• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan teori ini mendeskripsikan konsep-konsep yang berkaitan dengan topik dalam penelitian, yaitu pembelajaran sastra

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk dalam studi kualitatif deskriptif, dan berdasarkan tujuannya termasuk penelitian terapan dalam bentuk evaluasi formatif (formative evaluation research).

Menurut Sutopo (2002: 113), studi evaluasi formatif adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan pencapaian tujuan, hasil, atau dampak suatu program dan pelaksanaan kebijakan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Penelitian dilakukan pada waktu program masih berjalan, dengan tujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pelaksanaannya lebih lanjut.

Studi evaluasi formatif, diarahkan pada usaha peningkatan kualitas program. Keputusan mengenai hal itu memerlukan data yang rinci dan mendalam, meliputi kondisi Context, jenis dan kualitas Input yang telah diusahakan bagi terjadinya Process, kelancaran dan kualitas Process pelaksanaan program, dan Product, atau capaian hasil dari program (Sutopo, 2003: 3).

Sejalan dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan kekuatan maupun kelemahan dari pelaksanaan program pembelajaran sastra yang diselenggarakan di SMA Negeri 1, SMA Negeri 8, SMA Al-Islam 1, dan SMA Murni Surakarta. Selanjutnya, berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian di lapangan, disusun dan diajukan saran yang bersifat operasional, sebagai alternatif untuk langkah-langkah

perbaikan dan pengembangan program pembelajaran sastra yang apresiatif di sekolah yang diteliti tersebut.

Studi evaluasi dipilih sebagai strategi dalam penelitian ini, dengan alasan: (1) studi evaluasi lebih mampu menangkap proses dan makna dari setiap peristiwa yang dinamis, terjadi dan berkembang; (2) rumusan hasil dari studi evaluasi lebih mudah diterjemahkan ke dalam tindakan kebijakan; dan (3) tekanan fokusnya tertuju pada beragam data mengenai kualitas dengan kedalaman deskripsi, khususnya mengenai proses dan maknanya.

Selain beberapa alasan yang telah disampaikan, menurut Sutopo (2003: 2), penggunaan studi evaluasi sebagai strategi penelitian sangat memungkinkan untuk: (1) melakukan deskripsi secara rinci tentang pelaksanaan suatu program; (2) melakukan analisis dari proses utamanya; (3) melakukan deskripsi mengenai macam-macam partisipan dengan peran yang berbeda-beda; (4) melakukan deskripsi mengenai bagaimana program mempengaruhi sasaran; (5) melakukan deskripsi terhadap perubahan yang bisa diamati mengenai hasil dan dampaknya; dan (6) melakukan analisis terhadap kekuatan dan kelemahan dari suatu program.

Sementara itu, alasan yang melatarbelakangi dipilihnya metode deskriptif dalam penelitian ini, karena metode deskriptif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) mampu menggambarkan proses dari waktu ke waktu dalam situasi yang alami tanpa rekayasa peneliti, dan dapat mengungkap hubungan yang wajar antara peneliti dan informant (Sutopo, 2003: 2); (2) memungkinkan pendokumentasian yang sistematis tentang pelaksanaan program, sehingga dapat digunakan sebagai landasan untuk pengembangan teori secara induktif (Noeng Muhadjir, 1996: 109); (3) memungkinkan

untuk dilakukannya analisis induktif, yang berorientasi pada eksplorasi, penemuan dan logika induktif, sehingga teori yang dihasilkan didasarkan pada pola dalam kenyataannya; dan (4) memungkinkan pendeskripsian perilaku manusia dalam konteks natural, yaitu konteks kebulatan menyeluruh, sebab suatu fenomena hanya dapat ditangkap maknanya dalam keseluruhan.

Adapun yang dimaksud dengan perilaku manusia dalam penelitian ini adalah perilaku guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran sastra di sekolah, sedangkan konteks natural (natural setting) adalah kelas tempat diselenggarakannya pembelajaran sastra dalam suasana yang alami, seperti berlangsungnya kegiatan tersebut pada setiap harinya, tanpa rekayasa peneliti.

Selanjutnya, ditinjau dari karakteristiknya, penelitian ini termasuk dalam studi kasus, karena hasil penelitian didasarkan pada konteksnya, dan tidak ada usaha untuk generalisasi. Lebih dari itu, pada dasarnya semua penelitian kualitatif adalah studi kasus. Dipilih studi kasus sebagai strategi penelitian, karena penelitian jenis ini memiliki tempat tersendiri dalam penelitian evaluasi (Patton, dalam Yin, 2000: 20). Di samping itu, studi kasus memungkinkan peneliti untuk dapat berinteraksi secara terus menerus antara isu-isu teoretis yang diteliti dengan data yang dikumpulkan. Studi kasus juga memungkinkan penggunaan berbagai sumber bukti dalam penelitian tentang peristiwa yang berkonteks kehidupan nyata (Yin, 2000: 65- 85).

Dilihat dari jumlah kasusnya, strategi penelitian ini termasuk dalam studi kasus tunggal, karena berisi satu kasus saja (Yin, 2000: 54). Kasus yang diteliti tentang proses pembelajaran sastra yang apresiatif di empat sekolah yang berjenjang sama, yaitu SMA.

Masing-masing SMA merupakan satu unit analisis dengan kasus yang terbatas dan dipilih bagi pelayanan evaluasi untuk menyajikan analisis secara teliti dan mendalam.

Dalam penelitian ini, dipilih empat sekolah sebagai lokasi penelitian, dengan harapan agar ada keterwakilan informasi dari status dan kualifikasi sekolah yang berbeda, meliputi sekolah negeri dan swasta, serta sekolah unggulan dan bukan unggulan. Pada kenyataannya, empat sekolah yang dipilih memiliki karakteristik pembelajaran sastra yang relatif sama, karena itu penelitian ini mengkaji satu kasus yang sama.

Sesungguhnya, semua penelitian kualitatif bersifat holistik, namun karena fokus utama penelitian telah ditentukan sejak awal sebelum ke lapangan, penelitian ini termasuk dalam jenis studi kasus terpancang (embedded case study). Sejak awal, masalah telah dirumuskan untuk membimbing arah penelitian. Hal-hal yang tidak relevan dengan masalah penelitian diabaikan, sehingga penelitian lebih terfokus.

Dipilih studi kasus terpancang dalam penelitian ini karena menurut Yin (2000: 53), desain kasus terpancang merupakan suatu perangkat penting guna melakukan inquiry dalam studi kasus. Di samping itu, melalui studi kasus terpancang diharapkan penelitian tidak berubah arah dan desain asli penelitian tetap sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan pada awal penelitian.

Dalam penelitian kualitatif, bagaimanapun akan berbeda pendekatan dalam setiap kasusnya (Patton, 1986: 51). Berdasarkan hal itu, penelitian ini menerapkan pola pikir Context, Input, Process, Product (CIPP) (Rutman, dalam Sutopo, 2003: 3). Stufflebeam (dalam Farida Yusuf, 2000: 17), adalah ahli yang mengusulkan pendekatan CIPP. Stufflebeam (1982: 6), membagi evaluasi ini menjadi empat unit, yaitu: (1) Context evaluation to serve planning decision, evaluasi untuk membantu merencanakan

keputusan, menentukan kebutuhan, dan merumuskan tujuan program; (2) Input evaluation, structuring decision, evaluasi untuk membantu mengatur keputusan, menentukan sumber yang ada, alternatif yang diambil, rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, serta prosedur kerja untuk mencapainya; (3) Process evaluation, to serve implementing decision, evaluasi untuk membantu pengimplementasian keputusan, sampai seberapa jauh rencana telah diterapkan, dan apa yang harus direvisi; dan (4) Product evaluation, to serve recycling decision, evaluasi untuk menentukan keputusan lebih lanjut mengenai hasil yang dicapai, dan yang perlu dilakukan setelah program berjalan.

Menurut Sutopo (2003: 3), termasuk dalam context adalah kekhususan karakteristik maupun kondisi fisik tempat dilaksanakannya program; input, adalah bahan, fasilitas ataupun keterampilan yang diperlukan bagi terselenggaranya program; process, adalah kualitas pelaksanaan kegiatan untuk pencapaian tujuan; dan product adalah hasil capaian yang merupakan tujuan (termasuk output dan outcome).

Stufflebeam (1982: 7) menjelaskan, bahwa empat unit dalam konsep evaluasi CIPP yaitu Context, Input, Process, dan Product itu, merupakan satu kesatuan yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu program. Bagian-bagiannya saling membentuk dan menentukan, terpadu menjalin kesatuan yang utuh dalam membangun kualitas dengan maknanya yang menyeluruh. Ditambahkan oleh Sutopo (2003: 3), bahwa suatu kajian evaluatif yang meninggalkan salah satu unsurnya akan menghasilkan suatu keputusan yang timpang atau kurang menyeluruh.

Evaluasi dengan kerangka berpikir CIPP mampu mendeskripsikan semua unsur yang berperan dalam kegiatan program dengan kekuatan dan kelemahannya, proses kegiatan program, pencapaian tujuan, kesenjangan dan keterpaduan antarunsurnya,

sehingga penelitian evaluasi dengan kerangka berpikir CIPP ini mampu menghasilkan saran yang bermanfaat bagi perbaikan dan pengembangan suatu program.