• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4: HASIL PENELITIAN

3.4.2. Pendekatan Trait dalam Kepribadian

Masing-masing budaya mempunyai aturan dan pola sangsi sendiri dari perilaku yang dipelajari, ritual dan kepercayaan. Hal ini berarti masing-masing anggota dari suatu budaya akan mempunyai karakteristik kepribadian tertentu yang umum (Mastuti, 2005).

Faktor kelas sosial membantu menentukan status individu, peran yang mereka mainkan, tugas yang diembannyadan hak istimewa yang dimiliki. Faktor ini mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana mereka mempersepsi anggota dari kelas sosial lain (Pervin & John, 2005).

Faktor lingkungan yang paling penting adalah pengaruh keluarga (Pervin & John, 2005). Orang tua yang hangat dan penyayang atau yang kasar dan menolak, akan mempengaruhi perkembangan kepribadian pada anak. Menurut (Pervin & John, 2005) lingkungan teman mempunyai pengaruh dalam perkembangan kepribadian. Situasi mempengaruh dampak keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian.

3.4.2. Pendekatan Trait dalam Kepribadian

Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait. Teori trait merupakan sebuah model untuk mengidentifikasi trait-trait dasar yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian. Trait didefinisikan sebagai suatu dimensi yang menetap dari karakteristik kepribadian, hal tersebut yang membedakan individu dengan individu yang lain (Mastuti, 2005).

38

Selama beberapa tahun debat diantara para tokoh-tokoh teori trait mengenai jumlah serta sifat dimensi trait yang dibutuhkan dalam menggambarkan kepribadian. Sampai pada tahun 1980-an setelah ditemukan metode yang lebih canggih dan berkualitas, khususnya analisa faktor, mulailah ada suatu konsensus tentang jumlah trait. Saat ini para peneliti khususnya generasi muda menyetujui teori trait yang mengelompokkan trait menjadi lima besar, dengan dimensi bipolar (Pervin & John, 2005) yang disebut Big Five.

Secara modern bentuk dari taksonomi big five, diukur dengan dua pendekatan utama. Cara pertama dengan berdasar pada self rating pada trait kata sifat tunggal, seperti talkactive, warm, moody, dsb. Pendekatan lain dengan self rating pada item-item kalimat, seperti hidupku seperti langkah yang cepat (Larsen & Buss, 2005).

Lewis R. Goldberg telah melakukan penelitian secara sistematik dengan menggunakan trait kata sifat tunggal. Taksonomi Goldberg telah diuji dengan menggunakan analisa faktor, yang hasilnya sama dengan struktur yang ditemukan oleh Norman tahun 1963. Menurut Goldberg ( Larsen & Buss, 2005 ) big five

terdiri dari:

a. Surgency atau extraversion: banyak bicara, terbuka, asertif, bergerak maju. Lawannya adalah malu, diam, tertutup, segan, tidak banyak bicara

b. Agreeableness: simpati, baik hati, hangat, pengertian, tulus. Lawannya adalah tidak simpati, jahat, kasar, dan kejam.

39

c. Conscientiousness: teratur. Rapi, tertib, praktis, cepat, tepat waktu. Lawannya adalah tidak teratur, tidak tertib, ceroboh, tidak praktis, cengeng.

d. Emotional Stability : tenang, santai, stabil. Lawannya adalah tidak kreatif, tidak imaginative, tidak pintar.

e. Intellec atau Imagination : kreatif, imaginative, pintar. Lawannya adalah tidak kreatif, tdak imaginative, tidak pintar.

Sementara itu, pengukuran big five yang menggunakan trait kata tunggal sebagai sebuah item, dikembangkan oleh Paul T.Costa dan Robert R. Mc Crae. Alat yang digunakan untuk mengukur ini dinamakan NEO-PI-R (Larsen & Buss, 2005). Kelima trait dikenali dengan model kepribadian lima faktor yaitu

Openness, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness dan Neuroticism yang disingkat OCEAN (Pervin, 2005).

Faktor-faktor didalam bigfive menurut Costa & Mc Crae (dalam Costa & Widiger, 2002) meliputi:

1) Neuroticism

Dimensi ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi kecenderungan individu apakah mudah mengalami stres, mempunyai ide-ide yang tidak realistis, mempunyai coping response yang maladaptive. Secara emosional mereka labil, dimensi ini menampung kemampuan seseorang untuk menahan setres. Orang dengan kemampuan emosional positif cenderung berciri tenag, bergairah dan aman. Sementara mereka yang skornya

40

neuroticism tingggi cenderung tertekan, gelisah, mudah mengalami kecemasan dan merasa tidak aman (dalam Costa & Widiger, 2002).

2) Extraversion

Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana

extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Menilai kuantitas dan interaksi interpersonal, level aktivitasnya, kebutuhan untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia. Dimensi ini menunjukkan tingkat kesenagan seseorang akan hubungan. Kaum ekstravert (ekstravensinya tinggi) cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan. Sementara kaum

introvert (ekstraversion rendah) cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan memiliki hubungan yang lebih sedikit dan tidak seperti kebanyakan orang lain, mereka lebih senag dengan kesendirian (Costa & Widiger,2002).

3) Openness to Experience

Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Menilai usahanya secara proaktif dan penghargaannya terhadap pengalaman demi kepentingannnya sendiri. Menilai bagaimana ia menggali sesuatu yang baru dan tidak biasa. Dimensi ini mengamanatkan tentang minat seseorang. Orang dengan tingkat

41

Openness tinggi cenderung terpesona oleh hal baru dan inovasi. Ia menjadi imajinatif, benar-benar sensitif dan intelek. Sementara orang dengan tingkat

Openness yang rendah, ia nampak lebih konvensional, pemikiran sempit dan menemuka kesenagan dalam keakraban (Costa & Widiger, 2002).

4) Agreeableness

Agreeableness dapat disebut juga mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecendrungan untuk mengikuti orang lain. Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum mulai dari lemah lembut sampai antagonis didalam berpikir, perasan dan perilaku dimensi ini merujuk kepada kecenderungan seseorang untuk tunduk kepada orang lain. Orang yang sangat mampu bersepakat jauh lebih menghargai harmoni daripada ucapan atau cara mereka. Mereka tergolong orang yang kooperatif dan percaya pada orang lain. Orang yang menilai rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan orang lain (Costa & Widiger, 2002).

5) Conscientiousness

Menilai kemampuan individu didalam organisasi. Baik mengenai ketekunan dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Sebagai lawannya menilai apakah individu tersebut tergantung, malas dan tidak rapi. Dimensi ini merujuk pada jumlah tujuan yang menjadi pusat perhatian

42

seseorang. Orang yang mempunyai skor yang tinggi cenderung mendengarkan kata hati dan mengejar sedikit tujuan dalam satu cara yang terarah dan cenderung bertanggung jawab, kuat bertahan, tergantung dan berorientasi pada prestasi. Sementara yang skornya rendah ia akan cenderung menjadi lebih kacau pikirannya, mengejar banya tujuan, dan lebih hedonistic (Costa & Widiger, 2002).

THE BIG FIVE TRAIT FAKTOR and ILLUSTRATIVE SCALES

(Pervin, Cervon, & John, 2005)

Karakteristik Nilai Tinggi Trait Scales Karakteristik Nilai Rendah NEORITICISM (N)

Kuatir, gugup, emosional, tidak aman, merasa tidak

mampu, mudah panik

Kecendrungan pada kejiwaan menyedihkan, berlebihan, membujuk, ide

tidak praktis

Tenang, rileks, tidak emosional, memiliki daya tahan terhadap stress, merasa

aman, puas atas diri sendiri

EKSTRAVERSION (E)

Suka bergaul, aktif, banyak bicara, orientasi pada orang

lain, optimis, terbuka terhadap perasaannya, penuh

kasih saying

Kapasitas kegembiraan, memerlukan dorongan

Pendiam/suka menyendiri, sederhana, tidak berlebihan

dalam kesenangan, menjauhkan diri, orientasi pada tugas, pemalu, serius

OPENNESS (O)

Memiliki rasa ingin tahu yang besar, minat yang luas,

kreatif, modern

Toleransi untuk menjelaskan ketidakakraban

Konvensionil/biasa, sederhana, minat yang menetap, tidak artistik, tidak analitis, rendah hati, menjaga

tradisi

AGREEABLENESS (A)

Lembut hati, baik hati, mudah percaya, penolong,

pemaaf, penurut, jujur

Kesatuan orientasi merupakan lanjutan kesatuan dari perasaan kasihan ke pertentangan dalam pikiran, perasaan, dan

tindakan

Suka mengejek, tidak sopan, kasar, curiga, tidak kooperatif,

pendendam, bengis/kejam, cepat marah. Suka memerintah, manipulative

CONCIENTIOUNESS (C)

Mengatur, dapat diandalkan, pekerja keras, disiplin diri, rapi, ambisius, tekun/keras

hati

Individu yang terorganisir, gigih, dan penuh motivasi

pada perilaku yang mempunyai tujuan

Tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, lalai, pemalas, tidak perhatian/cuek, ceroboh,

kemauan yang lemah, hedonistic

43 2.5 Kerangka berpikir

Tindakan kejahatan atau kriminalitas yang dari hari kehari semakin berkembang bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungan dimana seseorang itu tinggal, melainkan dapat juga dipengaruhi oleh media-media yang menayangkan liputan-liputan kriminalitas. Liputan-liputan kriminalitas yang ada diberbagai media, baik cetak maupun elektronik dapat dengan mudah diterima dan ditiru oleh masyarakat yang melihatnya. Maka tidak heran bila dengan tingginya angka penayangan liputan-liputan kriminalitas yang ada pada saat ini, maka hal tersebut akan menjadi salah satu faktor tingginya tindak kejahatan dan kriminaslitas pada masyarakat. Adapun tingginya angka kriminalitas yang ada dimasyarakat baru-baru ini dipicu oleh berbagai macam faktor seperti halnya angka kemiskinan yang tinggi maka akan memicu tindakan kriminalitas yang lebih tinggi pula, disamping itu juga faktor pendidikan. Pendidikan yang minim pada masyarakat, akan menjadi penyebab seseorang berbuat kriminalitas. Oleh karena itu, setiap orang harus waspada, karena siapa pun orang memiliki peluang untuk mengalami tindak kejahatan atau kriminalitas, terlebih anak-anak yang berada pada masa remaja. Karena masa remaja adalah fase transisi emosional sehingga remaja dapat dengan mudah mengikuti apapun yang ada di lingkungan tanpa berpikir sebab dan akibatnya.

Masa rentan pada remaja dapat menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan bagi orang tua yang memiliki anak remaja, terlebih jika orang tua menonton liputan-liputan kriminalitas dari berbagai media yang ada maka orang tua akan

44

merasa cemas dan khawatir bila anak mereka mengalami tindak kriminilitas dari pihak lain.

Sedangkan kepribadian dalam pendekatan trait menunjukkan bahwa setiap individu memiliki keunikannya masing-masing yang bercermin dari traitnya yang bersifat relatif permanen dalam berbagai situasi. Perbedaan-perbedaan trait tersebut memicu perbedaan individu dalam bertingkah laku. Perbedaan tersebutlah yang kemudian banyak diteliti untuk menghubungkan trait kepribadian dengan aspek-aspeklain, salah satunya dengan kecemasan orang tua.

Sementara itu, terdapat trait kepribadian yang umum digunakan dan telah mendapat pengakuan dari berbagai pihak yaitu kepribadian big five. Trait kepribadian big five terdiri dari 5 trait dasar diantaranya adalah extraversion, greeableness, conscientiousness, neuroticism, dan Openness to Experience. Sehingga peneliti ingin melihat apakah dengan menggunakan trait kepribdian big five ini dapat menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh dengan kecemasan orang tua.

Faktor demografis juga diasumsikan menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan orang tua diantaranya jenis kelamin dan tingkat pendidikan orang tua. Variabel tersebut diduga juga bisa memberikan dampak, baik positif maupun negatif pada kecemasan orang tua.

45

Dari uraian di atas maka dapat digambarkan bagan kerangka berpikir sebagai berikut:

2.4. HIPOTESIS PENELITIAN

Dokumen terkait