• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINAJAUAN LITERATUR

2.2 Perancangan Sistem Kerja

2.2.2 Penelitian Pengukuran Kerja…

Setelah mendapatkan beberapa aternatif metode kerja dari hasil penelitian motede kerja yang lebih baik, selanjutnya dilakukan penelitian untuk mengukur sistem kerja tersebut. Ada tiga kriteria yang digunakan sebagai tolok ukur yaitu; waktu, tenaga, dampak psikologis dan sosiologis. Suatu sistem kerja akan dinilai baik, jika metode tersebut memungkinkan diselesaikan dalam waktu yang singkat, dan tenaga yang dikeluarkan untuk menyelesaikan kerja tersebut sedikit, cara penyelesaiaannya mudah, serta dampak psikologis dan sosiologis yang ditimbulkan sedikit. Berdasarkan kriteria inilah alternatif-alternatif yang diperoleh dari penelitian metode di atas dibandingkan satu dengan yang lainnya, semakin mudah dan murah kerja tersebut dilakukan maka semakin baiklah sistem tersebut, atau dengan kata lain semakin efisien kerja tersebut, semakin baik pula rancangan kerja yang telah dibuat.

Bagian kegiatan penelitian pengukuran kerja yang mempelajari tentang cara pengukuran sistem kerja ini disebut dengan pengukuran kerja (Work Measurement atau Time Study). Dalam pengukuran kerja kita akan meliputi teknik-teknik pengukuran waktu, pengukuran tenaga yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

pekerjaan serta pengukuran dampak psikologis dan sosiologis tang ditimbulkan dari kerja atau kegiatan tersebut.

Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian suatu pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja yang baik. Dengan adanya pernyataan kewajaran di atas, hal ini juga menggambarkan bahwa adanya ketidakwajaran dalam menyelesaikan pekerjaan.

Teknik pengukuran waktu ada dua cara yaitu pengukuran waktu secara langsung dan pengukuran secara tidak langsung. Pengukuran waktu secara langsung adalah melakukan pengukuran waktu langsung di tempat di mana pekerjaan dilakukan, cara pengukuran langsung ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran waktu dengan jam henti atau stop watch dan pengukuran waktu secara sampling pekerjaan. Sedangan pengukuran waktu secara tidak lansung yaitu pengukuran waktu yang dilakukan tanpa harus berada ditempat di

mana pekerjaan dilakukan, tetapi dengan menggunakan atau menganalisa data yang sudah ada, seperti tabel-tabel data, pengukuran secara tidak lansung ini dapat dilakukan dengan baik bila dapat diketahui jalannya pekerjan dari satu elemen ke elemen yang berikunya.

2.2.3 Pengukuran Waktu Baku Dengan Metode Jam Henti (Stop Watch)

Sebelum melakukan pengukuran, operator atau pengukur harus terlebih dahulu melakukan persiapan seperti; Penetapan tujuan pengukuran, Pemilihan

operator dan Persiapan alat serta perlengkapan yang diperlukan dalam pengukuran. Setelah operator berada di tempat pengukuran di mana pekerjaan akan diukur, operator sebaiknya memilih tempat atau posisi yang tepat untuk mengamati dan mencatat waktu kerja tersebut. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak terganggu dalam kegiatannya.

Langkah-langkah pengukuran waktu baku dengan metode jam henti meliputi: penentuan jumlah pengukuran, penentuan waktu siklus, penentuan waktu normal dan menentukan waktu baku. Untuk menentukan jumlah pengukuran yang sebenarnya, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu pengukuran pendahuluan. Berdasarkan pengukuran ini dihitung jumlah pengukuran yang seharusnya.

Setelah dilakukan pengukuran pendahuluan, dilakukan uji keseragaman data untuk memastikan validitas data, caranya adalah sebagai berikut:

Kelompokan data hasil pengukuran dan kemudian cari nilai rata-rata masing-masing kelompok, selanjutnya hitung nilai rata-rata dari rata-rata kelompok

Σxi

Rata –rata ( X) = k

Dimana : x, adalah harga rata-rata dari sub-grup ke i

selanjutnya hitung nilai deviasi standar dengan rumus :

∑(xj-x)²

Standar deviasi( ) =

N-1

dimana : N-1 adalah jumlah (sample ) pengamatan yang telah dilakukan x adalah waktu penyelesaian yang diamati selama pengukuran

pendahuluan yang telah dilakukan

Selajutnya ukur batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dengan tingkat ketelitian 5 % dan tingkat kepercayaan 95 %

Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah (BKA) dan (BKB)

BKA = X + 2 x

Selanjutnya dihitung jumlah pengamatan yang seharusnya dengan rumus :

40 NΣxj² (xj)² 2 N’ =

[ ]

xj

Dimana ; N= adalah jumlah pengamatan yang telah dilakukan, rumus ini adalah untuk ketelitian 5 % dan tingkat keyakinan 95 %

Setelah dilakukan pengukuran sesuai dengan jumlah pengukuran minimal di atas, dihitung waktu baku. Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh pekerja atau operator normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja yang baik, cara menghitung waktu baku adalah sebagai berikut:

1. Hitung waktu siklus rata-rata dari hasil pengukuran yang dilakukan dengan rumus :

xi Ws =

N

Dimana: Xi = adalah nilai rata-rata N = adalah jumlah pengamatan

Untuk menghitung waktu normal, perlu ditambahkan faktor penyesuaian terhadap waktu siklus, faktor penyesuaian ini ada beberapa metode, untuk menentukan metode penyesuaian yang akan digunakan, ditetapkan berdasarkan pertimbangan lingkup kegiatan, perhitungan waktu normal dilakukan dengan rumus dibawah ini.

2. Hitung waktu normal dengan :

Wn = Ws x p

Setelah waktu normal diperoleh, dihitung waktu baku dengan cara menambahkan faktor kelonggaran/ allowance kepada waktu normal, contoh perhitungan waktu baku adalah sbb:

3. Hitung waktu baku dengan rumus:

Wb=Wn+i

Dimana i adalah faktor kelonggran/allowence yang diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaanya

Faktor kelonggaran ini dapat diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan waktu perlu di sesuaikan atau dinormalisasikan dulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar.

Ada beberapa cara untuk menentukan faktor penyesuaian, yaitu: cara persentase, shumard, westinghouse dan objektif. Cara persentase adalah cara yang mudah, yaitu pengukur berdasarkan pengamatnya dapat menetukan besarnya nilai p tersebut, cara ini lebih subjektif karena tergantung dari pengalaman pengukur. Sedangkan cara shumard, penilaian dilakukan berdasarkan kelas performance kerja, dan masing–masing performance mempunyai nilai tertentu. Performance kerja

tersebut adalah; superfast, fast, exelent, good, normal, fair dan foor. Seperti dalam tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel: 2.1 Penyesuaian menurut cara Shumard Kelas Penyesuaian Superfast 100 Fast + 95 Fast 90 Fast - 85 Exelent 80 Good + 75 Good 70 Good - 65 Normal 60 Fair + 55 Fair 50 Fair - 45 Poor 40

Bila seseorang pekerja dibandingkan dalam kelas performance yang berbeda akan diperoleh nilai penyesuaian,

Seorang pekerja norma di beri nilai penyesuaian 60, bila operator ini dengan nilai exelent yang bernilai 80, maka faktor penyesuaian p =80/60=1.33, Jika waktu siklus rata-rata adalah 276,4 detik, maka waktu normalnya Wn=276,4x1,33=367,6 detik

Cara berikutnya adalah cara westinghouse, yaitu mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dalam bekerja, yaitu ; keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Keterampilan atau skill adalah kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan, keterampilan ini dibagi dalam enam cara yaitu ; Super skill, Exelent skill, Good skill, Average skill, Fair skill, dan Poor skill

Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, “bekas-bekas latihan dan hal-hal lain yang serupa.

Sedangkan faktor usaha atau Effort dalam cara Westinghouse adalah kesungguhan yang ditujukan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya, faktor ini juga dibagi enam yaitu ; Excessive Effort, Exelent Effort, Good Effort, Average Effort, Fair Effort dan Poor Effort.

Faktor kondisi kerja yang dimaksud dalam cara westinghouse adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan.

poor. Kondisi kerja yang ideal tidak selalu sama untuk semua pekerjaan, masing pekerjaan mempunyai karakteristik kondisi tertentu. Misalnya suatu kondisi yang dianggap good untuk suatu pekerjaan dapat saja dirasakan fair atau bahkan poor untuk pekerjaan yang lain.

Konsistensi dalam cara westinghouse adalah ketaatan terhadap metode atau kegiatan seperti pengukuran serta pencatatan, sering sekali kegiatan yang dilakukan berubah – ubah. Konsistensi pekerjaan juga dibagi enem kelas yaitu: perfect, exellent, good, average, fair dan poor. Seorang pekerja yang dikatakan perfect adalah pekerja yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang tetap setiap saat, secara teoritis variasinya kecil sekali. Sedangkan pekerja yang dikatakan poor adalah pekerja variasi yang waktu penyelesaiannya besar.

Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor- faktor di atas adalah seperti dalam pada lampiran 3. Setelah diketahui faktor penyesuaian, maka faktor ini dikalikan dengan waktu siklus untuk mendapatkan waktu normal.

Contoh perhitungan di bawah ini :

Misalkan waktu silus pekerjaan adalah 124.6 detik, dan faktor penyesuaian adalah sebagai berikut:

Usaha : Good (C2) = +0.02 Kondisi : exellent(B) = +0.04 Konsistensi : Poor(F) = - 0.04 ______________ Jumlah = -0.03

Jadi p = (1-0.03) adalah 0.97, sehingga waktu normalnya: Wn = 124,6 x 0.97 = 120.86 detik

Dalam perhitungan waktu baku selain keseragaman data, jumlah pengukuran dan penyesuaian suatu pekerjaan dengan hal-hal lain, juga perlu ditambahkan kelonggaran atas waktu normal yang telah diperoleh. Kelonggaran ini diberikan untuk tiga hal yaitu: untuk kebutuhan pribadi, untuk menghilangkan rasa fatique dan untuk hambatan – hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiga hal di atas adalah hal-hal yang tidak dapat dihindarkan oleh setiap pekerja, karena hal ini tidak diukur dan tidak dicatat, maka perlu disesuaikan dengan cara ditambahkan pada waktu normal, sehingga perhitungannya seperti contoh dibawah ini:

Jika persentase kelonggaran dimisalkan (dalam tabel) untuk kebutuhan pribadi dan menghilangkan rasa fatique adalah 19.5 % dan hambatan yang tak terhindarkan adalah 5 % sehingga persentase kelonggaran menjadi 24,5 %. Dan bila waktu normal yang diperleh sebesar 120. 86 detik.

Wb= 120.86+(120.86 x 24.5%) Wb= 150.47 detik

Dokumen terkait