• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN KRISTEN

3.1 Pendidikan Seksualitas

Apa yang dimaksud pendidikan seks itu? Pendi cara mempelajari tentang cara melakukan seks. Namun pendidikan seks juga mencakup banyak hal seperti penyimpangan seks, masalah reproduksi, kejahatan seks, hukum, moral dan lain-lain. Jadi pendidikan seks itu bukan semata-mata how to do sex (cara melakukan seks). Menurut kamus, kata “pendidikan” berarti “proses pengubahan sikap dan tata laku kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Sedangkan kata seks mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti jenis kelamin dan yang kedua adalah hal ihwal yang berhubungan dengan alat kelamin, misalnya persetubuhan atau sanggama.

Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat31

31

. Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar mereka dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggung jawab. Membantu remaja merefleksikan pengaruh nilai dan perkembangan mereka dalam nilai seksual dan membangun nilai dengan pendekatan praktis pada pendidikan seksual (Halstead &

Michael, 2004). Sarwono (2010;15-17) mengatakan bahwa pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa. Sesuai dengan pendapat Sarwono (2010;17-18) bahwa pendidikan seks bukanlah penerapan tentang seks semata-mata, akan tetapi sama seperti pendidikan umum lainnya (Pendidikan Agama atau Pendidikan Moral Pancasila) yang mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidikan ke subyek didik.

Dari penelitian yang dilakukan, para remaja belum paham benar apa sebenarnya pendidikan seks itu. Mereka beranggapan bahwa pendidikan seks itu adalah semata-mata pembelajaran mengenai hubungan antara lawan jenis. Hal ini dibuktikan dari wawancara penulis dengan informannya bernama Widia Sinaga (14 tahun) yang mengatakan :

“Pendidikan seks itu adalah pembelajaran tentang seks antara laki-laki dan perempuan. Nantinya dengan melakukan seks itu akan menghasilkan anak.”

Gerta Sinaga (16 tahun) mengatakan bahwa,

“Pendidikan seks itu kayak yang dipelajari di pelajaran biologi di sekolah lah kak, belajar tentang organ-organ tubuh manusia, terus tentang pembuahan gitu.”

Padahal yang disebut pendidikan seks sebenarnya mempunyai pengertian yang jauh lebih luas, yaitu upaya memberikan pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia (Yusuf Madan, 2004). Pendidikan seks (Mayo, 1986)

merupakan pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk menumbuhkan pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan kemampuan hubungan manusiawi yang sehat, untuk membangun tanggung jawab seksual dan sosial, untuk mempertinggi masa perkenalan yang bertanggung jawab, perkawinan yang bertanggung jawab, dan orangtua yang bertanggung jawab.

Para orangtua di kelurahan ini mengaku bahwa mereka sudah memberikan pendidikan seks yang baik bagi putra-putri mereka. Seperti wawancara yang dilakukan penulis dengan informa yang bernama Ibu Siregar (48 tahun) yakni,

“Kalau ibu udah berikan pendidikan seks buat anak-anak ibu. Ibu berikan waktu mereka haid pertama. Kenapa ada darah, apa yang harus dijauhi, gimana kalau berteman sama laki-laki.”

Ibu Silaen (40 tahun) pun juga mengatakan demikian,

“Tante udah ajari anak-anak tante tentang seks itu. Dari kecil orang ini udah tante ajari. Mulai dari apa nama kelamin mereka, gimana merawat dan membersihkannya. Kalau buat yang perempuan lebih sering. Apalagi karna udah haid itu dia. Tante ajari gimana pakai pembalut, gimana membersihkannya, tante bilang juga biar dia hati-hati karna udah haid itu.”

Namun dari hasil penelitian yang dilakukan, informan remaja putri yang penulis wawancara mengaku bahwa, orangtua mereka tidak memberikan pendidikan seks yang baik. Mereka mengatakan bahwa orangtua mereka hanya memberi nasehat seperti yang diungkapkan Tika Panggabean (15 tahun) yakni,

“Hati-hati sama laki-laki, jangan terlalu dekat-dekat sama laki-laki. Nanti aja kalau udah besar pacaran, terus kau kan udah haid, jadi harus hati-hati sama laki-laki.”

Widia Sinaga (14 tahun) pun mengatakan hal yang sama yakni,

“Mamak cuma bilang jangan dekat-dekat sama laki-laki ya. Hati-hati kalau berteman, kalau ada yang ngajak pergi dan gak kenal, jangan mau.”

Dari penelitian ini, para orangtua mengatakan bahwa pendidikan seks itu adalah pembelajaran mengenai seks. Pembelajaran yang dimaksud adalah pengenalan anatomi tubuh khususnya bagian reproduksi dan larangan-larangan terhadap bagian yang berhubungan dengan seks (batasan-batasannya).

3.1.1. Pentingnya Pendidikan Seks

Sarwono (2010;20-21) berpendapat bahwa informasi tentang seks diberikan secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Pendidikan seks yang konstektual ini jadinya mempunyai ruang lingkup yang luas. Tidak terbatas pada perilaku hubungan seks semata tetapi menyangkut pula hal-hal seperti peran pria dan wanita dalam masyarakat, hubungan pria-wanita dalam pergaulan, peran ayah-ibu dan anak-anak dalam keluarga dan sebagainya.

Perbedaan pandangan tentang perlunya pendidikan seks bagi remaja nyata dari penelitian WHO (World Health,1979) di 16 negara eropa yang hasilnya adalah sebagai berikut:

a) 5 negara mewajibkannya disetiap sekolah

b) 6 negara menerima dan mensahkannya dengan undang-undang tetapi tidak mengharuskannya di sekolah

c) 2 negara secara umum menerima pendidikan seks, tetapi tidak mengukuhkannya dengan undang- undang

d) 3 negara tidak melarang, tetapi juga tidak mengembangkannya (Sarwono, 2010)

Pandangan yang mendukung pendidikan seks antara lain diajukan oleh Zelnik dan Kim yang menyatakan bahwa remaja yang telah mendapatkan pendidikan seks tidak cenderung jarang melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapatkan pendidikan seks, cenderung lebih banyak mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki (Zelnik dan Kim dalam Sarwono, 2010). Pendidikan seks yang hanya berupa larangan atau berupa kata kata “tidak boleh” tanpa adanya penjelasan lebih lanjut adalah sangat tidak efektif. Dikatakan tidak efektif karena pendidikan seperti ini tidak cukup untuk mempersiapkan remaja dalam menghadapi kehidupannya yang semakin sulit. Pengaruh minuman keras, obat-obatan terlarang, tekanan dari teman atau patah hati akibat hubungan cintanya, akan semakin menjerumuskan mereka pada aktivitas seksual lebih dini (Dianawati, 2003).

Seperti yang diungkapkan oleh Namboru Mida (45 tahun) bahwa,

“Liatlah anak-anak sekarang ini, kalau pacaran tak ciuman, tak pacaran itu katanya, diajak kawan-kawannya nanti minum-minum, maunya itu ikut. Kalau tak mau, tak gaul katanya. Ya wajar ajalah makin banyak yang rusak. Pergaulannya pun tak jelas. Kayak gitulah mau dikawan-kawani ?”

3.1.2. Tujuan Pendidikan Seks

Tujuan pendidikan seks adalah membentuk sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dalam membimbing anak dan remaja kearah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Mu’tadin (2002;35-37) mengemukan beberapa tujuan pendidikan seksual, antara lain :

 Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental, dan proses kematangan emosional yng berkaitan dengan masalah seksual remaja.

 Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab).

 Membentuk sikap dan pengertian terhadap seks dalam manifestasi yang bervariasi.

 Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan keluarga.

 Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan hubungan seksual.

 Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual, agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.

 Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksploitasi seks yang berlebihan.

 Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dengan berbagai peran, misalnya sebagai suami atau istri, orang tua, dan masyarakat.

Dokumen terkait