• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian DIPA

Dalam dokumen Laporan Tahunan P2E LIPI Tahun 2009 (Halaman 42-56)

BAB 3 PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Penelitian DIPA

Pada tahun anggaran 2009, Penelitian DIPA P2E-LIPI berjumlah 8 (delapan) kegiatan, yaitu :

1. Pengaruh Kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL) terhadap Kegiatan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Sektor Industri

Tim Peneliti : Maxensius Tri Sambodo, SE, MIDEC

(Koordinator), Dr. Latif Adam, Esta Lestari, SE, M. Econ. St., Purwanto, SE, M. Econ.St, Tuti Ermawati, SE, Nurlia Listiani, SE.

Abstrak :

Penelitian yang mengambil tema besar tentang dampak kenaikan harga energi (BBM dan TDL) bagi kesejahteraan masyarakat telah berjalan selama tiga tahun. Setiap tahun memiliki penekanan kajian yang berbeda. Di tahun pertama, arah penelitian di fokuskan pada sektor rumah tangga, nelayan, angkutan umum dan industri rumah tangga. Tahun kedua, penelitian ini fokus pada sektor transportasi publik dan di tahun terakhir, sektor industri khususnya tekstil dan produk tekstil mendapat porsi kajian lebih besar.

Secara umum, kenaikan harga energi merupakan hal sulit untuk dihindari. Paling tidak ada dua peristiwa besar yang membuat hal ini terjadi. Pertama, kenaikan harga energi dunia seperti minyak, batubara, dan gas. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari kenaikan permintaan energi dunia terutama sebagai dampak dari turunnya produksi energi di China. Kedua, Indonesia telah berada

energi menjadi semakin mahal seiring dengan naiknya harga energi dunia.

Temuan studi secara umum menggambarkan bahwa kenaikan harga energi belum diimbangin oleh kerangka kebijakan yang komprehensif. Hal ini tampak jelas dari temuan di tahun pertama,

dimana turunya kesejahteraan masyarakat belum dapat di-offset

oleh kebijakan pendukung seperti penyediaan cool storage bagi

nelayan untuk menjaga stabilitas harga ikan, relatif mahanya biaya untuk pengurusan KIR, terbatasnya akses teknologi hemat energi bagi industri, masih besarnya pungutan tak resmi di jalan,

kurangnya pengendalian jumlah kendaraan, terbatasnya

infrastruktur bagi pengisian bahan bakar gas, rendahnya kualitas transportasi publik, pelayanan listrik yang belum optimal, serta tumpang tindihnya kewenangan antar intasi seperti dalam hal pengawasan penggunaan batu bara yang mengarah pada ketidakpastian. Sebetulnya jika permasalahan tersebut dapat diletakkan dalam satu kerangka kebijakan energi maka dampak negatif atas kenaikan harga energi dapat lebih diminimalkan.

2. Pengembangan Industri Nasional Energi Alternatif: Studi Kasus Biodiesel

Tim Peneliti : Dr. Siwage Dharma Negara (Koordinator), Drs. Masyhuri, MS, Inne Dwiastuty SE, M. PP, Agus Eko Nugroho, SE, M. App. Econ., Zamroni, SE, M. Appl. Econ.

Abstrak :

Industri Biodiesel CPO di Indonesia pada dasarnya termasuk

infant industry

yang rentan terhadap goncangan eksternal. Untuk

mencapai tahap industri yang mature, diperlukan proses dan waktu

yang tidak sebentar dan juga seringkali diperlukan intervensi dari pemerintah. Dalam kaitan ini, penelitian ini mencoba melihat situasi dan prospek pengembangan industri biodiesel di Jawa Barat yang memiliki lokasi yang strategis dan kedekatan dengan pasar (location advantage). Lebih jauh studi ini mencoba mengidentifikasi berbagai kendala yang dihadapi oleh industri biodiesel di Jawa Barat serta berbagai kebijakan pemerintah yang diupayakan untuk mengatasi kendala tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam

(in-depth interview) untuk menggali persepsi para pemangku kepentingan mengenai peluang dan kendala dalam pengembangan

industri biodiesel. Disamping itu, penelitian ini juga mencoba

mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan program pengembangan biodiesel dan lingkungan bisnis yang kondusif

untuk pengembangan industri biodiesel. Melalui analisis SWOT,

penelitian ini mencoba memberikan rekomendasi strategi bagi pengembangan industri biodiesel di masa depan, termasuk strategi pengembangan pasar dengan membuka jaringan distributor dan strategi pengembangan produk melaui rekayasa teknologi biodiesel CPO.

Dalam jangka pendek, pemerintah perlu segera menetapkan kebijakan harga agar harga biodiesel CPO menjadi lebih kompetitif dibanding harga BBM dan menguntungkan bagi para produsen biodiesel CPO. Pemerintah perlu menjaga konsistensi program pengembangan industri biodiesel. Dalam jangka panjang, pengalihan subsidi dari subsidi BBM ke subsidi produk biofuel khususnya biodiesel perlu direalisasikan.

3. Peluang Usaha Produk Makanan Halal di Pasar Global: Perilaku konsumen Muslim dalam Konsumsi Makanan Halal Tim Peneliti: Dra. Endang S. Soesilowati (Koordinator), Prof.

Dra. Jusmaliani, MS., Umi Karomah Yaumidin, SE, M. Econ. St., Yani Mulyaningsih, SE, M. Si,

Abstrak :

Permintaan terhadap produk halal di pasar global menunjukkan suatu peningkatan, khususnya dalam beberapa tahun terakhir ini.

Indonesia, dengan mayoritas penduduk beragama Islam,

merupakan pasar yang diminati oleh para penyedia produk halal. Namun sangatlah ironis kiranya, bila pemenuhan produk halal ini, akhirnya lebih banyak dipenuhi oleh Negara-negara Non Muslim (minoritas Muslim). Sejauhmana Indonesia mengantisipasi peluang pasar global terhadap produk halal ini, kiranya perlu untuk dikaji. Di sisi lain, perilaku konsumen Muslim dalam konsumsi makanan sangatlah bervariasi. Walaupun agama diakui telah menjadi pedoman utama (pengontrol) dalam perilaku seseorang, termasuk

perilaku konsumsi makanan, banyak faktor lain yang turut mempengaruhinya. Sejauhmana komunitas Muslim Indonesia mempertimbangkan kehalalan makanan yang dikonsumsinya dan apa yang menjadi kriteria kehalalan suatu produk belumlah diketahui. Sepanjang penetahuan peneliti, studi tentang perilaku konsumen Muslim Indonesia terhadap makanan halal ini belum banyak yang melakukan, padahal pengetahuan tentang hal tersebut sangat lah diperlukan untuk menjadi acuan bagi pengembangan usaha produk halal dalam pemenuhan permintaan pasar domestik dan menuju peluang pasar global yang kini tengah digarap oleh negara-negara lain.

Dengan menggunakan metode kuantitatif, survey penelitian di Banten dilakukan terhadap Muslim dari pesantren dan non pesantren. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria makanan halal bagi Muslim Banten tidak hanya terbatas pada halal dari jenis makanannya, tetapi juga termasuk cara pengolahan dan cara perolehan yang biasa dikenal dengan istilah Thoyyib. Sikap Muslim Banten sangat dominan dalam mempengaruhi perilaku konsumsi mereka terhadap makanan halal, dibandingkan dengan norma subyektif dan kontrol perilakunya. Latar belakang pendidikan pesantren menunjukkan tidak saja komitmen beragama, tetapi juga perilaku konsumsi yang lebih kuat dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren. Sebaliknya, kelompok sosial ekonomi kelas atas merupakan

kelompok sosial yang paling longgar terhadap perilaku konsumsi makanan halal dari komunitas Muslim Banten

4. Potensi dan Peran Zakat dalam Mengurangi

Kemiskinan

Tim Peneliti : Drs. Firmansyah (Koordinator), Drs. Mahmud

Thoha, MA. APU, Drs. E. Toerdin S. Usman, MA, Yeni Saptia, SE.

Abstrak :

Zakat merupakan salah satu solusi alternatif dalam mengurangi kemiskinan. Dari hasil penelitian lapanagn menunjukkan bahwa aktivitas devisi pengumpulan zakat pada Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) mempunyai kinerja yang cukup baik, tetapi belum optimal. Walaupun dana ZIS meningkat dari tahun ke tahun namun realisasinya masih kurang dari 0.02% dari potensi zakat yang ada (PDRB). Di sisi lain, program pendayagunaan zakat untuk tujuan pemberdayaan ekonomi produktif belum menjadi prioritas utama, sehingga tujuan dan maksud dari pelaksanaan zakat sebagai upaya mengurangi kemiskinan ekonomi fakir miskin belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan kata lain, perubahan status dari penerima zakat (mustahik) fakir miskin menjadi pembayar zakat (muzakki) masih jauh dari realitasnya. Meskipun demikian, peran penting yang dimainkan oleh lembaga pengumpulan zakat di daerah penelitian yang terpenting saat ini adalah: (1) Meringankan beban penderitaan sebagian kaum fakir miskin berupa bantuan biaya pendidikan, biaya sekolah, bantuan korban bencana alam. (2)

meningkatkan status sosial diantara sejumlah fakir miskin menjadi munfiq ( orang yang telah mampu membayar infaq). (3) Menciptakan beberapa lapangan kerja bagi mustahik. (4) Meningkatkan pendidikan dan kerampilan kaum perempuan dalam menggerakkan usaha rumah tangga. Berdasarkan analisis SWOT ditemukan bahwa peran srtategi zakat sebagai alat pengentasan kemiskinan ekonomi perlu dilakukan hal-hal berikut: (1) untuk pemberdayaan ekonomi fakir miskin dilakukan melalui dana bergulir yang dikelola oleh MisYkat. (2) Sosialisasi zakat perlu ditingkatkan. (3) Kelembagaan amil zakat baik BAZ maupun LAZ perlu dibenahi untuk meningkatkan kepercayaan dari pembayar zakat.

Kata kunci: zakat,potensi, manajemen realisasi, kemiskinan.

5. Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Ekonomi Hayati Laut: Kasus Budidaya Rumput laut

Tim Peneliti : Ir. Zarmawis Ismail (Koordinator), M. Si., Drs. Darwin, M. Sc., Ir. Ernany Dwi Astuty, M. Si., Ir. Endang Tjitroresmi, dan Drs. Mochammad Nadjib

Abstrak :

Secara umum penelitian bertujuan untuk merumuskan konsep strategi optimalisasi pemanfaatan usaha budidaya rumput laut di suatu daerah yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan perumusan kebijakan pembangunan perekonomian

perkembangan potensi dan pemanfaatan budidaya rumput laut di suatu daerah; (2) mengkaji perdagangan komoditas rumput laut; (3) mengkaji kelembagaan dalam pengembangan budidaya rumput laut di suatu daerah; dan (4) mengkaji kebijakan pemerintah yang dapat mendorong pengembangan budidaya rumput laut di daerah. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi, di mana dengan menggunakan pendekatan ekonomi, sosial, dan lingkungan serta data/informasi yang diperoleh dianalisis dengan metode kuantitatif dan kualitatif menghasilkan temuan berikut: (1) dari panjang pantai Kabupaten Sukabumi 117 km, kurang lebih 20 % di antaranya atau sekitar 1404 Ha dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut, (2) dengan pengetahuan teknik budidaya masyarakat yang minimal, untuk setiap kg bibit rumput laut telah dihasilkan 8 kg basah rumput laut setiap kali panen; (3) hasil panen rumput laut basah tersebut dijual pada pedagang lokal dengan harga Rp 800,-/kg; dan (4) biaya usaha budidaya rumput laut mulai dari penanaman, panen, dan pemasaran disediakan oleh pedagang rumput laut/pemodal, yang mengindikasikan belum berfungsinya institusi/lembaga keuangan (BRI, koperasi, dan KUR) dalam penyediaan modal dan fasilitas lainnya pada petani/masyarakat untuk mengusahakan budidaya rumput laut.

Untuk pemanfaatan potensi budidaya rumput secara optimal, diperlukan intervensi pemerintah bekerja sama dengan swasta dan asosiasi/organisasi rumput laut di Kabupaten Sukabumi melalui penyusunan program-program yang implementatif yang terkait

dengan aspek-aspek budidaya rumput laut, mulai dari teknik budidaya, tenaga kerja, permodalan, pemasaran, kelembagaan, kemitraan, komunikasi dan informasi, serta tata kelola usaha yang berkelanjutan.

Kata kunci: optimalisasi, sumber daya, ekonomi, hayati laut, budidaya, rumput laut.

6. Implikasi Pemekaran Daerah terhadap Kesejahteraan Masyarakat

Tim Peneliti : Joko Suryanto, SE, M. Si. (Koordinator), Prof. Drs. Sukarna Wiranta, MA, Jiwa Sarana, SE, M.M., Dhani Agung Darmawan, SE, Bachtiar Rifai, SE.

Abstrak :

Semangat desentralisasi telah memberikan peluang bagi banyak daerah untuk dapat menetapkan kebijakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi dan kemampuan daerah. Be4bagai hal yang terkait dengan pembangunan yang dijalankan oleh daerah pada dasarnya ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan. Kesejahteraan yang dimaksud merupakan sebuah kondisi yang secara umum dapat dirasakan oleh masyarakat seperti makin mudahnya akse terhadap pelayanan publik (kesehatan, pendidikan dan lapangan pekerjaan). Langkah yang dijalankan oleh daerah untuk mewujudkan kesejahteraan telah dijadikan landasan mengusulkan dilakukannya pemekaran suatu wilayah.

Prasarat pemekaran yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 pada dasarnya telah memperhatikan upaya efektivitas pembangunan yang dijalankan pada derah otonom baru. Namun apakah pemekaran yang dilakukan oleh banyak daerah daerah setelah tahun 2000 telah bermanfaat bagi masyarakat. Penelitian yang dilakukan di Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom baru (hasil pemekaran) berupa menilai manfaat dilakukannya pemekaran. Perubahan status menjadi daerah otonomi baru menjadi harapan bagi sebagian besar masyarakat untuk mendapatkan manfaat sosial ekonomi. Perubahan yang dirasakan oleh masyarakat dapat dikatakan sebagai akibat dari status daerah sebelum pemekaran dan kondisi geografis daerah. Berbagai hal terkait pembangunan Kota Tasikmalaya perlu disikapi dengan bijak khususnya terkait dengan kondisi daerah dan hubungan dengan daerah induk.

7. Pilkada dan Pergeseran Sistem Perencaan Pembangunan Daerah

Tim Peneliti : Prof. Drs. Hari Susanto, MA. (Koordinantor),

Dr. Syarip Hidayat, Dr. Wijaya Adi, APU,

Drs. Sairi Erfanie, dan Dr. Erwiza

Abstrak :

Praktik pemilihan kepala Daerah (Pilkada) secara langsung telah menorehkan catatan sejarah penting dalam rentang perjalanan sejarah reformasi sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Bagi

kalangan yang optimistik, pilkada telah diartikulasikan sebagai bagian dari langkah penting satu diantara issu penting yang menarik untuk disimak seiring dengan dilaksanakannya Pilkada

secara langsung tersebut adalah, adanya pergeseran sistem

perencanaan pembangunan daerah. Bila pada periode sebelumnya, “landas-pijak” dalam menyusun perencanaan pembangunan adalah Pola Dasar Pembangunan Daerah, maka dengan diterapkannya sistem Pilkada, konsep perencanaan pembangunan daerah tidak lagi merujuk pada Pola Dasar Pembangunan Daerah, tetapi diturunkannya dari Visi/Misi Kepala dan Wakil Kepala Daerah terpilih dalam Pilkada.

Peratanyaan sekarang adalah sejauh mana Visi/Misi itu sendiri

telah mencerminkan Potensi dan Kemampuan rril yang dimiliki daerah, serta telah melibatkan masyarakat dalam penyusunannya?, mengingat visi/misi Kepala dan Wakil Kepala Daerah lebih banyak merupakan hasil kerja dari “Tim Sukses” ketika Pilkada berlangsung. Pertanyaan inilah, selanjutnya menjadi fokus uta dalam penelitian dengan tema PILKADA DAN PERGESERAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ini.

Hasil penelitian di Provinsi Jawa Barat, mengindikasikan, bahwa visi/misi yang diusung oleh pasangan Kepala dan Wakil Kepala Daerah ketika Pilkada berlangsung telah banyak merujuk pada potensi yang dimiliki oleh daerah (utamnya potensi Sumber Daya

khusunya terkait dengan persoalan “penyerapan ternaga kerja” dan :kemiskinan”, telah dijadikan sebagai “iklan politik” yang dikemas dalam “janji politik” untuk menarik dukungan suara pada kampanye Pilkada. Namun demikian, sangat menarik untuk dicatat, bahwa terdapat beberapa potensi ekonomi penting lainnya yang nyaris terlupakan.

Kesimpulan umum berikutnya yang menarik untuk digarisbawahi adalah, kenyataan tentang adanya beberapa inkonsistensi dalam proses penurunan “misi” yang diusung oleh pasangan Kepala dan Wakil Kepala Daerah ketika Pilkada berlangsung kedalam “misi pemerintah daerah” pada periode pasca Pilkada. Hal ini, antara lain, ditunjukkan oleh “tidak kentaranya” atau bahkan “hilangnya” beberapa butir misi yang diusung oleh pasangan Kepala dan Wakil Kepala Daerah pada saat Pilkada, tatkala diturunkan kedalam misi pemerintah daerah sebagaimana tertuang didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Dengan mempertimbangkan dua kesimpulan umum di atas, maka cukup beralasan bila kemudian penelitian ini mengajukan proposisi

umum yang menyebutkan: Bahwa implementasi sistem Pilkada

langsung di lokasi penelitian, baru berhasil dalam mendorong lahirnya para pasangan kandidat Kepala dan Wakil Kepala Daerah untuk memiliki Visi dan Misi. Namun demikian, mengingat proses penyusunan Visi dan Misi itu sendiri lebih didominasi oleh pertimbangan-pertimbangan politik praktis daripada pertimbangan potensi daerah, maka secara substansial, masih

terlalu dini untuk mengartikulasi Visi dan Misi pasangan Kepala-Wakil Kepala Daerah terpilih sebagai sesuatu yang dimiliki legitimasi kuat untuk dikonversikan menjadi Visi/Misi Pemerintah Daerah pada Periode pasca Pilkada, dan selanjutnya berperan sebagai rujukan utama dalam penyusunan Rencana pembangunan Daerah.

8. Peranan, Tantangan Perbankan Syariah dalam Mendorong Sektor Riil: Studi kasus UMKM Sektor Pertanian, Industri dan Jasa Komersial

Tim Peneliti : Muhammad Soekarni, SE, M. Si. (Koordinator), Agus Syarip Hidayat, SE, MA., Putri Irma Yuniarti, SE., dan Chitra Indah Yuliana, SE.

Abstrak :

Perbankan syariah sudah eksis di Indonesia semenjak 17 (tujuh belas) tahun yang lalu. Salah satu peran yang dimainkan oleh perbankan syariah adalah menyalurkan pembiayaan untuk membantu percepatan perkembangan sektor riil. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam peranan perbankan syariah dalam membantu permodalan UMKM, khususnya yang bergerak di sektor pertanian, industri dan jasa komersial. Tujuan lainnya adalah menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan perbankan syariah dalam aspek pembiayaan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa perbankan syariah telah memberikan

pertumbuhan sektor riil melalui penguatan permodalan UMKM.

Hal ini ditunjukkan oleh FDR (Financing to Deposit Ratio) yang

relatif tinggi; terjadinya peningkatan nilai pembiayaan perbankan syariah yang disalurkan untuk modal kerja dan investasi; semakin

besarnya porsi penyaluran pembiayaan modal kerja dan investasi

perbankan syariah terhadap total kredit Bank Umum; dan UMKM mendapatkan porsi yang lebih besar dari pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah. Kendala dan tantangan yang dihadapi perbankan syariah antara lain: (1) keterbatasan Sumberdaya Insani (SDI) sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan; (2) kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang produk dan jasa perbankan syariah; dan (3) belum terbangunnya motivasi dan integritas masyarakat secara baik dalam menggunakan perbankan syariah.

Dalam dokumen Laporan Tahunan P2E LIPI Tahun 2009 (Halaman 42-56)

Dokumen terkait