Pada sub bab ini yang akan dibahas adalah pengertian dari Paradigma
Pedagogi Reflektif, tata cara pelaksanaan Paradigma Pedagogi Reflektif, dan
kelebihan-kelebihan Paradigma Pedagogi Reflektif.
2.1.7.1Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif
Pada buku Paradigma Pedagogi Reflektif, tim Redaksi Kanisius (2008:
39), menuliskan bahwa PPR merupakan polapikir (paragidma = polapikir) dalam
manumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kristiani/kemanusian
(pedagogi reflektif = pendidikan kristianai/ kemanusian). Pola pikirnya dalam
membentuk pribadi, siswa diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusian,
kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar merefleksikan pengalaman
tersebut, dan berikutnya difasilitasi dengan pertanyaan siswa membuat niat dan
berbuat sesuai dengan niat tersebut.
Melalui dinamika pola pikir tersebut siswa diharapkan mengalami sendiri
(bukan hanya mendapat informasi karena diberi tahu). Melalui refleksi diharapkan
siswa yakin sendiri (bukan karena patuh pada tradisi atau peraturan). Melalui aksi,
siswa berbuat dari kemauannya sendiri (bukan karena ikut-ikutan atau takut
sanksi). Tujuannya, menumbuh kembangkan persaudaraan, solidaritas antar teman
dan saling menghargai yang merupakan aspek-aspek kekristianian/kemanusiaan.
Langkah tersebut dipilih karena PPR berdasarkan kerja sama kelompok lebih
mudah dilaksanakan, dan lebih cepat tampak hasilnya. Pengembangkan
pelakasanaan PPR terletak pada dasar dan tujuannya. Landasannya antara lain
adalah materi pembelajarannya dan tujuannya adalah kekristianian/kemanusiaan
Pada buku yang sama yaitu Paradigma Pedagogi Reflektif (2010: 22)
menuliskan bahwa, pedagogi adalah cara para pengajar mendampingi para siswa
dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Pedagogi merupakan seni dan ilmu
mengajar. Pedagogi tidak boleh hanya dikuruskan menjadi metode belaka.
Pedagogi meliputi pandangan hidup dan visi mengenai idealnya pribadi terpelajar.
Hal itu memberi tujuan, incaran ke arah mana semua aspek tradisi pendidikan
diarahkan. Paradigma Ignasian/reflektif yang terdiri atas langkah: pengalaman,
refleksi, dan aksi menawarkan bermacam-macam cara seorang pengajar dapat
mendampingi para pelajar mereka untuk memudahkan proses belajar dan
berkembang lewat menatap kebenaran dan menggali arti manusiawi.
Dari beberapa pengertian yang ada di atas peneliti menyimpulkan bahwa,
pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif merupakan pendekatan yang digunakan
pengajar hanya untuk membantu dalam penyampaian materi saja, akan tetapi
pendekatan PPR juga mengajarkan kepada siswa untuk menjadi pribadi yang
memiliki pola pikir kemanusian. Pendektan PPR juga memberikan pengalaman
yang dirasakan oleh siswa, sehingga siswa dapat lebih memahami makna dari
pembelajaran yang sudah diterima. Tidak berhenti dipengalaman saja, pendekatan
PPR juga mengajak siswa untuk merefleksikan pengalaman yang sudah dilalui
oleh siswa. Melalui refleksi siswa akan berfikir melakukan aksi yang akan
dilakukan untuk menunjang apa yang sudah siswa alami, siswa akan diberi
evaluasi ini adalah sebuah hal wajar dalam pembelajaran.
2.1.7.2Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif
Tujuan dari pendekatan PPR adalah untuk meningkatkan kemampuan
untuk semakin memperdalam pemahaman akan pembelajaran yang telah diterima
di sekolah dan lingkungan sosial mereka, sehingga kelak akan menghasilkan
lulusan yang handal dan cakap dalam mengatasi permasalahan yang ada
dikehidupa sosialnya (Subagya, 2010: 22-25).
Tujuan PPR terwujud dalam 3 unsur yang ada pada tujuan pembelajaran.
Ketiga unsur tersebut adalah Competence, Conscience, dan Compassion.
Comptence merupakan kemampuan secara kognitif atau intelektual, consciencei
ialah mampu aktif dalam menentukan pilihan-pilihan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara moral, sedangkan compassion adalah kemampuan dalam psikomotorik yang berupa tindakan konkret maupun batin disertai sikap
bela rasa bagi sesama (Subagya, 2010: 23-24).
2.1.7.3 Tata Cara Pelaksanaan PPR
Penerpan paradigma pedagogi reflektif dalam pembelajaran melalui
sebuah siklus yang terdiri dari atas 5 siklus unsur pokok. Siklus unsur pokok
tersebut yaitu: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. Berikut ini
merupakan penjabaran tentang siklus unsur pokok pada pembelajaran PPR.
a. Konteks
Konteks merupakan proses dalam siklus PPR yang dilakukan oleh guru
yang didukung oleh keterbukaan diri dari siswa. Konteks untuk menumbuh
kembangkan pendidikan antara lain sebagai berikut.
Pertama, guru (fasilitator) perlu menyemangati mereka agar memiliki nilai seperti: persaudaraan, solidaritas, penghargaan terhadap sesama, tanggung jawab,
lain yang semacam itu. Diharapkan seluruh anggota komunitas berbicara
mengenai nilai-nilai.
Kedua, contoh-contoh penghayatan mengenai nilai-nilai yang diperjuangkan, lebih-lebih contoh dari pihak guru. Ketiga, hubungan akrab, saling percaya, agar bisa terjalin dialog yang saling terbuka antara guru dan siswa.
b. Pengalaman
Pengalaman untuk menumbuhkan persaudaraan, solidaritas, dan saling
memuji adalah pengalaman bekerja sama dalam kelompok kecil yang
“direkayasa” sehingga terjadi interaksi dan komunikasi yang intensif, ramah, dan
sopan, penuh tenggang rasa, dan akrab. Pengalaman juga merupakan dimana
siswa memahami materi yang dipelajarinya secara mendalam dengan melibatkan
seluruh kemampuan kognitif, afektif, dan psiomotorik. Pengalam dalam
pembelajaran sendiri dibedakan atas pengalaman langsung dan pengalaman tidak
langsung (Subagyo, 2010: 52).
Seringkali tidak mungkin guru (fasilitator) menyediakan pengalaman
langsung mengenai nilai-nilai yang lain. Untuk itu siswa difasilitasi dengan
pengalaman yang tidak langsung. Pengalaman tidak langsung bisa diciptakan,
misalnya dengan membaca atau memperlajari suatu kejadian.
c. Refleksi
Refleksi merupakan proses memperimbangkan dengan seksama
mengguakan daya ingat, pemahaman, imajinasi, pengalaman, dan ide-ide atau
tujuan-tujuan yang diinginkan. Refleksi merupakan unsur pokok yang paling
Guru memfasilitasi dengan pertanyaan agar siswa terbantu untuk berefleksi.
Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan divergen agar siswa secara otentik dapat
memahami, mendalami, dan meyakini temuannya. Siswa dapat diajak untuk diam
dan hening untuk meresapi apa yang baru saja dibicarakan. Melalui refleksi, siswa
meyakini makna nilai yang terkandung dalan pengalamannya. Refleksi menjadi
sarana dalam menghubungkan antara pengalaman yang telah diperoleh siswa
dalam kegiatan pembelajaran dengan tindakan yang akan siswa lakukan.
d. Aksi
Sumber dari tindakan yang dilakukan siswa berasal dari hasil refleksi yang
telah dilakukan siswa. Aksi merupakan pertumbuhan batin yang mancakup dua
tahap, yaitu pilihan-pilihan batin (hasil dari refleksi pengalaman) dan kemudian
diwujudkan dalam tindakan nyata.
Guru memfasilitasi siswa dengan pertanyaan aksi agar siswa terbantu untuk
membangun niat dan bertindak sesuai dengan hasil refleksinya. Dengan
membangun niat dan berprilaku dari kemauannya sendiri siswa membentuk
pribadinya agar nantinya menjadi pejuang bagi nilai-nilai yang direfleksiakannya.
e. Evalusai
Setelah pembelajaran, guru memberikan evaluasi atas kompetensinya dari
sisi akademik. Ini adalah hal wajar dan merupakan keharusan. Sekolah memang
dibangun untuk mengembangkan ranah akademik dan menyiapkan siswa menjadi
kompeten dibidang studi yang dipelajari. Namun guru/sekolah juga perlu
mengevaluasi apakah ada perkembangan pada pribadi siswa.
Berdasarkan dari lima sisklus yang sudah dikemukan di atas, peneliti
tersebut. Dimana kelima siklus tersebut saling berkaitan satu sama lain, walau
bukan dimulai dari konteks tidak menjadi masalah asalkan sesuai dengan urutan
siklus yang sudah ada. PPR bukan hanya ingin mengajarkan tentang akademik
saja akan tetapi menyangkut juga pada kepribadian siswa. Perkembangan
akademik yang baik akan lebih baik apabila diimbangi dengan keperibadian yang
baik dan memiliki pola pikir kemanusiaan.
2.1.7.4Kelebihan-kelebihan Pendekatan Pradigma Pedagogi Reflektif
Kelebihan-kelebiahan sekaligus keuntungan kita menerapkan PPR dalam
proses pembelajaran di sekolah, antara lain sebagai berikut.
a. Murah meriah
Dalam praktik, pembelajaran PPR diintegrasikan dengan bidang studi yang
diajarakan, maka tidak memerlukan sarana atau prasarana khusus, kecuali yang
dibutuhkan oleh bidang studi yang bersangkutan. Hal khusus yang diperlukan
hanyalah cara pandang baru dalam pembelajaran.
b. Segala kurikulum
PPR dapat diterapkan pada semua kurikulum: KTSP, KBK, Kurikulum
1994, bahkan pada kurikulum mana pun. Paradigma ini tidak menuntut tambahan
bidang studi baru, jam pelajaran tambahan, maupun peralatan khusus. Hal pokok
yang dibutuhkan hanyalah pendekatan baru pada cara kita mengajarkan mata
pelajaran yang ada.
c. Cepat kelihatan hasilnya
Untuk menumbuh kembangkan seorang siswa menjadi priabadi yang
terlihat setelah mereka lulus. Namun melalui PPR tanda-tanda kalau mereka mulai
berkembang ke arah yang diharapkan cepat kelihatan.