LANDASAN TEORI
2. Pendekatan Strategi Coping
Lazarus dan Folkman (dalam Compas, Smith, Compas, Saltzman, Thomsen dan Wadsworth, 2001) mengungkapkan 2 pendekatan strategi coping yaitu :
a. Problem Focused Coping
Problem Focused Coping adalah strategi coping yang mirip
dengan taktik pemecahan masalah. Strategi ini mencakup upaya mendefinisian masalah, menghasilkan solusi alternatif,
mempertimbangkan kerugian dan manfaat dari berbagai tindakan, mengambil tindakan untuk mengubah apa yang ingin diubah, dan belajar keterampilan baru.
a. Emotion Focused Coping
Emotion Focused Coping adalah strategi yang mengarah
pada penurunan tekanan emosional. Strategi tersebut termasuk
coping menjaga jarak, menghindari, menyalahkan, meminimalkan,
berfantasi, mencari dukungan sosial, berolahraga, dan bermeditasi. Dalam penelitian ini, peneliti memilih teori strategi coping yang dikembangkan oleh Sigrun Sveinbjornsdottir (2014) berdasarkan teori Lazarus dan Folkman (1984). Sigrun Sveinbjornsdottir (2014) mengembangkan instrumen yang disebut The Measure Adolescent Coping
Strategies (MACS). The Measure Adolescent Coping Strategies adalah
instrumen yang dikembangkan untuk mengukur strategi coping. Instrumen MACS mempunyai 2 dimensi yaitu dimensi tingkat pertama dan tingkat kedua. Dimensi tingkat pertama terdiri dari jenis strategi-strategi coping MACS, sedangkan tingkatan kedua merupakan pengelompokan sifat dari jenis-jenis strategi coping.
Dimensi tingkat pertama terdiri dari:
a. Stoicism/Distraksi
Stoicism atau distraksi adalah cara individu mengatasi
peristiwa stres tanpa mencoba untuk menyelesaikan permasalahan atau secara langsung mengubah situasi menjadi
lebih baik. Individu sadar akan situasi stres tetapi mencoba untuk mendistraksi dirinya dengan cara menonton televisi atau bermain.
b. Acting out
Acting out adalah cara individu mengatasi stres dengan cara
merusak orang lain dan diri sendiri. Perilaku ini misalnya perilaku agresif, menggunakan alkohol, narkoba, dan berteriak teriak. Acting out hampir mirip dengan stoicism, namun acting out tidak berusaha untuk mengatasi situasi stres.
c. Ruminasi
Ruminasi adalah cara individu mengatasi stres dengan memikirkan dan mengkhayalkan masalah, serta tidak menyelesaikan situasi stres.
d. Mencari dukungan sosial
Mencari dukungan sosialadalah cara mengatasi situasi stres dengan aktif pada masalah yaitu dengan bercerita ke orang lain, mencari nasihat dan mendapatkan ide dengan tujuan menghilangkan beban.
e. Self care
Self care adalah strategi coping yang melibatkan
kepedulian pada fisik dan psikologis. Situasi stres tidak diselesaikan atau langsung mengatasi masalah.
Dimensi tingkat kedua terdiri dari:
a. Coping adaptif
Coping yang melibatkan emosi dan masalah seperti
mengubah situasi atau mengolah masalah, menyesuaikan atau mengkontrol emosi yang berkaitan dengan masalah. Coping adaptif MACS meliputi stoicism/distraksi, self care, dan mencari dukungan sosial.
b. Coping maladaptif
Coping yang berfokus pada emosi dan tidak berfokus pada
masalah, menjauhi dan tidak mendekati masalah. Coping maladaptif MACS yaitu acting out dan ruminasi (Sveinbjornsdottir dan Thorsteinsson, 2014).
B. SUMBER COPING
Sub bab ini menguraikan tentang pengertian sumber coping dan macam-macam sumber coping beserta pengertiannya.
Adler, Repetti, Taylor, dan Seeman (dalam Taylor dan Stanton, 2007) juga mengungkapkan mengenai sumber coping personal dan sosial yaitu optimisme, harga diri, dan dukungan sosial. Fryor (dalam Hoeman, 2008) menyatakan sumber coping adalah sense of coherence, self efficacy, hardiness, dan optimisme. Folkman et al (dalam Brannon dan Feist, 2013) mengungkapkan sumber coping terdiri dari personal hardiness dan dukungan sosial.
Geldard dan Geldard (2010) mengungkapkan bahwa sumber
coping adalah kualitas dan kekuatan yang mempengaruhi atau
mendorong seseorang untuk memilih dan menggunakan coping. Sumber coping tersebut terdiri dari harga diri dan optimisme .
Sumber coping tersebut saling berhubungan satu sama lain. Konsep pertama adalah harapan. Harapan tidak dapat menentukan terjadinya hasil. Namun ditentukan oleh internalisasi keyakinan/ sikap diri sendiri dan kekuatan eksternal. Selanjutnya muncul konsep sense of coherence yang merupakan cara seseorang memahami dan mengelola rangsangan yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal. Konsep tersebut dinilai tumpang tindih dengan hardiness karena memiliki komponen yang mirip dengan tantangan, kontrol dan komitmen.
Konstruk tersebut kemudian dikembangkan secara lebih multidimensional yang disebut dengan kompetensi diri. Kompetensi diri merupakan konstruk yang berkaitan dengan keterampilan dan kemampuan diri untuk menyelesaikan masalah. Keterampilan dan kemampuan diri merupakan konstruk yang berkaitan dengan self efficacy, yaitu kepercayaan bahwa seseorang mampu menyelesaikan pencapaian hasil tertentu.
Self efficacy juga erat kaitannya dengan harga diri. Harga diri
dibentuk dari penilaian atau perbandingan sosial dan atribusi diri yaitu evaluasi dan atribusi terhadap pengalaman self efficacy yaitu
keberhasilan dan kegagalan dalam diri. Individu mengevaluasi diri dengan melibatkan emosi dan koneksi sosial. Demikian evaluasi diri melibatkan dukungan sosial. Dukungan sosial mampu memberikan tuntutan peran bagi individu, yang akhirnya membentuk identitas sosial (Turner dan Roszell, 1994).
Dapat disimpulkan bahwa sumber coping menurut Adler, Repetti, Taylor, dan Seeman (dalam Taylor dan Stanton, 2007; Fryor dalam Hoeman, 2008; Folkman et al dalam Brannon dan Feist, 2013; serta Geldard dan Geldard, 2010) adalah
a. Harga diri b. Self efficacy c. Sense of coherence d. Optimisme e. Personal hardiness f. Dukungan Sosial
Berikut merupakan penjabaran dari masing-masing sumber coping:
a. Harga diri
Harga diri didefinisikan sebagai sikap positif atau negatif terhadap diri (Rosenberg dalam Taylor dan Stanton, 2007).
Self efficacy didefinisikan sebagai kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian (Bandura dalam Hoeman, 2008).
c. Sense of coherence
Sense of coherence (SOC) adalah orientasi global
terhadap dunia. Individu memandang dunia secara kontinum yaitu sebagai sesuatu yang dipahami, dikelola dan dimaknai (Antonovsky dalam Hoeman, 2008).
d. Optimisme
Optimisme adalah harapan bahwa hal-hal yang baik akan terjadi pada dirinya (Scheier dalam Brannon dan Feist, 2013).
e. Hardiness
Hardiness didefinisikan sebagai sumber daya yang
tahan terhadap situasi stres. Hardiness memiliki tiga dimensi yang saling terkait, yaitu komitmen, kontrol dan tantangan (Kobasa, Maddi dan Khan dalam Hoeman, 2008).
f. Dukungan sosial
Dukungan sosial didefinisikan sebagai persepsi atau pengalaman individu untuk dicintai, dipedulikan, dihargai oleh orang lain (Wills dalam Taylor dan Stanton, 2007).
C. REMAJA
Sub bab ini menguraikan tentang pengertian remaja, ciri-ciri masa remaja, tugas-tugas perkembangan masa remaja.