• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Pendirian Perseroan Terbatas

Pendirian Perseroan Terbatas dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 menyebutkan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dengan bahasa Indonesia.

Dalam rumusan tersebut dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa :

1. Pendirian suatu perseroan pada dasarnya adalah hubungan kontraktuil antara dua orang/badan hukum atau lebih. Ketentuan ini menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan undang-undang ini bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian, dan karena itu mempunyai lebih dari satu orang pemegang saham.

2. Pendirian suatu perseroan haruslah dengan akta notaris, dengan kata lain tiada berdiri suatu perseroan tanpa akta notaris. Bahkan, hal ini berlaku juga atas segala perubahan anggaran dasar perseroan, haruslah dengan akta notaris.

Artinya segala perubahan anggaran dasar perseroan juga haruslah dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.

Selanjutnya mengenai syarat sahnya pendirian perseroan terbatas menurut pasal 7 ayat (4), Perseroan harus memperoleh status badan hukum. Pasal tersebut berbunyi : “Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya

Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan”.

Bertitik tolak dari ketentuan ini, agar suatu perseroan terbatas sah berdiri sebagai badan hukum, haruslah mendapat pengesahan dari Menteri. Pengesahan diterbitkan dalam bentuk keputusan Menteri yang disebut Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan.

A.1. a. Perseroan Terbatas yang belum Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum dari Menteri

Seperti yang dijelaskan sebelumnya dalam pasal 7 ayat (1) yang menyebutkan perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya akta pendirian yang berupa anggaran dasar perseroan tersebut dimohonkan kepada Menteri untuk memperoleh keputusan Pengesahan Badan Hukum

Mengenai batas waktu penyampaian pengajuan permohonan untuk memperoleh pengesahan badan hukum perseroan ini dilakukan, undang-undang telah mengaturnya sebagaimana yang berbunyi dalam pasal 10 ayat (1) yaitu :

“Pemohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud Dalam Pasal 9 ayat (1), harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi dengan dokumen pendukung”.

Perbuatan hukum tersebut diatas dalam praktek hal ini dapat saja terjadi dimana perseroan belum berbadan hukum tetapi hendak mengajukan kredit pada bank.

Mengenai hal ini dapat kita kategorikan dalam 2 (dua) hal, yaitu :

1. Calon pendiri mendirikan setelah Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007, tanggal 16 Agustus 2007 dan belum memperoleh keputusan pengesahan badan hukum dari Menteri.

2. Calon pendiri yang telah mendirikan perseroan berbadan hukum berdasarkan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995 dan melakukan penyesuaian anggaran dasarnya dengan Undang-Undang nomor 40 Tahun Menteri.

Mengenai hal ini jelas diatur dalam pasal 13 ayat (1) menyebutkan :

“Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan, mengikat perseroan setelah menjadi badan

hukum apabila RUPS pertama perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya”.

Dan ayat (2) nya menyebutkan :

“RUPS pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah

perseroan memperoleh status badan hukum”.

Apabila terjadi hal yang demikian maka dalam melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. Demikian dijelaskan dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang tersebut.

Perbuatan hukum atas nama perseroan adalah perbuatan hukum, baik yang menyebutkan perseroan sebagai pihak dalam perbuatan hukum maupun menyebutkan perseroan sebagai pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum.62

Yang dimaksud dengan tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat perseroan adalah tanggung jawab pendiri yang melakukan perbuatan tersebut

62 Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No.40 Tahun 2007) (Jakarta : Citra Aditya Bakti, 2007), halaman 35.

secara pribadi dan perseroan tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan pendiri tersebut.

Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dilakukan oleh pendiri atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan, dan tidak mengikat perseroan (pasal 14 ayat 2).

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa anggota Direksi tidak dapat melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, tanpa persetujuan semua pendiri, anggota Direksi lainnya dan anggota Dewan Komisaris.

Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud karena hukum menjadi tanggung jawab perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum (pasal 14 ayat 3).

Sedangkan perbuatan hukum oleh pendiri atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham perseroan (pasal 14 ayat 4).

Dalam praktek perbankan pihak Bank dalam perjanjian kredit yang dilakukan terhadap perseroan yang belum memperoleh pengesahan status badan hukum dari Menteri, selain mengikut sertakan semua pendiri dan seluruh anggota Direksi dan seluruh anggota Dewan Komisaris, berikut dengan pasangan suami atau isterinya masing-masing, bahkan juga memintakan personal guarantee dari semua anggota tersebut. Personal

Perseroan Terbatas setelah pendirian telah memiliki harta sendiri, yang merupakan harta bersama yang terikat.

Terhadap perbuatan hukum atas nama perseroan terbatas yang belum memperoleh status badan hukum tersebut, yang dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua anggota Dewan Komisaris Perseroan, maka perbuatan hukum tersebut mengikat harta kekayaan perseroan terbatas dan mereka semua yang menandatangani atau melakukan perbuatan hukum tersebut.

Dengan demikian perikatan yang lahir dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk perseroan terbatas dalam pendirian merupakan perikatan tanggung- menanggung atau tanggung renteng antara pendiri, Direksi dan Dewan Komisaris perseroan terhadap pihak ketiga.

Dengan makna tanggung renteng ini tidaklah berarti pihak ketiga dapat langsung mengambil pelunasannya dari para pendiri, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris perseroan terbatas dalam pendirian. Pelunasan kewajiban pihak ketiga harus dipenuhi terlebih dahulu dari harta kekayaan perseroan terbatas (meskipun perseroan terbatas belum berbadan hukum). Jika harta kekayaan perseroan terbatas tidak mencukupi barulah dapat dituntut pemenuhannya dari para pendiri, anggota Direksi dan atau Komisaris. 63

A.1. b. Perseroan Terbatas yang telah Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum dari Menteri

Seperti yang ditegaskan dalam pasal 1 UUPT bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum. Untuk memperoleh status badan hukum tersebut maka akta pendirian dari perseroan terbatas harus mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi

63 Gunawan Wijaya, Op.cit, dalam 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, halaman 14.

Manusia (pasal 1 ayat 6 juncto pasal 1 ayat 7). Maksud dari pengesahan, dimana dengan demikian Pemerintah dapat mencegah berdirinya perseroan terbatas yang tujuannya melanggar hukum, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, dan yang mengandung hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.64

Dalam pasal 7 ayat (4) Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 telah jelas disebutkan bahwa Perseroan Terbatas memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.

Akta pendirian yang berupa anggaran dasar yang telah memperoleh Keputusan status badan hukum dari Menteri, boleh juga dikatakan merupakan perjanjian yang berisi ketentuan tertulis mengenai kekuasaan dan hak-hak yang dapat dilakukan pengurus perseroan. Anggaran Dasar merupakan dokumen yang berisi aturan internal dan pengurusan perseroan. Dia berisi aturan pokok mengenai penerbitan saham, perolehan saham, modal, RUPS (general meeting), hak suara (voting right), Direksi dan Dewan Komisaris yang meliputi pengangkatan dan kekuasannya.65

Perseroan Terbatas setelah mendapat pengesahan adalah perseroan terbatas yang telah berbadan hukum.

Dalam konteks ini, pendiri, anggota Direksi Dan Komisaris tidak lagi bertanggung jawab terhadap perikatan perseroan. Pendiri sebagai pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas modal yang dijanjikan untuk dimasukkan, kecuali melakukan pelanggaran terhadap Anggaran Dasar Perseroan. Anggota Direksi Dan Komisaris tidak lagi

64 C.S.T. Kansil dan Cristine S.T.Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang- Undang No.40 Tahun 2007, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007) halaman 7

bertanggung jawab secara pribadi, kecuali dalam hal terjadinya pelanggaran yang diatur dalam Undang Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. Pasal 3 UUPT menyebutkan :

Ayat (1) Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi

atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.

Ketentuan dalam ayat ini mempertegas ciri perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi kekayaan pribadinya.

Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila :

a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. Pemegang sham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memamfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan Perseroan; atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang

mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

Dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggungjawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini.

Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan sehingga perseroan

didirikan semata-mata sebagai alat digunakan oleh pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya sebagai mana dimaksud dalam huruf (b) dan (d).

A.1. c. Pendaftaran dan Pengumuman Perseroan Terbatas yang telah Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum

Berbeda dengan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995, tentang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa Direksi, perseroan wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan. Namun dalam UUPT Nomor 40 Tahun 2007 ketentuan tersebut diubah bahwa Menteri yang berkewajiban menyelenggarakan daftar perseroan dan terbuka untuk umum (Pasal 29 ayat 1 dan 5).

Daftar perseroan yang memuat data perseroan dimasukkan dalam daftar perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal :

a. Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan, persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;

b. Penerimaan pemberitahuan, perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau

c. Penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan yang bukan merupakanperubahan anggaran dasar.

Ketentuan daftar perseroan ini juga berhubungan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1998 dan aturan pelaksanaan yang diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia nomor 12/MPP/Kep/1/1998 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Wajib Daftar Perusahaan dalam peraturan

tersebut diadakan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Perusahaan tersebut mensyaratkan setiap perusahan wajib mendaftarkan perusahaan tersebut yang terdiri atas : a. Akta pendirian sesuai dengan pengesahan Menteri Kehakiman (sekarang Menteri

Hukum Dan Hak Asasi Manusia).

b. Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman. c. Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.

Adapun tujuan dari pendaftaran perusahaan ini mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas perusahaan yang tercantum di dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Oleh karena itu, setiap perusahaan, termasuk perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia dan telah memiliki izin, wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan.

Pendaftaran ini memiliki pengecualian tidak wajib untuk melakukan pendaftaran, yaitu: 66

a. Perusahaan yang diurus atau dikelola oleh pribadi pemiliknya sendiri, atau hanya dengan memperkerjakan anggota keluarganya sendiri;

b. Perusahaan yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu yang ditertibkan oleh instansi yang berwenang, perusahaan yang benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi keperluan nafkah sehari hari pemiliknya dan

66 Ibid, halaman 52

c. Perusahaan yang tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.

Dengan demikian, pendaftaran perseroan yang dilakukan oleh dua instansi satu pihak diadakan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara, sama halnya dengan pendaftaran perusahaan, maka dengan Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007, tidak lagi kewajiban Direksi melainkan dilakukan oleh Menteri, sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 30 ayat (1), yaitu :

a. Akta pendirian perseroan berserta keputusan Menteri;

b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan Menteri;

c. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri Selanjutnya pengumuman tersebut dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan Menteri atau sejak diterimanya pemberitahuan (pasal 30 ayat 2).

Jadi Daftar Perseroan dan Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara diselenggarakan dan dilakukan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia dengan tujuan agar pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan terbatas mengetahui dengan pasti hal-hal yang terkait dengan perseroan terbatas tersebut.

Pengumuman perseroan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia.

Dengan demikian, perihal pengumuman ini bukan merupkan hal yang sangat prinsip bagi Direksi perseroan perihal pertanggungjawaban secara pribadi karena sahnya suatu perseroan menjadi badan hukum bukan didasarkan dari pengumuman dalam Tambahan

Berita Negara Republik Indonesia. Jika didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, selama pendaftaran dan pengumuman dilakukan, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Pelanggaran atau kelalaian atas pelaksanaan kewajiban untuk mendaftarkan sesuai peraturan yang berlaku, diancam dengan sanksi pidana atau perdata.

Pengumuman dan pendaftaran perseroan yang berdasarkan Undang-Undang Perseroan ini dilakukan oleh Menteri tidak lagi memiliki keterkaitan langsung dengan tanggung jawab anggota Direksi, tetapi lebih pada pengumuman kepada para pihak lain dan data yang akan dipergunakan oleh Menteri terkait sehubungan dengan pendataan perseroan di Indonesia, yang ketentuan pendaftaran dan pengumumannya akan diatur dalam suatu perundang-undangan67

Oleh karena itu sehubungan dengan aspek yuridis ini, apabila suatu perseroan Terbatas akan melakukan perbuatan hukum dalam memperoleh pemberian kredit dari Bank maka menurut UUPT harus tetap berpegang pada :

a. Apabila suatu Perseroan Terbatas di mana akta pendiriannya belum mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia maka akta pendirian tersebut masih berupa hubungan kontraktuil antara para pendiri atau pemegang sahamnya. Maka, apabila Perseroan Terbatas tersebut menjadi Debitur, semua pendiri atau pemegang sahamnya dan semua pengurus (anggota Direksi dan Dewan Komisaris) harus setuju secara tertulis atau ikut menandatangani perjanjian kredit yang dibuat dengan Bank.

67 Ibid , halaman 53

b. Apabila suatu Perseroan Terbatas telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta telah didaftarkan pada Daftar Perusahaan dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia maka kewenangan untuk mewakili Perseroan Terbatas dalam perjanjian kredit dapat dilihat pada ketentuan anggaran dasar perseroan tersebut.

Bahkan, didalam UUPT dimuat ketentuan yang mengatur tata cara yang harus ditempuh untuk mengalihkan kepada perseroan hak atau tanggung jawab yang timbul dari perbuatan hukum pendiri yang dibuat setelah perseroan didirikan, tetapi belum disahkan menjadi badan hukum, yaitu melalui penerimaan secara tegas oleh perseroan, pengalihan hak, serta tanggung jawab, dan pengukuhan perbuatan hukum oleh perseroan.

Dokumen terkait