• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

4. Penelantaran atau Perlakuan Lalai

Kegagalan dalam menyediakan perkembangan anak dalam segala cakupan; kesehatan, pendidikan, perkembangan emosional, gizi, tempat tinggal, perlindungan sosial dan lainnya. Dapat juga termasuk (a) pengabaian fisik, yaitu gagal dalam melindungi anak dari bahaya, gagal menyediakan kebutuhan dasar termasuk makanan yang mencukupi, tempat tinggal, pakaian, dan pengobatan dasar; (b) pengabaian psikologis atau emosional, termasuk minimnya dukungan emosional dan kasih sayang, pengabaian kronis, pengasuhan tidak tersedia dengan mengabaikan tanda-tanda yang diberikan anak kecil, dan kekerasan dalam pasangan atau penggunaan obat-obatan atau alkohol; (c) penelantaran dari kesehatan mental atau fisik anak dengan perampasan hak atas pengobatan medis; (d) pengabaian pendidikan, gagal menaati hukum terkait perlunya pengasuh untuk memastikan pendidikan anak melalui kehadiran anak di sekolah; dan (e) ditinggalkan.

5. Eksploitasi

Merujuk pada penggunaan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang menguntungkan pihak lain, termasuk prostitusi anak, perdagangan anak dan penggunaan anak dalam konflik bersenjata (Krug et all., 2007).

6. Penindasan (Bullying)

Bentuk dari kekerasan fisik, juga tindakan agresif yang dimaksudkan dan melibatkan kekuatan atau kekuasaan yang tidak seimbang. Hal ini terjadi lintas geografis, ras, dan batasan sosial-ekonomi.

2.1.10 Pelecehan Seksual Terhadap Anak

Dyah dalam jurnalnya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mendorong Terjadinya Pelecehan Seksual dengan Pelaku Anak-Anak” mengemukakan bahwa istilah pelecehan seksual pada anak sebenarnya cukup sulit untuk didefinisikan karena bentuk pelecehan seksual pada anak sangat beragam dan cara yang dilakukan pelaku juga beragam. Hal yang juga mempersulit adalah karena hal tersebut terkait dengan ragam dimensi dan dipengaruhi sudut pandang masing-masing disiplin ilmu. (Dyah, 2015:285)

Sedangkan Komnas Perempuan mendefinisikan pelecehan seksual ialah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Ia termasuk menggunakan siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukka materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan. Pelecehan seksual ini merupakan salah satu dari 15 bentuk kekerasan seksual menurut Komnas Perempuan.

Pelecehan seksual terhadap anak menurut Hooper dalam Dyah (2015:285) mencakup tindakan pemaksaan hubungan seksual pada anak hingga kontak nonfisik, misalnya mempertontonkan adegan seksual atau alat kelamin di hadapan anak. NIBRS (National Incident-Based Reporting Systems) mengklasifikasikan pelecehan seksual pada anak ke dalam 4 kategori yakni : pemerkosaan dengan

kekerasan, sodomi dengan kekerasan, penyerangan seksual dengan menggunakan objek dan forcible fondling. ( Faulkner dalam Dyah, 2015:285)

Pelecehan seksual cenderung menimbulkan dampak traumatis yang panjang, baik pada anak maupun pada orang dewasa. Individu yang mengalami pelecehan seksual memiliki kecenderungan untuk secara kompulsif mengulang pengalaman masa lalu dan memunculkan sindrom trauma seperti jantung berdebar, kecemasan dan gangguan tidur, depresi dan rentan pada kecenderungan bunuh diri dan penyalahgunaan NAPZA (Poerwandari dalam Dyah, 2015:286).

Pelecehan seksual pada anak juga cenderung menimbulkan berbagai perkembangan yang bersangkutan dikemudian hari. Dari data-data yang dihimpun melalui berbagai sumber menyebutkan bahwa 31 % narapidana wanita, 95 % wanita nakal, 40% penyerang seksual dan 76 % pemerkosa berantai di Amerika merupakan korban pelecehan seksual pada masa kecilnya, yang menyebabkan mereka menjadi kesulitan dalam membina hubungan emosional yang baik, kehilangan kepercayaan terhadap orang lain dan mengalami gangguan seksual dalam jangka panjang. (Rini dalam Dyah, 2015:286)

2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan dan bentuk pembelajaran bagi peneliti dalam menyusun penelitian, berikut terdapat beberapa pedoman penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan data pendukung bagi peneliti.

Pertama, Skripsi Ulvia Fadilah Tahun 2014 dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Judul penelitian ini ialah Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kinerja P2TP2A Provinsi Banten dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak. Teori yang digunakan adalah teori indikator kinerja dari Dwiyanto (2008). Dan metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian kuantitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini, Kinerja P2TP2A Provinsi Banten masih rendah yakni 61,4 % dari angka minimal sebesar 65%.

Kedua, Jurnal Winda Khairunddin Tahun 2013 dari Universitas Mulawarman. Judul penelitian ini ialah Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Odah Etam Kalimantan Timur dalam Menangani Kekerasan Rumah Tangga di Kota Samarinda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kinerja P2TP2A dalam menangani kasus KDRT di Kota Samarinda. Teori yang digunakan ialah teori indikator kinerja dari Dwiyanto (2008). Dan metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini ialah kinerja P2TP2A dalam menangani kasus sudah cukup baik, hanya saja ada beberapa aspek yang perlu ditingkatkan kembali seperti koordinasi kepada klien.

Kedua penelitian tersebut merupakan salah satu bagian pedoman untuk peneliti dalam penyusunan skripsi ini, mengingat ada beberapa persamaan maupun perbedaan yang saling melengkapi antara penelitian dan referensi peneliti tersebut. Persamaannya ialah penelitian ini sama-sama membahas mengenai Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dengan

menggunakan dimensi kinerja dari Dwiyanto (2008), yakni Produktivitas, Kualitas Layanan, Responsivitas, Responsibilitas dan Akuntabilitas. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini ialah terkait lokus penelitian, metode yang digunakan serta hasil yang diperoleh.

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Adapun gambaran atau kerangka berpikir dari penelitian ini ialah : Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Sumber: Peneliti 2017

Indikator kinerja menurut Agus Dwiyanto (2012): 1. Produktivitas 2. Kualitas Layanan 3. Responsivitas 4. Responsibilitas 5. Akuntabilitas Identifikasi Masalah :

1. Minimnya tenaga relawan/pengurus yang dimiliki oleh P2TP2A dan kapasitas waktu dari pengurus yang ada saat ini.

2. Kurangnya sosialisasi kelembagaan P2TP2A serta masih adanya sarana dan prasarana yang belum terpenuhi seperti kantor kesekretariatan.

3. Kurang responsifnya P2TP2A dalam memenuhi kebutuhan korban/klien serta koordinasi dengan instansi terkait terlebih LSM, RSUD serta rumah sakit swasta terdekat masih belum optimal. Belum adanya rapat-rapat rutin untuk membahas kasus dan program.

4. Sistem pelaporan kasus yang dilakukan oleh P2TP2A masih belum tepat waktu dan belum lengkap.

Peningkatan Kinerja P2TP2A Kota Depok dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak

2.4 Asumsi Dasar

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, peneliti mengasumsikan bahwa Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Depok dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Tahun 2017, belum berjalan dengan optimal, efektif dan efisien.

43 BAB III

Dokumen terkait