BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pendidikan Karakter di SD
2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter
Wynne dalam Mulyasa (1991: 3) mengemukakan bahwa “karakter berasal
dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku
sehari-hari”. Selain itu pendapat dari Dirjen Pendidikan agama Islam Kementrian
Agama Republik Indonesia (Mulyasa, 2011:4) mengemukakan bahwa “karakter
dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat
diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti secara khusus
ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang lainnya”.
Doni Koesoema A. (2011:124), menyebutkan bahwa pendidikan karakter
merupakan pola pendidikan yang lebih berkaitan dengan bagaimana menanamkan
nilai-nilai tertentu dalam diri anak didik di sekolah. Sri Judiani dalam Zubaedi
(2011:17) memaknai pendidikan karakter sebagai “pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik sehingga mereka memiliki
nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius,
Narwanti (2011: 14) menjelaskan pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut. Megawangi menambahkan bahwa pendidikan karakter merupakan
sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan
bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya (2004: 95).
Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan di atas peneliti menarik
kesimpulan bahwa karakter merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang
tercermin dari tingkah laku dan perbuatannya, sedangkan pendidikan karakter
merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh guru maupun orang tua untuk
menanamkan nilai-nilai karakter juga mengembangkan nilai-nilai karakter yang
sudah ada dalam diri peserta didik untuk dilaksanakan dalam lingkungan juga
kehidupan bermasyarakat.
2.1.1.2Tujuan Pendidikan Karakter
Mulyasa (2011:9), mengutarakan pendidikan karakter bertujuan “untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada
pembentukan karakter dan ahklak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan
pendidikan”. Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada
pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi,
kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol yang dipraktikan oleh semua warga
Said Hamid, dkk dalam Zubaeda (2011:18) memaparkan adanya lima
tujuan pendidikan karakter:
a. Pertama, mengembangkan kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai–nilai karakter bangsa.
b. Kedua, mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya
bangsa yang religius.
c. Ketiga, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
d. Keempat, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.
e. Kelima, mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, dan
persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan.
2.1.1.3Nilai–Nilai Pendidikan Karakter
Dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter dalam satuan
pendidikan maka Kemendiknas (2011) telah mengidentifikasi 25 butir nilai
karakter sebagai prioritas penanaman karakter di sekolah yang bersumber dari
agama, Pancasilan, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, ke 25 butir nilai
karakter tersebut adalah: (1) Kereligiusan, (2) Kejujuran, (3) Kecerdasan, (4)
Tolong-menolong, (8) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, (9) Kesantunan, (10)
Ketangguhan, (11) Kedemokratisan, (12) Kemandirian, (13) Keberanian
mengambil risiko, (14) Berorientasi pada tindakan, (15) Berjiwa kepemimpinan,
(16) Kerja keras, (17) Percaya diri, (18) Keingintahuan, (19) Cinta ilmu, (20)
Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, (21) Kepatuhan terhadap
aturan-aturan sosial, (22) Menghargai karya dan prestasi orang lain, (23)
Kepedulian terhadap lingkungan, (24) Nasionalisme, (25) Menghargai
keberagaman.
Furqon (2010: 79-81) juga menyebutkan nilai-nilai karakter kedalam
banyak butir karakter diantaranya adil, amanah, pengampunan, antisipatif, arif,
baik sangka, kebajikan, keberanian, kebijaksanaan, cekatan, cerdas, cerdik,
cermat, pendaya guna, demokratis, dermawan, dinamis, disiplin, efisien, empan
papan, empati, fair play, gigih, gotong royong, hemat, hormat, ikhlas, inisiatif, inovatif, dan kejujuran.
Menurut Doni Koesoema (2011:124), nilai-nilai yang ditanamkan ini
dapat berupa nilai yang bersifat individual personal maupun yang lebih sosial.
Nilai yang bersifat individual personal adalah tanggung jawab, kemurahan hati,
penghargaan diri, kejujuran, pengendalian diri, bela rasa, disiplin, daya tahan,
percaya diri, dan rasa terimakasih. Nilai yang bersifat lebih sosial adalah tanggung
jawab, kewarganegaraan, kerjasama, keadilan dan kesedian mendengarkan.
Dari sekian banyak karakter yang telah dikembangkan, peneliti
mengembangkan 2 karakter yang bersifat individual dan 1 karakter sosial dalam
bahan ajar. Fokus pengembangan karakter individual yaitu karakter tanggung
sosial peneliti memilih karakter kerjasama. Berikut akan dijelaskan mengenai
ketiga karakter tersebut.
a. Tanggung Jawab
Karakter pertama yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah
Tanggung jawab. Menurut Asmani (2011 : 36) Tanggung jawab adalah sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana
yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME.
Furqon (2010: 87) menjelaskan, tanggung jawab adalah memahami dan
melakukan apa yang sepatutnya dilakukan, kemampuan untuk mengambil
keputusan yang rasional dan bermoral. Zubaedi (2011: 78) Tanggung jawab
(responsibility) maksudnya mampu mempertanggungjawabkan serta memiliki perasaan untuk memenuhi tugas dengan dapat dipercaya, mandiri, dan komitmen.
Berdasarkan beberapa teori yang telah dijelaskan diatas karakter tanggung
jawab perlu ditanamkan dalam diri anak. Nilai tanggung jawab merupakan
karakter individual yang penting untuk ditanamkan dalam diri anak, dengan
diajarkan karakter tanggung jawab anak mampu melaksanakan tugas dan
kewajibannya dengan mandiri.
b. Cermat
Karakter kedua yang akan dikembangkan dalam penelitian ini yaitu nilai
cermat. Nilai cermat diturunkan dari nilai karakter kecerdasan. Muchlas (2011:
51) menjelaskan, cerdas yaitu berfikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan
empatik, bergaul secara santun, menjunjung kebenaran dan kebajikan. Dari
penjelasan tersebut peneliti berfokus untuk mengembangkan karakter cermat yang
diturunkan dari karakter kecerdasan.
Cermat adalah jeli, berhati-hati dalam memakai uang atau mengeluarkan
sesuatu barang, hemat, teliti dan hati-hati dalam melakukan sesuatu penuh minat
Furqon (2010: 81). Dari pengertian diatas peneliti ingin mengembangkan sikap
cermat pada peserta didik khususnya dalam keterampilan menulis Bahasa
Indonesia. Nilai cermat sangat sesuai jika dikembangkan pada keterampilan
menulis. Dengan memiliki karakter cermat siswa mampu menulis dengan jeli,
teliti, tepat, dan hati-hati. Berdasarkan teori diatas dapat diambil 2 indikator yang
mencerminkan sikap cermat yaitu teliti dan tepat. Siswa dikatakan cermat ketika
ia sudah teliti dalam menulis kalimat tanpa ada kesalahan dan tepat dalam
menggunakan tanda baca pada tulisan.
c. Kerjasama
Karakter ketiga yang akan dikembangkan adalah nilai kerjasama.
Kerjasama memiliki arti yang sama dengan gotong royong seperti yang dijelaskan
dalam buku Muchlas (2011: 51) Gotong royong adalah mau bekerjasama dengan
baik, berprinsip bahwa tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan
bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi dengan
sesama. Menurut David W Johnson, dkk dalam buku Colaborative Learning
cetakan III (2012:28), kerjasama adalah upaya umum manusia yang secara
simultan mempengaruhi berbagai keluaran instruksional. Sedangkan menurut
Slavin dalam Cooperative (2005: 4), kerjasama adalah dimana para siswa bekerja
mempelajari materi pelajaran. Para siswa saling membantu, saling mendiskusikan
dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan
menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. David W Johnson
(2012:8-10) mengungkapkan lima komponen pokok dari kerjasama yaitu:
1) Interdependensi Positif
Setiap anggota kelompok memandang bahwa mereka terhubung antara
satu sama lain, sehingga seseorang tidak akan bisa berhasil jika semua
orang berhasil. Siswa harus menyadari bahwa usaha dari setiap anggota
akan bermanfaat bukan hanya bagi individu yang bersangkutan, tetapi
juga bagi semua anggota kelompok.
2) Interaksi yang mendorong
Siswa saling membantu, mendukung, menyemangati dan menghargai
usaha satu sama lain untuk belajar.
3) Tanggung jawab individual
Siswa belajar bersama-sama supaya selanjutnya mereka dapat
menunjukkan performa yang lebih baik sebagai individu. Tanggung
jawab individual memastikan bahwa semua anggota kelompok tahu
siapa saja yang membutuhkan bantuan, dukungan dan dorongan yang
lebih besar untuk menyelesaikan tugas.
4) Skills interpersonal dan kelompok kecil
Siswa dituntut untuk mempelajari pelajaran atau tugas akademik dan
juga skil-skil interpersonal dan kelompok kecil yang dibutuhkan agar
dapat berfungsi sebagai sebuah tim. Skil-skil yang dimaksudkan seperti
komunikasi dan manajemen konflik harus diajarkan dengan sama
bertujuannya dan sama tepatnya dengan skil-skil akademis.
5) Pemrosesan kelompok
Anggota kelompok berdiskusi mengenai seberapa baik mereka telah
mencapai tujuan masing-masing dan seberapa baik mereka telah
memelihara hubungan yang mereka telah memelihara hubungan yang
efektif. Kelompok perlu menggambarkan tindakan anggota manakah
yang telah sangat membantu dan tidak membantu dan membuat
keputusan tentang sikap mana sajakah yang perlu dilanjutkan atau
diubah.