• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Tinjauan Pustaka

16

kebudayaan Samoa, terutama wanita, mengalami masalah ketegangan akil balig. Hal ini disebabkan karena pada masyarakat Ero-Amerika, ada kecenderungan para remajanya untuk menentang kekuasaan dan otoritas orangtuanya walaupun dalam keadaan ragu-ragu dan ketidakmantapan akil balig terhadap tujuan hidupnya sendiri, namun selalu ingin mencari kebebasan dan otoritas pada umumnya.

Pada masa itu kecenderungan semacam itu dianggap universal, dan Margareth Mead ingin melihat apakah kecenderungan semacam itu ada juga pada masyarakat di luar kebudayaan Ero-Amerika (Mead dalam Danandjaja, 2005). Dari hasil penelitiannya selama sembilan bulan di tiga desa di Samoa, Mead berkesimpulan bahwa para gadis Samoa tidak mcngalami gejala gejolak akil balig tersebut. Sebabnya, keluarga orang Samoa bukan bersifat keluarga inti, yang hanya terdiri dan ayah, ibu, kakak serta adik, melainkan bersifat keluarga luas. Akibatnya seorang anak tidak selalu harus berhubungan terus-menerus dengan kedua orangtuanya saja, tetapi juga mendapat kesempatan untuk berhubungan secara bebas dan emosional dengan anggota kerabatnya yang lain. Selain itu, pergaulan secara seksual antara para remaja dan lain jenis kelamin, juga lebih bebas jika dibandingkan dengan para remaja Ero-Amerika pada tahun dua puluhan. Karena tidak adanya pengekangan mengenai seks, gejolak akil balig tidak ada pada remaja Samoa. Mungkin keadaan yang sama juga berlaku pada masyarakat yang mempunyai sistem dan organisasi kekerabatan serta norma pergaulan seks yang sama dengan Samoa (Mead dalam Danandjaja, 2005 ).

Menurut kamus, kata “pendidikan” berarti “proses pengubahan sikap dan tata laku kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Sedangkan kata seks mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti jenis kelamin dan yang kedua adalah hal ihwal yang berhubungan dengan alat kelamin, misalnya persetubuhan atau sanggama. Padahal yang disebut pendidikan seks sebenarnya mempunyai pengertian yang jauh lebih luas, yaitu upaya memberikan pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia (Yusuf Madan, 2004). Pendidikan seks (Mayo, 1986) merupakan pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk menumbuhkan pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan kemampuan hubungan manusiawi yang sehat, untuk membangun tanggung jawab seksual dan sosial, untuk mempertinggi masa perkenalan yang bertanggung jawab, perkawinan yang bertanggung jawab, dan orangtua yang bertanggung jawab.

Pendidikan seks tidak hanya mengenai perkembangbiakan manusia, tetapi juga mencakup keseluruhan sikap terbuka pria dan perempuan dalam hubungan mereka satu sama lain dan mengembangkan diri mereka agar bertanggung jawab. Defenisi lain dari pendidikan seks adalah pendidikan tentang tingkah laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks. Pendidikan seks dimaksudkan sebagai penerangan tentang kehidupan yang wajar atau sehat selama masa kanak-kanak sampai dewasa. dr. Warih A Puspitosari, M.Sc, Sp.K.J. menjelaskan bahwa pendidikan seks usia dini bukan berarti mengajarkan bagaimana cara melakukan seks. Namun pendidikan seks pada usia dini menjelaskan tentang organ-organ

yang dimiliki manusia dan apa fungsinya.17

17

http://okezonekampus – orangtua-harus-berikan-pendidikan-seks-sejak-dini.com (27 Desember 2012, pukul 08.05)

Tujuan utama pendidikan seks yang disampaikan Pohan (1990), yakni memberikan pondasi yang kuat supaya sebagai makhluk seksual ia dapat berfungsi secara efektif, sebagai pria atau perempuan selama hidupnya.

Dianawati (2003) mengatakan pentingnya memberikan pendidikan seks bagi remaja, sudah seharusnya dipahami, karena pada dasarnya usia remaja merupakan masa transisi, masa terjadinya perubahan, baik fisik, emosional, maupun seksual. Hormon seks dalam tubuhnya mulai berfungsi dan siap melakukan fungsinya. Perubahan hormon itu ditandai dengan kematangan seks, sehingga dorongan seks yang timbul semakin meluap. Dorongan tersebut akan semakin liar jika tidak diberi bimbingan yang benar tentang perubahan ini. Pada usia remaja, seorang anak belum dapat bertanggung jawab sepenuhnya.

Hal-hal yang mereka lakukan hanya merupakan kesenangan sesaat. Ketidakjelasan pendidikan seks dari orangtuanya akan menimbulkan berbagai masalah yang mengacu pada gangguan seksual ketika memasuki kehidupan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya. Oleh sebab itu, bimbingan dari orangtua sangat dibutuhkan. Pendidikan seks di dalam keluarga juga berhubungan dengan pola pengasuhan anak yang dilakukan di dalam keluarga. Pengasuhan anak merupakan bagian yang sangat penting dari proses sosialisasi yang dapat berakibat besar terhadap kelakuan si anak jika dia sudah menjadi dewasa.

Pengaruh kebudayaan pada kepribadian anak sangat besar dan ciri-ciri kepribadian anak yang berbeda kebudayaan juga berbeda. Hal ini disebabkan oleh sistem nilai kebudayaan masing-masing yang berbeda sehingga cara mengasuh dan mendidiknya pun berbeda (Lintondalam Danandjaja, 2005). Demikian juga dengan pendidikan seks yang diberikan oleh orangtua kepada anak-anak mereka di dalam sebuah keluarga. Ada orangtua yang berpendirian bahwa tugas mereka adalah mendidik anak sedemikian rupa sehingga anak dapat bertingkah laku sopan dan suci, dan hal ini mnyebabkan mereka tidak mau membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan seks yang mereka anggap tabu untuk diperbincangkan. Hal ini membuat anak-anak berusaha untuk mencari tahu sendiri dari luar yang mana belum tentu kebenarannya.

Dalam hal ini, dr. Boyke Dian Nugroho, mengatakan bahwa mulai sekarang orangtua harus mulai menghindari untuk mentabukan masalah ini karena hal ini merupakan suatu pengetahuan yang dapat dipelajari sejak beberapa ratus tahun yang lalu, para ilmuwan pun juga telah mencoba meneliti tentang seks ini, dan sampai sekarang pun mereka masih menemukan hal-hal yang baru (Nugroho, 2000). Psikolog Sani B. Hermawan, Psi dari Lembaga Konsultasi Psikologi Daya Insani mengatakan ada 7 modal awal sebelum memberikan pendidikan seks pada anak, yakni:

1. Luangkan waktu untuk berdialog.

2. Miliki sikap terbuka, informatif, dan yakinlah bahwa apa yang kita berikan penting bagi anak-anak.

3. Siapkan materi dan penyampaian yang sesuai, serta gunakan istilah ilmiah untuk menghindari kesalahpahaman penyebutan.

4. Gunakan media atau alat bantu seperti buku atau gambar anatomi. 5. Membekali diri dengan wawasan yang cukup.

6. Menyakinkan diri bahwa pendidikan seks penting dan bermanfaat. 7. Mendiskusikan kepada ahli jika ragu atau bingung.

Dengan begitu, orangtua sudah membekali seluruh anggota keluarga untuk terhindar dari pelecehan seksual dan pemerkosaan.18

Ada dua faktor yang menyebabkan remaja perempuan menjadi sangat rentan terhadap badai ini. Faktor yang pertama adalah masalah pertumbuhan Masa remaja atau adolescence (Mayo, 1986) adalah masa yang penting dalam hidup remaja, masa yang indah, masa di mana manusia mampu mencatat dan mengumpulkan kebenaran-kebenaran fundamental tertentu untuk belajar mengenal dan memiliki nilai-nilai fundamental dan lain-lain. Dalam masa ini perlu diletakkan dasar yang kuat untuk pembentukan watak. Dalam masa remaja ini tidak cukup hanya diberikan pengetahuan tentang fakta-fakta biologis, tetapi pembentukan watak dan pengetahuan seksual juga harus diberikan secara bersama-sama, sehingga mereka akan memperoleh kehidupan seksual yang baik dan sehat. Usia remaja yang dimaksud disini adalah berkisar 12-18 tahun (remaja perempuan) secara psikologi. Pada awal masa remaja, anak perempuan dapat diibaratkan seperti pohon yang baru tumbuh diterpa badai.

18

http://Prevention Indonesia-cara-cerdas-untuk-hidup-sehat»prevention»pilihan»pendidikan-seks-pengetahuan-tanpa-batas-umur.com (17 Desember 2012, pukul 16.33)

mentalitas mereka. Memasuki masa remaja, segalanya menjadi berubah. Mulai dari perubahan bentuk tubuh, hormon, kulit, dan juga rambut. Cara berpikir mereka pun mulai berubah. Sementara faktor kedua adalah pada masa ini mereka mulai memasuki ruang lingkup era-globalisasi dan menjadi sasaran segala macam paham yang akhirnya dapat merugikan mereka. Sebut saja misalnya paham-paham seperti :seksisme19 dan lookism20. Semua paham-paham uang mengevaluasi atau menilai seseorang berdasar penampilan mereka, baik itu fisik maupun tingkah laku atau sikap diri.21

Persoalan seksualitas terbukti memang bukan hanya masalah tubuh perempuan dan laki-laki saja, namun juga berkaitan dengan relasi kekuasaan. Frederick Engels dalam bukunya berjudul The Origin of The Family, Private Property and State, mencoba merumuskan pensubordinasian perempuan dalam perannya dimulai dengan perkembangan kepemilikan pribadi, saat ketika terjadi kekalahan sejarah perempuan di dunia. Sejak lahir ia telah disosialisasikan sebagai milik laki-laki, sebelum menikah ia bergantung dan menjadi milik sang ayah, sedangkan ketika menikah ia menjadi milik suami. Kepemilikan ini berkaitan erat dengan dominasi ekonomi dan dominasi politik oleh laki-laki termasuk kontrol mereka atas seksualitas perempuan. Kontrol ini dinilai penting

19

Seksisme adalah prasangka berdasarkan jenis kelamin, sikap negatif bisa dari laki-laki terhadap perempuan, atau dari perempuan terhadap laki-laki., contohnya adalah ketidaksukaan laki-laki terhadap peran wanita, dll.Intinya seksisme adalah prasangka dengan berdasarkan jenis kelamin, dan bisa berpotensi menimbulkan konflik.

20

Lookism adalah penilaian terhadap orang lain berdasarkan fisik yang dimiliki melalui penglihatan

21

karena reproduksi dan seksualitas sudah menjadi bagian dari basis material masyarakat.22

1. Bagaimana pengertian seks yang dipahami oleh remaja putri dan keluarganya di Kelurahan Kristen, kota Pematangsiantar ?

Ibu dan anak perempuan sering mempunyai waktu yang lebih banyak daripada ayah dan anak laki-lakinya dalam berkomunikasi tentang seks. Anak perempuan dan ibunya cenderung lebih mudah saling berbicara daripada anak laki-laki dan ayahnya karena pada awal menstruasi memerlukan diskusi dan penjelasan-penjelasan terkait menstruasi tersebut. Agak jarang ada anak perempuan yang akan mendatangi ayahnya untuk konseling masalah ini. Rasa sakit yang pertama kali biasanya akan menyebabkan dia mencari bantuan dari orangtuanya. (Djiwandono, 2008)

Dokumen terkait