• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Penelitian Relevan

Penelitian terdahulu di sini adalah beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yang masih ada kaitan dengan rencana penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Beberapa penelitian tersebut adalah :

1. Pelaksanaan Bimbingan Keagaamaan Terhadap Remaja Di Desa Padang Lebar Kecamatan Pino Kabupaten Bengkulu Selatan. Oleh Ririn Jeprianto, Institut Agama Islam Negeri Bengkulu, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Dakwah, Skripsi Tahun 2019. Penelitian ini mengkaji tentang Bimbingan Keagaamaan Terhadap Remaja Di Desa Padang. Persamaan antara penelitian ini dan penelitian yang saya lakukan adalah sama-sama membahas tentang Bimbingan Keagamaan sedangkan perbedaannya pada penelitian terdahulu menjelaskan mengenai Pelaksanaan Bimbingan Keagaamaan Terhadap Remaja Di Desa Padang Lebar Kecamatan Pino Kabupaten Bengkulu Selatan, sedangkan penelitian saya menekankan pada pelaksanaan bimbingan keagamaan.

2. Kepribadian Remaja Pelaku Tindak Asusila. Oleh Euis Ulfa Zahara, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Skripsi Tahun 2018. Penelitian ini mengkaji tentang Kepribadian

62 http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10196/SKRIPSI%10Lengkap-Pidana-Nurhasa%20SJ.pdf?sequence=1, Hlm,45-28, 02Desember 2016

48

Remaja Pelaku Tindak Asusila. Persamaan antara penelitian ini dan penelitian yang saya lakukan adalah sama-sama membahas tentang Pelaku Tindak Asusila sedangkan perbedaannya pada penelitian terdahulu menjelaskan mengenai Kepribadian Remaja Pelaku Tindak Asusila, sedangkan penelitian saya menekankan pada Pelaku Tindak Asusila.

49 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat Deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan kejadian-kejadian yang terjadi di lapangan atau penelitian yang mencoba menggambarkan, menuturkan dan menafsirkan suatu fenomena yang berkembang pada masa sekarang63. Yaitu suatu penelitian yang tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apaadanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan-keadaan64.

Pendekatan kualitatif beransumsi bahwa manusia adalah makhluk yang aktif, yang mempunyai kebebasan kemauan yang berperilakunya hanya dapat di pahami dalam konteks keagamaan, dan berperilakunya tidak berdasarkan sebab akibat.65

Metode kualitatif dapat berupa pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen sehingga data yang diperoleh berupa kata – kata tertulis maupun lisan dari orang – orang dan perilaku yang diamati, yang semua ditelaah.

Di mana penelitian ini memberikan suatu gambaran keseluruhan tiap masalah yang menjadi objek penelitian terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan keagamaan dalam mengatasi gangguan mental

63Sanafiah Faisal, MetodologiPenelitianPendidikan, (Bandung: Ghalia Indo, 1981),H. 32

64SuharsimiArikunto, ManajemenPenelitian, (Yogyakarta :BinaAksara, 2006), H. 310

65Asmadi Alsa, Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2004), h.29

50

pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II Tanjung pati. Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan atas pertimbangan pertama bahwa pada lokasi ini ada unsur keterjangkauan lokasi penelitian oleh peneliti, baik dilihat dari segi tenaga, dana maupun dari segi efisiensi waktu.

Pertimbangan kedua, berdasarkan pengamatan yang di lakukan pada observasi awal terlihat bahwa beberapa dari Abh belum mampu bertindak dan mengendalikan perilaku dan sikap sesuai dengan norma yang ada.

Serta sudah didasari atas pengumpulan data berupa obsevasi, wawancara yang sudah dilakukan peneliti, dan peneliti telah lama mengamati dan menjadi permasalahan yang akan di teliti berkaitan dengan Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan dalam mengatasi Gangguan Mental Pelaku Asusila di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II Tanjung Pati kabupaten Lima puluh kota.

C. Informan Penelitian

Informan adalah orang yang bertindak sebagai sumber informasi yang peneliti wawancara yaitu berasal dari orang atau kelompok yang diteliti.66nforman mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian,

66BurhanBungin, MetodologiPenelitianKualitatif, ( Jakarta: PT Raja Grafindo, 2001), hal: 92.

51

ia berkewajiban secara suka rela menjadi sumber informasi dalam penelitian.

Informan bersifat informal, walaupun demikian informan sebagai sumber informasi dengan kabaikan dan kesukarelaannya dapat memberikan pandangan tentang nilai, sikap dan proses yang menjadi latar penelitian. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Informan kunci adalah orang yang di jadikan sumber informasi tama dalam penelitian, dalam hal ini yang menjadi sumber informan yaitu Pelaku Asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Puluh Kota yang beberapa kelompok dengan usia jremaja awal yaitu 14-17 tahun.

2. Informan pendukung adalah tambahan informan pendukung ini ada setelah adanya informan kunci, yang menjadi informan pendukung dalam penelitian ini adalah Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, kementerian agama, Depnaker dan Pihak lain/ Instansi lain, serta penjaga tahanan di lapas seperti pembinaan anak yang bersangkutan di LPKA Klas IIB Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota.

52 D. TeknikPengumpulan Data

Dalam pengumpulan data ini penulis mangadakan penelitian lapangan dan melakukan cara-cara yang biasa dipakai untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat maka penulis memakai teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang memiliki cirri –ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain yaitu wawancara dan kuesioner.67 penulisan menggunakan pengamatan langsung kelokasi dengan mengamati secara sistematis terhadap gejala-gejala yang di selidiki68 Sebagai alat pengumpulan data, observasi langsung akan memberikan sumbangan yang sangat penting sekali dalam penelitian deskriptif, jenis penelitian tertentu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung oleh peneliti.

Teknik Observasi non partisipan ini digunakan karena dalam proses penelitian ini, peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan, akan tetapi peneliti hanya berperan mengamati kegiatan, kalaupun peneliti ikut dalam kegiatan itu hanya dalam ringkup yang terbatas sesuai dengan kebutuhan peneliti untuk memperoleh data yang benar – benar valid untuk mendapatkan gambaran tentang gangguan mental yang di alami abh pelaku asusila tersebut.

67 Sugiono, Metodologi Penelitian Pendidikan Cet. Ke- 23, (Bandung: Alfabeta, 2016), Hlm.203

68AmirulHadi Haryanto, MetodologiPenelitian , (Jakarta: PustakaSetia, 1998), hal. 135

53

Pemilihan teknik jenis ini dilakukan agar peneliti dapat lebih fokus dalam melakukan pengamatan terhadap penelitian yang sedang dilakukan sehingga data observasi yang dihasilkan benar – benar valid dan sesuai dengan kondisi yang di amati.

Dalam penelitian ini peneliti juga akan menggunakan strategi pendekatan yang beragam stimulant mengkombinasikan analisis dokumen, mewawancarai responden dan informan dan juga melakukan intropeksi.

Petunjuk observasi atau mengadakan pengamatan menurut Rummed sebagai berikut:

a. Memiliki pengetahuan tentang apa yang akan di observasi.

b. Kejelasan tujuan peneliti akan menuntun dan mempermudah apa yang di observasi.

c. Menentukan cara untuk mencatat hasil observasi

d. Peneliti membuat tingkatan.

e. Berlaku membuat tingkatan.

f. Mencatat tiap – tiap gejala secara terpisah mengenai data yang memang di butuhkan

54

g. Mengetahui secara benar alat yang di butuhkan dan penggunaannya sebelum observasi.69

Bentuk teknik pencatatan yang peneliti gunakan ialah metode Anecdotal Record, yaitu penulis hanya membawa kertas kosong saja untuk mencatat perilaku yang khas, unik dan penting yang dilakukan subjek penelitian, mencatat dengan teliti dan merekam perilaku yang dianggap penting dan bermakna sesegera mungkin setelah perilaku tersebut muncul.70

2. Wawancara

Wawancara adalah alat pengumpulan data atau informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk di jawab secara lisan juga.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara semi-terstruktur. Wawancara semi- terstruktur lebih tepat dilakukan penelitian kualitatif dari pada penelitian lainnya. Ciri – ciri dari wawancara semi – terstruktur adalah pertanyaan terbuka. Namun ada batasan tema dan alur pembicaraan, kecepatan, wawancara dapat diprediksi, fleksibel tetapi terkontrol, ada pedoman wawancara yang dijadikan patokan alur, urutan dan penggunaan kata, dan tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena.71

69 Cholid Narbukodan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (BumiAksara,2005), Hlm.71

70 ris Herdiansyah, Wawancara Observasi dan Focus Groups, Penggalian Data Kualitatif, (Raja Grafindo,2013), Hlm. 162

71 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salembah Humanika,2011), Hlm. 121.

55

Wawancara semi – terstruktur, yaitu peneliti mengadakan komunikasi secara langsung dengan anak yang mengalami gangguan mental pelaku asusila tersebut. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana dampak perilaku yang ditimbulkan oleh anak yang mengalami gangguan mental pelaku asusila tersebut.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya – karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode obsevasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.72

Dokumentasi dalam penelitian ini merupakan suatu teknik pengumpulan data berupa catatan – catatan penting yang dapat memperkuat hasil penelitian sehingga data dapat diperoleh lengkap, sah dan bukan hasil rekayasa pikiran dari penulis semata. Dengan hasil wawancara yang telah di lakukan di keluarga ini dan kemudian dapat dijadikan sebagai sumber data.

E. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul yang peneliti peroleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan cara menyeleksi data atau informasi kemudian diklasifikasikan

72 Sugiono, Metodologi Penelitian Pendidikan Cet. Ke-23, (Bandung:Alfabeta,2016), Hlm.329

56

setelah itu diadakan analisis data. Teknik analisis data yang dilakukan adalah:73

a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari bagian sumber yaitu dari observasi, wawancara dan dokumentasi

b. Reduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi. Abstraksi ini merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan perlu dijaga sehigga tetap berada di dalamnya. Selanjutnya adalah untuk penyusunan dalam satuan – satuan.

c. Satuan – satuan ini kemudian dikategorikan. Kategori ini dilakukan sambil membauat koding – koding adalah mengklarifikasi data dan mengelompokkannya.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif dari Miles dan Huberman untuk menganalisis data hasil penelitian.74 Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Model ini ada 4 komponenan analisis yaitu: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Langkah-langkah analisis data menurut Miles dan Huberman sebagai berikut:

73Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ,(Bandung: PT RosdaKarya, 2001), Hlm.190

74Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ,(Bandung: PT RosdaKarya, 2004) CetKe- 5, hal. 280-281

57

a. Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan menentukan strategi pengumpulan data yang di pandang tepat dan untuk menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikutnya.

b. Reduksi data, yaitu sebagai proses seleksi, pemfokusan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang ada di lapangan langsung, dan di teruskan pada waktu pengumpulan data, dengan demikian reduksi data di mulai sejak peneliti memfokuskan wilayah penelitian.

c. Penyajian data, yaitu rangkaian organisasi informasi yang memungkinkan penelitian dilakukan. Penyajian data diperoleh berbagai jenis, jaringan kerja, keterkaitan kegiatan atau tabel.

d. Penarikan kesimpulan, yaitu dalam pengumpulan data, peneliti harus mengerti dan tanggap terhadap sesuatu yang diteliti langsung di lapangan dengan menyusun pola-pola pengarahan dan sebab akibat.75

F. Teknik Keabsahan Data

Untuk menjamin keabsahan data, penulis menggunakan teknik triangulasi data. Triangulasi data berarti adanya informan yang berbeda atau

75Mattew B Miles dan A Michael Huberman,Analisis Data Kulitatif,Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru,(Jakarta:Universitas Indonesia Pers,2007), hlm 15-19

58

adanya sumber data yang berbeda mengenai sesuatu. Triangulasi dilakukan untuk memperkuat data untuk membuat peneliti yakin terhadap kebenaran dan kelengkapan data. Triangulasi tersebut dapat dilakukan secara terus menerus sampai peneliti puas dengan adanya, sampai yakin datanya valid.76

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya.77

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang di peroleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal in idapat dicapai dengan jalan:

a Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasi lwawancara.

b Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti abh Lembaga pembinaan khusus anak Klas II Tanjung pati.

c Membandingkan hasil wawancara dengan observasi yang berkaitan.

76 Nana Sudjana, Pengatar Statistik Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2000), Hlm. 30

77Lexy. J. Moleong, MetodologiPenelitianKualitatif,(Bandung: PT RosdaKarya, 1995) CetKe- 5, hal. 178

59 BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Pelaksanaan bimbingan keagamaan dalam mengatasi gangguan mental pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota berorientasi kepada dua hal yaitu pembinaan di bidang keagamaan dan pembinaan di bidang fisiologis warga binaan. Pembinaan di bidang keagamaan bertujuan agar warga binaan dapat mengamalkan ajaran agama Islam dengan baik dan benar sesuai dengan aturannya dan pembinaan di bidang fisik bertujuan agar warga binaan tetap memiliki kondisi fisik yang sehat dan stabil selama mereka menjalani masa hukuman.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Kasi Bina Warga Binaan menjelaskan bahwa :

Bimbingan yang dilakukan terhadap warga binaan pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota ada dua hal yaitu membimbing di bidang keagamaan dan di bidang fisik. Bimbingan dalam masalah keagamaan agar warga binaan setelah keluar nanti tidak lagi kembali mengulangi perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sedangkan bimbingan fisik adalah bimbingan agar warga binaan sehat selalu.78

Sehubungan dengan hal itu, penulis melakukan observasi terhadap warga binaan di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota, yang mana

78Kasi bimbingan Warga Binaan, Wawancara, Tanjung Pati 19 Juni 2020

60

diketahui bahwa petugas di LPKA sudah melakukan bimbingan terhadap pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota dengan memberikan materi-materi keagamaan dan bimbingan tentang kesehatan fisiologis. Dalam observasi tersebut terlihat bahwa warga binaan dibina dalam masalah ibadah shalat, beragai materi wirid pengajian, hubungan sosial keagamaan. Sedangkan di bidang fisik warga binaan diajak untuk berolah raga yang seringkali dilakukan setiap sore dalam bentuk berbagai kegiatan.79

Bimbingan keagamaan bagi pelaku asusila di pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota dilaksanakan oleh pihak lembaga dalam berbagai bentuk yaitu bimbingan pelaksanaan shalat lima waktu, bimbingan dalam melaksanakan puasa ramadhan maupun puasa sunnah, bimbingan sosial keagamaan dan bimbingan terhadap pelaku asusila dalam membaca Alqur’an.80

Bimbingan dalam hal melaksanakan shalat lima waktu, warga binaan diajak untuk melaksanakan shalat berjamaah di lingkungan lembaga setiap masuknya waktu shalat. Dalam hal ini penulis melakukan observasi terlihat bahwa begitu masuknya waktu shalat zuhur para warga binaan berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah, adzan dikumandangkan oleh warga binaan,

79Observasi, Tanjung Jati, 19 Juni 2020

80Kasi bimbingan warga binaan, Wawancara, 20 Juni 20

61

kemudian untuk imam ditunjuk oleh lembaga kepada salah seorang warga binaan yang sudah dianggap dan dipercaya dapat menjadi imam.81

Penulis juga mewawancarai salah seorang warga binaan yang mengatakan bahwa :

Setiap masuknya waktu shalat, kami diminta dan dikumpulkan oleh petugas lembaga ntuk melaksanakan shalat berjamaah. Hal ini sudah menjadi aturan dari pihak lembaga bahwa para warga binaan harus melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah. Selama ini adzan dikumandangkan oleh salah seorang warga binaan, dan untuk menjadi imam kadang-kadang di imami oleh salah seorang warga binaan yang sudah dianggap mampu menjadi imam oleh pihak lembaga.82

Shalat berjamaah di lingkungan LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota dilaksanakan secara rutin dan bertujuan untuk menyadarkan para pelaku asisila bahwa shalat berjamaah merupakan aspek terpenting untuk mengatasi gangguan mental napi yang saat menjalani masa hukumannya.

Selain itu, bimbingan ibadah puasa dilakukan oleh pihak lembaga setiap bulan ramadhan. Dalam hal ini pihak lembaga telah mendatangkan penceramah khusus untuk memberikan wirid di lingkungann LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota.Warga binaan melaksnaakan shalat tarawih berjamaah di lingkungan lembaga, dan setiap sahur warga binaan harus mengikuti sahur, dan p[ada malam harinya warga binaan diharuskan mengikuti shalat tarawih dan membaca qur’an sesudah shalat tarawih.

Kepala LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota yang diwawancarai menjelaskan bahwa :

81Observasi, 20 Juni 20

82 AR (warga binaan), Wawancara, Tanjung Pati, 20 Juni 20

62

Dalam mengatasi gangguan mental bagi pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota, mereka dituntun untuk melaksanakan ibadah puasa. Ketika sahur mereka dibangunkan agar mereka sahur, siang harinya mereka tidak akan diberikan jatah makan siang agar mereka tetap melaksanakan ibadah puasa, setiap masuknya waktu shalat mereka harus mengikuti shalat berjamaah bersama petugas lembaga, dan pada malam harinya warga binaan diharuskan mengikuti rangkaian shalat tarawih dan witir serta mengikuti wirid pengajian. Penceramah akan didatangkan dari berbagai pihak dan kalangan, baik dari Kemenag maupu n dari ustad atau penceramah dari luar kantor kemenag. 83

Sehubungan dengan hal itu penulis juga mewawancarai warga binaan yang menjelaskan bahwa “setiap bulan ramadhan kami wajib melaksanakan ibadah puasa oleh pihak lembaga, ketika pagi kami dibangunkan untuk melaksanakan sahur, siangnya tidak diberikan makan atau minum sehingga mau tidak mau kami harus berpuasa, malam harinya kami mengikuti shalat tarawih dan setelahnya melaksanakan tadarus.84

Adapun dalam memberikan bimbingan mengaji, pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota diberikan pembelajaran cara membaca Alqur’an. Pada umumnya pelaku yang masuk tidak dapat membaca Alqur’an. Hal ini sesuai dengan ungkapan Kasi yang mengatakan bahwa “para warga binaan ketika masuk di suruh untuk membaca Alqur’an dan ternyata pada umumnya mereka tidak mampu memvbaca Alqur’an. Hal ini merupakan tugas berat bagi lembaga untuk mengajarkan mengaji.85

Pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota yang diwawancarai menjelaskan bahwa “rata-rata kami yang menjadi warga

83Kepala LP, Wawancara. Tanjung Pati, 21 Juni 20

84MH (Warga Binaan), Wawancara, Tanjung Pati 21 Juni 20

85Kasi bimbingan, Wawancara, Tanjung Pati, 21 Juni 20

63

binaan di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota tidak dapat memvaca alqur’an ketika di dalam lembaga. Kami memang pernah belajar qur’an di masyarakat tetapi karena tidak ada membaca alqur’an maka kami lupa bagaimana cara membaca alqur’an.86

Ketika peneliti melakukan observasi terlihat bahwa warga binaan memang tidak dapat membaca alqur’an dengan baik dan benar. Mereka membaca qur’an dengan tersendat-sendat dan banyak salahnya. Ketika sal;ah mereka terhenti membvaca qur’an dan bertanya kepada teman lain yang dianggap pandai.87

Pembelajaran membaca qur’an di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota dilakukan dengan cara warga binaan/pelaku asusila mengajarkannya dengan menggunakan papan tulis, dimulai dari mengenal huruf yang ditulis di papan tulis. Kemudian warga binaan diminta untuk mengucapkan secara bersama. Pihak lembaga telah mengelompokkan warga binaan yang memang tidak bisa membaca qur’an, kemudian yang agak pandai bersama yang pandai dan yang sudah pandai dikelompokkan bersama yang sudah pandai. Hal ini untuk memudahkan warga binaan/pelaku asusila dalam mengajarkan warga binaan membaca qur’an.88

86ZU (warga binaan), Wawancara, Tanjung Pati, 21 Juni 20

87Observasi, Tanjung Pati, 21 Juni 20

88 Warga binaan/pelaku asusila Mengaji, Wawancara, Tanjung Pati, 21 Juni 20

64

Dalam memberikan bimbingan keagamaan terhadap warga binaan dibutuhkan kesabaran dari pengajar baik warga binaan/pelaku asusila yang lamgsung mengajar maupun oleh pihak lembaga. Karena itu, pihak lembaga selama ini telah menggunakan berbagai pendekatan dalam mengatasi gangguan jiwa pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota.

Kepala LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota yang diwawancarai menjelaskan bahwa pihak lembaga telah menggunakan berbagai cara dan pendekatan dalam melakukan bimbingan keagamaan terhadap warga binaan khususnya bagi pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota. Hal ini bertujuan agar bimbingan dapat dilakukan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal. Pendekatan yang sudah digunakan selama ini adalah pendekatan direktif, kolaboratif, non direktif, informational.89

Pendekatan merupakan faktor terpenting dalam melakukan bimbingan keagamaan bagi pelaku asusila,, tanpa adanya pendekatan maka warga binaan tidak dapat dikendalikan oleh petugas dengan maksimal. Berikut dikemukakan pendekatan yang sudah digunakan pihak lembaga dalam melakukan bimbingan keagamaan terhadap pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota.

1. Pendekatan direktif

89Kepala LPKA, Wawancara, Tanjung Pati, tanggal 23 Juni 2020

65

Pendekatan direktif merupakan pendekatan yang dilakukan pihak lembaga dan warga binaan/pelaku asusila warga binaan dengan cara melakukan mendemontrasikan, mengarahkan, menstandarkan dan memberikan penguatan terhadap apa yang dilakukan.

Menurut Staf seksi bimbingan pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota dalam menerapkan pendekatan ini, ada berbagai cara yang dilakukan di antaranya :

a. Mendekati dan menghampiri warga binaan yang bersangkutan dan mengajak berkomunikasi

b. Meminta warga binaan menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakannya pada hari tersebut khususnya kegiatan keagamaan c. Memberi nasehat dan motivasi kepada warga binaan/pelaku asusila

untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.90

untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.90

Dokumen terkait