• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Kajian Teori

2. Pendekatan Pembelajaran Bermain

Pembelajaran menurut Buku Diknas (2003: 7) mendefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subyek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian jika pembelajaran dipandang sebagi suatu sistem, berati pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain: tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (misalnya layanan remedial).

commit to user

Sebaliknya bila pembelajaran dipandang sebagai proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar berikut penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat peraga, dan alat-alat evaluasi.

Pendekatan menurut Buku Diknas (2003: 9) merupakan suatu rangkaian tindakan yang terpola atau terorganisir berdasar prinsip-prinsip tertentu (misalnya dasar filosofis, prinsip psikologis, prinsip didaktis, atau prinsip ekologis) yang terarah secara sistematis pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian pola tindakan tersebut dibangun di atas prinsip-prinsip yang telah terbukti kebenarannya sehingga tindakan-tindakan yang diorganisir dapan berjalan secara konsisten ke arah tercapainya tujuan dan teratasinya suatau masalah.

Pendekatan merupakan cara untuk mendekati agar hasil pembelajaran menjadi baik. Tujuan pembelajaran adalah anak mampu secara tepat menguasai dasar-dasar keterampilan yang diajarkan. Pembelajaran merupakan usaha untuk merubah perilaku anak, proses perubahan perilaku sebagai akibat anak mampu menerima informasi, meniru dan menguasai keterampilan yang diajarkan. Anak yang semula belum mampu melakukan gerak keterampilan dapat melukukan secara baik. Pendekatan pembelajaran merupakan aset yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Model pendekatan pembelajaran ditinjau dari sisi interaksi guru dan siswa terdiri dari beberapa gaya mengajar maupun pendekatan pembelajaran berdasakan materi yang menjadi bahan pembelajaran.

commit to user

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki

kemiripan makna, menurut Wina Senjaya (http://smacepiring.wordpress.com/

2008) ”Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran”, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau

berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan

pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered

approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Ada empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out

put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan

aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.

2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way)

yang paling efektif untuk mencapai sasaran.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan

commit to user

4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur dan patokan ukuran

(standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni

perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.

2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang

dipandang paling efektif.

3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur,

metode dan teknik pembelajaran.

4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau

kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu Wina Senjaya (http://smacepiring.wordpress.com/ 2008)

mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning. Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

commit to user

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk

mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something”

sedangkan metode adalah “a way in achieving something”. Jadi, metode

pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Bermain (play) adalah suatu kegiatan yang bentuknya sederhana dan

menyenangkan. Kegiatan bermain sangat disukai oleh anak-anak (siswa). Hal ini dapat dilihat pada waktu bel istirahat berbunyi atau bel berakhirnya pelajaran, para siswa langsung berebut keluar kelas untuk bermain di halaman sekolah,

mereka berlari berkejar-kejaran, berjingkrak-jingkrak, melompat-lompat,

melempar-lempar, dan lain-lain. Bermain yang dilakukan tertata, mempunyai manfaat yang besar bagi siswa. Bermain dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat berharga untuk siswa. Pengalaman itu bisa berupa membina hubungan sesama teman dan menyalurkan perasaan yang tertekan.

Bermain adalah kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau menirukan peran. Dengan kata lain aktifitas bermain dalam nuansa keriangan itu memiliki tujuan yang melekat di dalamnya. Menurut Rusli Lutan (2001: 31) Memaparkan karakteristik “ bermain sebagai aktivitas yang dilakukan secara bebas dan sukarela ”. Bermain itu sendiri hakikatnya bukanlah suatu kesungguhan tetapi bersamaan dengan itu pula, kita melihat kesanggupan yang menyerap konsentrasi dan tenaga mereka ketika

commit to user

sedang bermain. Menurut Sukintaka (1992: 2) “ Apabila bermain bertujuan untuk memperoleh uang atau perbaikan rekor maka bukan merupakan bermain lagi ”. Dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dalam bermain merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh tetapi bermain bukan suatu kesungguhan. Rasa senang bermain itu harus disebabkan karena bermain itu sendiri, bukan suatu yang terdapat di luar bermain.

Bermain senantiasa melibatkan perasaan atau emosi kita, melibatkan pikiran atau panca indera kita yang pasti bermain mendatangkan suka cita dan kegembiraan sebagai pelepas dari banyaknya rutinitas, sehingga bermain pada anak berlangsung dengan tidak sungguh-sungguh. Akan tetapi bersamaan itu pula, kita melihat kesanggupan yang menyerap konsentrasi dan tenaga mereka ketika sedang bermain.

Berkaitan dengan tujuan bermain, Gusril dalam desertasinya tahun 2004, menyimpulkan bahwa tujuan anak-anak dalam melakukan permainan dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut: (1) aspek kognitif antara lain menambah wawasan bermain, melatih pola berfikir; (2) aspek psikomotorik antara lain: terampil dalam bermain, melatih fisik; (3) menyenangkan hati; dan (4) aspek sosial antara lain: menambah pergaulan dan keakraban, rekreasi dan agar tidak dihina. Selain itu, perasaan anak sewaktu dan sesudah melakukan bermain antara lain: merasa senang, gembira, bugar, dan bersemangat. Lebih lanjut Gusril menyatakan terdapat hubungan antara aktivitas bermain dengan kemampuan motorik siswa SD Negeri Kota Padang. Dalam artian, semakin tinggi aktivitas

commit to user

bermain yang mengeluarkan energi yang cukup, berguna untuk kesehatan dan pertumbuhan.

Ada beberapa keuntungan yang diperolah dari aktivitas bermain bagi anak-anak sebagai berikut: (1) mengubah ekstra energi, (2) mengoptimalkan pertumbuhan seluruh begian tubuh seperti tulang, otot, dan organ-organ, (3) dapat meningkatkan nafsu makan anak, (4) anak belajar mengontrol diri, (5) berkembangnya berbagai keterampilan yang berguna sepanjang hidupnya, (6) meningkatkan daya kreativitas, (7) mendapat kesempatan menemukan arti benda-benda yang ada di sekitar anak, (8) merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran diri, iri hati, dan kedukaan, (9) kesempatan untuk bergaul dengan anak lainnya, (10) kesempatan menjadi pihak yang kalah atau menang di dalam bermain, (11) kesempatan untuk belajar mengikuti aturan-aturan, dan (12) dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aktifitas bermain adalah: (1) ekstra energi, (2) waktu yang cukup untuk bermain, (3) alat permainan, (4) ruangan untuk bermain, (5) pengetahuan cara bermain, dan (6) teman bermain.

Sedangkan M. Furqon H. (2008: 4) berpendapat, “ Bermain merupakan cara untuk bereksplorasi dan bereksperimen dengan dunia sekitar sehingga menemukan sesuatu dari pengalaman bermain ”. Mempelajari suatu cabang olahraga yang dikonstruksi dalam bentuk bermain menuntut siswa untuk mandiri dan memecahkan permasalahan yang muncul dalam permainan. Dalam pendekatan bermain siswa dituntut mengaplikasikan teknik ke dalam suatu permainan. Tidak menutup kemungkinan teknik yang buruk atau rendah

commit to user

mengakibatkan permainan kurang menarik. Untuk itu seorang guru harus mampu mengatasinya. Dalam hal ini Rusli Lutan dan Adang Suherman (2000: 35-36) menyatakan:

Manakala guru atau pelatih menyadari bahwa rendahnya kualitas permainan disebabkan oleh rendahnya kemampuan skill, maka guru mempunyai beberapa pilihan sebagai berikut:

a) Guru dapat terus melanjutkan aktivitas permainan untuk beberapa lama

sehingga siswa menangkap gagasan umum permainan yang dilakukannya.

b) Guru dapat kembali pada tahapan belajar yang lebih rendah dan

membiarkan siswa berlaih mengkombinasikan keterampilan tanpa tekanan untuk menguasai strategi.

c) Guru dapat merubah keterampilan pada level yang lebih simpel dan

lebih dikuasai sehingga siswa dapat konsentrasi belajar startegi bermain.

Memahami dan memberikan solusi yang tepat adalah sangat penting dalam pembelajaran bermain, jika pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai seperti yang diharapkan. Selama pembelajaran berlangsung seorang guru harus mencermati kegiatan permainan sebaik mungkin. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama bermain harus dicermati dan dibenarkan. Jika kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama bermain dibiarkan akan berakibat penguasaan skil yang salah, sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai. Aktivitas bermain sering diidentikkan dengan dunia anak-anak, sebab anak-anak lebih sering menghabiskan waktunya untuk bermain. Akan tetapi, permainan atau bermain sering dimaksudkan dengan suatu aktivitas yang bernada negatif (kurang berarti) setidaknya dilihat dari fungsi seperti kegiatan bernuansa canda, senda gurau dan lebih jauhnya tidak serius, tidak sungguh-sungguh, menghamburkan waktu efektif yang mengarah pada suatu aktivitas atau kegiatan yang tidak berguna. Padahal secara tidak langsung, anak akan memulai kegiatan belajar salah satunya melalui aktivitas bermain. Yudha M

commit to user

Saputra (2001: 6) berpendapat bahwa, ” bermain dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat berharga untuk siswa, pengalaman itu bisa berupa membina hubungan dengan sesama teman dan menyalurkan perasaan yang tertekan ”. Ahli lain menyatakan, kegiatan bermain bukan hanya sekedar pengisi waktu luang, tetapi menjadi suatu kebutuhan. Apabila kebebasan bermain tersebut atau spontanitasnya ditunda, maka di masa selanjutnya daya kreatif, imajinasi bahkan kemampuan belajar anak akan mengalami hambatan.

Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, bermain bukanlah suatu perbuatan ataupun aktivitas yang melulu merugikan bagi yang melakukannya, tetapi dapat dipandang juga sebagai suatu media ataupun alat yang kaya akan imajinasi dan kreatifitas. Secara tidak langsung wahana bermain dapat memberikan suatu metode pembelajaran yang menggabungkan segala unsur

(kesenangan, motivasi, rasa ingin tahu, minat ataupun simulasi, modelling,

problem solving, dan lain-lain).

Aktivitas yang kita namakan bermain itu sebenarnya adalah media belajar bagi anak-anak, hanya penafsirannya saja yang berbeda. Untuk itu, mengapa kita harus melarang bermain pada anak, sedangkan kegiatan yang kita namakan bermain itu sebenarnya merupakan media belajar buat mereka.

Bermain merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan masa kanak-kanak. Dapat dikatakan bahwa, hampir semua waktunya dihabiskan dengan bermain. Namun disisi lain dari bermain yang dilakukan anak mempunyai pengaruh terhadap perkembangannya. M. Furqon H. (2008: 7-9) menyatakan pengaruh bermain terhadap perkembangan anak yaitu:

commit to user

a. Pengembangan keterampilan gerak

Bermain berisi berbagai keterampilan gerak, mulai dari keterampilan gerak yang sederhana atau dasar hingga keterampilan yang kompleks. Anak perlu belajar keterampilan gerak dasar seperti, lari, lompat, loncat, berbelok, menendang dan melempar. Jika anak memiliki keterampilan gerak dasar yang baik. Selanjutnya anakmemiliki landasan untuk mengembangkan keterampilan gerak yang kompleks. Oleh karena itu, dengan bermain akan memberikan perkembangan keterampilan gerak bagi anak.

b. Perkembangan fisik dan kesegaran jasmani

Bermain penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuh, termasuk mengembangkan daya tahan kardiovaskuler. Bermain juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga yang berlebih, bila tidak tersalurkan akan menyebabkan anak tegang, gelisah dan lain-lain.

c. Dorongan berkomunikasi

Di dalam suasana bermain, memberikan peluang anak untuk berkomunikasi dengan teman bermainnya. Di samping itu, agar anak dapat bermain dengan baik, anak secara tidak langsung belajar berkomunikasi dan sebaliknya anak harus belajar belajar berkomunikasi agar dapat saling memahami dan dipahami di antara teman bermain.

d. Penyaluran energi emosional yang terpendam

Bermain merupakan wahana yang baik bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan lingkungan terhadap aktivitas anak.

e. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan

Kebutuhan dan keinginan yang tidak terpenuhi dengan cara lain atau aktivitas lain seringkali dapat terpenuhi dengan bermain. Misalnya, anak yang tidak mendapatkan kesempatan dalam peran tertentu seringkali dapat mendapat peran tertentu dalam bermain.

f. Sumber belajar

Bermain dapat dikatakan sebagai bentuk miniatur dari kehidupan masyarakat. Dengan bermain berarti anak dapat memperoleh kesempatan untuk mempelajari berbagai hal. Bahkan banyak pelajaran dan pengalaman dapat diperoleh melalui bermain daripada di rumah atau di sekolah.

g. Rangsangan bagi kreativitas

Melalui eksprimen dan eksplorasi dalam bermain, anak akan menemukan sesuatu dan terbiasa menghadapi berbagai persoalan dalam bermain untuk dipecahkan. Suasana dan kebiasaan ini biasanya akan memberikan transfer nilai ke dalam situasi lain, sehingga anak terbiasa untuk kreatif dalam menghadapi dan memecahkan persoalan.

h. Perkembangan wawasan diri

Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan teman bermainnya. Kondisi ini memungkinkan anak untuk mengembangkan konsep diri secara lebih nyata.

commit to user

i. Belajar bermasyarakat

Dengan bermain bersama teman-teman lain, anak belajar tentang tbagaimana membentuk hubungan sosial dan bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan sosial tersebut.

j. Perkembangan kepribadian

Melalui bermain anak terbiasa dengan aturan-aturan yang lebih disepakati dalam bermain, seperti larangan-larangan yang harus ditaati, disiplin sportivitas, kerjasama, menghargai teman lain, jujur dan lain-lain, secara tidak langsung kondisi tersebut membentuk kepribadian anak. Permainan adalah bagian dari bermain yang mempunyai metode atau cara tertentu sesuai situasi, dan memiliki peraturan-peraturan yang tidak boleh dilanggar. Dalam permainan terdapat semangat keberanian, ketangguhan dan kejujuran pemain. Menurut Huizinga, Roger Caillois dalam Rusli Lutan (2001:

33) membagi permainan (games) secara umum menjadi 4 kategori utama yaitu :

a) Agon – permainan yang bersifat pertandingan, perlawanan kedua belah

pihak dengan kesempatan yang sama untuk mencapai kemenangan sehingga dibutuhkan perjuangan fisik yang keras.

b) Alea – permainan yang mengandalkan hasil secara untung-untungan, atau

hukum peluang seperti dadu, kartu, rolet, dan lain-lain. Sementara kemampuan otot tidak diperlukan.

c) Mimikri – permainan fantasi yang memerlukan kebebasan, dan bukan

kesungguhan.

d) Illinx – mencakup permainan yang mencerminkan untuk melampiaskan

kebutuhan untuk bergerak, berpetualang, dan dinamis, lawan dari keadaan diam, seperti berolahraga di alam terbuka, mendaki gunung.

Permainan tidak hanya populer di program sekolah dan kegiatan rekreasi, tetapi juga populer di masyarakat luas. Permainan dapat dilakukan dan sesuai dengan semua orang. Permainan dapat dilakukan mulai dari anak bayi sampai orang usia lanjut, laki-laki maupun perempuan, di kota maupun di desa, di dalam ruangan maupun di luar ruangan, dapat menggunakan alat maupun tidak, dan lain-lain. Permainan memiliki makna penting dalam program pendidikan jasmani. Hal ini bukan hanya popularitasnya bagi anak sepanjang usia, namun juga memiliki

commit to user

potensi nilai yang menyeluruh. Sebagai bagian integral dari program pendidikan jasmani, permainan memerlukan kajian dan pengembangan yang cermat, terutama kaitannya dengan upaya mendidik anak.

Anak dapat menciptakan dan memodifikasi permainan untuk memenuhi kebutuhannya. Melalui pengalaman-pengalaman ini anak dapat belajar tentang komponen permainan dan cara mengubah serta memodifikasi komponen-komponen tersebut dengan cara-cara tertentu. Guru harus memandang permainan sebagai sesuatu yang dapat memberikan kontribusi yang berharga pada perkembangan total anak. Melalui permainan, anak dapat memiliki pengalaman sukses dan berprestasi. Di samping itu, beberapa tujuan sosial dapat dicapai melalui permainan, seperti ketrampilan sosial, menerima aturan, dan pemahaman yang lebih baik pada dirinya dalam situasi kompetitif dan kooperatif.

Permainan merupakan suatu laboratorium di mana anak dapat menerapkan ketrampilan baru yang dipelajari dengan cara yang tepat. Banyak permainan yang dapat membantu mengembangkan kelompok otot-otot besar dan dapat meningkatkan kemampuan berlari, lari berbelok-belok, mulai dan berhenti berlari di bawah kontrol dengan berbagai kesempatan dengan teman yang lain. Perkembangan kognitif juga di tingkatkan karena anak belajar memahami dan mengikuti aturan. Dengan menerapkan strategi di dalam permainan, anak juga belajar tentang pentingnya ketajaman perhatian dan keterlibatan aspek mental. Permainan tampaknya merupakan pokok bahasan yang mudah diajarkan, karena permainan hanya memerlukan sedikit intervensi dari guru, kecuali untuk mengatasi kesulitan atau karena alasan-alasan tertentu. Dalam mengajar

commit to user

permainan perlu memperhatikan dan menciptakan berbagai variasi kesempatan belajar, termasuk mengembangkan ketrampilan gerak anak. Di dalam program semacam ini anak akan memperoleh suatu landasan ketrampilan gerak yang memungkinkan anak berpartisipasi dengan baik. Jika anak telah memperoleh prasyarat ketrampilan permainan maka olahraga menjadi suatu alternatif pengisi waktu luang yang menarik dalam kehidupan anak. Namun olahraga yang menumbuhkan tingkat penguasaan tehnik yang tinggi belum sesuai untuk kebanyakan anak.

Anak dapat dibantu mempelajari banyak hal melaui bermain (play) dan

permainan (game), tetapi jika anak tidak merasa senang melakukannya, maka

permainan tersebut tidak banyak artinya. Semua anak harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai permainan. Permainan memiliki nilai rekreatif yang baik, memberikan kesempatan jasmani, dan memberikan jalan keluar yang diperlukan untuk kegembiraan yang alami. Permainan merupakan alat yang sangat baik untuk mengembangkan aspek sosial dan moral anak, karena ada aturan-aturan tertentu yang harus diikuti oleh semua anak. Jika permainan menjadi lebih terorganisasi dan aturan-aturan dapat diterapkan, maka anak belajar memodifikasi perilakunya untuk menghormati yang lain dan mematuhi batas-batas sosial. Jika anak matang, ia makin sadar mengenai kebutuhan kerja tim. Beberapa permainan yang lebih kompleks memerlukan kerja secara kognitif untuk mengembangkan strategi yang sederhana.

Permainan tidak secara inherent (melekat) suatu kesenangan. Permainan

commit to user

partisipasi penuh anak sangat diperlukan dalam permainan tersebut, jika anak tersisih karena ketrampilannya jelek maka permainan akan menjadi suatu pengalaman yang tidak menyenangkan. Anak sangat menyenangi permainan jika anak telah menguasai ketrampilan permainan dan mempelajari aturan-aturan yang penting. Oleh karena itu, tiap permainan yang diajarkan harus memberikan sumbangan pada beberapa tujuan. Permainan dapat memainkan peran yang penting dalam mengembangkan dan memperhalus berbagai kemampuan gerak dasar, jika permainan secara tepat dimasukkan ke dalam program pengembangan gerak. Seringkali guna memberikan permainan untuk menumbuhkan kesenangan anak atau menguatkan ketrampilan sosial tertentu. Meskipun hal ini memiliki tujuan yang bermanfaat, maka permainan harus tidak dipandang sebagai tujuan utama, melainkan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu.

Jika permainan memiliki berbagai nilai yang nyata, maka juga harus ditinjau dari perspektif perkembangan anak. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak usia sekolah dasar dalam taraf pengembangan gerak dasar. Oleh karena itu, permainan harus secara berhati-hati dipilih dan diimplementasikan dengan mengkaitkan kemampuan gerak lokomotor, manipulasi dan stabilitas.

a. Pendekatan pembelajaran bermain Individual games (Permainan perorangan)

Permainan perorangan (individual games) merupakan salah satu bentuk

model pendekatan pembelajaran bermain dalam pendidikan jasmani, yang didalamnya terdapat rasa senang dan gembira tanpa ada paksaan dari siapapun

commit to user

juga. Dalam permainan perorangan tidak terlepas dari karateristik individu pemain karena dalam permainan tersebut pelaku melakukannya tanpa bantuan orang lain. Setiap individu memiliki kualitas diri dan sifat-sifat yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa setiap individu memiliki potensi yang berbeda untuk berhasil dalam mempelajari keterampilan gerak tertentu. Namun sebenarnya bahwa pencapaian hasil prestasi belajar bukan karena dipengaruhi oleh sifat bawaan seperti di atas, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perbedaan kemampuan terjadi terutama karena kualitas fisik yang berbeda-beda. Perbedaan kualitas fisik terjadi karena pengalaman setiap orang berbeda-beda.

Individu berasal dari kata latin individuum yang artinya tidak terbagi. individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa dan seberapa mempengaruhi kehidupan manusia. Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagi kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan. Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya, malainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik

Dokumen terkait