• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER-SUMBER DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

Dalam dokumen manajemen konstruksi (Halaman 101-108)

TOPIK TAMBAHAN MANAJEMEN KONSTRUKSI

PROYEK KONSTRUKSI

7.1.5. SUMBER-SUMBER DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

Kerzner (2001 : 388) merangkum penelitian mengenai konflik dalam

lingkungan pekerjaan yang berorientasi pada proyek. Penelitian ini telah dilakukan oleh Thamhain dan Wilemon terhadap 150 orang manajer proyek. Penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan jenis konflik dan intensitas konflik yang terjadi dalam siklus hidup proyek. Dari hasil penelitian didapatkan tujuh sumber konflik yang potensial terjadi dalam proyek, antara lain :

1. Konflik Prioritas Proyek (Conflict over project priority)

Pendapat-pendapat para peserta proyek selalu berbeda-beda mengenai urut-urutan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan untuk

mencapai keberhasilan penyelesaian proyek. Konflik pada prioritas bisa terjadi tidak hanya di antara tim proyek dan kelompok pendukung (support group) lainnya namun juga dalam tim proyek itu sendiri.

2. Konflik Prosedur-prosedur Administrasi (Conflict over administrative

procedure)

Sejumlah konflik yang berorientasi pada hal-hal manajerial dan administrasi bisa timbul dari cara-cara pengelolaan proyek misalnya penetapan hubungan pelaporan manajer proyek, penetapan tanggung jawab, hubungan antar bagian (interface relationship), lingkup proyek, syarat-syarat operasional, rencana pelaksanaan, persetujuan kerja yang telah dinegosiasikan dengan kelompok lain, dan prosedur-prosedur untuk pendukung administrasi (administrative

support).

3. Konflik Pendapat-pendapat Teknis dan Performance Trade-Off (Conflict over

technical opinion and performance trade-off)

Dalam proyek-proyek yang berorientasi pada teknologi, pertentangan bisa muncul pada masalah-masalah teknis, spesifikasi performance, technical

trade-off, dan cara-cara pencapaian performance.

4. Konflik Sumber Daya Manusia (Conflict over manpower resource)

Konflik bisa muncul di seputar susunan staf tim proyek dengan personil dari fungsional dan staf pendukung. Konflik bisa juga muncul karena keinginan untuk mempergunakan personil-personil dari departemen lain sebagai pendukung proyek meskipun personil tersebut berada di bawah wewenang fungsional atau merupakan staf dari atasan.

Seringkali konflik muncul dalam perhitungan biaya yang dilakukan oleh bagian pendukung (support area) berkenaan dengan berbagai paket-paket perincian pekerjaan proyek (project work breakdown).

6. Konflik Jadwal (Conflict over schedule)

Pertentangan bisa berkembang di seputar pengaturan waktu pekerjaan, penyusunan urutan pekerjaan, dan penjadwalan pekerjaan proyek. 7. Konflik Personalitas (Personality conflict)

Pertentangan lebih cenderung berada di seputar perbedaan-perbedaan antar personil daripada masalah-masalah teknis. Konflik selalu berpusat pada ego (ego-centered).

Berdasarkan pengalaman para manajer proyek dalam penelitian di atas, dapat dilihat dalam gambar 1 bahwa ke tujuh jenis sumber konflik potensial yang terjadi dalam proyek akan memiliki intensitas yang berbeda-beda selama siklus proyek.

Gambar 7.1 Profil Intensitas Konflik Rata-rata yang Terjadi Selama Siklus Proyek Konstruksi (Thamhain dan Wilemon dalam Kerzner, 2001 : 390)

0 1.0 2.0 LOW HIGH CONFLICT INTENSITY CONFLICT OVER SCHEDULES CONFLICT OVER PRIORITIES CONFLICT OVER MANPOWER CONFLICT OVER TECH. ISSUES CONFLICT OVER ADMINISTRATION PERSONALITY CONFLICT CONFLICT OVER COST

Badiru dan Pulat (1995 : 70-71), dalam bukunya yang berjudul

Comprehensive Project Management : Integrating Optimization Models, Management Principles, and Computers, mengemukakan beberapa konflik yang

dapat terjadi dalam proyek yang besar, yaitu : 1. Konflik Jadwal (Schedule Conflict)

Konflik dapat terjadi karena pengaturan waktu dan penyusunan urutan pekerjaan-pekerjaan di proyek yang tidak sesuai. Penundaan dapat menyebabkan banyak pekerjaan yang harus dikerjakan dalam satu waktu, sehingga menciptakan terjadinya bentrokan dalam pekerjaan-pekerjaan proyek dan terjadinya perselisihan di antara anggota tim proyek. Ketidakakuratan dalam memperhitungkan waktu yang diperlukan bisa mempengaruhi jadwal-jadwal kegiatan.

2. Konflik Biaya (Cost Conflict)

Kurangnya pengendalian terhadap biaya selama pelaksanaan proyek dapat menyebabkan konflik. Pendekatan-pendekatan alokasi anggaran biaya proyek yang buruk dan kurangnya studi kelayakan finansial akan menyebabkan konflik biaya pada proyek di kemudian hari.

3. Konflik Performance (Performance Conflict)

Apabila syarat-syarat performance tidak ditetapkan maka konflik performance akan timbul. Kurang jelasnya penetapan standar-standar performance dapat menyebabkan masing-masing orang melakukan evaluasi pada performance mereka sendiri berdasarkan penilaian perseorangan. Demi keseragaman dalam mengevaluasi kualitas pekerjaan (quality of work) dan memantau progress proyek, standar-standar performance sebaiknya ditetapkan.

4. Konflik Management (Management Conflict)

Harus ada suatu hubungan yang saling menguntungkan di antara pihak manajemen dan tim proyek. Pendapat-pendapat dari pihak manajemen sebaiknya dipahami oleh tim. Sebaliknya pendapat-pendapat dari tim sebaiknya dihargai oleh manajemen. Apabila hal ini tidak terjadi, konflik manajemen akan terjadi.

5. Konflik Teknis (Technical Conflict)

Apabila dasar-dasar teknis dari proyek tidak bagus dan kurang lengkapnya studi kelayakan teknis, konflik-konflik teknis dapat terjadi. Untuk itu syarat-syarat performance dan spesifikasi teknis harus jelas dan terintegrasi dengan baik.

6. Konflik Prioritas (Priority Conflict)

Konflik ini dapat timbul apabila sasaran-sasaran proyek tidak ditetapkan secara tepat dan tidak diaplikasikan secara seragam ke seluruh bagian dalam proyek.

Kurang menyeluruhnya penetapan sasaran proyek dapat mengarahkan masing-masing anggota tim untuk menetapkan sasaran mereka masing-masing-masing-masing yang mungkin tidak sesuai dengan sasaran-sasaran proyek yang dimaksud.

7. Konflik Sumber Daya (Resource Conflict)

Permasalahan alokasi sumber-sumber daya merupakan sumber utama dari konflik dalam manajemen proyek. Persaingan akan sumber-sumber daya, meliputi personil, peralatan, perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan lain sebagainya, dapat menimbulkan perselisihan yang mengganggu di antara anggota-anggota proyek.

8. Konflik Kekuasaan (Power Conflict)

Adanya unsur-unsur persekongkolan yang tidak baik demi meraih kekuasaan dan status dalam kelompok di proyek dapat menimbulkan sebuah permainan kekuasaan yang dapat merugikan progress sebuah proyek. Wewenang (authority) dan kekuasaan (power) dalam proyek sebaiknya digambarkan secara jelas. Wewenang dalam proyek merupakan kendali yang dimiliki seseorang berdasarkan jabatan fungsionalnya. Kekuasaan dalam proyek berkaitan dengan kekuasaan dan pengaruh dimana seseorang dapat menjalankan pekerjaan karena adanya hubungan dalam struktur administrasi. 9. Konflik Personalitas (Personality Conflict)

Konflik personalitas merupakan masalah umum dalam proyek yang melibatkan banyak kelompok orang. Semakin besar proyek maka semakin besar tim manajemen yang dibutuhkan untuk membuat proyek tetap berjalan. Namun sayangnya, tim manajemen yang besar menciptakan peluang timbulnya konflik personalitas.

Pendapat lain mengenai hal-hal yang menyebabkan timbulnya konflik dalam industri konstruksi, dikemukakan oleh Botha (2000) yaitu antara lain :

Kesalahpahaman (Misunderstanding)

Biasanya timbul karena adanya komunikasi yang buruk. • Nilai-nilai (Value)

Nilai-nilai yang berbeda antar manusia, pekerjaan, dan ketrampilan. • Kepentingan (Interest)

Manusia selalu mempunyai pengharapan-pengharapan yang tidak realistis. Misalnya klien menginginkan kecepatan dan mutu bangunan dengan suatu harga yang murah. Kontraktor menginginkan tambahan waktu, mutu yang lebih masuk akal dan harga yang maksimum.

Perasaan yang lebih memegang peranan. Rasa penghargaan diri yang terlalu tinggi atau sebaliknya juga dapat menimbulkan konflik.

Lingkungan (Environment)

Faktor ini meliputi bahasa, geografi, pengalaman masa kecil, latar belakang pendidikan, dan agama.

Pendidikan (Education)

Tingkat pendidikan, baik formal maupun informal dapat, berpengaruh terhadap konflik.

Pengalaman (Experience)

Hal yang selalu terjadi adalah kontraktor mengetahui suatu cara penyelesaian yang tidak akan bekerja dengan baik. Sementara klien tidak. Kontraktor memikirkan suatu cara penyelesaian yang dapat bekerja dengan baik, sementara klien tidak akan menyetujuinya.

Keyakinan (Belief)

Keunikan dari setiap proyek (Uniqueness of each project)

Banyak hal yang berbeda antara proyek yang satu dengan yang lain. Adanya tim-tim yang berbeda, para penyandang dana dan desainer yang berbeda.

Visualisasi (Visualization)

Tidak semua orang mempunyai ketrampilan yang sama dalam membayangkan gambar-gambar dua dimensi secara tiga dimensi.

Perubahan-perubahan (Changes)

Perubahan-perubahan pada perencanaan, deadline, tanggal pembayaran, dan lain-lain, dapat menimbulkan konflik.

Keterlambatan (Delay)

Dalam kenyataannya, apabila terjadi keterlambatan maka dapat timbul konflik. • Mutu (Quality)

Masalah mutu yang tinggi bisa mempunyai pengertian yang berbeda pada tukang plester dan manajer proyek. Untuk itu salah satu pihak harus menggunakan standar yang obyektif untuk mendefinisikan material-material dan pengerjaan-pengerjaan. Selain itu perlu juga menggambarkan apa yang dibutuhkannya.

Uang (Money)

Uang berkaitan dengan mutu. Subkontraktor bisa saja salah paham atas persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dan bisa memberikan suatu

harga yang lebih rendah daripada kontraktor lain. Pada saat subkontraktor tersebut menyadari kesalahannya, konflik terjadi.

Tjiptono dan Diana (2002 : 176-177) mengemukakan beberapa faktor yang bisa menyebabkan timbulnya konflik dalam konteks Total Quality

Manajemen (TQM), antara lain :kepribadian atau sistem nilai yang bertentangan,

batas-batas pekerjaan yang tumpang tindih atau tidak jelas, persaingan dalam mendapatkan sumber daya yang terbatas, komunikasi yang kurang memadai, tugas-tugas yang saling tergantung, kompleksitas organisasi, kebijakan, standar atau peraturan yang tidak jelas, deadline yang tidak masuk akal atau tekanan waktu yang terlampau ekstrim, pengambilan keputusan kolektif dimana semakin banyak orang yang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, semakin besar kemungkinan terjadinya konflik, harapan-harapan yang tidak terpenuhi (misalnya harapan yang tidak realistis terhadap pekerjaan, gaji atau promosi), dan konflik yang tidak terpecahkan atau tersembunyi.

Sementara, Hardjana (1994 : 22-27) menjelaskan faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya konflik di tempat kerja, yaitu :

• Adanya konflik tersembunyi. Antara pihak-pihak yang terlibat konflik sudah memiliki sejarah konflik, sehingga konflik yang terjadi sekedar merupakan kelanjutan dari konflik yang sudah terjadi.

• Di tempat kerja sudah tercipta suasana persaingan.

• Keterbatasan sumber : tenaga, ruang, peralatan, perlengkapan, fasilitas kerja sehingga masing-masing pihak terdorong untuk saling berebut dan mudah berkonflik satu sama lain.

• Rumusan kerja, tugas, tanggung jawab, batas-batas wewenang kurang jelas. • Kurang pekerjaan atau kelebihan beban kerja.

• Tingkat tekanan dan kecepatan kerja yang melebihi ambang batas.

• Peraturan tata tertib yang terlalu ketat dan dilaksanakan secara kaku yang membuat orang mudah tertekan dan kurang leluasa dalam kerja dan hidupnya. • Perbedaan personalitas atau kepribadian.

• Kecenderungan manusia untuk mencapai keberhasilan, kedudukan, pangkat dan mendapatkan imbalan serta fasilitas hidup dari dan di tempat kerja.

• Berbagai halangan komunikasi sehingga tidak tercapai saling pengertian antar pribadi dan tentang kerja masing-masing orang dan bagian.

• Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama. • Kurangnya kerja sama.

• Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada. • Ada usaha untuk menguasai dan merugikan.

• Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya.

Dipohusodo (1996 : 272-273) mengemukakan faktor-faktor yang merupakan sumber konflik yang potensial dengan kecenderungan frekuensi tinggi selama proses pelaksanaan konstruksi dan terbatas hanya konflik yang bersumber secara struktural dalam organisasi. Faktor-faktor tersebut antara lain :

• Saling ketergantungan tugas.

Apabila satuan-satuan kerja harus saling tergantung untuk membentuk kerjasama, memperoleh informasi, mewujudkan ketaatan, atau kegiatan koordinatif lainnya.

• Ketergantungan satu arah.

Apabila suatu satuan kerja secara unilateral tergantung dari unit kerja lainnya. • Diferensiasi horisontal yang tinggi.

Apabila satuan-satuan kerja memiliki tujuan, organisasi waktu, dan filosofi yang berbeda.

• Formalisasi yang rendah.

Apabila tidak tersedia pedoman kerja, manual, serta standarisasi, maka konflik mudah timbul.

• Kelangkaan sumber-sumber.

Apabila satuan-satuan kerja tergantung pada fasilitas, tenaga, dana, dan anggaran yang terbatas.

• Perbedaan kriteria evaluasi.

Apabila satuan-satuan kerja dinilai prestasinya secara terpisah-pisah dan bukan berdasarkan pada asas prestasi bersama.

• Pembuatan keputusan bersama.

Proses pembuatan keputusan bersama biasanya menumbuhkan peluang konflik dan ketidakcocokan.

• Heterogenitas anggota.

Perbedaan nilai-nilai, basis pendidikan, latar belakang, dan usia, merupakan potensi konflik.

• Ketidakselarasan status.

Peranan suatu profesi dalam satu organisasi yang tidak sesuai dengan statusnya secara umum.

• Ketidakadilan.

Perasaan ketidakadilan atas perlakuan bisa menimbulkan ketidakpuasan dan konflik.

• Distorsi komunikasi.

Hambatan, ketidakjelasan, penahanan, dan pemutarbalikan informasi baik disengaja maupun tidak.

Dalam dokumen manajemen konstruksi (Halaman 101-108)

Dokumen terkait