• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. UU No 2 Tahun 2007 Tentang Kepolisian

4.1. Pendekatan Non Penal sebelum terjadinya kasus yang terdiri dari :

Arah kebijakan UU No. 21 Tahun 2007 adalah wujud tanggung jawab negara dalam penanganan dan penegakan hukum terhadap dampak konsekuensi politis penandatanganan “Protokol Palermo tahun 2000”. Untuk menunjukan komitmen terhadap pendekatan penanganan, terangkum dalam satu strategi bersama baik dijajaran pemerintah dan juga masyarakat yakni secara tegas konsideran menimbang point d menyebutkan :

“bahwa keinginan untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen nasional, dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban dan peningkatan kerjasama”.

Ada 2 (dua) model pendekatan yang terangkum dari konsideran tersebut “pendekatan setelah terjadinya kasus dalam penindakan terhadap pelaku dan perlindungan korban dengan pencegahan sejak dini yang melibatkan kerjasama seluruh unsur”. Merujuk kepada teori pencegahan dalam kerangka teori sebagai alat uji penulisan ini, antara teori dan rencana kebijakan yang dituangkan cukup singkron keinginan pemerintah dengan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Konsep pola pendekatan yang diatur dalam komitmen tersebut, jika dikaitkan dengan konsep teori pencegahan awal, dimana penanganan dan upaya pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dalam UU No. 21 Tahun 2007 mengatur bagaimana pemerintah pusat, daerah dan internasional dapat melakukan upaya pencegahan melalui109

a. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak-hak perempuan dan anak terutama di daerah.

:

b. Peningkatan peran serta masyarakat dan kelompok masyarakat dalam melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak.

c. Peningkatan program perlindungan dan sosial bagi masyarakat.

Tanggung jawab negara dalam hal ini pemerintah berkewajiban melakukan peningkatan pemahaman dan pendidikan agar masyarakat peduli dan bertanggung jawab dalam mewujudkan pemenuhan hak-hak ketika menemukan korban, bersedia melakukan perlindungan bagi korban dan pemerintah juga melakukan program perlindungan sosial dalam masyarakat sekitar.

Secara jelas dan tegas wujud aturan dalam pasal per pasal penulis jelaskan sebagai berikut :

a. Pasal 56 dan Pasal 57 ayat (1)

“pencegahan tindak pidana perdagangan orang bertujuan mencegah sedini mungkin”

ayat 1 “pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga wajib mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang”.

109

Merujuk arah dan tujuan dari pencapaian UU tindak pidana perdagangan orang guna peraturan atau kebijakan itu dapat terlaksana memahami makna hukum ini suatu perintah yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang bertanggung jawab. Teori pencegahan Peter Hofnagels sebagai bagian tolok ukur mengemukakan pencegahan itu merupakan upaya yang rasional dalam memanggulangi kejahatan dengan mempergunakan sarana penal dan non penal.

Sebagaimana diungkapkan lebih lanjut oleh Petter Hofnagel “The fields application are the aplication of criminal law, the mass media and fields of prevention without criminal law application. The press is the channel through which the publicness of the trial proceedings becomes publicity. There are many complaints about the inadequacy of criminal trial reporting in the press, but preciously little is being done to improve this channel through reguler information. If journalists do not

fully understand the ritual in court, what about the defendant and society”110

110

Peter Hoefnagels, “The Other Side of Criminology”, Kluwer-Deventer, Holland, hal-67.

(Bidang penerapan merupakan penerpan hukum pidana melalui media publikasi dan pencegahan tanpa penerapan hukum pidana. Publikasi media merupakan upaya peningkatan pemahaman tanpa menimbulkan konflik baru. Bagaimana upaya media melakukan peningkatan dan pemahaman untuk merubah diri dan bersikap solider dalam menjaga kepentingan satu dengan yang lain, untuk menciptakan kondisi yang aman dan damai, diterjemahkan langsung oleh penulis).

Merujuk pada prinsip kebebasan pers sesuai dengan azas keseimbangan dan keselarasan serta praduga tidak bersalah, media massa merupakan alat dalam peningkatan pemahaman masyarakat yang menjunjung nilai-nilai etik profesi jurnalis yang diemban sebagaimana secara tegas diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

b. Pasal 57 ayat (2) dan Pasal 58 ayat (2)

“pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat kebijakan, program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk menyelesaikan pencegahan dan penanganan masalah perdagangan orang”

“untuk melaksanakan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dan penanganan tindak pidana peragangan orang”.

Hans Kelsen mengemukakan keterkaitan antara kondisi hukum dengan konsekuensi hukum dalam aturan kebijakan ini “Hukum merupakan alat koersif yang nilainya tergantung pada tujuan yang lebih penting dari pada hukum sebagai alat. Penafsiran terhadap fakta materil yang dipahami sebagai hukum itu bebas dari semua idiologi fakta materil, diakui dengan tegas sebagai kondisi dari histori yang pada gilirannya memberikan wawasan kedalam hubungan intrinsik antara tekhnik sosial sistem koersif dan kondisi masyarakat yang dipertahankan dengan tekhnik tersebut111.

Sebagaimana pernyataan sosialis kondisi tersebut diatas khususnya yang memiliki karakter dominasi kelas eksploitatif, akan berbeda dengan “Pure Theory” tidak mempertimbangkan tujuan yang dicari atau dicapai dengan sistem hukum, tetapi hanya mempertimbangkan sistem hukum sebagai sebab akibat tertentu antara alat dan tujuan, pure theory mempertimbangkan sistem hukum sebagai makna otonomi secara normatif.

111

Pemahaman penulis dari buku Hans Kelsen, “Pengantar Teori Hukum”, Penerbit Nusa Media-2008, hal-66

c. Pasal 58 ayat 2, jo. Pasal 58 ayat (3-6)

Mengatur tanggung jawab dari team Gugus Tugas dalam mengambil langkah-langkah dalam mengkoordinasikan upaya pencegahan dan pelaksanaan pemantauan kegiatan Gugus Tugas yang telah dibentuk112

Konsep kebijakan hukum ini, mengacu kepada upaya pencapaian kerangka teori dalam melaksanakan pencegahan dan perlindungan bagi para korban. Secara sosiologis pencapaian hukum di tataran organisasi atau institusi pemerintahan, menyimpulkan aturan kebijakan ini sebagai perintah atau norma hukum. Sebagai kewajiban pemerintah (baik legislatif, eksekutif dan yudikatif) dalam bersikap dan berbuat untuk pencapaian efektifitas hukum tersebut. Pencapaian tujuan hukum secara filosofis merupakan nilai positif yang tertinggi, yang nota bene merupakan tanggung jawab pemerintah dalam pengemban tanggung jawab pelaksana sebagai sabjek hukum

.

113

Gambaran dalam pembuatan kebijakan ini, institusi sebagai leading sector dalam melakukan kordinasi, menitik tekankan antara legislator sebagai kapasitas orang tertentu dan kapasitas pribadinya sebagai orang lain. Ketika bertindak sebagai

.

112

Lihat Pasal 58 ayat 2, jo. Pasal 58 ayat (3-6) UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, secara spesifik Pasal 58 ayat 4 menyebutkan :

Gugus tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan lembaga koordinatif yang bertugas:

a. mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang; b. melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerja sama;

c. memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi rehabilitasi, pemulangan, dan reintegrasi sosial;

d. memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum; serta e. melaksanakan pelaporan dan evaluasi

113

kapasitas awal dia sebagai pembuat hukum atau kebijakan yang menimpakan kewajiban pada orang-orang lain, dan juga termasuk kewajiban yang menimpa dirinya secara pribadi114

Ciri kebijakan non penal ini tidak sebagai perintah-perintah paksaan. Tetapi berfungsi sebagai janji. Untuk menciptakan komitmen atau kewajiban bagi si pembuat janji seyogianya kebijakan ini memberi efek, harus ada peraturan yang menetapakan bahwa aturan ini sebagai prosedur dalam mengambil langkah-langkah dalam kordinasi tersebut tersampaikan kepada aparatur yang tepat sebagai pemangku tanggung jawab

.

115

Kewajiban dimaksud terhadap institusi pembuat janji merupakan wujud komitmen, yang bertujuan memiliki efek lebih lanjut diatur dalam perencanaan program kebijakan. Proses pencapaiannya disesuaikan dengan prosedur pemenuhan kwalifikasi yang berlaku bagi semua pihak. Dengan merujuk kepada tugas pokok dan fungsi institusi ketika institusi telah berjanji akan berpengaruh kepada prosedur- prosedur untuk mengubah situasi moral yang membebankan kewajiban pada diri sendiri dan memberikan hak kepada orang lain

.

116

d. Pasal 60 (ayat 1-2) Jo. Pasal 61

.

memberi mandat secara tegas bagaimana upaya pencegahan juga merupakan tanggung jawab masyarakat, artinya masyarakat dalam hal ini

114

H.L.A. Hart, “Konsep Hukum”, Penerbit Nusa Medai- 2010, hal-67 115

H.L.A. Hart, Op.cit, hal-68 116

Lihat Lampiran RAN (Rencana Aksi Nasional) Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Anak (PTPPO dan ESA) 2009-2014.

terlibat sepenuhnya dalam pencapaian proses pencegahan dan penangan korban tindak pidana perdagangan orang117

117

Pasal 60 ayat 2 : “Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diwujudkan dengan tindakan memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya tindak pidana perdagangan orang kepada penegak hukum atau pihak yang berwajib, atau turut serta dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang”

.

Motto pihak medis selalu berucap “lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Begitu selalu ungkapan-ungkapan yang disampaikan kala seorang pasien meminta saran guna mengantisipasi kambuhnya penyakit yang dideritanya. Bicara tentang efektifitas hukum dalam masyarakat, juga membicarakan daya kerja hukum itu sejauh mana mampu mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat kepada hukum.

Efektivitas dimaksud juga berlaku bagi pihak kepolisian. Karena dalam setiap koordinasi selalu memberi penafsiran bahwa biaya dalam penegakan hukum membutuhkan anggaran yang cukup tinggi dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan. Pada hal jika kita merujuk dari saran pihak medis ketika sudah mengetahui penyakitnya maka akan memudahkan untuk mengobati dalam hal ini penanganan.

Kepolisian sebagai institusi perpanjang tangan negara dalam mengantisipasi sedini mungkin pencegahan korban tindak pidana perdagangan orang, memiliki tugas dan kewajibannya untuk bersikap dan berbuat dalam penguatan dan pengayoman di masyarakat. Supaya siap menjaga dan bertindak dalam pengantisipasian diri agar terhindar sebagai korban kejahatan.

Banyak masalah yang melatarbelakangi korban masuk dalam perangkap perdagangan orang. Seyogianya faktor masalah itu yang seharusnya ditemukenali guna melakukan pendekatan sosial, ekonomi dan budaya. Dimana yang jelas ketika pemerintah serius ingin megantisipasi penanggulangan dan pencegahan dapat diperkuat melalui perpaduan 3 (tiga) kemauan yakni : “political will, sosial wiil, dan

individual will”118

Kemauan dari political will dari pemerintah itu, harus didukung dari citra sosial (sosial will). Melalui dukungan berbagai media untuk melancarkan kehendak pemerintah. Serta kekuatan yang tidak boleh dilupakan adalah human atau individual will, berupa kesadaran atau patuh/taat pada hukum serta senantiasa berusaha menghindarkan diri dari untuk tidak berbuat atau terperangkap dalam kejahatan tidak pidana perdagangan orang. Konsepsi penanggulangan dan pencegahan tingkat kriminalitas perdagangan orang senantiasa dipengaruhi oleh penggalian kausalitas dan sifat fenomena kejahatan.

.

119

Tugas dan tanggung jawab pencegahan perdagangan orang dari kebijakan aturan UU No. 21 Tahun 2007 adalah kewajiban dan tanggung jawab seluruh institusi pemerintah dan non pemerintah. Pemerintah dalam hal ini Pusat dan Daerah. Non pemerintah adalah organisasi sosial (LSM), keluarga atau masyarakat dan ditambah lagi intitusi yang telah dibangun Gugus Tugas. Lingkup pemerintah tidak sebatas eksekutif, tetapi juga legislatif dan yudikatif. Artinya seluruh elemen pemerintah

118

Adi Wibowo, “Perlindungan Hukum Korban Amuk Massa, Sebuah Tinjauan

Viktimologi”, Thafa Media-2013, hal 3 119

berkewajiban untuk turun tangan dalam proses pencegahan sedini mungkin sebagai wujud upaya mengobati penyakit sosial yang terjadi di masyarakat120

Unsur penting dalam mewujudkan komitmen tersebut pembentukan task force (Gugus Tugas) sebagai bagian yang cukup penting

.

121

Dokumen terkait