• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.2 Saran

1. Bagi Pihak Pemkot Surabaya hendaknya lebih menegakkan Perda penyelenggaraan reklame agar pelanggaran yang terjadi bisa di minimalisasi serta lebih digalakkan menegakkan sanksi yang bersifat pidana. Agar para pelanggar bisa memiliki rasa kepatuhan akan aturan yang dibuat oleh Kepala Daerah.

2. Pemerintah Kota perlunya membuat Perda atau Peraturan untuk Jalan Protokol tidak diperbolehkan dipasang reklame dalam rangka mewujudkan keindahan kota dan perda atau peraturanyang memiliki penerapan sanksi pidana lebih besar daripada penerapan sanksi administrasi.

3. Bagi pemohon penyelenggara reklame hendaknya lebih disiplin dalam mentaati segala prosedur yang telah ditetapkan dalam Perda yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah.

4. Perlunya pajak reklame dimasukkan dalam pengawasan yang terdapat dalam Upaya Preventif

5. Pihak Pemkot lebih menggalakkan penertiban reklame yang masa berlakunya telah habis

BAB II

IZIN PEMASANGAN REKLAME

2.1 Tinjauan Umum tentang Izin di wilayah Kota Surabaya

Izin dikeluarkan sebagai bentuk persetujuan dari pemerintah berdasarkan peraturan Perundang-Undangan untuk menyimpang dari ketentuan peraturan Perundang-Undangan tersebut.12 Dengan memberi izin pemerintah memperkenankan orang yang memohon untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang, hal ini menyangkut perkenan bagi tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan. Sehingga izin merupakan tindakan hukum pemerintah yang bertujuan sebagai instrumen dalam mengendalikan aktivitas masyarakat dengan cara mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara-cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan. Dalam arti kata bahwa izin merupakan salah satu tindakan pemerintahan yang bersifat formal dengan menetapkan suatu produk keputusan yang berisi penetapan terhadap seseorang atau badan hukum untuk melakukan tindakan yang boleh menyimpang dari norma larangan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Sebagai suatu tindakan pemerintah, maka penepatan izin harus memenuhi unsure-unsur keabsahan, yang meliputi : wewenang, prosedur dan substansi.

12

J.B.M. ten Berge dan N.M.Spelt, Pengantar Hukum Perizinan, cetakan I, 1993, Yuridika, Surabaya

Wewenang merupakan konsep inti dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi sebagai Hukum publik. Wewenang lazimnya dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechstmacht) sehingga wewenang senantiasa berkaitan dengan kekuasaan (Negara). Wewenang terdiri atas 3 (tiga) komponen yaitu : pengaruh, dasar hukum dan konformitas hukum. Komponen pengaruh berarti penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum, Komponen dasar hukum bermakna setiap wewenang harus selalu dapat ditunjuk dasar hukumnya. Komponen konformitas hukum beresensi adanya standar wewenang, baik standar umum u ntuk setiap jenis wewenang maupun standar khusus bagi jenis wewenang tertentu.

Berdasarkan Undang Nomor 12 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disingkat dengan UU Pemerintahan Daaerah) memberikan perluasan wewenang kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan daerahnya. Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah Kota Surabaya adalah dengan diberikannya keleluasaan pemerintah untuk mengendalikan kegiatan dan aktivitas masyarakat melalui izin. Untuk itulah telah dikeluarkan beberapa peraturan daerah yang mengatur beberapa jenis izin dengan disertai retribusi atau pajak sebagai sarana untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Kewenangan tersebut terdapat dalam ketentuan Pasal 10 UU Pemerintahan Daerah yaitu :

(1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah,

(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi;

e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama.

(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa

(5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat:

a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; atau

c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Berdasar pada ketentuan diatas maka UU pemerintahan Daerah telah telah membagi kewenangan dengan Pembagian Urusan Pemerintahan, yaitu pembagian urusan pemerintah (pusat), pemerintahan provinsi sebagai daerah otonom dan urusan pemerintahan daerah untuk Kabupaten atau Kota dengan rincian sebagai berikut :

1. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah (pusat) yakni : politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, agama. Hal ini sesuai yang tercantum pada ketentuan pasal 10 ayat (3) UU pemerintahan daerah.

2. Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi tercantum dalam ketentuan pasal 13 ayat (1) UU Pemerintahan Daerah meliputi : a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan

b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat d. Penyediaan sarana dan prasarana umum

e. Penanganan bidang kesehatan

f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial

g. Penangggulangan masalah social lintas kabupaten atau kota h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten atau kota

i. Fasiltas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten atau kota

j. Pengendalian lingkungan hidup

k. Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten atau kota l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil

m. Pelayanan adminitrasi umum pemerintahan

n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten atau kota

o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten atau kota dan

p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

3. Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten atau Kota tercantum dalam ketentuan pasal 14 ayat (1) UU Pemerintahan Daerah yakni13:

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan

b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat d. Penyediaan sarana dan prasana umum

e. Pengangan bidang kesehatan f. Penyelenggaraan pendidikan g. Penanggulahan masalah social h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan

i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah j. Pengendalian lingkungan hidup

k. Pelayanan pertanahan

l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan n. Pelayanan administrasi penanaman modal

13

Dengan adanya pembagian urusan kewenangan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten atau kota, maka dapat disimpulkan bahwa penataan dan penyelenggaraan reklame merupakan urusan pemerintah kabupaten atau kota karena berkaitan dengan perencanaan pembangunan, penataan ruang dan pengendalian aktivitas masyarakat serta ketertiban umum.

2.1.1 Sumber kewenangan Pemerintah Daerah dalam Bidang Perizinan

Secara etimologis, kata wewenang berasal dari kata dasar “wenang” dan merupakan terjemahan dari competentie (Bahasa Inggris) atau bevoegheid serta gezag (Bahasa Belanda), yang berarti menyusun supaya baik atau dengan kata lain “mengatur”.

Sumber kewenangan bersumber pada 4 hal yakni : atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan yang bersumber pada atribusi diberikan secara langsung oleh UUD ataupun UU dan tanggung jawab dan tanggung gugat ada pada badan atau jabatan yang bersangkutan. Apabila ada gugatan dari pihak tertentu maka yang bertanggung jawab adalah pemegang kewenangan itu. Kewenangan yang bersumber pada delegasi adalah penyerahan wewenang. Jadi kewenangan bersumber dari organ pemerintahan yang diserahkan pada organ lain dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Jadi pemberi delegasi tidak dapat menggunakan wewenang itu kecuali setelah ada pencabutan dengan berdasarkan asas contrarius actus. Sumber kewenangan berdasarkan mandat yakni pelimpahan wewenang, dimana hal ini terjadi dalam hubungan rutin antara atasan dan bawahan14.

Landasan hukum dari kewenangan Pemerintahan di daerah menetapkan produk hukum diatur dalam ketentuan pasal 18 UUD

14

1945 jo amandemen keempat Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 jo. Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan maupun konsep otonomi pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diganti dengan UU Pemerintah Daerah. Pada Ketentuan pasal 18 UUD 1945 setelah amandemen keempat kewenangan pembentukan peraturan daerah oleh pemerintah di daerah dapat disimak pada ketentuan ayat (2) dan (6) yang menyatakan sebagai berikut :

a. Pasal 18 ayat (2) menetapkan “Pemerintah Daerah provinsi, daerah Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”

b. Pasal 18 ayat (6) menetapkan “Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonnomi dan tugas pembantuan”.

Jadi berdasarkan kedua ketentuan diatas maka terdapat adanya pemberian wewenang kepada daerah-daerah untuk mengatur rumah tangganya. Ketentuan pasal 1 angka 5 jo pasal 136 ayat (2) UU Pemerintah Daerah menetapkan bahwa otonomi daerah sebagai suatu “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat.

2.1.2 Izin Pemasangan Reklame di Kota Surabaya

UU Pemerintahan Daerah telah merumuskan adanya asas penyelenggaraan pemerintahan daerah didasarkan pada asas

desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Pengertian Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabatnya didaerah, sedang Tugas Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah.tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan. Berdasarkan ketiga pengertian asas diatas maka penerbitan izin dibedakan menjadi izin daerah dan izin pusat.

Pengaturan penyelenggaraan reklame sesuai dengan UU Pemerintah Daerah merupakan suatu kewenangan otonomi yang didasarkan pada pelaksanaan asas desentraliasasi. Oleh karena itu pengaturan dan penyelenggaraan reklame di kota Surabaya ,diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame Pajak Reklame (selanjutnya disingkat dengan Perda Penyelenggaraan dan Pajak Reklame).

Pada ketentuan pasal 2 ayat (1) Perda Penyelenggaraan dan Pajak reklame yang menyebutkan “Setiap orang pribadi atau badan yang akan menyelenggarakan reklame di daerah wajib

memperoleh izin tertulis atau pengesahan dari Kepala Daerah”. Sehingga dalam hal ini tegas telah disebutkan dalam Perda tersebut mewajibkan adanya izin yang tertulis terlebih dahulu sebelum dipasangnya reklame. Selain itu dalam Perda Penyelenggaraan dan Pajak Reklame diatur pula mengenai sanksi administrasi yang terdapat dalam ketentuan pasal 31 yakni pencabutan izin penyelenggaraan reklame

Ada beberapa alasan diperlukannya izin pemasangan Reklame di wilayah kota Surabaya, yakni :

(1) Berdasarkan UU Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 21 disebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah pajak dan retribusi, sehingga setiap kota atau kabupaten memiliki kewenangan untuk menarik beberapa pajak dan retribusi di daerahnya dan salah satu pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah kota atau kabupaten adalah Pajak Reklame.

(2) Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Perda Pajak Reklame Nomor 9 Tahun 1999 dirumuskan bahwa setiap penyelenggaraan reklame harus memiliki izin reklame dan setiap penerbitan izin akan dikenakan pajak reklame.

(3) Peraturan Walikota Surabaya Nomor 14 tahun 2009 tentang Penetapan Nilai Jual objek pajak reklame, Nilai strategis penyelenggaraan reklame dan perhitungan pajak reklame

dimana pengenaan pajak reklame merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah.

2.2 Sistem dan Prosedur Perizinan Pemasangan Reklame 2.2.1 Sistem Pelayanan Satu Atap (SINTAP)

Pada tahun 1999 Pemerintah Kota Surabaya sudah mulai melakukan pembenahan dan perombakan manajemen dalam meperoleh izin, yakni dengan mulai dilakukannya Sistem Pelayanan Satu Atap (selanjutnya disingkat dengan sintap). Hal ini didasarkan pada Surat Keputusan Walikota Nomor 68 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelayanan Satu Atap kepada masyarakat di lingkungan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya.

Tujuan dikeluarkannya kebijakan ini adalah untuk mempermudah masyarakat dalam mengurus segala keperluan yang berkait dengan perizinan. Karena dalam Sintap proses perizinannya relativ sederhana, lebih cepat, transparan, hemat waktu dan biaya dengan cara menyederhanakan prosedur dan menempatkan berbagai penyedia pelayanan (service provider) yang berwenang mengeluarkan berbagai perizinan pada satu tempat pelayanan (service point)15.

15

Pada prakteknya sintap berjalan kurang optimal, hal ini dikarenakan beberapa hal yang menyebabkan kurang berjalannya sintap, yakni :

a. Layanan satu atap tidak diberlakukan untuk semua izin yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota

b. Layanan satu atap hanya untuk mengajukan dan mengambil izinnya, sedangkan pemrosessannya masing-masing dinas yang memiliki ketentuan yang berbeda-beda

c. Layanan satu atap belum dapat menjamin kepastian terhadap waktu perolehan izin.

d. Kantor Pelayanan satu atap dinilai masyarakat sebagai kantor yang penuh calo, baik dari orang luar maupun16.

Berdasarkan pada faktor-faktor diatas maka sintap mulai mengadakan pengidentifikasian serta penyesuaian yang dibutuhkan atau biasa dikenal dengan modifikasi dari sintap yakni Model Perizinan Terpadu (selanjutnya disingkat Perdu).

16

Lilik Pudjiastutik, Penataan dan Pengendalian Reklame melalui Mekanisme Perizinan, Unair, 2005, Surabaya

2.2.2 Model Perizinan Terpadu (PERDU)

Perdu pada dasarnya merupakan model sitap yang dikembangkan khususnya dari aspek cara memproses perizinan bersama-sama dengan penyedia lainnya. Ciri dari Perdu adalah adanya tanggungjawab bersama semua instansi yang berkaitan dengan perizinan dan pelaporan dan supervisi yang simultan untuk perdu dan instansi penyedia pelayanan. Dimana Pelaporan yang simultan kepada Kepala Daerah akan berfungsi sebagai mekanisme kontrol dalam perdu. Jadi intansi yang mengeluarkan perizinan tidak bertanggung jawab kepada perdu, melainkan kepada Kepala Daerah.

Efektifitas perdu bergantung pada jenis perizinan yang akan didelegasikan. Hal ini karena tiap daerah mempuyai kebutuhan yang berbeda-beda dan pendekatan yang berbeda pula dalam memungut pajak dan retribusi daerah.

Karakteristik positif perdu adalah ketepatan waktu, informasi yang akurat, biaya dan faktur yang konsisten, proses jelas dan transparan, integritas proses verifikasi dan kelayakan, dokumentasi dan pengarsipan, pelayanan dan simpatik, mekanisme pengaduan dan pelayanan purna jasa17.

17

2.2.3 Asas-asas umum bagi prosedur penerbitan izin

Pengajuan permohonan merupakan permulaan dari acara perizinan. Di mana permintaan harus datang dari yang berkepentingan, yakni pihak yang kepentingannya langsung berhubungan dengan suatu putusan. Bila permintaan tidak dilakukan oleh pihak yang berkepentingan maka penolakan untuk memberikan izin, tidak merupakan keputusan TUN.

Pada prinsipnya permohonan diajukan secara tertulis, kecuali bila diatur lain oleh ketentuan Undang-Undang. Syarat formal isi permohonan izin harus memuat membuat tanda tangan, Nama dan alamat pemohon, petunjuk mengenai izin yang diminta beserta tanggalnya selain syarat formal diatas pemohon selanjutnya harus memberikan data dan surat-surat (dokumen-dokumen,bukti surat-surat). Yang diperlukan untuk mengajukan permohonan. Organ pemerintahan tidak boleh meminta data secara acak, tetapi data yang relevan bagi penilaian permohonan. Dalam peraturan perundang-undangan khusus dapat ditentukan lebih lanjut data mana yang diperlukan18.

Acara persiapan dan peran serta merupakan hal utama dalam mengeluarkan izin. Di mana di dalamnya terkandung asas ketelitian dan kewajiban mendengar. Asas ketelitian sebagai asas pemerintahan yang baik, dalam hukum administrasi menduduki

18

tempat yang penting. Dalam rangka persiapan teliti suatu keputusan maka bila diperlukan melakukan musyawarah dengan yang berkepentingan. Dalam proses musyawarah mendengar pendapat yang berkepentingan adalah penting. Hal ini dapat menunjang penetapan fakta yang benar. Selanjutnya adalah pemberian keputusan.

Pemberian keputusan oleh pemerintah atas permohonan izin dapat terdiri atas pernyataan tidak dapat diterima, penolakan izin dan pemberian izin. Pernyataan tidak dapat diterima akan diberikan, bila izin yang diminta tidak dapat diberikan karena alasan formal yang terletak diluar dasar-dasar penolakan dalam sistem perizinan, misal : permohonan diajukan bukan oleh yang berkepentingan; permohonan yang diajukan setelah lewatnya jangka waktu yang ditetapkan dan instansi yang diminta untuk memberi izin jelas tidak berwenang. Sedang penolakan izin terjadi bila ada keberatan-keberatan mengenai isi terhadap pemberian izin. Asas-asas yang menjadi dasar suatu izin ditolak harus dicantumkan dalam keputusan penolakan sebagai pengingat atas kemungkinan-kemungkinan keberatan bagi yang berkepentingan. Pemberian izin bisa diberikan bila syarat-syarat formal dan mengenai isi dipenuhi. Pengumuman keputusan-keputusan yang ditujukan pada satu atau lebih yang berkepentingan seperti keputusan perizinan terjadi dengan mengirimkannya atau menyerahkannya pada mereka

yang dituju oleh keputusan. Hal ini dimaksudkan hanya yang berkepentingan yang dapat dianggap sebagai yang dialamatkan pada keputusan.

2.2.4 Prosedur perizinan pemasangan Reklame

Prosedur merupakan salah satu keabsahan suatu tindakan

pemerintah, sehingga prosedur merupakan salah satu kriteria keabsahan penetapan izin. Dalam prosedur penetapan izin terdapat beberapa asas umum yang harus dipenuhi, yaitu : permohonan, acara persiapan atau peran serta, penetapan keputusan dan pengumuman keputusan.

Prosedur perolehan perizinan di pemerintahan kota Surabaya masih tersebar dalam berbagai peraturan daerah yang mengatur masing-masing izin tersebut. Demikian halnya dengan izin reklame yang diatur dalam perda penyelenggaraan dan pajak Reklame.

Penyelenggaraan atau pemasangan reklame harus memenuhi beberapa ketentuan yakni 19:

a. Memenuhi syarat keindahan dan tidak bertentangan dengan norma agama, kesopanan, ketertiban, keamanan, kesusilaan, kepribadian/budaya bangsa dan sesuai dengan rencana kota b. Tidak mengganggu lalu lintas umum, baik keamanan pejalan

kaki maupun kelancaran lalu lintas kendaraan.

c. Tidak mengganggu fungsi dan merusak konstruksi sarana dan prasarana kota serta tidak mengganggu pemeliharaannya.

d. Tidak mengganggu keindahan, kebersihan dan kesehatan lingkungan.

e. Konstruksi reklame dapat dipertanggung jawabkan menurut persyaratan tehnik yang ditentukan.

19

Lilik Pudjiastutik, Penataan dan pengendalian Reklame melalui mekanisme perizinan, LPPM UNair, 2005

f. Segala bentuk kejadian atau kerusakan akibat pemasangan reklame menjadi tanggung jawab penyelenggara reklame.

Adapun alur permohonan surat izin penyelenggaraan reklame sebagai berikut :

1. Pemohon mengajukan permohonan ijin penyelenggaraan reklame 2. Permohonan diajukan di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap

(selanjutnya disingkat UPTSA). Kelengkapan berkas yang harus dilengkapi oleh pemohon adalah kelengkapan administrasi dan kelengkapan Teknik.

3. Kemudian segala kelengkapan dokumen sebagai persyaratan dimasukkan atau di entry dan direkap berkas, yang dilampiri dengan Berita Acara dari Tim Reklame serta Lembar Asistensi atau surat ijin penyelenggaraan reklame, setelah semua data administrasi sudah lengkap maka di foto copy untuk dikirim ke 5 (lima) dinas dibawah Pemkot Surabaya yakni : Seksi pengendalian bangunan, Dinas Bina Marga dan pematusan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas perhubungan, serta Dinas Pendapatan dan Pengelolahan Keuangan. 4. Setelah berkas-berkas dikirmkan pada tiap-tiap dinas maka hasil

catatan dari tiap-tiap Dinas segera dirapatkan oleh Tim Reklame. 5. Hasil Rapat dari Tim Reklame segera di masukkan atau dientry

dengan dicantumkan bahwa surat pemberitahuan ijin penyelenggaraan reklame pemohon bisa diterima atau ditolak.

6. Dari hasil Rapat kemudian ditetapkan dan diberikan persetujuan oleh Ketua Tim Reklame lalu direkap dan ditembuskan pada ke lima dinas

tersebut. Disamping itu Ketua Tim Reklame juga memberitahukan kepada Pemohon melalui surat pemberitahuan.

7. Pembuatan Berita Acara Cek lokasi dimana reklame akan di pasang. 8. Setelah ditetapkan tempat pemasangan Reklame maka dilanjutkan

Proses pembayaran retribusi IMB dan pajak reklame. Pelunasan Retribusi dan pajak wajib dilakukan, serta pembayaran Asuransi dan segera melengkapi persyaratan-persyaratan yang kurang.

9. Mencetak surat ijin penyelenggaraan reklame (SIPR)

10. Pengambilan peneng yaitu dengan cara di foto, setelah itu di tempel di reklame untuk diserahkan ke pemkot sebagai bukti kalau reklame tersebut sudah terpasang.

11. Dan yang terakhir pengambilan surat ijin penyelenggaraan reklame (SIPR)

BAB III

UPAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA DALAM

MENERTIBKAN PELANGGARAN REKLAME

3.1 Penegakan Hukum Perizinan

Penegakan hukum merupakan serangkaian aktivitas, upaya, atau tindakan dengan mengorganisasi berbagai instrumen untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan pembentuk hukum. Penegakan hukum bukan merupakan tindakan memaksa orang atau pihak untuk mentaati ketentuan yang berlaku. Akan tetapi diperuntukan tindakan yang lebih bersifat represif20. Penegakan hukum di bidang perizinan dalam arti luas dapat berupa sosialisasi, penyuluhan, pendidikan, dan pemberian pemahaman di bidang perizinan dan masyarakat.

Penegakan hukum secara umum membedakan antara penegakan hukum preventif dan penegakan hukum represif. Penegakan hukum preventif dapat dilakukan dengan memberikan bekal pemahaman bekal kesadaran masyarakat maupun pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah perizinan agar memahami apa yang diinginkan oleh pembuat peraturan perundang-undangan. Bentuk penegakan hukum dapat dilakukan dengan penyuluhan, sosialisasi dan motifasi tentang pelaksanaan ketentuan perizinan yang ada. Serta dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan baik secara sistematis maupun tidak. Jadi sebelum dilakukan pengambilan keputusan terlebih dahulu diberikan

20

kesempatan pada masyarakat sekitar untuk memberikan pendapat, saran, masukan atau keberatan dan menolak keputusan dimaksud. Sehingga penyimpangan dalam praktek pelaksanaanya dapat diperkecil.

Penegakan hukum preventif dilakukan apabila telah terjadi pelanggaran hukum, khususnya menyangkut soal perizinan, hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menanggulangi jika ada persoalan hukum, terutama jika ada pelanggaran. Bentuk penegakan hukum dapat berupa penegakan hukum administrasi, penegakan hukum pidana atau penegakan hukum perdata, penegakan hukum dapat dilakukan untuk aparatur peradilan dan adapula yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah.

Penegakan hukum administrasi merupakan bagian dari kewenangan pemerintah. Jadi yang melakukan penegakan hukum administrasi adalah organ pemerintah, bukan peradilan atau di luar aparatur pemerintah. Penegakan hukum administrasi merupakan salah satu jenis

Dokumen terkait