BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
2. Pendekatan Rigorous Mathematical Thinking (RMT)
Rigorous Mathematika Thinking (RMT) didefinisikan sebagai perpaduan dan pemanfaatan operasi mental untuk: (1) memperoleh pengetahuan tentang pola dan hubungan, (2) menerapkan peralatan dan skema yang diperoleh secara kultural dengan tujuan menguraikan pengetahuan tersebut untuk organisasinya, korelasinya, teknik mengarangnya dan representasi abstraknya sehingga dapat membangun konseptualisasi dan pemahaman, (3) mentransformasikan dan menggeneralisasi konseptualisasi dan pemahaman menjadi gagasan, dan gagasan yang koheran serta logis, (4) merancang penggunaan gagasan tersebut untuk memfasilitasi penyelesaian masalah dan penurunan pengetahuan baru
9 Ibid., h. 34-35.
14
dalam berbagai konteks dan bidang aktivitas manusia, (5) melakukan pemeriksaan kritis, analisis, instropeksi dan pemantauan berkelanjutan dari struktur, operasi, dan proses RMT untuk pemahaman dirinya dan integritas intrinsiknya.10
Rigorous berasal dari kata rigor. Kata rigor secara umum dapat digambarkan dalam sejumlah elemen yang meliputi (1) ketajaman dalam fokus dan persepsi, (2) kejelasan dan kelengkapan dalam definisi, konseptualisasi, dan rancangan dari sifat kritis, dan (3) presisi dan akurasi. Rigor juga mencakup beberapa elemen sistemik, yaitu (1) pertanyaan kritis dan kemauan tinggi untuk mencari penyelesaian, (2) keterlibatan mental yang penuh semangat untuk membangun kemampuan yang lebih tinggi. RMT dalam proses pembelajaran berfokus kepada memediasi siswa dalam membangun proses kognitif yang kuat sementara secara bersamaan membangun konsep matematika dengan menggunakan tiga fase disertai enam langkah.11 Dalam hal ini, guru sebagai mediator yang artinya guru menjadi fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran di kelas dengan cara memediasi siswa melalui langkah-langkah pembelajaran.
Rigorous Mathematical Thinking (RMT) merupakan salah satu pendekatan matematika yang dikembangkan oleh James T. Kinard dan didasari oleh dua teori pembelajaran, yaitu teori sosio-kultural Vygotsky khususnya konsep peralatan psikologis dan teori Mediated Learning Experience (MLE) Feuerstein yaitu menerapkan belajar termediasi dengan menggunakan tugas kognitif yang dirancang untuk mengembangkan berpikir umum dan mengembangkan keterampilan.12 Berikut adalah penjelasan mengenai teori dari Vygotsky dan teori dari Feuerstein.
Teori sosio-kultural Vygotsky dikemukakan oleh seorang ahli psikologi Rusia, Lev Semionovich Vygotsky. Teori Vygotsky menyatakan bahwa
10 James T. Kinard, Method and Apparatus for Creating Rigorous Mathematical Thinking, United States Patent Application Publication, 2007, pp. 1
11 Ibid., pp. 2-3
12 Zaenal Khabib dan Janet Trineke Manoy, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan RMT Ditinjau dari Fungsi Kognitif Siswa pada Materi Melukis Segitiga di Kelas VII SMP”, Jurnal FMIPA UNESA, Vol. 2 No. 3, 2013, h. 2.
perkembangan proses mental anak yang lebih tinggi tergantung pada hadirnya perantara mediasi dalam interaksi anak dengan lingkungannya. Terdapat 3 kelompok mediator antara siswa dan lingkungannya, yaitu: (1) mediator fisik, (2) alat simbolis, dan (3) mediator manusia. Mediator fisik dapat berupa peralatan materil dan teknologi. Mediator alat simbolis atau dapat juga disebut dengan peralatan psikologis dapat berupa isyarat, bahasa, dan grafik. Mediator manusia meliputi orang tua, guru, teman sebaya, dan mentor lainnya.13 Konsep peralatan psikologis dalam teori inilah yang akan dipakai dalam penelitian ini.
Menurut Kinard, peralatan psikologis yaitu peralatan yang digunakan sebagai isyarat-isyarat, simbol-simbol, atau artefak-artefak yang memiliki makna khusus dalam kultural seseorang masyarakat. Sedangkan menurut Kozulin, peralatan psikologis yaitu artefak-artefak simbolis yang meliputi isyarat-isyarat, simbol-simbol, naskah, rumus, grafik yang membantu individu menguasai fungsi-fungsi psikologis alaminya sendiri yang berkaitan dengan persepsi, memori, perhatian, dan sebagainya.14 Dalam hal ini peralatan psikologis yang akan digunakan yaitu dapat berupa simbol matematika, grafik, tabel, rumus atau sesuatu yang berhubungan dengan matematika yang dapat dimanfaatkan siswa dalam membantu membangun pemahamannya sendiri.
Teori Mediated Learning Experience (MLE) atau dapat dikatakan pengalaman belajar termediasi pertama kali dikemukakan oleh Reuven Feuerstein. Feuerstein mendefinisikan MLE sebagai kualitas belajar dengan guru sebagai mediator yang bertugas membimbing siswa dan menjaga mediasi yang menggunakan tiga kriteria pokok mediasi yaitu:15
1. Mediasi Intensionalitas dan Timbal Balik (Intentionality and Reciocity Mediation), yaitu bahwa guru harus terus menerus membiasakan perilaku siswa dengan tujuan untuk menarik dan mempertahankan perilaku siswa serta membuat tugas yang dapat dijangkau oleh kemampuan siswa. Mediasi
13 Erdhin Lies Tyanto dan Janet Trineke Manoy, “Pengembangan Media Pembelajaran Matematika Berbasis Adobe Flash Profesional CS 6 dengan Memperhatikan Fungsi Kognitif Rigorous Mathematical Thinking pada Materi Melukis Segitiga”, Jurnal FMIPA UNESA, Vol. 2 No. 3, 2013, h. 3.
14 Zaenal Khabib dan Janet Trineke Manoy, op. cit., h. 3.
16
ini bertujuan untuk menjaga tingkat fokus siswa agar dapat mengikut kegiatan belajar.
2. Mediasi Transendensi (Transcendence Mediation), yaitu guru memfasilitasi pertemuan dengan isu-isu yang lebih luas tentang pengalaman dan makna masa depan dengan tujuan untuk membangun pemahaman siswa. Guru sebagai jembatan penghubung kegiatan saat ini dengan pengalaman masa lalu dan antisipasi kejadian di masa depan.
3. Mediasi Makna (Meaning Mediation), guru menanamkan pertemuan dengan pentingnya dan relevansinya perasaan dan aktivitas, mengidentifikasi dan menetapkan nilai-nilai, dukungan dan validasi perasaan dan alasan interaksi.
Berdasarkan kedua teori yang telah dipaparkan peneliti, teori sosio-kultural Vygotsky yang ditekankan dalam RMT yaitu konsep peralatan psikologis yang dirancang untuk mengubah proses kognitif dasar menjadi proses yang lebih tinggi. Sedangkan teori MLE yaitu menerapkan belajar termediasi dengan memanfaatkan tugas kognitif yang dirancang sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir umum dan belajar bagaimana mempelajari keterampilan.16
Tujuan RMT menurut Kinard yaitu, melengkapi peserta didik dengan kapasitas dan motivasi untuk membangun dan menerapkan pemahaman konseptual matematika yang mendalam.17 Kelebihan pembelajaran menggunakan RMT yaitu guru emediasi siswa dalam memperoleh dan mengkontruksi konsep matematika dengan menggunakan peralatan psikologis, siswa juga dapat memperoleh dan mengkontruksi konsep matematika secara cermat sehingga konsep tersebut tertanam dalam pikiran siswa. Sedangkan kekurangannya yaitu bila peran guru sangat dominan dalam memediasi siswa, maka pembelajaran cenderung akan berpusat ada guru dan bila kondisi siswa sulit dimediasi (dilihat dari kemampuan dan karakteristik siswa) maka sulit bagi guru dalam mengarahkan pembelajaran dengan pendekatan RMT.18
16 Erdhin Lies Tyanto dan Janet Trineke Manoy, op. cit., h. 3-4
17 James T. Kinard, op. cit., pp. 3.
Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan RMT akan melibatkan semua siswa untuk berpikir dan belajar sehingga proses pembelajarannya akan menjadi lebih bermakna. Guru sebagai mediator akan membimbing siswa untuk menggunakan peralatan psikologis dan mendorong untuk menjadi proaktif dalam membangun proses berpikir dan belajar dengan memanfaatkan peralatan psikologis dan pengetahuan yang sebelumnya. RMT memediasi siswa untuk mendefinisikan masalah, untuk menggambarkan apa yang harus dilakukan terhadap masalah yang diberikan, menganalisis peralatan psikologis yang ada untuk pemecahan masalah, menentukan hubungan antara peralatan psikologis dan pemecahan masalah, memanfaatkan dan menerapkan peralatan psikologis untuk memecahkan masalah, dan merefleksikan strategi.19 RMT menekankan perlunya kematangan konsep dan materi prasyarat dalam pembelajaran dengan memberikan skema.20 Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa RMT merupakan seperangkat pembelajaran yang berfokus membangun pemahaman konsep matematika siswa agar lebih memahami materi yang dipelajari dengan menggunakan alat psikologis dengan dibantu oleh guru sebagai mediator yang akan membimbing siswa agar lebih aktif untuk berpikir.
Tahapan pendekatan RMT memiliki tiga fase dengan enam langkah pembelajaran, yaitu:21
Fase 1: Pengembangan kognitif
a. Siswa dimediasi untuk menentukan model yang sesuai untuk mengembangkan tugas kognitif sebagai alat psikologis umum berdasarkan pada hubungan struktur fungsi.
b. Siswa dimediasi untuk melakukan tugas kognitif melalui alat psikologis untuk membangun proses kognitif tingkat tinggi.
Fase 2: Konten sebagai Proses Pengembangan
19 loc. cit.
20Aan Hendrayana, “Pengaruh Pembelajaran Pendekatan Rigorous Mathematical Thinking (RMT) terhadap Pemahaman Konseptual Matematis Siswa SMP”, Jurnal Riset Pendidikan Matematika, Vol. 4 No. 2, 2017, h. 188.
18
a. Siswa dimediasi untuk membangun konsep-konsep dasar yang diperlukan dalam matematika dari pengalaman dan bahasa sehari-hari b. Siswa dimediasi untuk menemukan dan merumuskan pola dan
hubungan matematika dalam proses kognitif
c. Siswa dimediasi untuk menyesuaikan peralatan psikologis khusus yang tepat dalam proses kognitif
Fase 3: Praktek Konstruksi Kognitif Konseptual
a. Siswa dimediasi untuk mempraktikkan atau menerapkan peralatan psikologis khusus untuk membangun pemahaman konseptual matematika
Tahapan pendekatan RMT yang digunakan penulis pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sintaks Pendekatan RMT Fase Tahap Fase 1 Pengembangan Kognitif
Siswa menentukan model yang sesuai dari tugas kognitif yang diberikan dengan arahan guru Siswa menampilkan tugas kognitif yang diberikan menggunakan alat bantu grafik atau tabel dengan arahan guru
Fase 2
Konten sebagai Proses
Pengembangan
Siswa membuat kesimpulan dari tugas kognitif untuk membangun konsep dasar dalam matematika
menggunakan bahasa sehari-hari dengan arahan guru Siswa menemukan dan memformulasikan rumus-rumus matematika dengan arahan guru
Siswa menyelesaikan tugas kognitif dengan menyesuaikan grafik,tabel, atau rumus yang tepat dengan arahan guru
Fase 3
Praktek Konstruksi Kognitif Konseptual
Siswa menerapkan penggunaan grafik,tabel, atau rumus untuk menyelesaikan tugas kognitif dengan arahan guru