• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Metode Penelitian

1.6.6 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini adalah 3 (tiga) bulan dimulai dari bulan April sampai dengan Agustus 2010. Tahap pertama dalam penelitian ini dimulai pada Minggu ke-3 bulan April 2010 yang meliputi tahap Persiapan yakni, penentuan judul penelitian, penulisan proposal penelitian, seminar proposal dan perbaikan proposal. Selanjutnya Tahap pelaksanaan penelitian dengan waktu + 2 (dua) bulan terhitung sejak minggu ke-2 bulan Juni sampai dengan minggu ke-2 bulan Agustus 2010, meliputi : pengumpulan data sekunder, pengolahan dan penganalisaan data. Tahap penyelesaian penelitian ini adalah 1 minggu terakhir bulan Agustus 2010 yang meliputi : penulisan laporan penelitian, pendaftaran ujian dan pelaksanaan ujian Skripsi.

1.7 Sistimatika Penulisan

Skripsi yang berjudul “IZIN PEMASANGAN REKLAME DI WILAYAH KOTA SURABAYA” terdiri atas 4 Bab dengan tiap-tiap bab terbagi atas sub bab- sub bab yang menjabarkan segala jawaban atas tiap pertanyaan yang terdapat pada bab I. Adapun susunan sistematika tiap bab tertulis sebagai berikut :

a) Bab Pertama merupakan Pendahuluan terdiri atas 7 Sub Bab yakni

Pertama menerangkan latar belakang masalah, Kedua Rumusan

Masalah, Ketiga Tujuan Penulisan, Keempat Manfaat Penulisan,

Kelima Kajian Pustaka, Keenam Metode Penelitian dan Ketujuh

Sistematika Penulisan yang berisi gambaran mengenai tiap-tiap bab dalam skripsi ini.

b) Bab Kedua menguraikan mengenai perlunya izin pemasangan reklame yang terdiri atas dua Sub Bab, yakni pertama menjelaskan mengenai Tinjauan umum mengenai izin diwilayah Kota Surabaya, dimana dalam sub bab ini terbagi lagi atas dua sub sub Bab yakni Sumber kewenangan Pemerintah Daerah dibidang perizinan dan Alasan perlunya Izin pemasangan Reklame di Kota Surabaya, Kedua menjelaskan tentang Sistem dan Prosedur Perizinan Pemasangan Reklame, dimana dalam sub bab ini terbagi lagi atas empat sub sub bab yakni Sistem perizinan satu atap, Model perizinan terpadu,

asas-asas umum bagi prosedur penerbitan Izin serta Prosedur Perizinan pemasangan Reklame.

c) Bab Ketiga menguraikan mengenai Upaya Pemkot Surabaya dalam menertibkan pelanggaran reklame. Bab ini terdiri atas dua Sub Bab yakni, Pertama menjelaskan tentang Penegakan Hukum Perizinan khusunya Izin Reklame, Kedua menjelaskan mengenai Upaya Pemkot Surabaya dalam melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, dimana dalam Sub Bab ini terbagi atas dua Sub sub Bab yakni menjelaskan mengenai Upaya Preventif dan Upaya Represifnya.

d) Bab Keempat berisi Kesimpulan dan Saran. Pada Bab ini terdiri atas dua Sub Bab yakni Pertama menjelaskan tentang Kesimpulan atas uraian penulisan dalam Bab Dua dan Bab Tiga yang merupakan point inti dari isi skripsi ini, Kedua menjelaskan tentang Saran yang bisa dilakukan atas segala hal yang berkaitan dengan topik permasalahan dalam skripsi ini.

BAB II

IZIN PEMASANGAN REKLAME

2.1 Tinjauan Umum tentang Izin di wilayah Kota Surabaya

Izin dikeluarkan sebagai bentuk persetujuan dari pemerintah berdasarkan peraturan Perundang-Undangan untuk menyimpang dari ketentuan peraturan Perundang-Undangan tersebut.12 Dengan memberi izin pemerintah memperkenankan orang yang memohon untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang, hal ini menyangkut perkenan bagi tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan. Sehingga izin merupakan tindakan hukum pemerintah yang bertujuan sebagai instrumen dalam mengendalikan aktivitas masyarakat dengan cara mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara-cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan. Dalam arti kata bahwa izin merupakan salah satu tindakan pemerintahan yang bersifat formal dengan menetapkan suatu produk keputusan yang berisi penetapan terhadap seseorang atau badan hukum untuk melakukan tindakan yang boleh menyimpang dari norma larangan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Sebagai suatu tindakan pemerintah, maka penepatan izin harus memenuhi unsure-unsur keabsahan, yang meliputi : wewenang, prosedur dan substansi.

12

J.B.M. ten Berge dan N.M.Spelt, Pengantar Hukum Perizinan, cetakan I, 1993, Yuridika, Surabaya

Wewenang merupakan konsep inti dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi sebagai Hukum publik. Wewenang lazimnya dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechstmacht) sehingga wewenang senantiasa berkaitan dengan kekuasaan (Negara). Wewenang terdiri atas 3 (tiga) komponen yaitu : pengaruh, dasar hukum dan konformitas hukum. Komponen pengaruh berarti penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum, Komponen dasar hukum bermakna setiap wewenang harus selalu dapat ditunjuk dasar hukumnya. Komponen konformitas hukum beresensi adanya standar wewenang, baik standar umum u ntuk setiap jenis wewenang maupun standar khusus bagi jenis wewenang tertentu.

Berdasarkan Undang Nomor 12 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disingkat dengan UU Pemerintahan Daaerah) memberikan perluasan wewenang kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan daerahnya. Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah Kota Surabaya adalah dengan diberikannya keleluasaan pemerintah untuk mengendalikan kegiatan dan aktivitas masyarakat melalui izin. Untuk itulah telah dikeluarkan beberapa peraturan daerah yang mengatur beberapa jenis izin dengan disertai retribusi atau pajak sebagai sarana untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Kewenangan tersebut terdapat dalam ketentuan Pasal 10 UU Pemerintahan Daerah yaitu :

(1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah,

(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi;

e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama.

(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa

(5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat:

a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; atau

c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Berdasar pada ketentuan diatas maka UU pemerintahan Daerah telah telah membagi kewenangan dengan Pembagian Urusan Pemerintahan, yaitu pembagian urusan pemerintah (pusat), pemerintahan provinsi sebagai daerah otonom dan urusan pemerintahan daerah untuk Kabupaten atau Kota dengan rincian sebagai berikut :

1. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah (pusat) yakni : politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, agama. Hal ini sesuai yang tercantum pada ketentuan pasal 10 ayat (3) UU pemerintahan daerah.

2. Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi tercantum dalam ketentuan pasal 13 ayat (1) UU Pemerintahan Daerah meliputi : a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan

b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat d. Penyediaan sarana dan prasarana umum

e. Penanganan bidang kesehatan

f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial

g. Penangggulangan masalah social lintas kabupaten atau kota h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten atau kota

i. Fasiltas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten atau kota

j. Pengendalian lingkungan hidup

k. Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten atau kota l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil

m. Pelayanan adminitrasi umum pemerintahan

n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten atau kota

o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten atau kota dan

p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

3. Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten atau Kota tercantum dalam ketentuan pasal 14 ayat (1) UU Pemerintahan Daerah yakni13:

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan

b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat d. Penyediaan sarana dan prasana umum

e. Pengangan bidang kesehatan f. Penyelenggaraan pendidikan g. Penanggulahan masalah social h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan

i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah j. Pengendalian lingkungan hidup

k. Pelayanan pertanahan

l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan n. Pelayanan administrasi penanaman modal

13

Dengan adanya pembagian urusan kewenangan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten atau kota, maka dapat disimpulkan bahwa penataan dan penyelenggaraan reklame merupakan urusan pemerintah kabupaten atau kota karena berkaitan dengan perencanaan pembangunan, penataan ruang dan pengendalian aktivitas masyarakat serta ketertiban umum.

2.1.1 Sumber kewenangan Pemerintah Daerah dalam Bidang Perizinan

Secara etimologis, kata wewenang berasal dari kata dasar “wenang” dan merupakan terjemahan dari competentie (Bahasa Inggris) atau bevoegheid serta gezag (Bahasa Belanda), yang berarti menyusun supaya baik atau dengan kata lain “mengatur”.

Sumber kewenangan bersumber pada 4 hal yakni : atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan yang bersumber pada atribusi diberikan secara langsung oleh UUD ataupun UU dan tanggung jawab dan tanggung gugat ada pada badan atau jabatan yang bersangkutan. Apabila ada gugatan dari pihak tertentu maka yang bertanggung jawab adalah pemegang kewenangan itu. Kewenangan yang bersumber pada delegasi adalah penyerahan wewenang. Jadi kewenangan bersumber dari organ pemerintahan yang diserahkan pada organ lain dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Jadi pemberi delegasi tidak dapat menggunakan wewenang itu kecuali setelah ada pencabutan dengan berdasarkan asas contrarius actus. Sumber kewenangan berdasarkan mandat yakni pelimpahan wewenang, dimana hal ini terjadi dalam hubungan rutin antara atasan dan bawahan14.

Landasan hukum dari kewenangan Pemerintahan di daerah menetapkan produk hukum diatur dalam ketentuan pasal 18 UUD

14

1945 jo amandemen keempat Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 jo. Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan maupun konsep otonomi pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diganti dengan UU Pemerintah Daerah. Pada Ketentuan pasal 18 UUD 1945 setelah amandemen keempat kewenangan pembentukan peraturan daerah oleh pemerintah di daerah dapat disimak pada ketentuan ayat (2) dan (6) yang menyatakan sebagai berikut :

a. Pasal 18 ayat (2) menetapkan “Pemerintah Daerah provinsi, daerah Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”

b. Pasal 18 ayat (6) menetapkan “Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonnomi dan tugas pembantuan”.

Jadi berdasarkan kedua ketentuan diatas maka terdapat adanya pemberian wewenang kepada daerah-daerah untuk mengatur rumah tangganya. Ketentuan pasal 1 angka 5 jo pasal 136 ayat (2) UU Pemerintah Daerah menetapkan bahwa otonomi daerah sebagai suatu “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat.

2.1.2 Izin Pemasangan Reklame di Kota Surabaya

UU Pemerintahan Daerah telah merumuskan adanya asas penyelenggaraan pemerintahan daerah didasarkan pada asas

desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Pengertian Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabatnya didaerah, sedang Tugas Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah.tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan. Berdasarkan ketiga pengertian asas diatas maka penerbitan izin dibedakan menjadi izin daerah dan izin pusat.

Pengaturan penyelenggaraan reklame sesuai dengan UU Pemerintah Daerah merupakan suatu kewenangan otonomi yang didasarkan pada pelaksanaan asas desentraliasasi. Oleh karena itu pengaturan dan penyelenggaraan reklame di kota Surabaya ,diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame Pajak Reklame (selanjutnya disingkat dengan Perda Penyelenggaraan dan Pajak Reklame).

Pada ketentuan pasal 2 ayat (1) Perda Penyelenggaraan dan Pajak reklame yang menyebutkan “Setiap orang pribadi atau badan yang akan menyelenggarakan reklame di daerah wajib

memperoleh izin tertulis atau pengesahan dari Kepala Daerah”. Sehingga dalam hal ini tegas telah disebutkan dalam Perda tersebut mewajibkan adanya izin yang tertulis terlebih dahulu sebelum dipasangnya reklame. Selain itu dalam Perda Penyelenggaraan dan Pajak Reklame diatur pula mengenai sanksi administrasi yang terdapat dalam ketentuan pasal 31 yakni pencabutan izin penyelenggaraan reklame

Ada beberapa alasan diperlukannya izin pemasangan Reklame di wilayah kota Surabaya, yakni :

(1) Berdasarkan UU Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 21 disebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah pajak dan retribusi, sehingga setiap kota atau kabupaten memiliki kewenangan untuk menarik beberapa pajak dan retribusi di daerahnya dan salah satu pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah kota atau kabupaten adalah Pajak Reklame.

(2) Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Perda Pajak Reklame Nomor 9 Tahun 1999 dirumuskan bahwa setiap penyelenggaraan reklame harus memiliki izin reklame dan setiap penerbitan izin akan dikenakan pajak reklame.

(3) Peraturan Walikota Surabaya Nomor 14 tahun 2009 tentang Penetapan Nilai Jual objek pajak reklame, Nilai strategis penyelenggaraan reklame dan perhitungan pajak reklame

dimana pengenaan pajak reklame merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah.

2.2 Sistem dan Prosedur Perizinan Pemasangan Reklame

Dokumen terkait