• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen yaitu dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu jenis perlakuan yang sama yaitu ulangan penggunaan minyak goreng, faktor suhu, lama penggorengan, dan minyak yang digunakan untuk mengetahui kadar asam lemak trans dan kolesterol pada kentang yang di goreng dengan penggorengan 1x, 2x , dan 3x.

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan Kentang

Faktor Perlakuan

1x Penggorengan 2x Penggorengan 3x Penggorengan Minyak Kacang Tanah

KT1 : Perlakuan KT pada penggunaan ke 1x penggorengan

KT2 : Perlakuan KT pada penggunaanke 2x penggorengan, dengan kelang waktu 30 menit setelah penggorengan pertama

KT3 : Perlakuan KT pada penggunaan ke 3x penggorengan, dengan kelang waktu 30 menit setelah penggorengan kedua

KS1 : Perlakuan KS pada penggunaan ke 1x penggorengan,

KS2 : Perlakuan KS pada penggunaan ke 2x penggorengan, dengan kelang waktu 30 menit setelah penggorengan pertama

KS3 : Perlakuan KS pada penggunaan ke 3x penggorengan, dengan kelang waktu 30 menit setelah penggorengan kedua

Pemilihan minyak kelapa sawit sebagai kontrol karena minyak kelapa sawit umum digunakan dalam proses penggorengan. Dan minyak kacang tanah adalah minyak yang biasa digunakan untuk metode memasak deep fat frying.

Penggorengan pertama dianggap sebagai acuan atau pedoman dimana

penggorengan 1x penggorengan belum mengalami kerusakan minyak yang dapat menghasilkan asam lemak trans. Begitu pula pada bahan makanan hasil penggorengan makanan dengan minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai kontrol. Untuk pemilihan 2x, dan 3 kali didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya yang mengatakan asam lemak trans muncul pada proses penggorengan ke 2x pada penelitian Sartika (2009) yang dilakukan pada singkong menggunakan minyak kelapa sawit pada suhu 200oC. Sehingga muncul keinginan untuk membuktikan pada penggoregan sebelum 3x belum menghasilkan asam lemak trans dan juga ingin melihat peningkatan kadar lemak trans hingga penggorengan ke 3x menggunakan minyak kacang tanah. Begitu pula dengan kandungan kolesterol dengan perlakuan yang sama.

Suhu minyak pada proses penggorengan deep frying dianjurkan antara 177oC-201o serta tergantung pada jenis makanan yang digoreng. Minyak dan lemak yang digunakan dalam proses ini tidak terbentuk emulsi dan memiliki titik asap pada suhu 260oC (Silalahi, 2002).

3.2 Lokasi dan Waktu peneitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penggorengan bahan makanan dengan minyak kacang tanah dan minyak kelapa sawit dilakukan di Jalan Jamin Ginting No 8A Medan. Sedangkan analisis kandungan lemak trans dan kolesterol dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan, Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilakukan pengolahan dan analisis data pada bulan Februari sampai bulan Desember 2016

3.3 Objek Penelitian

Kentang yang akan digoreng serta minyak kacang tanah dan minyak kelapa sawit hasil penggorengan satu kali penggoregan, dua kali penggoregan dan tiga penggorengan penggoregan dengan mengukur kandungan asam lemak trans dan kolesterol.

3.4 Definisi Operasional

1. Kandungan Asam Lemak Trans adalah banyaknya jumlah asam lemak tidak jenuh cis mengalami hidrolisis dan oksidasi menjadi asam lemak tidak jenuh trans terbentuk saat pemanasan pada kentang yang digoreng menggunakan minyak kacang tanah dan minyak kelapa sawit.

2. Kandungan Kolesterol adalah banyaknya jumlah senyawa golongan steroid yang terdapat pada kentang yang digoreng menggunakan minyak kacang tanah dan minyak kelapa sawit.

3. Kentang Goreng adalah bahan pagan nabati yang digoreng menggunakan minyak kacang tanah dan minyak kelapa sawit secara berulang-ulang dalam pemanasan.

4. Penggorengan berulang adalah minyak goreng yang dipanaskan secara berulang-ulang untuk menggoreng kentang.

5. Minyak Kacang Tanah adalah minyak yang digunakan untuk medium pengolahan penggorengan kentang yang terbuat dari biji kacang tanah dan

berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih serta menambah nilai kalori bahan makanan.

6. Minyak kelapa sawit adalah minyak yang digunakan untuk medium pengolahan penggorengan kentang yang terbuat dari daging buah (Pericarp) kelapa sawit yang berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih serta menambah kalori bahan makanan.

3.5 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Kompor Gas, Panci Deep Frying Manual, alat pemotong kentang, termometer, timbangan, baskom atau wadah, dan pisau. Bahan yang digunakan dalam menggoreng kentang yaitu kentang dengan varietas granola dengan ukuran ±180 gram yang diperoleh dari pasar tradisional di Padang Bulan, dicuci menggunakan air yang mengalir untuk membersihkan tanah yang masih menempel di kulit kentang, kemudian dikupas menggunakan pisau pengupas dan dipotong menggunakan pemotong kentang dan pisau dengan ukuran 1x1x3 cm.

Bahan yang digunakan untuk menggoreng kentang adalah minyak kacang tanah yang dibeli pada Industri Rumah Tangga (IRT) yang berada di Pacet, Mojokerto, Jawa Timur dan minyak kelapa sawit Bimoli spesial yang dibeli di Supermarket di kota Medan.

Bahan dan alat analisis kandungan asam lemak trans dan kandungan kolesterol tentang prosedur analisis sesuai dengan ketentuan laboratorium Pusat Penelitian Minyak Kelapa Sawit, Medan.

3.6 Tahapan Penelitian

3.6.1 Persiapan Penggorengan Kentang

Kentang seberat 1,2 kg, setelah dikupas menjadi seberat 1 kg kentang bersih, dan setelah dipotong sesuai ukuran 1x1x3 cm kentang hanya seberat ±800 gram. Untuk penelitian ini, kita menggunakan 800 gram kentang untuk digoreng Tahapan penggorengan kentang dengan menggunakan panci deep frying adalah minyak kacang tanah dan minyak kelapa sawit masing-masing sebanyak 2 liter dengan perbandingan 1; 2 antara sampel kentang dan minyak, dimasukkan kedalam panci deep frying. Minyak dipanaskan dalam suhu 160±170 oC diukur menggunakan termometer, setelah mencapai suhu yang diinginkan kentang seberat 800 gram dimasukkan kedalam minyak selama ±30 menit diambil dan ditiriskan kemudian dilihat tekstur kematangannya. Minyak yang sudah digunakan kemudian dimasukkan kentang goreng dengan jumlah yang sama dengan jeda 30 menit sebanyak 2x perlakuan pada minyak yang sama dengan total 3x perlakuan. Hal tersebut dilakukan sama dengan penggorengan kentang dengan minyak kelapa sawit.

3.6.2 Preparasi sampel

Siapkan labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet yang akan digunakan. Keringkan labu lemak tersebut dalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit, dinginkan dalam desikator kurang lebih 15 menit dan timbang. Kentang goreng dihancurkan dengan menggunakan blender dan digerus.Timbang 5 mL sampel tepat langsung dalam saringan timbel yang sesuai ukurannya. Sampel dapat pula dibungkus dengan kertas saring. Masukkan pelarut

lemak Na2SO4 ke dalam labu lemak sebanyak dua kali penyaringan.Masukkan selongsong yang telah berisi sampel ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. Pasang alat ekstraksi. Panaskan labu lemak dan lakukan ekstraksi selama 3-4 jam. Setelah selesai, pelarutnya disulingkan kembali dan labu lemak diangkat dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C sampai beratnya konstan.

3.6.3 Analisis Kadar Asam Lemak Trans

3Kadar asam lemak trans pada sampel minyak kacang tanah dan sampel kentang yang telah digoreng diketahui dengan menganalisis total kandungan asam lemak di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan menggunakan metode Gas Chomatography (GC). Sampel yang diujikan adalah sampel minyak goreng kacang tanah hasil ekstraksi kentang yang telah goreng.

a Pertama, sampel yang telah menjadi larutan ditimbang dalam tabung bertutup teflon, kemudian ditambahkan 1 ml NaOH 0,5 N dalam metanol dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit.

b Selanjutnya ditambahkan 2 ml BF3 16% dan 5 mg/ml standar internal dan dipanaskan lagi selama 20 menit. Setelah dingin, ditambahkan 2 ml NaCl jenuh dan 1 ml heksana. Lapisan heksana dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat dan dibiarkan selama 15 menit. Fase cair dipisahkan dan diinjeksikan ke kromatografi gas.

c Analisis komponen asam lemak, sebagai FAME dengan alat kromatografi gas, kolom cyanopril methyl sil (capilary column). Kondisi alat diatur sebagai berikut: dimensi kolom (p = 60 m; Ã` dalam = 0,25 mm, 0,25 î ¼ Film Tickness); laju alir N2: 20 mL/menit; laju alir H2:30 mL/menit; laju

alir udara:200 †“ 250 mL/menit; suhu injektor: 200 ÂoC; suhu detektor: 230 ÂoC; suhu kolom: program temperature (kolom temperatur: awal 190oC diam 15 menit, akhir 2300C diam 20 menit dan rate 100C/menit); ratio = 1:8; inject volume:1 î ¼L; linier velocity: 20 cm/sec.

d Analisis dimulai dari injeksi pelarut (1 Âμ L) ke dalam kolom untuk memperoleh baseline, kemudian dilanjutkan dengan menginjeksi 5Âμ L campuran standar FAME. Bila semua puncak sudah keluar baru kemudian sampel diinjeksikan sebanyak 5 Âμ L. Waktu retensi dan puncak sampel diukur untuk masing-masing komponen dibandingkan dengan standar dan dihitung dengan cara sebagai berikut:

Keterangan: Cx: Konsentrasi komponen X R : Respon

Cs : Konsentrasi standar internal As: Luas puncak standar internal Ax: Luas puncak komponen X

3.6.4 Analisis Kandungan Kolesterol

Kadar kolesterol pada sampel minyak kacang tanah dan sampel kentang goreng diketahui dengan menganalisis total kandungan kolesterol di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Analisis kadar kolesterol dilakukan menggunakan metode Krematografi Gas

1. Sampel ditimbang sebanyak ± 0,1 gram dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge, ditambah dengan 8 ml larutan etanol dan petroleum benzen dengan perbandingan 3 : 1, kemudian diaduk sampai homogen.

2. Pengaduk dibilas dengan 2 ml larutan etanol : petroleum benzen (3 : 1) kemudian disentrifuge selama 10 menit (3.000 rpm).

3. Supernatan dituang ke dalam beaker glass 100 ml dan diuapkan di penangas air.

4. Residu diuapkan dengan kloroform (sedikit demi sedikit), sambil dituangkan ke dalam tabung berskala (sampai volume 5 ml).

5. Residu ditambahkan 2 ml acetic anhidrid dan 0,2 ml H2SO4 pekat atau 2 tetes.

6. Dicampur dengan vortex dan dibiarkan di tempat gelap selama 15 menit. Lalu dibaca absorbansinya pada spektrofotometri dengan panjang gelombang (λ ) 420 nm dan standar yang digunakan 0,4 mg/ml.

Kadar kolesterol dalam kentang dihitung sebagai berikut:

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil analisis di Laboratorim Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan untuk dianalisis.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Kentang (Solanum tuberosum, L) Hasil Penggorengan Karakteristik yang dihasilkan oleh ketiga kentang goreng hasil penggorengan dengan menggunakan minyak kacang tanah tertuang dalam tabel 4.1, berikut ini:

Gambar 4.1 Kentang yang digoreng dengan minyak kacang tanah (A) Kentang goreng KT1 (B) Kentang goreng KT 2 (C) Kentang Goreng KT3

Tabel 4.1 Karakteristik Tiga Kentang Goreng Hasil Penggorengan dengan Minyak Kacang Tanah

Aroma Kacang dan kentang kacang dan kentang Kacang memudar dan kentang Tekstur Berminyak, garing,

renyah

KT1 : Kentang goreng hasil penggorengan pada minyak kacang tanah penggunaan 1x KT2 : Kentang goreng hasil penggorengan pada minyak kacang tanah penggunaan 2x KT3 : Kentang goreng hasil penggorengan pada minyak kacang tanah penggunaan 3x

A B C

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan karakteristik yang dihasilkan dari tiga kentang goreng. Ketiga sampel kentang goreng secara keseluruhan memiliki warna yang berbeda yaitu berwarna kuning coklat keemasan, kuning terang kecoklatan, dan kuning pucat. Untuk aroma ketiga kentang goreng memiliki kesamaan secara keseluruhan yang tercium dengan indera pembau yaitu beraroma kacang dan kentang. Ketiga sampel kentang goreng memiliki rasa khas kentang goreng yang enak dan garing saat hangat. Selanjutnya ada tekstur yang garing diluar dan lembut didalam serta berminyak yang ketika dikonsumsi tidak terasa keras atau susah untuk dikunyah.

Gambar 4.2 Kentang yang digoreng dengan minyak kelapa sawit (A) Kentang goreng KS1 (B) Kentang goreng KS2 (C) Kentang Goreng KS3

Karakteristik yang dihasilkan oleh ketiga kentang goreng hasil penggorengan dengan menggunakan minyak kelapa sawit tertuang dalam tabel 4.2, berikut ini:

Tabel 4.2 Karakteristik Tiga Kentang Goreng Hasil Penggorengan dengan

Aroma Kentang Kentang Kentang

Rasa Gurih kentang Gurih kentang Gurih kentang Tekstur Berminyak, sedikit

KS1 : Kentang goreng hasil penggorengan pada minyak kelapa sawit penggunaan 1x KS2 : Kentang goreng hasil penggorengan pada minyak kelapa sawit penggunaan 2x KS3 : Kentang goreng hasil penggorengan pada minyak kelapa sawit penggunaan 3x

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan karakteristik yang dihasilkan dari tiga sampel kentang goreng yang digoreng menggunakan minyak kelapa sawit. Ketiga sampel secara keseluruhan memiliki warna yang sama yaitu berwarna kuning coklat keemasan yang sesuai dengan warna kentang yaitu kuning muda. Untuk aroma ketiga kentang memiliki kesamaan yaitu kentang goreng. Aroma minyak kelapa sawit yang digunakan tidak secara nyata dapat tercium. Karakteristik rasa kentang goreng yang dihasilkan untuk KS1, KS2 dan KS3 adalah minyak kelapa sawit mempertahankan rasa kentang saat proses penggorengan. Selanjutnya tekstur pada kentang goreng memiliki ciri berminyak, sedikit garing dan lembut.

Kekayaan rasa dan tekstur pada kentang goreng terdapat pada kentang yang digoreng menggunakan minyak kacang tanah, dimana rasa kacang terdapat didalamnya dan dengan tekstur lebih renyah.

4.2 Berat sampel kentang goreng yang digoreng menggunakan minyak kacang tanah dan minyak kelapa sawit.

Berat masing-masing sampel kentang goreng yang menggunakan minyak kacang tanah dan minyak kelapa sawit dengan teknik penggorengan yang sama terdapat perbedaan. Hasilnya didapat sebagai berikut:

Tabel 4.3 Berat sampel kentang goreng yang digoreng menggunakan minyak kelapa sawit dan minyak kacang tanah.

No. Berat Kentang Goreng Sebelum digoreng Setelah digoreng

1 KT1 800 gr 410 gr

KT1 : Kentang goreng hasil penggorengan menggunakan minyak kacang tanah 1x KT2 : Kentang goreng hasil penggorengan menggunakan minyak kacang tanah 2x KT3 : Kentang goreng hasil penggorengan menggunakan minyak kacang tanah 3x KS1 : Kentang goreng hasil penggorengan menggunakan minyak kelapa sawit 1x KS2 : Kentang goreng hasil penggorengan menggunakan minyak kelapa sawit 2x KS3 : Kentang goreng hasil penggorengan menggunakan minyak kelapa sawit 3x

Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa berat kentang sebelum dan sesudah hasil penggorengan mengalami perbedaan dikarenakan proses penguapan air saat proses penggorengan dan kadar air saat kentang digoreng meskipun dengan jenis kentang yang sama (granola), berat, temperatur (suhu), dan lama waktu penggorengan yang sama. Temperatur yang digunakan adalah 160-170oC yang dilakukan pada keenam sampel dan waktu penggorengan yang sama yaitu 30 menit.

4.3 Hasil Uji Pemerikasaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan sampel terhadap kadar asam lemak trans dan kolesterol yang dilakukan di Labolatorim Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan maka diketahui sebagai berikut:

Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan kadar asam lemak trans pada kentang

No Kode Sampel Satuan Hasil Uji

1 KT1 % ND

2 KT2 % ND

3 KT3 % ND

4 KS1 % ND

5 KS2 % ND

6 KS3 % ND

Sumber : PPKS, 2016 Keterangan :

ND : No Detection

KT : Kentang yang digoreng menggunakan minyak kacang tanah KS : Kentang yang digoreng menggunakan minyak kelapa sawit

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa terkandung asam lemak trans pada kentang goreng baik menggunakan minyak kacang tanah dan minyak kelapa sawit pada penggorengan pertama, kedua maupun ketiga. Kesimpulannya, dengan menggunakan alat Gas kromatografi GC-2010-SHM dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan kadar asam lemak trans pada setiap sampel didalam kentang goreng. Parameter batas deteksi alat untuk kadar asam lemak trans adalah lebih dari 0,001% . Sehingga, jika ada tidak terdeteksi asam lemak trans pada kentang karena kurang dari 0,001% .

Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan kadar kolesterol pada kentang.

No Kode Sampel Satuan Kadar Kolesterol

1 KT1 Ppm <16,74

2 KT2 Ppm <16,74

3 KT3 Ppm <16,74

4 KS1 Ppm <16,74

5 KS2 Ppm <16,74

6 KS3 Ppm <16,74

Sumber : PPKS, 2016

Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa kadar kolesterol pada kentang goreng yang digoreng menggunakan minyak kacang tanah maupun minyak kelapa sawit penggorengan pertama, kedua dan ketiga adalah sama. Alat uji kolesterol GC-2010-SHM mempunyai LoD (Limit of Detection) atau parameter batas deteksi alat sebesar lebih dari 16,74 ppm. LoD merupakan nilai konsentrasi zat yang diukur pada saat metode atau instrumen (alat) mulai mendeteksi keberadaan zat tetapi belum bisa dikuantifikasi secara tepat pada kadar lebih dari 16,74 ppm. Jadi, LoD adalah jumlah terkecil dari analit yang dapat dideteksi namun jumlah ini belum tentu dapat dihitung. Hasil uji kolesterol dari keenam sampel menunjukkan bahwa kadar kolesterol kurang dari 16,74 ppm atau 0,01674% dimana 1% merupakan 10.000 ppm yang artinya bahwa kolesterol bisa saja ada, namun tidak melewati 16,74 ppm.

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kandungan Asam Lemak Trans pada Kentang Goreng

Asam lemak trans adalah asam lemak tak jenuh dengan minimal satu ikatan rangkap dan konfigurasi trans isomer pada rantai karbonnya (Murray et al., 2005). Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Kemudian asam lemak bebas ini membentuk lagi asam lemak trans dan radikal bebas.

Isomer geometris terbentuk apabila ikatan rangkap cis (struktur bengkok) terisomerisasi menjadi konfigurasi trans (struktur lebih linier) yang secara termodinamik sifatnya lebih stabil daripada cis, seperti asam oleat menjadi asam elaidat. Bentuk isomer trans lebih menyerupai asam lemak jenuh daripada asam lemak tak jenuh. Secara kimiawi, konfigurasi asam lemak tak jenuh trans mengikat atom hidrogen secara berseberangan (opposite), sedangkan bentuk cis sebaliknya (Murray et al., 2003).

Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying), karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadi kotak dengan oksigen dari udara luar dengan memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak (Ketaren, 2008).

Hasil dari pengamatan memperlihatkan bahwa minyak kacang tanah mulai mendidih pada suhu 120oC dan 100oC pada minyak kelapa sawit. Bahan makanan (kentang) digoreng hingga membutuhkan waktu matang 25 menit. Suhu

menggoreng optimum yaitu 160-190 oC, sedangkan penetapan suhu awal pada penelitian 160-170 oC (Ketaren, 1986).

Berdasarkan klasifikasi kandungan asam lemak lemak trans, terlihat bahwa asam lemak trans yang dihasilkan baik untuk minyak kacang tanah dan minyak kelapa sawit pada kentang goreng adalah <1% (Produk asam lemak trans zero).

Hal ini disebabkan karena suhu penggorengan yang tidak terlalu tinggi yaitu 160-170 oC, walaupun waktu penggorengan yang cukup lama yaitu 30 menit. Untuk orang yang sehat, asupan lemak trans yang direkomendasikan kurang dari 1%

kebutuhan kalori harian. Jika kalori yang dibutuhkan 2000 kalori perhari, maka asupan lemak trans tidak boleh lebih dari 20 kalori per hari atau setara dengan 2 gram lemak trans per hari.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan batas yang dianjurkan dari asupan Asam Lemak Trans pada makanan yaitu kurang dari 1% kalori (European Food Safety, 2012)

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Bansal et al (2009) bahwa, asam lemak trans ditemukan lebih tinggi pada minyak goreng setelah digunakan dalam proses menggoreng dibandingkan dengan minyak segar (sebelum digunakan dalam proses menggoreng) dan proses penggorengan menghasilkan lebih banyak asam lemak trans 18:1, dan menurut Sartika (2009) bahwa, pengulangan penggunaan minyak goreng dapat menyebabkan adanya kandungan asam lemak trans pada minyak hasil penggorengan dan makanan yang digoreng. Rani et al (2010) melaporkan bahwa, kandungan asam lemak trans pada minyak yang telah digunakan untuk penggorengan lebih tinggi daripada minyak yang belum digunakan untuk penggorengan (minyak segar); serta menurut Hou et

al (2012), bahwa minyak goreng sebelum dimulai penggorengan kandungan asam lemak transnya masih lebih rendah daripada yang sudah digunakan untuk penggorengan dan akan mengalami peningkatan pada penggorengan yang berulang kali.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Sartika (2009) menggunakan suhu 200oC dan waktu penggorengan 15 menit dan 30 menit serta bahan pangan yang digunakan adalah singkong dan daging; sedangkan pada penelitian Abrian (2013) suhu penggorengan yang digunakan 180 oC dan waktu pengorengan 10 menit serta bahan yang digunakan adalah pisang kepok dan ayam broiler (ras), sehingga asam lemak trans yang terbentuk hingga penggorengan kelima masih termasuk kategori produk asam lemak trans zero. Oleh karena itu, minyak goreng hasil pengulangan penggorengan hingga penggorengan kelima masih layak digunakan untuk menggoreng bahan pangan dan masih aman untuk dikonsumsi. Dan pada penelitian kentang, suhu penggorengan yang digunakan adalah 160oC-170 oC dan waktu penggorengan 30 menit dengan jeda 30 menit serta bahan yang digunakan adalah kentang, sehingga asam lemak trans yang terbentuk hingga penggorengan ketiga sama sekali tidak terdeteksi sehingga termasuk juga dalam kategori produk asam lemak trans zero. Sehingga minyak pada penggorengan ke empat masih layak digunakan untuk menggoreng bahan pangan dan aman dikonsumsi.

Hasil analisis kandungan asam lemak trans yang dilakukan Abrian (2013) menunjukkan kandungan asam trans pada minyak segar (sebelum digunakan dalam proses menggoreng) yaitu sebesar 0,085 %. Setelah minyak digunakan untuk menggoreng pisang pada penggorengan ke-1 sudah terlihat peningkatan asam lemak trans (0,097%) hingga penggorengan ke-5 (0,112%). Setelah minyak

digunakan untuk menggoreng ayam juga terlihat peningkatan asam lemak trans dari penggorengan ke-1 (0,091%) hingga penggorengan ke-5 (0,121%). Hal ini menunjukkan bahwa pengulangan penggorengan dapat menyebabkan terbentuknya asam lemak trans pada minyak hasil penggorengan dan semakin berulang kali digunakan maka kandungan asam lemak trans makin mengalami peningkatan. Jika dibandingkan antara minyak hasil penggorengan pisang dan minyak hasil penggorengan ayam terlihat bahwa kandungan asam lemak trans pada minyak hasil penggorengan ayam lebih tinggi daripada minyak hasil penggorengan pisang.

Penelitian Ilmi et al (2015) mengungkapkan bahwa produk tahu yang digoreng pada suhu 150-165oC selama 30 dengan teknik menggoreng deep fat fryingselama 30 menit menunjukkan kadar asam lemak bebas, nilai peroksida dan lemak trans dalam jumlah kecil yaitu 0,0056 dan masih dalam batas yang aman meskipun penggorengan dilakukan dengan empat siklus selama dua hari.

Kadar asam lemak trans yang relatif lebih tinggi pada minyak hasil penggorengan ayam, disebabkan oleh asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam ayam mengalami pemecahan ikatan rangkap serta terjadi isomerisasi, sehingga terlihat kadar asam lemak trans lebih tinggi pada minyak hasil penggorengan ayam. Hal ini disebabkan karena komposisi asam lemak ayam terdapat kandungan asam oleat dan sesuai dengan Muchtadi dan Sugiyono (1992), bahwa komposisi asam lemak ayam terdiri dari asam lemak jenuh 28 – 31 % dan asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat 47 – 57 %; asam linoleat 14 – 18 %; asam

Kadar asam lemak trans yang relatif lebih tinggi pada minyak hasil penggorengan ayam, disebabkan oleh asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam ayam mengalami pemecahan ikatan rangkap serta terjadi isomerisasi, sehingga terlihat kadar asam lemak trans lebih tinggi pada minyak hasil penggorengan ayam. Hal ini disebabkan karena komposisi asam lemak ayam terdapat kandungan asam oleat dan sesuai dengan Muchtadi dan Sugiyono (1992), bahwa komposisi asam lemak ayam terdiri dari asam lemak jenuh 28 – 31 % dan asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat 47 – 57 %; asam linoleat 14 – 18 %; asam