• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Masa pendudukan Jepang Tahun 1942-1945

Pada tahun 1941 Jepang menyerang dan membom pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour dan kemudian menuju ke Selatan untuk menyerang wilayah Hindia Belanda. Pada tanggal 10 Januari 1942 tentara Jepang telah sampai di Tarakan Kalimantan Timur, dan Penguasa Belanda di pulau itu menyerahkan diri pada tanggal 13 Januari. Selanjutnya satu persatu wilayah kepulauan Kalimantan berhasil dikuasai Jepang secara berturut-turut, Balikpapan pada tanggal 20 Januari, Pontianak pada tanggal 2 Februari, menyusul berikutnya Martapura dan Banjarmasin pada tanggal 10 Februari.

Pada tanggal 14 Februari 1942 pasukan terjun-payung Jepang mendarat di Palembang dan berhasil menguasai wilayah itu dalam dua hari. Dikuasainya

32

Ibid.halm.26

33

Palembang membuka peluang bagi pasukan Jepang untuk menguasai wilayah Jawa. Jepang telah menyiapkan pasukan khusus untuk menguasai Pulau Jawa, yaitu dengan mengerahkan pasukan di bawah Komando Tentara Keenambelas yang dipimpin oleh Letnan Jendral Hitosy Imamura. Pada tanggal 1 Maret 1942, pasukan Jepang berhasil mendarat di tiga tempat sekaligus, yaitu di Teluk Banten, di Eretan Wetan (Jawa Barat) dan di Kragan (Jawa Tengah). Pasukan Jepang yang berhasil mendarat di Rembang kemudian bergerak ke Jawa Tengah dan segera merebut Semarang, Magelang, Solo, dan Yogyakarta pada tanggal 6 Maret dan terus mengejar tenaga induk Divisi II KNIL yang terdesak ke Priangan. Hanya dengan waktu yang relatif singkat pasukan Jepang berhasil mengalahkan kekuasan Belanda dan menguasai seluruh wilayah Hindia Belanda. Kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda selanjutnya berpindah ke tangan Balatentara Jepang.

Beberapa hari kemudian setelah Jepang menduduki Yogyakarta, Jepang membuat propaganda yaitu dengan mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya sekitar jam tujuh sore, sekitar jam tujuh sore yang kemudian disusul dengan salam merdeka sebagai pembuka kata. Jepang juga menyebarkan propaganda bahwa Jepang adalah “saudara tua” orang-orang Asia dan ingin membebaskan saudara-saudara Indonesia dan kekuasaan penjajahan Belanda.

Pada saat Jepang pertama kali menduduki wilayah bekas Hindia Belanda, pemerintahannya menetapkan Undang-undang No.1 dan Pembesar Balatentara

Dai Nippon (Kan Po Nomor Istimewa tahun 1943), tentang pelaksanaan

Jepang untuk sementara menjalankan pemerintah militer di daerah-daerah yang didudukinya. Untuk sementara waktu semua badan pemerintahan, hukum, dan undang-undang dari Pemerintah Hindia Belanda tetap diakui sah asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer Jepang.34

Beberapa bulan setelah menguasai Indonesia, Jepang mengadakan perubahan tata pemerintahan. Seluruh Jawa dan Madura, kecuali Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta dibagi atas Syi (kotapraja), Ken

(kabupaten), Gun (desa).Surakarta dan Yogyakarta disebut daerah Koci

(kasultanan), untuk kedua daerah/wilayah ini diberikan peraturan khusus yang menetapkan adfa-nya pemerintahan Yogyakarta.35

Jepang juga membagi wilayah bekas Hindia Belanda dalam tiga daerah kekuasaan yaitu: Pemerintah Militer Angkatan Darat Keenambelas berkedudukan di Jakarta untuk wilayah Jawa dan Madura, Pemerintahan Militer Angkatan Darat Kedua puluh lima di Bukit Tinggi untuk wilayah Sumatera, dan Pemerintah Militer Angkatan Laut di Makasar untuk wilayah Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Barat.36

Pemerintahan Militer itu terdiri atas Gunsireikan (Panglima Besar Balatentara Jepang atau Saiko Sikikan), di bawahnya terdapat Gunseikan

(Pembesar Pemerintah Balatentara Jepang), dan Soomubutyoo (kepala-kepala berbagai departemen). Gunsireikan berwenang menetapkan peraturan Osamu Seirei, sedangkan Gunseikan menetapkan peraturan Osamu Kanrei. Segala

34

The Liang Gie,op.cit.,halm.26

35

Untuk daerah Yogyakarta dan Surakarta dikeluarkan peraturan khusus yang menetapkan adanya pemerintahan Yogyakarta Koci dan Surakarta Koci , yang masing-masing dipimpin oleh Yogyakarta Ko dan Surakarta Ko

36 Ibid

macam peraturan akan diumumkan dalam Kan Po (Berita Pemerintah) oleh

Gunseikanbu (kantor penerbitan resmi pemerintah).37

Tata pemerintahan daerah di Jawa-Madura pada masa pendudukan Jepang dapat diketahui berdasarkan berita pemerintahan yang diterbitkan dalam Kan Po

oleh Gunseikanbu di Jakarta. Pada Agustus 1942 Gunsireikan menetapkan Undang-undang 1942/27 tentang perubahan tata pemerintahan daerah yang menegaskan bahwa Jawa dibagi dalam daerah Syuu (dulu residentie pada masa Hindia Belanda), Syuu dibagi dalam Ken (dulu regentscap), dan Si (dulu stadsgemeente). Terdapat juga Tokubetu Si semacam kota penting dalam sektor politik, ekonomi, sosial, dan budaya, yang ditunjuk secara khusus oleh Gunseikan, yaitu Jakarta38

Untuk wilayah Syuu dan Tokubetu Si ditetapkan Undang-undang 1942/28 tentang aturan pemerintahan Syuu dan aturan pemerintahan Tokubetu Si. Wilayah

Ken dan Si ditetapkan dengan perundangan Osamu Seirei 1943/12 tentang Ken

dan Si, dan Osamu Seirei 1943/13 tentang peraturan daerah Ken dan Si.39

Syuu merupakan daerah tingkat teratas yang memiliki pemerintahan sendiri dibawah pemerintahan Jepang. Syuu membawahkan Ken dan Si dalam kesatuan wilayahnya. Tokubetu Si memiliki kedudukan yang hampir sama dengan Syuu

karena langsung di bawah Gunseikan.40

Di dalam masing-masing daerah diangkat seorang kepala daerah (Syuutyookan, Tokubetu Sityoo, Kentyoo dan Silyoo). Ketentuan-ketentuan dalam 37 Ibid.,halm.26-27 38 Ibid 39 Ibid 40 Ibid.

Regentschapsordonantie dan stadsgemeente ordonantie bila tidak diubah oleh pemerintah balatentara Jepang maka akan tetap berlaku bagi Tokubeku Si, Ken

dan Si.

Jepang juga menerapkan sistem pemerintahan tunggal. Segala wewenang yang dulu dijalankan raad dan college selanjutnya dijalankan oleh Kentyoo dan

Sityoo. Sistem pemerintahan tunggal tanpa dewan-dewan perwakilan dilaksanakan hingga September 1943, baru kemudian ditetapkan peraturan untuk mengatur pembentukan dewan-dewan badan penasehat pejabat di pusat dan daerah, khusus di Syuu dan Tokubetu Si.

Si memegang segala urusan pemerintahan wilayahnya dan urusan pemerintahan umum (pangreh praja) dalam stadsgemeente diurus oleh regent dan pejabat-pejabat dibawahnya diurus oleh Sityoo. Pengawasan terhadap daerah-daerah otonom yang dahulu awasi oleh Gouverneur Generaal dan aparatur pemerintahan province selanjutnya dilakukan oleh Gunseikan.41

Wilayah yang termasuk dalam persekutuan adat dan Zelfsbesturende landschappen di Jawa tetap dipertahankan seperti keadaan pada masa Hindia Belanda. Hanya nama-namanya diubah yaitu desa disebut Ku dan Landshcap

disebut Kooti. Para Raja Lanshappen dianggap sebagai anggota kerajaan dan Kerajaan Jepang dengan terlebih dahulu diangkat sumpah dalam pelantikan baru. Tata pemerintahan Jepang tersebut berlaku sejak 1942 hingga Agustus 1945.42

Mulai saat itu Jepang mengatur susunan pemerintahannya di Yogyakarta. Pemerintahan sipil yang telah ada sejak jaman pemerintahan Belanda diteruskan

41 Ibid 42

oleh Jepang, hanya pegawai-pegawai dan nama instansi perkantorannya saja yang diganti. Jabatan Gubernemen pada masa pemerintahan Belanda diganti menjadi

Syuulyookan dan bertempat di Gedung Agung.

Pada masa awal pendudukan Jepang di Indonesia, Jepang tidak banyak melakukan perubahan pemerintahan di Yogyakarta, karena Jepang masih menerapkan sistem pemerintahan desentralisasi Hindia Belanda. Kebijakan politik Jepang masih menggunakan penguasa lokal untuk mempermudah penguasaan wilayah dan menjaga stabilitas daerah kekuasaannya sehingga pemerintahan Kasultanan Yogyakarta masih diserahkan kepada Sri Sultan HB IX. Wilayah Kasultanan Yogyakarta hanya diubah istilah-istilah tingkatannya, Yogyakarta disebut sebagai daerah Kooti (kasultanan) dan dipimpin oleh Sri Sultan HB 1X sebagai Yogyakarta Ko. Pemerintahan dijalankan melalui kantor urusan kesultanan yang dipimpin oleh Kooti Zimu Kyooku (gubernur). Yogya Ko dibantu oleh Somu Tyookan (patih), yang diangkat oleh Yogya Ko sendiri dan harus terus berkerjasama dengan Kooti Zimu Kyooku.43

Pada tahun 1943 Pemerintah Jepang menyerahkan sebagian besar urusan pemerintahan kepada Ko, dan dengan begitu perubahan susunan pemerintahannya dapat dilakukan sendiri oleh Sultan HB IX. Perubahan yang pertama kali dilakukan adalah membuat bagian-bagian urusan pemerintahan seperti Bagian Kepaniteraan, Urusan umum, Pengajaran, Rancangan dan Propaganda, Ekonomi, dan Yayasan umum. Bagian-bagian itu selanjutnya disebut sebagai paniradya-paniradya dan dipimpin oleh paniradya-paniradyapati. Pimpinan paniradya-paniradyapati memiliki

43

Barahmus, Yogya Benteng Prokiamasi, Yogyakarta, Penerbit Badan Musawarah Musea,1985,Yogyakarta, halm. 174

kedudukan dibawah Patih, meskipun pada kenyataannya paniradya lebih banyak diurusi oleh Sultan sendiri karena Sultan ingin mengurangi kekuasaan Pepatih Dalem.44

Pada masa pendudukan Jepang di Yogyakarta, telah dilakukan beberapa perubahan daerahnya dengan menggabungkan daerah-daerah kecil menjadi satu.

Kemantren Panembahan dan Kemantren Kadipaten dijadikan menjadi satu

Kemantren Kraton. Kelurahan Tegalrejo dan Kelurahan Karangwaru menjadi

satu Kemantren Tegalrejo. Kelurahan Kuncen dan sebagian daerah Kemantren

Mantrijeron menjadi Kemantren Wirobrajan. Perubahan tersebut menjadikan wilayah kota terdiri atas dua belas kemantren dengan dua orang bupati. Bupati kota Kasultanan yaitu KRT. Harjodiningrat dan daerah kota Paku Alaman dipimpin langsung oleh Bupati Patih Paku Alaman KPA. Suryoatmojo.

Kabupaten-kabupaten diseluruh Daerah Istimewa Yogyakarta

direorganisasi menjadi bagian dari Kabupaten Yogyakarta, meliputi kawedanan-kawedanan Kota Sleman dan Kalasan sehingga dijadikan kabupaten yang berdiri sendiri dengan dikepalai seorang bupati kota disebut Si-Co. Kabupaten Kota dinamakan Yogyakarta Si (kota otonom), meskipun pada kenyataannya kabupaten ini tidak memiliki kekuasaan otonomi sama sekali karena masih menjadi bagian Kasultanan. Bagian Kota Yogyakarta yang menjadi daerah Pakualaman dipimpin sendiri oleh pemerintah Pakualaman dengan dipimpin oleh bupati, sehingga pada saat itu kota Yogyakarta memiliki dua orang Bupati Kota yaitu Bupati Kota Kasultanan dan Bupati Kota Pakualaman.

44

Pembagian wilayah ditingkat bawah juga dilakukan dengan membentuk Ku

(desa), Aza (rukun kampung) dikepalai Azatyoo, dan Tonarigumi (rukun tetangga) dikepalai Tonari Gumi. Pada bulan April 1945, Pemerintah pendudukan Jepang mengadakan perubahan susunan pemerintahan. Daerah kawedanan (Gun) dihapuskan, sedangkan Kabupaten (Ken) dijadikan Syi. Tiap Kabupaten atau Syi

memiliki bagian umum yang dipimpin oleh Anom( Fuku Kenco) dan bagian kepaniteraan dipimpin oleh Panewu.45

Kedudukan Kasultanan Yogyakarta berdasarkan perintah Balatentara Jepang yang dikeluarkan oleh Dai Nippon Gun Sireikan Hitosi Imamura pada tanggal I Agustus 1942, diatur sebagai berikut ini46

1. Dai Nippon Gun Sireikan (Panglima Besar Balatentara Dai Nippon)

mengangkat Hamengku Buwono IX menjadi Koo (Sultan) Yogyakarta. 2. Koo turut dibawah Dai Nippon Gun Sereikan serta harus mengurus

pemerintahan Kooti (Kasultanan) menurut perintah Dai Nippon Gun Sereikan.

3. Daerah Kooti adalah daerah Kasultanan Yogyakarta dahulu.

4. Segala hak-hak istimewa yang dahulu dipegang oleh Ko pada dasarnya masih tetap.

5. Koo berkewajiban pada Dai Nippon Gun Sereikan untuk mengurus segala pemerintahan Kooti, agar memajukan kemakmuran penduduk Kooti.

45

Ibid.,halm.175

46

6. Badan-badan pemerintahan Kooti dahulu untuk sementara waktu harus meneruskan pekerjaannya seperti sediakala, kecuali kalau menerima perintah istimewa.

7. Untuk mengawasi dan memimpin pemerintahan Kooti, diadakan Kooti Zimu Kyoku (Kantor Urusan Kasultanan) di Kooti oleh Dai Nippon Gun

Sereikan. Kooti Zimu Kyoku Tyookan (Pembesar Kantor Urusan

Kasultanan) diangkat oleh Dai Nippon Gun Sereikan.

8. Aturan-aturan untuk mengurus pemerintahan Kooti ditunjuk oleh

Gunseikan (Pembesar Pemerintahan Urusan Kasultanan diangkat oleh

Dai Nippon Gun Sireikan).

Gunseikan (Pembesar Pemerintahan Balatentara Dai Nippon) Leizabure

Okazaki, juga mengeluarkan petunjuk kepada Koo (Sultan) pada tanggal 1

Agustus 1942 sebagai berikut ini:47

1. Kedudukan Koo diangkat dan diherhentikan oleh Dai Nippon Gun Sireikan (Panglima Besar Balatentara Dai Nippon).

2. Hubungan antara Balatentara Dai Nippon dan Koo serta Kooti

(Kasultanan) ditetapkan dengan Perintah Gun Sireikan atau dengan petunjuk Gunseikan.

3. Somu Tyookan (Pembesar Urusan Umum) diadakan untuk membantu

jabatan Kóo, dan Somulyookan diangkat oleh Gun Sireikan dan pegawai penduduk ash Kooti yang diurus oleh Koo. Somu Tyookan harus selalu berhubungan dengan Kooti Zimu Kyoo/cu Tyookan (Pembesar Kantor

47

Urusan Kasultanan) tentang rencana dan urusan segala hal pemerintahan, sedangkan tentang perkara penting sebeluin ditetapkan harus lebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Kooti Zimu kyooku Tyookan. 4. Balatentara Kasultanan yang dahulu ada harus dibubarkan.

5. Koo diperbolehkan menggangkat pegawai selaku prajurit untuk menjaga

Koo dan Kraton.

6. Kekuasaan kepolisian di Kooti dijalankan oleh Kooti Zimu Kyooku Tyookan.

7. Undang-undang yang diumumkan oleh Balatentara Dai Nippon semuanya berlaku juga pada Kooti, kecuali kalau ada perintah istimewa.

8. Koo diperbolehkan mengeluarkan peraturan-peraturan Kooti yang perlu untuk mengurus pemerintahan Kooti, asalkan saja tidak bertentangan dengan undang-undang yang diumumkan oleh Balatentara Dai Nippon. Sebelum Koo mengeluarkan peraturan-peraturan Kooti harus terlebih dahulu mendapatkan ijin dari Kooti Zimu Kyooku Tyookan agar dapat diumumkan.

Osamuseirei No. 28 Tahun 1942 menetapkan pula bahwa Yogyakarta dan

Surakarta diubah menjadi Kooti, Syuu dan Kooti merupakan daerah yang berdiri sendiri khusus mengurus bidang ekonomi atau pangan saja, sedangkan Si dan Ken

dinyatakan dapat dibatalkan oleh Syutyokan.Osamuseirei No. 3 yang dikeluarkan oleh Saikosikikan mengatur pemberian wewenag kepada walikota yang semula hanya mengatur rumah tangga daerahnya saja, yamg kemudian diwajibkan juga untuk menjalankan urusan Pemerintahan Umum.

2. Kasunanan Surakarta

Masa pendudukan Jepang di Indonesia tidak banyak merubah keadaan Kasunanan Surakarta, karena hal-hal mengenai sistem pemerintahan daerah serta kedudukan kraton juga lebih banyak meneruskan aturan dari pemerintahan Hindia Belanda, karena itu daerah Surakarta pada jaman Jepang tidak banyak berubah, hingga masa kemerdekaan nanti ada beberapa hak kekuasaan Jepang yang diserahkan kepada Pemerintah, seperti perusaan-perusahaan, pabrik-pabrik serta kekuasaan yang dikuasai Jepang pada saat itu sebagai konsekwensi dari kemerdekaan Rakyat Indoneisa pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sebagai akibat perang dunia II (1940-1945), maka balatentara Jepang merebut dan menguasai seluruh Asia bagian Timur termasuk Indonesia. Setelah tentara Jepang mulai berkuasa di Indonesia, pada tanggal 8 maret 1942 dengan ditetapkankannya Undang-undang No. 1 tentang menjalankan Pemerintahan balatentara, dalam Undang-undang tersebut ditentukan bahwa balatentara Jepang sementara melangsungkan pemerintahannya didaerah-daerah yang didudukinya.48

Daerah pemerintahan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia dibagi tiga daerah kekuasaan yakni:

1. Sumatera, di bawah kekuasaan Komandan Pasukan Angkatan Darat Jepang yang ke-25, yang berkedudukan di Bukittinggi.

2. Jawa, di bawah kekuasaan Komandan Pasukan Angkatan Darat Jepang yang-16, berkedudukan di Jakarta.

48

3. Wilayah kepulauan lainnya di bawah kekuasaan Komandan Pasukan Angkatan Laut Jepang, berkedudukan di Makasar ( Ujung Pandang ).

Adanya pembentukan organisasi pemerintahan sipil oleh Pemerintahan Pendudukan tentara Jepang dalam ketiga wilayah tersebut, karena pada dasarnya mengikuti struktur organisasi Pemerintahan Hindia Belanda, hanya di Jawa terdapat perubahan-perubahan, yaitu: jabatan Gubernur dihilangkan, sehingga menghilangkan wilayah Propinsi. Demikian pula jabatan Asisten Residen pada wilayah Kabupaten juga dihilangkan, tetapi masih mempertahankan kedudukan Residen sebagai Kepala Wilayah Karesidenan.

Kedudukan pemerintahan Tertinggi dijalankan oleh perwira tinggi tentara Jepang (Saikoo Sikikan) sejak tanggal 1 September 1943 yang sebelumnya disebut

Gunsirekan,namun penjabat yang menjalankan masih disebut Gunseikan.

Pada tanggal 1 Oktober 1945 jam 12 siang 4 orang Komite Nasional Daerah Surakarta di bawah pimpinan Toean Soemodiningrat telah bertemu dengan Tyookan yang ditemani oleh para Butyoo dan lain pembesar Nippon maksud pertemuan untuk membicarakan soal kekuasaan pemerintahan di Surakarta. 49. Setelah selesai berunding, mereka bersepakat menyerahkan kekuasaan pada bangsa Indonesia dan semua perusahaan-perusahaan di Surakarta. Dalam kesempatan tersebut ketua Komite Nasional Toean Soemodiningrat memberi penjelasan tentang isi dari perundingan tersebut yakni :

49

“Kita berunding dengan empat wakil dari Komite Nasional Indonesia Daerah dalam suasana persatuan bersepakat untuk menyerahkan kekuasaan pada bagsa Indonesia dan semua perusaahan-perusahaan di Surakarta”

Atas pidato tersebut ketua Komite Nasional Toan Soemodiningrat menjawab dan memberi penjelasan tentang :

1). Kita telah mendapat persetujuan yang bulat, setelah berunding selama 2 jam lamanya dan Tyookan Kakka telah menyerahkan semua kekuasaan kepada bangsa Indonesia demikian pula semua kekuasaan kepada bangsa Indoneisia juga perusahaan di daearah Surakarta penyerahan itu dilakukan; ini hari senin 1 Oktober 1945 kepada Komite Nasional dibawah pemimpin Republik Indonesia. 2). Kita sebagai bagsa yang suci, kuat dan sopan selalu berjuang demi keamanan bangsa.

3). Kita sebagai bagsa yang merdeka akan menjaga keselamatan bagsa-bangsa laian yang berada di negeri kita.50

Keterangan di atas memberitakan salah satu perundingan yang dilakukan Komite Nasional Daerah dengan para pembesar Nippon membicarakan tentang kekuasaan Jepang di Surakarta, dimana perundingan-perundingan tersebut diperintahkan langsung dari Komisaris Tinggi Pemerintahan Daerah Surakarta.

Pada masa pemerintahan Belanda dan pemerintahan Dai Nippon (Jepang) pada putaran tahun 1939-1945, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta diakui statusnya sebagai daerah istimewa, sebagai bagian dari Kerajaan Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari berbagai aturan perundang-undangan yang mengatur kedua daerah tersebut, yang menyatakan bahwa Kerajaan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta sebagai daerah swapraja yang otonom dan memiliki pemerintahan daerah sendiri di bawah kerajaan-kerajaan itu.

50

Dokumen terkait