• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan dalam Pendidikan Orang Dewasa

Dalam dokumen ORANG DEWASA (Konsep dan Aplikasi) (Halaman 163-170)

Pendekatan Pembelajaran merupakan langkah awal dari proses pembelajaran agar tercapai kompetensi yang telah diharapkan. Seorang tutor akan menggunakan pendekatan pembelajaran sebagai upaya

umum untuk melihat permasalahan maupun objek kajian, baik itu yang sumber pada peserta maupun yang berpusat pada tutor. Berdasarkan pendekatan pembelajaran yang sudah ditetapkan tersebut, tutor menjabarkannya ke dalam strategi pembelajaran dengan menggunakan langkah-langkah yang sistematik dan sistemik.

Orang dewasa yang pada umumnya tidak tamat sekolah dasar, ingin mengikuti program pendidikan ini, tetapi mereka cenderung bersifat: (a) ragu untuk mengikuti pelajaran tingkat rendah, kurang percaya manfaatnya untuk kehidupan sehari-hari; (b) Tidak percaya diri karena tidak mampu; (c) Merasa tak berdaya menghadapi situasi dan lingkungan yang dihadapinya;(d) Kurang percaya manfaat pelajaran yang dipelajari pada kehidupan hariannya.

Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran ada dua jenis pendekatan, sebagai berikut: (a) pendekatan pembelajaran yang bersumber pada masalah; (b) model Khit-Pan di Thailand; (c) pendekatan proyektif; (d) apersepsi-interaksi; dan (e) pendekatan perwujudan diri.

1. Problem Centered Approach (Pendekatan pemusatan masalah)

Pengajar memfokuskan pengalaman belajar pada aktivitas para peserta sehari–hari. Orang dewasa biasanya dia akan belajar apabila dia dihadapkan pada persoalan atau motivasi belajar bisa muncul apabila ada permasalahan yang dihadapi. Contoh: pada suatu desa atau daerah banyak masyarakat yang sakit tipus, kemudian orang dewasa hendak berusaha memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat dan atau warga hendak belajar kenapa terjadi wabah tipus, dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi berjangkitnya wabah tipus.

Dalam pendekatan pemusatan pada persoalan, diskusi kelompok serta berpikir amat dipentingkan, pada dialog kelompok akan terjadi partisipasi atau keterlibatan warga belajar, sehingga terjadi hubungan sama-sama mempercayai antara warga belajar dengan fasilitator, begitu juga dengan sesama peserta didik.

2. Model Khit-Pan di Thailand

Konsep Khit-Pan (mampu berfikir) adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran pada orang dewasa untuk memperkirakan dan untuk mengatasi bila sikap peserta yang tidak mendukung seperti

penataran. Hal ini banyak dilaksanakan pada program pendidikan luar sekolah yang ada di Thailand, konsep Khit-Pan ini bisa juga diimplementasikan pada pendidikan orang dewasa yang ada di Indonesia. Seseorang yang mengalami Khit-Pan akan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari secara rasional serta sistematis. Mereka mampu menyelesaikan persoalannya, dapat menelaah penyebabnya, menghimpun informasi untuk pengambilan tindakan/ keputusannya, dalam upaya pemecahan masalah.

Konsep Khit-Pan berlandaskan filsafat Buddha. Pertama; hidup ialah penderitaan, Kedua; penderitaan bisa ditanggulangi, Ketiga; untuk mengatasi, pusat penderitaan harus diidentifikasikan kemudian baru mencari cara pemecahan yang baik.

Berkaitan dengan konsep Khit-Pan, bahwa pengembangan aktivitas pembelajaran dengan memanfaatkan empat strategi dari Khit-Pan yaitu:

• Strategi pertama sebelum mendisain kegiatan pembelajaran dilakukan identifikasi kebutuhan peserta belajar pada saat mencari kebutuhan belajar, hasil survey dibagi ke dalam beberapa konsep

• Strategi kedua, mendisain satuan pelajaran dan pelaksanaan diskusi, sehingga setiap tatap muka memberikan kesempatan untuk belajar dalam pemecahan masalah. Mengadakan pertemuan-pertemuan dengan warga belajar mengembangkan kecerdasan kritis tentang kondisi dalam kehidupannya sehari-hari, dalam mana mereka telah memiliki pengalaman yang dapat dia sumbangkan dalam pertemuan tersebut.

• Strategi ketiga, banyak memakai gambar atau perangsang untuk dialog, dan berfungsi sebagai perkakas untuk mempraktekkan teknik dan atau keterampilan memecahkan persoalan. Tugasnya adalah membuat bahan-bahan belajar yang memotivasi agar mengembangkan model berpikir yang rasional serta kritis.

• Strategi keempat, rencana belajar disusun secara fleksibel untuk mengakomodasi keanekaragaman warga belajar. Hal ini memungkinkan kepada pembimbing untuk menerapkan dan menyelaraskan program belajarnya dengan kondisi lingkungan setempat dan menyelaraskan dengan minat warga belajar dan dimasukannya persoalan-persoalan baru yang diidentifikasikan dari

peserta didik selama pelaksanaan belajar berlangsung, suasana pendidikan diatur secara luwes. Strategi di dalam kelas buat orang dewasa lebih luwes ketimbang peraturan-peraturan yang berlaku di sekolah-sekolah formal. Tempat belajar tidak selalu di dalam ruangan serta atau di balai desa, di rumah masyarakat, dan yang lainnya. Cara duduk peseta bukan diatur semisal di dalam kelas, agar pendidik bisa saling tatap muka.

3. Pendekatan Proyektif (Projective Approach)

Pendekatan Proyektif dapat diberikan dengan cara:

a. Diberi foto–foto suatu peristiwa/gambaran kejadian nyata. Namun ini tidak merangsang bila tidak dikaitkan dengan persoalan yang mereka hadapi.

b. Diskusi tentang tokoh – tokoh, cerita pendek dalam radio, TV media cetak lainnya.

c. Dengan bercerita sesuai dengan permasalahan yang dihadapinya, sehingga mereka berfikir, memahami dan menafsirkan, sebagai solusi memecahkan masalah yang ada pada dirinya.

4. Pendekatan Apersepsi-Interaksi

Pendekatan apersepsi-interaksi diawali dengan mengidentifikasi tema-tema persoalan kehidupan sehari-hari peserta didik. Bahan-bahan belajar yang dilandaskan pada tema-tema itu, untuk selanjutnya direncanakan dalam lembaran-lembaran lepas berupa folder empat halaman, bersama gambar/foto yang merangsang di halaman mukanya. Di halaman dalam berisi dongeng terbuka mengenai masalah tertentu.

Dalam mempergunakan setiap bagian pengajaran pertama warga belajar menghubungkan pengalaman serta emosinya dengan gambar/foto yang dimuat dalam folder (apersepsi) untuk selanjutnya warga belajar mendiskusikan dalam suatu diskusi perihal muatan folder tersebut (interaksi) pengajar berfungsi sebagai fasilitator, adalah membantu peserta didik melacak kemungkinan-kemungkinan dalam penanggulangan masalah yang dibicarakan dalam diskusi. Dalam situasi inilah warga belajar saling mendorong untuk memandang berbagai pemecahan persoalan yang mungkin dipecahkan, tidak jarang pula hasil diskusi itu menjadi dasar timbulnya kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan di luar ruang kelas, metode ini mendorong warga belajar berpikir sendiri, serta menyelesaikan cerita itu dengan khayal.

5. Pendekatan Perwujudan Diri (Self Actualization Approach)

Pendidikan perwujudan diri sendiri dimanfaatkan oleh Maslow untuk mendeskripsikan kemanusiaan yang untuk pendekatan perwujudan diri memiliki empat ciri utama, adalah:

a. Proses Pendekatan Berpusat pada Warga Belajar

Pendekatan perwujudan diri diawali dari suatu kejujuran yang kuat akan kemampuan masing-masing, untuk mengatur kembali kehidupannya sendiri, anggapan yang mendasar yaitu kesempatan-kesempatan untuk menjaring diri sendiri (Self Discovery) dapat mengembangkan kemampuan diri sendiri. Perihal ini, fungsi utama fasilitator adalah menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk melibatkan peserta menjadi pribadi yang utuh pada pelaksanaan pembelajaran. Fasilitator harus bisa mengembangkan kemampuan warga belajar. Fasilitator harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan ide-ide peserta didik, tidak menguasai pemikiran-pemikiran mereka, dan atau mendukung prakarsa-prakarsa dia, apapun prakarsa yang dicetuskan asal serasi dengan norma-norma yang ada.

b. Belajar Sesama Teman dalam Group (Peer Learning)

Proses merealisasi diri sendiri, diawali dengan mengadakan interaksi saling terbuka antara fasilitator dengan warga belajar. Rasa saling ada keterbukaan antara fasilitator dengan warga belajar, merupakan persyaratan mutlak diperlakukan, untuk mengaktifkan proses pertumbuhan kelompok. Tanpa adanya saling jujur antara fasilitator dengan warga belajar, sulit didapatkan tingkat partisipasi yang tinggi. Fasilitator sebaiknya menganggap siswanya sebagai kawan sejawat, sebanding dengan dirinya menciptakan situasi saling menerima dalam melakukan pengalaman belajar. Fasilitator dituntut harus percaya dalam berhubungan dengan warga belajar dan konsekuen dalam upaya membantu peserta belajar memainkan peranannya.

c. Membantu Munculnya Konsep Diri yang Meyakinkan

Konsep diri ini merupakan cara pandang seseorang masalah dirinya sendiri lebih positif, serta sampai seberapa jauh mereka memandang dirinya sebagai pengantar perubahan. Pendekatan manifestasi diri sejalan pula dengan pendapat bahwa perubahan yang efisien dan efektif itu, jika dievaluasi dari dalam diri individu, karena perihal ini akan memunculkan kemampuan-kemampuan memperoleh pandangan positif, serta munculnya kepercayaan pada diri individu yang lebih besar. Karena itu peningkatan realisasi diri akan memberikan motivasi yang mendorong prakarsa warga belajar. Setiap kali wajib belajar merasa cukup nekat untuk mengambil inisiatif yang konstruktif, dan tidak hanya mengambil tanggapan serta saran-saran dari fasilitator, perihal ini bagi mereka bukan hanya akan memperoleh manfaat bagi perkembangan pada diri peserta didik. Pendekatan perwujudan diri akan menerimakan kesempatan kepada warga peserta untuk mengalami evaluasi dan penghargaan pada diri mereka dengan orang lain, serta berupaya pula untuk menyatakan memperoleh yang menyimpang dari pemikiran sesama peserta didik.

d. Daya Imajinasi yang Berdaya Cipta

Strategi perwujudan diri menegaskan kreativitas, yaitu memakai daya khayal yang melewati batas-batas analisis bukti yang rasional. Banyak program-program dan aktivitas belajar yang didesain untuk mendukung peserta didik yang dorongannya rendah dengan penajaman pada pemecahan persoalan.

Daya cipta dalam upaya pembangunan di daerah pelosok sangat perlu motivasi. Masyarakat pedesaan tradisional menjurus untuk mengadakan penyamaan diri daripada melakukan pembaharuan, dengan mengikuti aturan yang tradisional, maka seseorang memperoleh rasa aman, walaupun dengan cara-cara tersebut bukan memberikan pemecahan yang menyenangkan, bagi pembangunan akan tersendat jika daya cipta dan daya pandang masyarakat tidak dihidupkan.

BAB 7

MODEL PEMBELAJARAN ORANG

DEWASA

Model pembelajaran yaitu suatu perencanaan dan atau suatu desain yang digunakan sebagai pegangan dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran menunjuk pada strategi pembelajaran yang akan dipakai, termasuk di dalamnya sasaran-sasaran pengajaran, tahap-tahap pada setiap aktivitas pembelajaran, lingkungan pembelajaran, serta manajemen ruang belajar (Arends dalam Trianto, 2010:51).Sedangkan pendapat Joyce & Weil (1971) dalam Mulyani Sumantri, dkk (1999:42) pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang runut dalam menyusun pengalaman belajar untuk meraih tujuan pembelajaran tertentu, serta memiliki fungsi sebagai pegangan bagi para pendesain pembelajaran serta para pengajar dalam merancang dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar. Berdasarkan dua pendapat di atas, hingga dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran yaitu kerangka konseptual yang mendeskripsikan prosedur sistematik dalam memanejemen pengalaman belajar untuk sampai pada tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan dan berfungsi sebagai pedoman bagi pendesain pembelajaran serta para tutor dalam merencana dan melaksanakan proses pembelajaran.

Istilah model pembelajaran memiliki makna yang lebih lapang daripada strategi, prosedur. atau metode. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus dimana tidak dimiliki oleh metode, strategi, atau prosedur. Ciri-ciri khusus model pembelajaran adalah:

1. Rasional teoretis logis dimana disusun oleh para penyusun atau pengembangannya. Strategi pembelajaran memiliki teori berfikir yang logis. Maksudnya para penyusun atau pengembang membuat konsep dengan mempertimbangkan konsepnya dengan kenyataan sebenarnya dan tidak secara fiktif pada saat menciptakan dan mengembangkannya.

2. Dasar pemikiran tentang apa serta bagaimana siswa belajar (sasaran pembelajaran yang akan diraihnya). Model pembelajaran mempunyai sasaran yang jelas mengenai apa yang akan diraih, termasuk di dalamnya dengan cara apa dan bagaimana warga belajar dengan baik dan cara memecahkan suatu persoalan pembelajaran.

3. Perilaku mengajar yang diperlukan supaya model tersebut dapat dijalankan dengan berhasil. Strategi pembelajaran mempunyai perilaku mengajar yang dibutuhkan sehingga apa yang membuat cita-cita mengajar kurun waktu ini bisa berhasil dalam pelaksanaannya.

4. Lingkungan belajar yang digunakan supaya tujuan pembelajaran itu bisa tercapai. Model pembelajaran memiliki lingkungan belajar yang stabil serta nyaman, sehingga situasi belajar bisa menjadi salah satu unsur penunjang yang mana selama ini menjadi tujuan pembelajaran.

Pada dasarnya setiap model pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan serta lingkungan belajar yang berlainan. Setiap pendekatan memberikan kapasitas yang berbeda kepada warga belajar, pada ruang fisik, serta pada struktur sosial kelas. Sifat bahan dari sistem syaraf meliputi konsep dan informasi-informasi yang diperoleh dari teks buku literatur, materi ajar siswa, di sisi lain banyak kegiatan pengamatan foto-foto. Tujuan yang akan diraih meliputi aspek kognitif (proses dan produk) dari kegiatan pemahaman literatur dan lembar aktivitas siswa (Trianto, 2010: 55).

Dalam dokumen ORANG DEWASA (Konsep dan Aplikasi) (Halaman 163-170)