• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN-PENDEKATAN PENYELESAIAN MASALAH KONFLIK

Dalam dokumen manajemen konstruksi (Halaman 108-114)

TOPIK TAMBAHAN MANAJEMEN KONSTRUKSI

PENDEKATAN-PENDEKATAN PENYELESAIAN MASALAH KONFLIK

Keberhasilan dalam proyek konstruksi sebagian besar tergantung pada seberapa baik manajer proyek menangani konflik (Ock dan Han, 2003 : 83). Sejumlah besar penelitian mengindikasikan bahwa para manajer melakukan pendekatan dan menyelesaikan permasalahan konflik dengan mempergunakan berbagai cara. Burke (dalam Meredith dan Mantel, 2000 : 253), Kerzner (2001 : 406-408), Nicholas (1990 : 220), Groton (dalam Ock dan Han, 2003 : 85), dan Hardjana (1994 : 47-49) mengemukakan beberapa pendekatan untuk menyelesaikan masalah konflik, antara lain :

1. Penarikan Diri (Withdrawal)

Pengunduran diri atau penarikan diri dari pertentangan yang terjadi. Jadi di saat terjadi perdebatan yang sengit, dengan menunggu terlebih dahulu hingga kondisi emosional berkurang akan membuat semua pihak yang terlibat dalam perdebatan dapat berpikir jernih kembali.

2. Memperhalus (Smoothing)

Dengan memperkecil perbedaan-perbedaan yang ada dan menekankan pada kepentingan yang sama. Dalam pendekatan ini, satu pihak yang terlibat dalam konflik melepaskan dan mengesampingkan hal yang diinginkannya untuk kemudian memenuhi keinginan pihak lain.

Melakukan perundingan dan mencari solusi yang diharapkan dapat memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan. Dengan cara pendekatan kompromi, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik sama-sama mendapatkan apa yang diinginkannya tetapi tidak penuh dan merasakan kehilangan tetapi tidak seluruhnya.

4. Kekuasaan atau Pemaksaan (Forcing)

Mempergunakan kekuasaan sehingga terjadi kondisi menang-kalah (win-lose

situation). Dengan cara pengelolaan konflik ini, satu pihak memperjuangkan

kepentingannya dengan mengorbankan pribadi dan kepentingan pihak lain. 5. Kerjasama (Confrontation) atau Penyelesaian Masalah (Problem Solving)

Menghadapi permasalahan konflik secara langsung dimana melibatkan suatu pendekatan penyelesaian masalah (problem-solving) dengan jalan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik melaksanakan hasil kesepakatan mereka. Dengan cara pengelolaan konflik ini, kedua pihak yang terlibat dalam konflik bekerja sama dan mencari pemecahan konflik yang memuaskan kepentingan kedua belah pihak.

Pendekatan di atas diklasifikasikan menurut tinjauan keefektifannya dalam memperoleh suatu suasana yang dapat mengakibatkan hasil yang konstruktif pada konflik (Ock dan Han, 2003 : 85).

Berbeda dengan pendekatan di atas, Moore (dalam Ock dan Han, 2003 : 85-86) membedakan lima gaya pendekatan untuk memecahkan masalah konflik dalam lingkungan proyek. Hal ini didasarkan pada tingkat perhatian personil pada pemenuhan tujuan proyek dan hubungan antar pihak-pihak yang berselisih dalam memecahkan suatu konflik. Lima gaya pendekatan tersebut antara lain :

1. Win-lose : memiliki perhatian yang tinggi pada pemenuhan tujuan-tujuan personil tetapi rendah perhatiannya pada hubungan antar pihak.

2. Yield-lose : memiliki perhatian yang rendah pada pemenuhan tujuan-tujuan personil tetapi tinggi perhatiannya pada hubungan antar pihak.

3. Lose-leave : memiliki perhatian yang rendah, baik pada pemenuhan tujuan-tujuan personil maupun hubungan antar pihak.

4. Compromise : memiliki perhatian yang cukup atau sedang, baik pada pemenuhan tujuan-tujuan personil maupun hubungan antar pihak.

5. Integrative : memiliki perhatian yang tinggi, baik pada pemenuhan tujuan-tujuan personil maupun hubungan antar pihak.

Pendekatan pemecahan konflik berdasarkan efektifitas dapat dihubungkan dengan kelima gaya di atas. Tabel 2 menampilkan perbedaan antara kelima metode dan hubungannya dengan gaya yang ada.

Berdasarkan pada hubungan yang ada, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang dengan gaya win-lose merupakan seorang pejuang tangguh yang berusaha untuk memenuhi segala tujuan dengan seluruh biaya yang ada. Sebaliknya seorang problem solver yang menggunakan gaya integrative adalah merupakan seorang pembela strategi win-win, mencoba untuk menyelesaikan kepentingan yang ada sama baiknya dengan kepentingan dari pihak-pihak lain. Seseorang dengan gaya compromise berusaha untuk menemukan sebuah penyelesaian yang memberikan kepuasan pada masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik. Colorado Bar Association (dalam Ock dan Han, 2003 : 85) menjelaskan bahwa gaya problem-solving dan compromise adalah efektif untuk mengelola konflik-konflik dalam lingkungan proyek.

Tabel 7.2 Perbedaan Metodologi Penyelesaian Konflik Pendeka tan Penyeles aian Konflik Deskripsi Gaya-gaya Tuj uan -tuju an Pers onil Hubun gan

Force Memaksakan pandangan seseorang dengan mengorbankan kekuatan

pihak lain. Win – Lose Tinggi Rendah

Smoothing

Memperkecil perbedaan-perbedaan dan menekankan kebersamaan demi

masalah-masalah konflik. Yield – Lose Rendah Tinggi

Withdrawal Mengundurkanpertentangan-pertentangan yang kuat diri dari

atau nyata dan dari situasi konflik. Lose – Leave Rendah Rendah

Compromise

Mempertimbangkan berbagai masalah, melakukan tawar-menawar, dan mencari cara-cara penyelesaian atau pemecahan yang berusaha untuk membawa kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.

Compromise Sedang Sedang

Problem Solving

Berkenaan dengan konflik sebagai suatu masalah untuk diselesaikan daripada suatu peperangan untuk dimenangkan, dalam rangka untuk mencapai kepuasan bersama dengan menjaga hubungan dan kepentingan konflik.

Integrative Tinggi Tinggi

Sumber : Ock dan Han (2003 : 86)

Secara khusus Meredith lebih menekankan metode kompromi dalam menyelesaiakan masalah konflik. Kompromi diharapkan selain dapat memuaskan individu juga memberikan kepuasan kepada pihak lain yang terlibat konflik. Kompromi dikenal dengan islitah win-win solution dengan teknik utama adalah negosiasi. Terdapat empat prinsip negosiasi antara lain:

a. Memisahkan orang dari persoalan yang timbul. Fokus harus diletakkan pada permasalahan, bukan kepada personil. Pihak yang terlibat konflik biasanya mempunyai emosi yang tinggi dan cenderung mengaburkan persoalan yang timbul.

b. Fokus kepada kepentingan dan tujuan proyek, bukan

kepada kedudukan.

c. Sebelum mendapatkan kesepakatan penyelesaian,

kumpulkan semua kemungkinan penyelesaian dan dipilih kemungkinan terbaik.

d. Gunakan kriteria-kriteria yang objektif.

Sebelum melakukan negosiasi empat fundamental isu yang harus dikembangkan; (1) bahwa sasaran yang bersifat keteknikan harus mempunyai ketajaman yang sfesifik, yang dijelaskan kedalam detail perencanaan dan tahap pelaksanaannya, (2) komitmen terhadap ketersediaan sumber daya harus disepakati bersama baik oleh manajemen proyek ataupun manajemen fungsional, (3) setiap tahap proyek harus dikomunikasikan dengan baik terutama pengaruhnya terhadap proses dalam proyek secara keseluruhan, (4) struktur organisasi proyek harus dijelaskan dalam struktur yang jelas. Disarankan menggunakan metode Work Breakdown Structur (WBS) untuk menjelaskan tanggung jawab masing-masing pihak dan keterkaitan antar unsur dalam kegiatan proyek. Pengakuan otoritas masing-masing manajer proyek dalam memutuskan setiap masalah dalam skope pekerjaannya harus dikedepankan, selain itu juga perlu dikembangkan metode-metode yang kredibel untuk menilai kelayakan setiap usul penyelesaian konflik.

7.1.7. KESIMPULAN

Konflik akan selalu timbul dalam setiap proyek. Jika tidak ditangani secara lebih dini konflik dapat menyebabkan gagalnya proyek secara keseluruhan. Upaya pencegahan konflik dapat dilakukan dengan mempelajari permasalahan dan mengumpulkan seluruh informasi yang ada, mengembangkan sebuah pendekatan atau metode situasional, dan menciptakan suasana yang sesuai dengan memperlihatkan suatu kemauan untuk turut ambil bagian seperti pihak-pihak lain.

Dalam Proyek pembangunan konstruksi beberapa konflik yang identifikasi dengan intensitas tertinggi hingga terendah yaitu konflik jadwal, prioritas, sumber

daya manusia, teknologi, administrasi, personal, dan biaya, dapat dicegah dengan perumusan sasaran keteknikan yang lebih tajam kedalam detail perencanaan dan tahap pelaksanaannya, ketersediaan sumber daya harus disepakati tersedia bersama baik oleh manajemen proyek ataupun manajemen fungsional, setiap tahap proyek harus dikomunikasikan dengan baik terutama pengaruhnya terhadap proses dalam proyek secara keseluruhan, proyek harus terstruktur dengan baik, disarankan menggunakan WBS, yang dapat menjelaskan otoritas masing-masing bagian.

Upaya mengurangi timbulnya konflik dapat dilakukan dengan pendekatan; penarikan diri dari pertentangan, memperhalus perbedaan, kompromi dan perundingan, kekuatan atau pemaksaan menang/kalah dan kerjasama dalam penyelesaian masalah.

Dalam dokumen manajemen konstruksi (Halaman 108-114)

Dokumen terkait