster kegiatan ekonomi rakyat di sektor pertanian, industri kecil rumahan atau kelompok pekerja informal perkotaan. Secara fisik, wilayah sasaran memiliki keterbatasan berbagai sarana, seperti jalan/perhubungan, angkutan, pendidikan, kesehatan, kondisi rumah dan sanitasi lingkungan, air bersih, listrik, telepon umum, dan layanan publik lainnya. Secara statistik, wilayah tersebut memiliki indikator kesejahteraan penduduk yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kemiskinan penduduk serta angka kematian ibu dan balita, juga rendahnya tingkat pendidikan warga.

Secara teknis, suatu wilayah dinyatakan layak sebagai area pelaksanaan program jika memenuhi kriteria berikut:

(i) Potensi keluarga miskin yang memiliki kegiatan produktif berjumlah minimal 30 persen dari total populasi penduduk di wilayah tersebut, (ii) Potensi pelayanan berkisar antara 300-500 KK,

(iii) Memiliki jarak tempuh sekitar 30 km dan dapat dijangkau dalam waktu maksimal 30 menit dari kantor pelayanan.

2) Persiapan Sosial

(49)

wawancara, dan diskusi dengan contact person (tokoh masyarakat setempat); presentasi mengenai Program Ikhtiar pada pertemuan warga; juga pendataan awal calon peserta program.

Selain bertujuan untuk memperoleh data dasar calon peserta program, kegiatan ini juga diharapkan dapat menghasilkan data calon tenaga lokal yang nantinya akan menjadi pelaksana teknis Program Ikhtiar di wilayah sasaran. Dalam rangka menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi, kegiatan ini biasanya disertai dengan kegiatan bakti sosial (baksos), seperti pemberian santunan bahan pokok, distribusi daging kurban, dan kegiatan sosial lainnya.

3) Rekrutmen Anggota

(50)

Calon anggota yang telah lolos UK akan diikutsertakan dalam Latihan Wajib Kelompok (LWK) yang dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut dengan lama pertemuan maksimal satu jam setiap harinya. Setiap calon anggota wajib hadir secara penuh dalam LWK, bila ada calon anggota yang berhalangan, maka LWK akan dibatalkan dan ditunda hingga pekan berikutnya. LWK merupakan sarana untuk memperkenalkan hal-hal yang terkait dengan Program Ikhtiar, seperti lembaga yang terlibat, mekanisme pelayanan, dan produk-produk dalam Program Ikhtiar. Selain itu, LWK juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk menguji kejujuran dan kedisiplinan setiap calon anggota program. Apabila lulus dalam latihan wajib ini, maka kelompok dan majelis telah terbentuk, sehingga setiap anggotanya telah berhak atas pinjaman dari Koperasi BAIK.

4) Pelayanan Pinjaman

(51)

Plafon pinjaman yang tersedia adalah mulai Rp 300 ribu-Rp 5 juta. Namun, pada praktiknya terdapat anggota majelis yang dana pinjaman pertamanya kurang dari Rp 300 ribu. Hal tersebut karena jumlah pinjaman disesuaikan dengan pendapatan dan saving power anggota. Kenaikan plafon pinjaman diberikan secara bertahap dengan mempertimbangkan disiplin kehadiran, disiplin angsuran, disiplin tabungan, dan kesepakatan tanggung renteng oleh anggota lainnya.

Pengajuan pinjaman oleh anggota dilakukan pada saat pertemuan majelis. Peminjaman dana harus diputuskan oleh seluruh anggota majelis karena adanya mekanisme tanggung renteng di antara sesama anggota majelis. Artinya, jika pada suatu saat terjadi pinjaman bermasalah (peminjam tidak dapat membayar pinjaman), maka hutangnya akan menjadi tanggungan seluruh anggota majelis tersebut. Pengajuan pinjaman anggota yang telah mendapat persetujuan dari seluruh anggota majelis akan diproses oleh financial officer. Apabila pengajuan pinjaman tersebut disetujui, maka satu pekan kemudian pinjaman sudah dapat dicairkan dalam pertemuan majelis.

(52)

pada besarnya plafon pinjaman. Ketentuan besar plafon beserta komponen angsuran yang harus dibayar dalam Program Ikhtiar dapat dilihat dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Komponen Angsuran Dana Program Ikhtiar Berdasarkan Plafon

Pinjaman

No Plafon (Rp) Angsuran Pokok (Rp)

Tabungan (Rp)

Wajib Kelompok Cadangan

1 300.000 6.000 200 300 500

(53)

5) Pertemuan Rutin

Pertemuan rutin majelis dipandu oleh fasilitator dan TPL. Pertemuan rutin merupakan sarana dalam melakukan pelayanan kas angsuran dan tabungan, serta pengajuan dan pencairan pinjaman. Agenda lain yang biasanya dilakukan pada pertemuan rutin adalah evaluasi mengenai kinerja kelompok dalam kehadiran, pinjaman, dan tabungan, serta pembahasan usulan-usulan yang diberikan oleh anggota. Pertemuan ini kemudian ditutup dengan pembacaan hasil transaksi dan validasi oleh ketua majelis, serta pembacaan kembali ikrar anggota majelis Ikhtiar.

6) Monitoring Kinerja Majelis

Perkembangan kegiatan pendampingan majelis dimonitoring dalam briefing pekanan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dan data mengenai kinerja majelis. Monitoring kinerja majelis didasarkan pada informasi lapangan dari fasilitator dan TPL, serta data prestasi majelis yang berupa prestasi angsuran, tabungan, dan kehadiran anggota. Pada setiap bulannya, data mengenai prestasi majelis akan dilaporkan oleh bagian operasional Koperasi BAIK. Data tersebut kemudian akan dibahas dalam rapat monitoring kinerja majelis yang dilakukan setiap satu kali per bulan. Output dari rapat monitoring kinerja majelis adalah pemetaan kualitas majelis dan rekomendasi bagi kegiatan pendampingan.

7) Monitoring, Evaluasi, dan Perencanaan Program

(54)

Monitoring program dilakukan dalam rapat bulanan dan pekanan. Rapat bulanan dilakukan untuk membahas laporan dan proyeksi finansial, perkembangan kinerja majelis dan kelompok, serta evaluasi dan rencana pendampingan. Sedangkan rapat pekanan dilakukan sebagai sarana monitoring kinerja TPL. Evaluasi dan perencanaan program dilakukan selama satu kali dalam setahun melalui suatu lokakarya yang bertujuan untuk menghasilkan rumusan program tahunan. Rumusan program tahunan tersebut kemudian diterjemahkan menjadi rencana kerja dan anggaran tahunan (annual working plan and budget) serta proyeksi finansial.

2.1.4. Dimensi dan Konsep Kemiskinan

(55)

sekelompok masyarakat akan menimbulkan kesenjangan yang dampaknya lebih buruk daripada kemiskinan itu sendiri.

Pada umumnya ketika orang membicarakan mengenai kemiskinan, maka yang dimaksud adalah kemiskinan yang bersifat material. Seseorang termasuk dalam kategori miskin jika tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan dasar/pokok untuk dapat hidup layak (Rintuh dan Miar, 2003). Dalam Islam, kebutuhan dasar manusia tersebut mencakup lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan agar manusia dapat mewujudkan kemaslahatan di dunia dan akhirat (Djamil, 2004). Lima unsur pokok tersebut adalah:

a. Terpeliharanya agama (Hifdz al-Din) b. Terpeliharanya jiwa (Hifdz al-Nafs) c. Terpeliharanya keturunan (Hifdz al-Nasl) d. Terpeliharanya akal (Hifdz al-Aql)

e. Terpeliharanya harta/kekayaan (Hifdz al-Maal)

Selain memiliki definisi yang bersifat multidimensional, kemiskinan juga memiliki konsep yang beragam. Konsep-konsep kemiskinan yang telah berkembang antara lain adalah kemiskinan absolut dan relatif, serta kemiskinan kultural dan struktural.

a. Kemiskinan Absolut dan Relatif

(56)

dengan konsep kemiskinan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tidak memenuhi standar yang ditetapkan sebagai garis kemiskinan. Ukuran kemiskinan absolut bersifat tetap dan dapat diukur berdasarkan kebutuhan kalori minimum serta komponen-komponen nonpangan yang sangat diperlukan untuk bertahan hidup.

Di Indonesia, BPS menetapkan garis kemiskinan dengan menggunakan pendekatan konsumsi. Garis kemiskinan tersebut diukur dari kemampuan membeli bahan makanan ekuivalen dengan 2100 kkalori per kapita per hari dan biaya untuk memperoleh kebutuhan minimal akan barang/jasa, pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi, dan pendidikan. Sementara itu, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan dari sisi pendapatan (income poverty), yaitu pendapatan di bawah $2 per hari (untuk kategori kemiskinan moderat) dan pendapatan di bawah $1 per hari (untuk kategori kemiskinan absolut).

Kemiskinan relatif melihat kemiskinan yang didasarkan pada kondisi riil tingkat kemakmuran masyarakat. Misalnya, garis kemiskinan ditetapkan sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan penduduk di suatu daerah, serta ketertinggalan pendidikan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas. Sebagai ukuran relatif, kemiskinan relatif dapat berubah antartempat dan antarwaktu.

b. Kemiskinan Kultural dan Struktural

(57)

membantunya keluar dari kemiskinan tersebut. Sedangkan kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh struktur dan sistem ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada si miskin. Menurut Nasoetion (1996), kemiskinan struktural memiliki beberapa hierarki, dan hierarki tertinggi dalam kemiskinan struktural disebabkan oleh adanya ketimpangan dalam struktur perekonomian nasional. Hal ini menimbulkan masalah-masalah struktural ekonomi yang semakin menyudutkan keberadaan orang miskin.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

a. Irfan Syauqi Beik (2008): Analysis on The Role of Zakat in Alleviating Poverty: Dompet Dhuafa Republika Case Study

Penelitian Beik (2008) bertujuan untuk menganlisis perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mendapat distribusi dana ZIS. Pada penelitian ini, indikator kemiskinan dianalisis dengan menggunakan beberapa macam indeks kemiskinan, yaitu:

1) Headcount ratio, yaitu ukuran yang menunjukkan persentase jumlah orang miskin dalam populasi.

2) Poverty gap ratio (P1) dan income-gap ratio (I), yaitu ukuran yang menggambarkan selisih pendapatan rata-rata masyarakat miskin dengan garis kemiskinan.

3) Sen index poverty (P2) dan FGT index (P3), yaitu ukuran yang menunjukkan distribusi pendapatan/pengeluaran di antara masyarakat miskin.

(58)

ditetapkan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Jakarta tahun 2007 yaitu sebesar Rp 266.874,00/kapita/bulan. Garis kemiskinan tersebut kemudian dikonversi menjadi garis kemiskinan keluarga dengan cara mengalikannya dengan rata-rata jumlah orang dalam sebuah keluarga yang ditetapkan oleh BPS (2007), sehingga diperoleh garis kemiskinan/keluarga/bulan sebesar Rp 1.254.308,00.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah adanya distribusi ZIS, indikator-indikator/ukuran kemiskinan mustahiq mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa distribusi dana ZIS terbukti mampu memperbaiki kondisi kemiskinan mustahiq. Perubahan indikator-indikator kemiskinan mustahiq sebelum dan setelah adanya distribusi ZIS berdasarkan hasil penelitian Beik (2008) dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Indikator Kemiskinan Sebelum dan Setelah Adanya Distribusi ZIS

Indikator Kemiskinan Sebelum Distribusi ZIS Setelah Distribusi ZIS

H 0,84 0,74

P1 (Rp) 540.657,01 410.337,06

I 0,43 0,33

P2 0,46 0,33

P3 0,19 0,11

Sumber: Beik, 2008.

b. Irma Rahmawati (2005): Analisis Dampak Pendistribusian Zakat Melalui Kredit terhadap Pendapatan Mustahik (Studi Kasus: Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa)

(59)

diterima (pembiayaan), pembinaan yang diikuti, jumlah tanggungan, serta variabel dummy berupa tingkat pendidikan (SD atau tidak sekolah) dan cara pemasaran yangdilakukan oleh mustahiq (di dalam desa atau di luar desa).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pendapatan per kapita mustahiq dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh jumlah dana pembiayaan, jumlah pembinaan yang diikuti, dan variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq. Jumlah tanggungan mustahiq juga berpengaruh signifikan terhadap laju pendapatan per kapita mustahiq, namun dengan hubungan yang negatif. Sedangkan variabel dummy cara pemasaran tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap laju pendapatan per kapita mustahiq.

c. Wirawan (2008): Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Dana Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (Studi Kasus: Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)

Salah satu tujuan dari penelitian Wirawan (2008) adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan mustahiq pengrajin tahu yang merupakan peserta program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa (MM DD) di Kampung Iwul. Variabel yang diduga berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan mustahiq adalah modal pinjaman dari MM-DD, pemakaian tenaga kerja, pendapatan harian dari usaha tahu, dan pendapatan harian lain-lain diluar usaha tahu.

(60)

positif terhadap peningkatan pendapatan peserta program. Sementara itu, modal pinjaman justru berpengaruh signifikan dengan hubungan yang negatif terhadap peningkatan pendapatan peserta program. Hal ini karena alokasi penggunaan modal pinjaman tidak hanya ditujukan untuk pemakaian jangka pendek, tetapi juga untuk keperluan investasi (jangka panjang), sehingga manfaatnya tidak semua dapat langsung dinikmati saat ini. Variabel lain yang dianalisis adalah pemakaian tenaga kerja. Hasilnya, pemakaian tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan peserta program.

d. Mila Sartika (2008): Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta

Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi sederhana, sehingga hanya ada satu variabel bebas (dana zakat produktif yang diberikan LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta) yang diduga mempengaruhi variabel tak bebas (pendapatan mustahiq). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana zakat produktif berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan mustahiq.

2.3. Kerangka Pemikiran 2.3.1. Indikator Kemiskinan

(61)

(a) Aksioma fokus (focal axiom), yang menyatakan bahwa ukuran kemiskinan harus mengabaikan informasi yang berhubungan dengan pendapatan individu yang tidak miskin.

(b) Aksioma kesamaan (monotonicity axiom), yang menyatakan bahwa sebuah ukuran kemiskinan akan meningkat ketika pendapatan dari individu miskin menurun. Hal ini berarti bahwa seharusnya ada korelasi antara indeks dengan jarak orang miskin ke garis kemiskinan.

(c) Aksioma transfer (transfer axiom), yang menyatakan bahwa transfer pendapatan kepada mereka yang ’kurang miskin’ akan menaikkan indeks kemiskinan. Aksioma ini berarti bahwa ukuran kemiskinan seharusnya merefleksikan bagaimana pendapatan didistribusikan di antara orang miskin.

(d) Kesamaan bagian (subgroup monotonicity), yang menyatakan bahwa jika sebuah ukuran kemiskinan dari bagian populasi meningkat, cateris paribus, ukuran kemiskinan untuk keseluruhan populasi akan meningkat.

(62)

(P2) yang menggambarkan distribusi pendapatan di antara orang miskin. Formula dasar FGT Index adalah sebagai berikut:

Dimana: P = indeks kemiskinan

(dengan 0 merupakan parameter ‘penghindaran kemiskinan’ yang memberikan bermacam pembobotan pada perbedaan pendapatan setiap individu yang miskin dan garis kemiskinan. Ketika = 0, maka ukurannya sama dengan headcount ratio; ketika = 1, ukurannya sama dengan indeks kedalaman kemiskinan; dan ketika = 0, ukurannya sama dengan indeks keparahan kemiskinan)

n = jumlah observasi

q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan z = garis kemiskinan

yi = pendapatan orang miskin ke-i

2.3.2. Pendapatan Per Kapita Mustahiq

(63)

produksi sederhana yang melibatkan modal dan tenaga kerja sebagai input produksi adalah sebagai berikut:

q = f (K, L)

Fungsi produksi di atas memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal dan tenaga kerja (Nicholson, 2002). Dengan adanya bantuan modal kerja, para mustahiq dapat memulai atau mengembangkan usaha mereka, sehingga pendapatan mustahiq akan meningkat.

Proses penyaluran dana dalam Program Ikhtiar dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria, diantaranya prospek usaha serta kinerja mustahiq yang dicerminkan oleh kedisiplinan kehadiran dan pembayaran angsuran. Oleh karena itu, banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan selama mengikuti Program Ikhtiar dapat mencerminkan kinerja dan kondisi ekonomi mustahiq sehingga memiliki korelasi yang positif dengan tingkat pendapatan mustahiq.

(64)

Bagi rumah tangga mustahiq yang memiliki lebih dari satu jenis mata pencaharian, pendapatan rumah tangga mereka tidak seluruhnya berasal dari usaha yang menggunakan modal kerja dari Program Ikhtiar. Pendapatan rumah tangga mustahiq merupakan penjumlahan dari pendapatan usaha yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar dan pendapatan usaha lainnya.

Pendapatan = Pendapatan usaha yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar + Pendapatan usaha lain

Namun, karena salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq, maka komponen pendapatan mustahiq yang akan digunakan untuk analisis adalah pendapatan mustahiq yang dihasilkan dari usaha yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar. Bantuan modal kerja yang diperoleh melalui Program Ikhtiar juga dapat memotivasi mustahiq anggota program yang tadinya hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga untuk ikut aktif mencari sumber penghasilan keluarga. Oleh karena itu, keaktifan mustahiq untuk bekerja tersebut akan berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan per kapita mustahiq.

Latar belakang tingkat pendidikan mustahiq dapat mempengaruhi wawasan dan skill mustahiq dalam mengelola dana dan menjalankan usaha. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan mustahiq, pendapatan per kapita mustahiq diharapkan juga akan lebih tinggi karena kemampuannya dalam mengelola dana dan menjalankan usaha.

(65)

Keterangan: --- = ruang lingkup penelitian.

Gambar 2.4. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian

2.4. Hipotesis Penelitian

(66)

1) Program Ikhtiar mampu menurunkan indikator kemiskinan mustahiq yang menjadi anggotanya.

(67)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April-Juli 2009, dengan melakukan studi kasus pada salah satu daerah yang menjadi tempat pelaksanaan Program Ikhtiar, yaitu di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi selain berdasarkan rekomendasi dari pihak pelaksana Program Ikhtiar, juga karena Desa Ciaruteun Ilir termasuk salah satu desa yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, yaitu mustahiq yang menjadi anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir. Sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS, Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, Baytul Maal Bogor, Yayasan Peramu, Koperasi BAIK, serta literatur seperti buku, jurnal, maupun informasi dari media elektronik.

3.3. Sampel Penelitian

(68)

sampel yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2007). Dalam hal ini, anggota Program Ikhtiar yang menjadi sampel penelitian adalah anggota yang mengajukan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar untuk modal kerja. Teknik penarikan sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Teknik Penarikan Sampel Penelitian

3.4. Metode Analisis Data 3.4.1. FGT Index

Alat analisis kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah FGT Index (Foster, Greer, dan Thorbecke, 1984) dengan menggunakan = 0, = 1, dan = 2. Ketika = 0, ukuran ini sama dengan headcount ratio (H); ketika = 1, menunjukkan ukuran indeks kedalaman kemiskinan/poverty depth index (P1); dan ketika = 2, ukurannya sama dengan indeks keparahan kemiskinan/poverty severity index (P2). Formula dasar untuk mengukur indeks kemiskinan dengan FGT Index adalah sebagai berikut:

Anggota Program Ikhtiar di Kabupaten dan Kota

Bogor

Terpilih Anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir (terdiri dari 569 orang

anggota)

Terpilih 45 orang anggota Program Ikhtiar

sebagai sampel

Berdasarkan rekomendasi pihak pelaksana Program Ikhtiar dan pertimbangan bahwa tingkat kemiskinan di Desa Ciaruteun Ilir

tergolong tinggi

Purposive sampling: anggota Program Ikhtiar yang pembiayaan terakhirnya

(69)

Dimana: P = indeks kemiskinan

(dengan 0 merupakan parameter ‘penghindaran kemiskinan’ yang memberikan bermacam pembobotan pada perbedaan pendapatan setiap individu yang miskin dan garis kemiskinan)

n = jumlah observasi

q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan z = garis kemiskinan

yi = pendapatan orang miskin ke-i

a. Headcount Ratio (H)

Headcount Ratio (H) merupakan indikator kemiskinan yang paling sederhana, yang mengukur jumlah orang miskin sebagai persentase dari populasi yang diobservasi. Kategori miskin didasarkan pada standar garis kemiskinan. Seseorang dikategorikan miskin jika pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan. Pada penelitian ini, garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS. Pada FGT Index, headcount ratio merupakan indikator kemiskinan ketika nilai = 0, sehingga formula untuk mengukur headcount ratio dapat ditulis sebagai berikut:

(70)

q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan n = jumlah observasi

Penggunaan headcount ratio sebagai alat analisis dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan jumlah orang miskin yang dapat dikurangi melalui pendayagunaan ZIS produktif dalam Program Ikhtiar. Semakin kecil nilai headcount ratio, maka jumlah penduduk miskin semakin sedikit. Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan headcount ratio telah memenuhi aksioma fokus, namun informasi kemiskinan yang diberikan masih sangat terbatas karena tidak bisa memberikan informasi ‘seberapa miskin’ orang miskin itu (aksioma kesamaan), serta tidak memperhatikan aspek distribusi pendapatan/pengeluaran di antara masyarakat miskin (aksioma transfer).

b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Indeks kedalaman kemiskinan atau dikenal juga sebagai poverty gap (PG) menunjukkan kesenjangan/selisih antara pendapatan orang miskin dengan garis kemiskinan, sehingga dapat menggambarkan ‘seberapa miskin’ orang miskin tersebut. Semakin kecil nilai indeks kedalaman kemiskinan, maka semakin kecil pula jarak antara pendapatan masyarakat miskin dengan garis kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan ini merupakan bagian dari pengukuran FGT Index ketika nilai = 1. Formula untuk mengukur indeks kedalaman kemiskinan adalah sebagai berikut:

Dimana: P1 = indeks kedalaman kemiskinan

Gambar

Tabel 1.1.  Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Periode Maret 2007-Maret 2008
Tabel 1.2.  Estimasi Potensi Zakat Indonesia Tahun 2009
Tabel 1.3. Angka
Gambar 1.1.  Lingkaran Setan Kemiskinan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bila terdapat lebih dari satu pattern yang sesuai dengan satu lexeme, lexical analyzer harus melengkapi informasi tambahan tentang lexeme mana yang dimaksud atau yang sesuai

indikator, jika merah langsung titrasi dengan HCL 0,02 N sampai tidak berwarna, catat ml titran = (A ml), kemudian tambahkan 3-4 tetes BCG+MR, lanjutkan titrasi dengan HCl 0,02

Kehadiran sebuah museum di suatu komunitas akan sangat membantu kurikulum pendidikan sejarah dalam mengembangkan kemampuan berfikir kritis yang dikemukakan Harris

Kata dasar atau bentuk dasar yang menjadi dasar segala bentukan kata diperlakukan sebagai lema atau entri, sedangkan bentuk derivasinya (kata turunan, kata ulang, dan gabungan

Algoritma Negascout dan Minimax didasari pada ide pencarian dimana satu cabang pohon pertama dicari dan dievaluasi nilainya. Algoritma Negascout dan Minimax akan

(5) Bupati mengangkat Pegawai Negeri Sipil dari Pemerintah Daerah sebagai Penjabat Kepala Desa sampai terpilihnya Kepala Desa yang baru dalam hal sisa masa

Desmayanti. Peran Tokoh Masyarakat dalam Mengatasi Konflik Antar Warga Studi Kasus Tawuran Masyarakat Bali Lampung Kabupaten Lampung Selatan Provinsi

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial Bauran Pemasaran Jasa berpengaruh secara signifikan terhadap Keputusan Pembelian Tiket Masuk Taman Rekreasi