• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAANN BIMBINGAN KEAGAMAAN DALAM MENGATASI TANJUNG PATI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELAKSANAANN BIMBINGAN KEAGAMAAN DALAM MENGATASI TANJUNG PATI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Skripsi"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN DALAM MENGATASI GANGGUAN

TANJUNG PATI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

Diajukan Untuk

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

1

PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN DALAM MENGATASI MENTAL PELAKU ASUSILA DI LPKA KLAS II TANJUNG PATI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah SatuPersyaratanGunaMemperoleh GelarSarjanaPendidikan (S.Pd)

Oleh : Rahmi Permatasari

2616.130

Dosen Pembimbing : Dodi Pasila Putra, M.Pd NIP.197105312006041016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)BUKITTINGGI

2020 M/1441 H

PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN DALAM MENGATASI PELAKU ASUSILA DI LPKA KLAS II TANJUNG PATI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

Memenuhi Salah SatuPersyaratanGunaMemperoleh

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

BUKITTINGGI

(2)

2 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 5

B. Fokus Penelitian ... 14

C. Pertanyaan Penelitian ... 14

D. Tujuan Penelitian ... 14

E. Manfaat Penelitian ... 15

F. Penjelasan Judul ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Bimbingan Keagamaan ... 19

1. Pengertian Bimbingan ... 19

2. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Keagamaan... 25

3. Teknik – Teknik Bimbingan Keagamaan ... 28

B. Gangguan Mental ... 29

(3)

3

1. Pengertian Gangguan Mental ... 29

2. Penyebab Gangguan Mental ... 32

3. Bentuk – bentuk Gangguan Mental ... 34

C. Pelaku Asusila ... 40

1. Pengertian Pelaku asusila ... 40

2. Jenis Delik Kesusilaan Menurut KUHP ... 42

3. Faktor – faktor Terjadinya Tindak Pidana Kesusilaan ... 43

D. Penelitian Relevan ... 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 49

B. Lokasi Penelitian ... 50

C. Informan Penelitian ... 50

D. TeknikPengumpulan Data ... 52

E. Teknik Analisis Data ... 55

F. Teknik Keabsahan Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN Pelaksanaan bimbingan keagamaan dalam mengatasi gangguan mental pelaku asusila ... 59

BAB V PENUTUP A. Saran ... 75

B. Kesimpulan ... 76 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

(4)

4 ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN DALAM MENGATASI GANGGUAN MENTAL PELAKU ASUSILA DI LPKA KLAS II TANJUNG PATI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA”

yang disusun oleh Rahmi Permatasari 2616.130. Program Studi Bimbingan Konseling Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, 2020.

Perbuatan asusila tersebut tidak hanya kerugian secara fisik akan tetapi juga berdampak pada psikis korban, tidak jarang rasa trauma yang di alami oleh korban senantiasa teringat sehingga merugikan psikologis korban dan dampak psikologis lebih mendalam dirasakan oleh korban, karena korban merasa malu terutama pada diri sendiri. Di LPKA KLAS II Tanjung pati telah dilakukan bimbingan keagamaan terhadap warga binaan atau narapidana pelaku asusila.

Keadaan mental karena kurang stabil, dimana kendala sering menyendiri, memukul – mukul diri, membentak teman yang sedang menentang petugas sipir, tidak mau di bezuk, meninggalkan sholat dan mengaji, kalau ada wirid mereka banyak asalan untuk mengikuti kegiatan, dan anak – anak sering tidak mematuhi peraturan yang telah di buat oleh pihak LPKA KLAS II Tanjung Pati.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat Deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan kejadian-kejadian yang terjadi di lapangan atau penelitian yang menggambarkan, menuturkan dan menafsirkan suatu fenomena yang berkembang pada masa sekarang. Di mana penelitian ini memberikan suatu gambaran tentang pelaksanaan bimbingan keagamaan dalam mengatasi gangguan mental pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota. Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci yaitu warga binaan atau pelaku asusila dan petugas bimbingan keagamaan. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi dam dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dikemukakan bahwa;

1) petugas yang telah melaksanakan bimbingan keagamaan terhadap warga binaan/pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota adalah petugas dari lembaga itu sendiri yaitu Kasi Bimbingan beserta staf, pihak lembaga secara keseluruhan dan guru atau penceramah yang didatangkan dari Kantor Kemenag Kabupaten Lima Puluh Kota dan pihak terkai, 2) pihak LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota telah melaksanakan bimbingan keagamaan terhadap warga binaan di antara tentang tata cara shalat lima waktu, ibadah puasa, dan cara membaca Alqur’an. Selain kegiatan keagamaan, warga binaan dibimbing untuk menjaga kesehatan fisik seperti berolah raga dan lain sebagainya, dan 3) dalam memberikan bimbingan keagamaan, petugas LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota bersama guru/penceramah telah menggunakan pendekatan direktif, kolaboratif dan non direktif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaku asusila di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota telah mendapatkan bimbingan keagamaan dari pihak terkait.

Kata Kunci : Bimbingan Keagamaan, Gangguan Mental, pelaku asusila

(5)

5 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan dan kenakalan remaja tidak lepas dari konteks kondisi soial budaya zamannya. Sebab setiap periode sifatnya khas, dan memberikan jenis tantangan khusus kepada generasi muda, sehingga anak – anak muda ini mereaksi dengan yang khas pula terhadap stimulus sosial dan budaya yang ada.1

Persoalan remaja selamanya hangat dan menarik, baik di Negara yang telah maju maupun di Negara terbelakang, terutama Negara yang sedang berkembang. Karena remaja adalah masa peralihan, seseorang telah meninggalkan usia anak – anak yang penuh kelemahan dan ketergantungan tanpa memikul sesuatu tanggung jawab, menuju kepada usia dewasa yang sibuk dengan tanggung jawab penuh. Usia remaja adalah usia persiapan untuk menjadi dewasa yang matang dan sehat. Kegoncangan emosi, kebimbangan dalam mencari pengangan hidup, kesibukan mencari pegangan hidup, mencari bakal pengetahuan dan kepandaian untuk menjadi senjata dalam usia dewasa.2

Masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa berada dalam peralihan atau di atas jembatan goyang, yang menghubungkan masa

1Dadang Hawari. Al Quran. Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 2010)

2 Zakiah Drajat, Perawatan jiwa untuk Anak – anak, cet 2, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973)h.

477

(6)

6

kanak – kanak yang penuh ketergantungan, dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri.Apa bila seorang remaja telah merasa dapat bertanggung jawab untuk dirinya sendiri. Mampu mempertanggung jawabkan setiap tindakannya dan dapat menerima filsafah hidup yang tedapat dalam masyarakat dimana ia hidup. Maka waktu itu dia telah dapat dikatakan dewasa. Hal ini sejalan dengan pendapat Elizabeth yang menjelaskan bahwa:

Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.3

Dari pendapat di atas bahwa tentunya remaja akan merasakan pemberontakan yang mengatas namakan persamaan haknya, sehingga dapat menimbulkan kegoncangan remaja itu ada terjadi. Dalam kondisi jiwa yang demikian, agama mempunyai peranan penting dalam kehidupan remaja.

Memang kadang – kadang keyakinan remaja mudah terombang – ambing tidak tetap.Bahkan kadang – kadang berubah – ubah. Sesuai dengan perubahan perasaan yang dilaluinya suatu hal yang tidak dapat disangkal, adalah bahwa remaja – remaja itu secara potensial telah beragama.4

Kenakalan remaja dalam arti luas meliputi perbuatan – perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan kaidah – kaidah hokum tertulis, baik yang terdapat dalam KUHP (Pidana umum) maupun perundang-undang di luar

3 Elizabeth B. Hurlock .Psikologi Perkembangan – Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Jakarta: Erlangga,2014) h. 225

4 Daradjat, Zakiyah, Ilmu jiwa agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003)

(7)

7

KUHP (Pidana Khusus)5.Suatu tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh remaja dapat menarik perhatian masyarakat, biasanya perbuatan yang tidak bermoral dan buruk.Hal ini dibuktikan dengan pemberian hukuman terhadap yang melanggar karena perbuatan itu dianggap berlebihan dan berlawanan dengan adat masyarakat. Jadi kenakalan merupakan suatu ungkapan perasaan yang ditunjukkan dengan tindakan yang dianggap telah melanggar norma masyarakat.

Kenakalan merupakan gajala umum yang dapat muncul pada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Apa bila perbuatan tersebut tidak diusahakan sedini mungkin untuk penanggulangannya, maka dapat berakibat fatal.

Karena menanggulanggi kenalan tidak sama dengan mengobati penyakit, hal ini disebabkan karena kenakalan adalah perilaku yang sangat kompleks dan banyak ragam dan jenis penyebabnya.

Bimbingan secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya.6

Bimbingan Menurut prayitno dan Erman Amti adalah proses pemberian bantuan yang di lakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak – anak, remaja maupun dewasa, agar

5 Sudarsono, Etika Islam tentang kenakalan remaja, (Jakarta: Rineka,1989)

6 Rochman Natawidjaja, Pendekatan – pendekatan Dalam Penyuluhan Kelompok 1, (Bandung: Diponogoro, 1987) hlm. 31

(8)

8

orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dapat dikembangkan berdasarkan norma – norma yang berlaku.7

Sikap keagamaan tidak terlepas dari keberadaan agama, apa bila telah terpola dalam pikiran bahwa agama itu sesuatu yang benar maka apa saja yang menyangkut dengan agama akan membawa makna positif.

Kepercayaan bahwa agama itu adalah sesuatu yang benar dan baik, maka timbulah perasaan suka terhadap agama. Didalam sikap keagamaan antara komponen – komponennya selalu berhubungan erat. Seorang yang melakukan amal keagamaan, karena ia terlebih dahulu sudah mengetahui dan menyakini bahwa agama itu baik dan benar, serta mempunyai perasaan senang terhadap agama. Masing – masing komponen tidak bisa berdiri sendiri namun saling berinteraksi sesamanya secara kompleks.8

Bagi remaja, agama memiliki fungsi yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan sebagaimana dijelaskan oleh Adam dan Gullota, agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa penjelaskan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini.

Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.9

7 Payitno, Erman Amti, Dasar – Dasar Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta: Renika Cipta, 2004), Hlm. 99

8Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, Hlm. 112-113

9Samsunuwiyati Ma’at, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2013), Hlm. 208

(9)

9

Melalui pendekatan bimbingan konseling keagamaan tersebut di harapkan dapat membantu para remaja menajamkan hati nurani, serta menghidupkan perasaan dan mengingatkan hati. Dengan demikian pendekatan bimbingan dan konseling berbasis agama merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu dalam melakukan pemberian nasihat kepada seseorang yang untuk memecahkan suatu permasalahan yang telah di hadapi. Sehingga nasihat yang telah diberikan berasal dari pengetahuan ataupun suatu keterampilan seseorang untuk menyelesaikan suatu persoalan atau permasalahan.

Dengan demikian, bimbingan di bidang agama islam merupakan kegiatan dari Dakwah islamiah. Karena dakwah yang terarah ialah memberikan bimbingan kepada umat islam untuk betul – betul mencapai dan melaksanakan keseimbangan hidup “fid dunya wal akhirath”10

Gangguan mental merupakan kondisi dimana seseorang individu mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi disekitarnya. Ketidakmampuan dalam memecahkan masalah sehingga menimbulkan stress yang berlebih menjadikan kesehatan mental individu tersebut menjadi lebih rentan dan akhirnya dinyatakan terkena sebuah ganggun kesehatan mental.11

10 Masdar Helmy, Dakwah Dalam Alam Pembangunan, Jilid I (Semarang: Toha Putra,1973)

Hlm. 18

11 Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan mental masyarakat indonsesia(pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Volume. 2, No. 2, Hal. 253

(10)

10

Pendapat yang sejalan juga dikemukakan Chaplin dalam Kartono, yaitu gangguan mental (mental disorder) ialah sebagai bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan tertentu.Sumber gangguan atau kekacauannya bisa bersifat psikogenis atau organis, mencakup kasus – kasus reaksi psikopatis dan reaksi – reaksi neurotis yang gawat.12

Jadi, dapat disimpulkan bahwa gangguan mental merupakan dimana seseorang yang terganggunya jiwa atau psikis nya tersebut. Sehingga ia merasakan depresi, kecemasan, serta timbulnya stress. Dan dalam pola berpikirnya terganggu dalam saat ia berfikir dan gangguan mental tidak memandang umur, suku, ras. Gangguan mental bisa di obati dengan cara melakukan kegiatan Psikoterapi serta di berikan bimbingan dan tambahan obat – obatan.

Banyak faktor melatarbelakangi remaja berbuat asusila. Faktor – faktor yang terkait dengan kenakalan remaja antara lain. Faktor eksternal dan inrternal. Beberapa faktor eksternal remaja melakukan tindak asusila adalah paparan negatif dari teknologi, teman sebaya, atau pertemanan dan hubungan antara anak dan orang tua yang kurang harmonis. Selain itu, faktor internal. Adapun faktor internal yaitu kepribadian, control diri, dan religious. Kepribadian remaja ada keterkaitan dengan control diri yang mana akan mempengaruhi bagaimana remaja bertindak.

12 Suhaimi, gangguan jiwa dalam perspektif kesehatan mental islam, Jurnal Risalah Vol.26, NO, 4, Desember 2015: 195 – 205, Hlm. 18

(11)

11

Tindakan asusila merupakan fenomena yang akhir – akhir ni marak terjadi di masyarakat, Tindakan Asusila merupakan perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma – norma atau kaidah – kaidah kesopanan yang cenderung banyak terjadi dikalangan masyarakat13 , terutama remaja. Menurut pandangan Pancasila pada sila ketiga tindakan asusila merupakan tindakan pelanggaran dan menyimpang dari nilai – nilai moral manusia.Secara umum pengertian asusila seperti berbohong, mencuri, membunuh, menyiksa, berjudi, berciuman di tempat umum, telanjang di tengah jalan, dan lain sebagainya.Segala perbuatan tidak baik pada dasarnya dapat dipidana menurut KUHP, namun tidak semua perbuatan tersebut dijadikan tindak pidana.

Norma kesusilaan merupakan norma yang mengatur hidup manusia yang berlaku secara umum dan bersumber dari hati nurani manusia. Tujuan norma kesusilaan yaitu mewujudkan keharmonisan hubungan antar manusia. Bentuk sanksi bagi pelanggarnya, yaitu rasa bersalah dan penyesalan mendalam bagi pelanggarnya, perbuatan asusila pada perempuan diartikan sebagai tindakan yang tidak baik bagi kaum perempuan. Tindakan ini berhubungan dengan seksual misalnya pencabulan, perkosaan, prostitusi, perzinaan dan pelecehan seksual baik verbal ataupun non verbal.

Perbuatan asusila tentang perempuan menurut hukum pidana diantaranya perkosaan Pasal 285 KUHP, Perzinaan Pasal 284,

13 Widyanto, Perlindungan Hak Perempuan Perbuatan Asusila Ditinjau dari Perspektif Hukum Pidana, 2013.

(12)

12

Perdagangan wanita Pasal 297 KUHP yang pada intinya berbunyi barang siapa yang mengancam kesusilaan perempuan secara paksa dengan kekerasan dapat dipidana maksimal penjara dua belas(12) Tahun.14

Jadi dapat di simpulkan bahwa akibat perbuatan asusila tersebut tidak hanya kerugian secara fisik akan tetapi juga berdampak pada psikis korban, tidak jarang rasa trauma yang di alami oleh korban senantiasa teringat sehingga merugikan psikologis korban dan dampak psikologis lebih mendalam dirasakan oleh korban, karena korban merasa malu terutama pada diri sendiri

Berdasarkan hasil observasi awal Pada hari Kamis, Tanggal 27 Februari 2020, yang telah dilakukan di LPKA KLAS II Tanjung pati, terungkap bahwa terdapat kelompok orang pelaku asusila dilakukan selama mereka mengalami masa hukuman. Keadaan mental karena kurang stabil, dimana kendala sering menyendiri, memukul – mukul diri, membentak teman yang sedang menentang petugas sipir, tidak mau di bezuk, meninggalkan sholat dan mengaji, kalau ada wirid mereka banyak asalan untuk mengikuti kegiatan, dan anak – anak sering tidak mematuhi peraturan yang telah di buat oleh pihak LPKA KLAS II Tanjung Pati.15

Hal ini di perkuat dengan hasil wawancara yang peneiliti lakukan dengan Bapak Misno sebagai Bidang Kasubsi Pembinaan terungkap bahwa:

“ Bagi abh yang tidak mengikuti sama sekali kegiatan. Pembinaan di dalam lapas, memang ada sanksi dan sanksi ini diberikan agar untuk

14 M.Taufiq Widyanto, Perlindungan Hak Perempuan Korban Perbuatan Asusila Ditinjau dari Perspektif Hukum Pidana, Skripsi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,2014, Hlm. 5

15 Hasil Observasi Awal di LPKA Klas II Tanjung Pati Kabupaten Lima puluh Kota, Pada hari Kamis, Tanggal 27 Februari 2020

(13)

13

selanjutnya mereka benar – benar paham. bahwa setiap abh disamping dia menjalani pidana, dia juga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab.

Seperti, menjaga kebersihan lingkungan dan mengikuti kegiatan pembinaan.

Bahwa kegiatan pembinaan ada 2 yaitu, kegiatan kepribadian dan kegiatan kemandirian. Tujuan kegiatan ini diberikan agar abh mempuyai pengetahuan dan keterampilan, agar mereka setelah bebas sudah bisa untuk mandiri di kehidupan dalam masyarakat. Adapun hukuman yang tidak mengikuti pembinaan berupa, membersihkan halaman, membersihkan kamar serta olahraga.

Bagi abh yang melakukan pelanggaran tentu dia mendapatkan hukuman/sanksi, dengan mereka mendapatkan hukuman/sanksi. Barulah mereka sadar bahwa yang dilakukan itu salah dengan mereka mendapatkan sanksi, demikian mereka timbul kesadaran untuk tidak melakukan pelanggaran lagi. Ada, pertemuan kajian itu di lakukan 1 bulan sekali, oleh Uzstad dari Kementerian Agama Kabupaten Lima Puluh Kota, karena pihak lapas ada kerja sama dengan Kemenag tersebut.

Upaya yang dilakukan terhadap abh yang tidak mau mengikuti program pembinaan, yaitu yang bersangkutan di panggil untuk diberikan nasehat dan bimbingan tentang hak dan kewajiban mereka. Dan di panggil orang tua atau pada saat orang tua mereka melakukan kunjungan, disitu kita mempertemukan orang tua dan anak untuk dilakukan penyulihan dan bimbingannya tentang tingkah laku abh tersebut, pada orang tuanya.

Karena pembinaan itu dapat berjalan sesuai dengan harapan apa bila antara orang tua abh dengan petugas ada komunikasi yang baik.”16

Hal ini di perkuat dengan hasil wawancara yang peneiliti lakukan dengan Bapak Misno sebagai Bidang Kasubsi Pembinaan terungkap bahwa:

Kegiatan pembinaan bagi abh dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah di buat seperti: mengaji, kegiatan paket A,B,C, kegiatan keterampilan, jadi semua kegiatan pembinaan sudah dijadwalkan.

Pelaksanaan kegiatan dan bimbingan bagi abh, kita sudah ada kerja sama dengan berbagai macam instansi terkait seperti untuk bimbingan agama telah bekerjasama dengan Kemenag sehingga di datangkan ustad ke lokasi, untuk pendidikan dengan Dinas Pendidikan, untuk kesehatan dengan Puskesmas, serta untuk bimbingan keterampilan dengan Depnaker dan dari pihak lain atau instansi lain. Mengenai mental abh sampai dengan sekarang jauh lebih baik, jika di bandingkan pada saat ia baru masuk menjalani pidana di lapas anak.17

16 Wawancara dengan Bapak Misno sebagai Bidang Kasubsi Pembinaan ABH, Wawancara pribadi, Pada Tanggal 26 Maret 2020

17 Wawancara dengan Bapak Misno sebagai Bidang Kasubsi Pembinaan ABH, Wawancara Pribadi, Pada Tanggal 01 April 2020

(14)

14

Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik dan mengkaji lebih dalam permasalahan tersebut dalam bentuk penelitian di LPKA KLAS II TANJUNG PATI dengan Judul ”Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Dalam Mengatasi Gangguan Mental Pelaku Asusila Di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota.”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah dan dapat dilaksanakan secara terstruktur, meluas dan mendalam. Maka yang menjadi Fokus penelitiaan ini adalah

“Bagaimana Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Dalam Mengatasi Gangguan Mental Pelaku Asusila Di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota” .

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan Fokus Penelitian diatas, Adapun menjadi pertanyaan penelitian dalam penulisan ini adalah Bagaimana Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Dalam Mengatasi Gangguan Mental Pelaku Asusila Di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, maka tujuan peneliti adalah untuk mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Dalam Mengatasi Gangguan Mental Pelaku Asusila Di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota” .

(15)

15 E. Manfaat Penelitian

1. Sebagai salah satu persyaratan akademis guna menyelesaikan tugas akhir Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi untuk menyelesaikan Gelar Strata Satu (S1)

2. Sebagai bahan bacaan bagi pembaca, terutama yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling islami.

3. Sebagai pengembangan dan pembinaan disiplin ilmu Bimbingan Konseling yang diketahui peneliti.

F. Penjelasan Judul

Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam memahami maksud yang telah terkandung dalam judul, maka penulis perlu menjelaskan istilah yang terdapat dalam judul. sehingga mudah di pahami bagi peneliti maupun pihak pembaca.

Bimbingan Keagamaan: Bimbingan keagamaan diartikan sebagai aktifitas yang bersifat “membantu”, dikatakan membantu karena pada hakikatnya individu sendirilah yang perlu hidup sesuai tuntunan Allah (jalan yang lurus) agar mereka selamat. Pada akhirnya diharapkan agar individu selamat dan memperoleh kebahagiaan yang sejati dunia dan

(16)

16

kahirat, bukan sebaliknya kesengsaraan dan kemelaratan di dunian dan akhirat.18

Gangguan Mental : Gangguan mental merupakan kondisi dimana seseorang individu mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi disekitarnya. Ketidak mampuan dalam memecahkan masalah sehingga menimbulkan stress yang berlebih menjadikan kesehatan mental individu tersebut menjadi lebih rentan dan akhirnya dinyatakan terkena sebuah ganggun kesehatan mental.19

Pelaku Asusila : Asusila merupakan perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma – norma atau kaidah – kaidah kesopanan yang cenderung banyak terjadi dikalangan masyarakat, terutama remaja. Menurut pandangan Pancasila pada sila ketiga tindakan asusila merupakan tindakan pelanggaran dan menyimpang dari nilai – nilai moral manusia.Secara umum pengertian asusila seperti berbohong, mencuri, membunuh,

18 Anwar Sutoyo, Bimbingan & Konseling Islam (Teori & Praktik), (Pustaka Pelajar, Yogayakarta,2013) Hlm. 22

19 Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan mental masyarakat indonsesia(pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Volume. 2, No. 2, Hal. 253

(17)

17

menyiksa, berjudi, berciuman di tempat umum, telanjang di tengah jalan, dan lain sebagainya.

Segala perbuatan tidak baik pada dasarnya dapat dipidana menurut KUHP, namun tidak semua perbuatan tersebut dijadikan tindak pidana.20

Jadi dapat disimpulkan maksud dari judul penelitian ini suatu keadaan dimana adanya suatu permasalahan di alami klien atau abh (anak berhadapan hukum) terkait bahawa sangatlah penting seorang konselor dalam berperan untuk membantu dalam melakukan pemberian nasihat kepada seseorang yang untuk memecahkan suatu permasalahan yang telah di hadapi. Sehingga nasihat yang telah diberikan berasal dari pengetahuan ataupun suatu keterampilan seseorang untuk menyelesaikan suatu persoalan atau permasalahan. Yang telah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma yang ada, Dan sehingga menggobati sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya, serta belajar memahami dan sekaligus melaksanakan tuntunan Islam( Al –Qur’an dan sunah rasul-Nya).

G. Sistematika Penulisan

Agar mempermudah dalam penulisan skripsi ini, agar lebih jelas peneliti membuat sistematika pembahasan dan penulisan skripsi ini, sistematika tersebut yaitu:

20 Octorina Ulina Sari, “Upaya Perlindungan Korban Perkosaan Ditinjau dari Sudut Pandang Viktimologi” , Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014, Hlm.

4

(18)

18

BAB I :Berisi tentang pendahuluan yaitu latar belakang masalah, focus penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul, dan sistematika penulisan.

BAB II :Landasan teori, berisi tentang pembahasan secara teoritis masalah yang ditentukan dalam penelitian ini berupa, Pengertian Bimbingan keagamaan, Fungsi dan Tujuan Bimbingan Keagamaan, Teknik - teknik Bimbingan keagamaan, Pengertian gangguan mental, Penyebab gangguan mental, Bentuk gangguan mental, Pengertian Pelaku Asusila, Jenis delik Kesusilaan menurut KUHP, Faktor – faktor terjadinya Tindak Pidana Kesusilaan.

BAB III :Berisi tentang Metodologi penelitian ini terdapat pembahasan tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, Teknik pengumpulan data, Teknik Analisis data, dan Teknik keabsahan data.

(19)

19 BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Bimbingan Keagaaman 1. Pengertian Bimbingan

Secara etimologis bimbingan merupakan terjemahan bahasa inggris dari bahasa Inggris “guidance”. berasal dari kata “guidance” adalah kata dalam bentuk mashdar (kata benda) yang berasal dari kata kerja “to guide”

artinya menunjukkan, membimbing, atau menuntun orang lain ke jalan yang benar.21

Bimbingan merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Artinya aktifitas bimbingan tidak dilaksanakan seacara kebetulan, incidental, tidak sengaja, asal – asalan, melainkan kegaiatan yang dilakukan secara sengaja, berencana, sistematis, dan terarah kepada tujuan.‘‘22

Bimbingan Menurut prayitno dan Erman Amti adalah proses pemberian bantuan yang di lakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak – anak, remaja maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dapat dikembangkan berdasarkan norma – norma yang berlaku.23

21 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,2010), Hlm. 3

22 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), Hlm. 18

23 Payitno, Erman Amti, Dasar – Dasar Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta: Renika Cipta, 2004), Hlm. 99

(20)

20

Sedangkan menurut kartini kartono lebih lanjut mengungkapkan bimbingan adalah pertolongan yang diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan dengan pengetahuan pemahaman keterampilan – keterampilan tertentu yang diperlukan kepada orang lain yang memerlukan pertolongan.24dengan membandingkan pengertian tentang bimbingan yang telah dipaparkan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada seseorang atau kelompok secara terus menerus atau sistematis oleh guru pembimbing agar individu tersebut menjadi pribadi yang mandiri.

Konseling berasal dari kata Counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu Consilium yang artinya “bersama” atau “biacara bersama”. Pengertian berbicara bersama, dalam hal ini adalah pembicaraan konselor (counselor) dengan seseorang atau beberapa klien (counselee).25 Atau dalam kamus besar bahasa Indonesia, bahwa konseling merupakan pemberian bimbingan oleh yang ahli pada seseorang dengan menggunakan pendekatan psikologis atau proses pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri meningkatkan dalam memecahkan berbagai masalah.26

Menurut Tohirin, Konseling merupakan bagian dan merupakan teknik dari kegiatan bimbingan. Dalam kegiatan bimbingan konseling merupakan

24 Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar – Dasar pelaksanaannya, (Jakarta: Raja Wali, 1985), Hlm . 9

25 Latipun, Psikologi konseling, Universitas Muhammadiyah Malang, (Malang, 2001), Hlm.4

26Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud RI, (Jakarta, 1993), Hlm,519

(21)

21

inti dalam bimbingan. Konseling merupakan pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.27

Menurut Edwin c, lewis dalam Hamdan Bakran Adz-Dzaki konseling adalah suatu proses dimana orang yang bermasalah (klien) dibantu secara pribadi untuk merasa dan berperilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan perilaku – perilaku yang memungkinkannya berhubungan secara lebih efektif dengan diri dan lingkungannya.28

Jadi, konseling merupakan hubungan yang bersifat membantu dalam melakukan pemberian nasihat kepada seseorang yang untuk memecahkan suatu permasalahan yang telah di hadapi. Sehingga nasihat yang telah diberikan berasal dari pengetahuan ataupun suatu keterampilan seseorang untuk menyelesaikan suatu persoalan atau permasalahan.

Kesimpulan dari beberapa uraian, bahwa bimbingan dan konseling merupakan suatu hubungan yang dilakukan dalam rangka memberikan suatu bantuan dalam bentuk suatu masalah atau mencapai suatu tujuan tertentu yang dilakukan secara sengaja dan berkelanjutan.

Menurut Samsul Munir Amin, bahwa menjelaskan Bimbingan Konseling islami adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan

27 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), Hlm. 22

28 Hamdam Bakran Adz-Dzaki, Konseling dan Psikoterapi Islam, fajar pustaka baru, (Yogyakarta, 2002),Hlm.179

(22)

22

sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai – nilai yang terkandung di dalam Al-quran dan Hadis Rasulullah kedalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-quran dan hadist29.

Menurut W.S Winkel dalam buku Samsul Munir Amin mengatakan bahwa bimbingan berarti pemberian bantuan kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan – pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan – tuntutan hidup. Bantuan itu bersifat psikis (kejiwaan) bukan “pertolongan” media, dan lain sebagainya. Dengan adanya bantuan ini, seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya sekarang dan menjadi lebih mapan untuk menghadapi masalah yang akan dihadapinya kelak, ini menjadi tujuan bimbingan. Jadi, yang memberikan bantuan menganggap orang lain mampu menuntun dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu mungkin harus digali dan dikembangkan melalui bimbingan.30

Apa bila internalisasi nilai – nilai yang terkandung dalam Al-quran dan hadis telah tercapai dan fitrah beragama itu telah berkembang secara optimal maka individu tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik dengan allah, dengan manusia dan alam semesta sebagai manifestasi dari

29 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,2010), Hlm 23

30 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH,2010), H. 7

(23)

23

peranannya sebagai khalifah di muka bumi yang sekaligus juga berfungsi untuk mengabdi kepada allah.31

Dengan demikian, bimbingan di bidang agama islam merupakan kegiatan dari Dakwah islamiah. Karena dakwah yang terarah ialah memberikan bimbingan kepada umat islam untuk betul – betul mencapai dan melaksanakan keseimbangan hidup “fid dunya wal akhirath”32

Bimbingan konseling islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kepada setiap individu agar dapat mengembangkan potensi atau fitrah atau beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai – nilai yang terkandung didalam al-qur’an dan hadis Rasulullah ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan al-qur’an dan hadis.

Pada prinsipnya bimbingan adalah pemberian pertolongan atau bantuan. Bantuan atau pertolongan itu merupakan hal yang pokok dalam bimbingan. Bimbingan merupakan suatu pertolongan yang menuntun.

Bimbingan merupakan suatu tuntunan. Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam memberikan bimbingan bila keadaan menuntut, kewajiban

31 Hallen, Bimbingan Konseling dalam islam, (Jakarta: Ciputat Pers PT Intermasa ,2002), H. 17 - 18

32 Masdar Helmy, Dakwah Dalam Alam Pembangunan, Jilid I (Semarang: Toha Putra,1973)

Hlm. 18

(24)

24

dari pembimbing untuk memberikan bimbingan secara aktif, yaitu memberikan arah kepada yang dibimbingnya.33

Kata agama berasal dari bahasa Sanskerts, yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama berarti tidak kacau (teratur).

Dengan demikian agama itu adalah peraturan, yaitu peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun mengenai sesuatu yang gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup bersama.34

Bimbingan dan konseling keagamaan islami dilakukan dengan cara melakukan dialog antara pembimbing dan yang dibimbing, yang baik, yang manusiawi, dalam rangka membuka pikiran, dan hati pihak yang di bimbing akan ayat – ayat Allah, sehingga muncul pemahaman, penghayatan, keyakinan akan kebenaran dan kebaikan syari’at islam, dan mau menjalankannya.35

Bimbingan keagamaan diartikan sebagai aktifitas yang bersifat

“membantu”, dikatakan membantu karena pada hakikatnya inidividu sendirilah yang perlu hidup sesuai tuntunan Allah (jalan yang lurus) agar mereka selamat. Karena posisi konselor bersifat membantu, maka konsekuensinya individu sendiri yang harus aktif belajar memahami dan sekaligus melaksanakan tuntunan Islam (Al-Qur’an dan Sunah rasul-Nya).

33 Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karier), (Yogyakarta: CV Andi Offset,2010). Cet ke -3. H.5.

34Faisal Ismail. Paradigma Kebudayaan Islam : Studi Kritis dan refleksi Historis, (Yogayakarta: Titian IIahi Press: 1997), h.28

35Hamdani Bakran, Konseling & Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka, (Yogyakarta,2001),h.218

(25)

25

Pada akhirnya diharapkan agar individu selamat dan memperoleh kebahagiaan yang sejati dunia dan akhirat, bukan sebaliknya kesengsaraan dan kemelaratan di dunia dan akhirat.36

Bimbingan keagamaan yang dilaksanakan tentu mempunyai tujuan yang inigin dicapai. Sebenarnya tujuan bimbingan keagamaan harus relevan dengan dasar pelaksanaannya, yakni mendasarkan pada pandangan terhadap hakekat manusia selaku makhluk individual, sosial, dan makhluk sosial.

Untuk mencapai tujuan tersebut, tentunya harus memenuhi kriteria tertentu, yakni dengan taqwa kepada Allah SWT. kemudian sebagai makhluk sosial manusia mempunyai kecenderungan untuk mengadakan hubungan dengan orang – orang disekelilingnya. Dalam rangka untuk menumbuhkan sikap sosial, maka perlu memberi pertolongan dengan cara menanamkan pendidikan sosial. Pendidikan sosial ini melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku sosial, ekonomi dan politik dalam rangka aqidah islam yang berbentuk ajaran – ajaran dan hukum – hukum agama,37

2. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Keagamaan

Fungsi utama bimbingan keagamaan yang hubungnya dengan kejiwaan tidak dapat terpisahkan dengan masalah – masalah spiritual

36 Anwarr Sutoyo, Bimbingan & Konseling (Teori & Praktik), (Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2013), h.22

37 Arifin, dan Kartikawati, Materi Pokok Bimbingan dan Konseling, (Direktorat Jenderal Pembina Kelembagaan Agama Islam, Jakarta: 1995), h.7

(26)

26

(keyakinan). Islam memberi bimbingan kepada individu agar dapat kembali kepada bimbingan Al-Qur’an dan Assunah.38

Fungsi utama bimbingan keagamaan yang hubungannya dengan kejiwaan tidak dapat terpisahkan dengan masalah – masalah spiritual (keyakinan). Islam memberi bimbingan kepada individu agar dapat kembali kepada bimbingan Al-Qur’an dan Assunah. Tujuan bimbingan keagamaan adalah agar fitrah yang dikaruniakan Allah kepada individu bisa berkembang dan berfungsi dengan baik, sehingga menjadi pribadi kaffah, dan secara bertahap mampu mengaktualisasikan apa yang diimaninya itu dalam kehidupan sehari – hari, yang tampil dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum – hukum Allah dalam melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi, dan ketaatan dalam beribadah dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjahui larangan-Nya.39

Tujuan Bimbingan konseling dilakukan dengan tujuan membantu peserta didik dalam memahami diri sendiri, baik sebagai makhluk Tuhan maupun sebagai makhluk sosial.40

Menurut Samsul Munir Amin, Secara rinci bahwa Bimbingan dan konseling islam memiliki beberapa tujuan, disebutkan sebagai berikut.

a. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai

38 Hamdani Bakran, Konseling & Psikoterapi Islam, (Fajar Pustaka, Yogayakarta,2001), h.218

39 Hamdani Bakran, Konseling & Pskoterapi Islam, (Fajar Pustaka, Yogyakarta, 2001), h.

218

40 Akhmad Muhaimin Azzet, “Bimbingan Konseling…Hlm. 11

(27)

27

(muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah), dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah).

b. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat, baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial, dan alam sekitarnya.

c. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong – menolong, dan rasa kasih sayang.

d. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.

e. Untuk menghasilkan potensi IIahiah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.41

Berdasarkan beberapa tujuan yang telah disebutkan di atas, bahwa tujuan dari bimbingan dan konseling Islam pada umumnya diharapkan mampu merubah dan membantu peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik dan berakhlakul karimah sehingga mereka dapat melaksanakan tujuan

41 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,2010), Hlm 43

(28)

28

hidup di dunia menjadi khalifah dan mendapatkan kesejahteraan didunia dan akhirat.

3. Teknik – teknik Bimbingan Keagamaan

Menurut Hamdani Bakran, Teknik Bimbingan Keagamaan dibagi menjadi 2 yaitu, Pertama, teknik yang bersifat lahir yaitu dengan menggunakan Tangan dan Lisan. Dalam penggunaan tangan tersirat beberapa makna antara lain:

a) Dengan menggunakan kekuatan, power atau otoritas.

b) Keinginan, kesungguhan dan usaha keras.

c) Sentuhan tangan.

Sedangkan teknik dengan menggunakan lisan memiliki makna yang kontekstual yaitu :

a) Nasehat, wejangan, himbauan, dan ajakan yang baik dan benar

b) Pembacaan doa atau berdoa dengan menggunakan lisan.

Kedua, teknik yang bersifat batin, yaitu teknik yang hanya dilakukan dalam hati dengan doa dan harapan. Namun tidak ada usaha dan upaya yang keras secara kongkrit seperti dengan menggunakan potensi tangan dan lisan. Oleh karena itu Rasulullah SAW mengatakan bahwa melakukan

(29)

29

perbaikan dan perubahan dalam hati saja merupakan selemah – lemahnya iman.42

B. Gangguan Mental

1. Pengertian Gangguan Mental

Berbagai batasan telah di buat oleh para ahli tentang kesehatan mental. Ada yang berpendapat bahwa sehat mental, adalah terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan ( batasan ini banyak mendapat sambutan di kalangan psikiatri). Ada yang berpendapat bahwa kesehatan mental adalah kemampuan menyesuaikan diri dalam mengahadapi masalah dan kegoncangan – kegoncangan biasa.43

Gangguan mental merupakan kondisi dimana seseorang individu mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi disekitarnya. Ketidakmampuan dalam memecahkan masalah sehingga menimbulkan stress yang berlebih menjadikan kesehatan mental individu tersebut menjadi lebih rentan dan akhirnya dinyatakan terkena sebuah ganggun kesehatan mental.44

Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6 % dari populasi orang dewasa. Berarti

42 Hamdani Bakran, Konseling & Psikoterapi Islam, (Fajar Pustaka, Yogyakarta,2001), h.218

43 Zakiah Daradjat, Islam & Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 2015), Hlm.1

44 Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan mental masyarakat indonsesia(pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Volume. 2, No. 2, Hal. 253

(30)

30

dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000 ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional.45

Menurut data Riskedas 2007 angka rata – rata nasional gangguan mental emosional (cemas dan depresi) pada penduduk usia 15 tahun adalah 11,6 % atau sekitar 19 juta penduduk. Sedang gangguan jiwa berat rata – rata sebesar 0,46% atau sekitar 1 juta penduduk. Dari angka yang besar tersebut, penderita gangguan mental yang diberikan fasilitas pengobatan sangatlah sedikit.

Menurut perhitungan utilisasi layanan kesehatan jiwa di tingkat primer, sekunder, dan tersier kesenjangan pengobatan diperkirakan >90% . hal ini berarti bahwa hanya <10% orang dan masalah kesehatan jiwa berdasarkan hasil Riskesdas 2007 tersebut mencapai Rp 20T, merupakan jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya.46

Gangguan kesehatan mental dapat diperoleh semenjak anak dari dalam kandungan maupun ketika seseorang tumbuh dewasa namun dalam perkembangannya ditemui hal – hal yang dapat berdampak pada stress yang berlebihan. Kehidupan yang semakin modern membawa berbagai macam tuntutan yang harus dipenuhi. Bukan hanya karena sifatnya yang

45Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan mental masyarakat indonsesia(pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Volume. 2, No. 2, Hal. 253.

46 Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan mental masyarakat indonsesia(pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Volume. 2, No. 2, Hal. 254.

(31)

31

wajib atau penting melainkan keinginan diakui oleh masyarakat menjadikan individu merasa harus mengikuti trend yang sedang berlagsung.

Pendapat yang sejalan juga dikemukakan Chaplin dalam kartono yaitu gangguan mental (mental disorder) ialah sebagai bentuk ketidak mampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. Sumber gangguan atau kekacauan bisa bersifat psikogenis atau organis, mencakup kasus – kasus reaksi psikopatis dan reaksi – reaksi neurotis yang gawat.47

Gangguan kesehatan mental dapat mempengaruhi:

a. Perasan, misalnya: cemas, takut, iri – dengki, sedih tak beralasan, marah oleh hal – hal remeh, bimbang, merasa diri rendah, sombong, tertekan (frustasi), pesimis, putus asa, apatis, dan sebagainya.

b. Pikiran, misalnya: kemampuan berpikir berkurang, sukar memusatkan perhatian, mudah lupa, tidak dapat melanjutkan rencana yang telah dibuat.

c. Kelakuan , misalnya: nakal, pendusta, menganiaya diri atau orang hatinya dan berbagai kelakuan menyimpang lainnya.

47 Suhaimi, Gangguan Jiwa dalam Perspektif Kesehatan Mental Islam, Jurnal Risalah, Vol.

26, No.4, Desember 2015: 195-205, Hlm. 18

(32)

32

d. Kesehatan tubuh, misalny: penyakit jasmani yang tidak disebabkan oleh gangguan pada jasmani.48

2. Penyebab Gangguan Mental

Menurut Undang – Undang No. 3 Tahun 1996 yang dimaksud dengan”kesehatan jiwa” adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur kesehatan. Yang dalam penjelasan disebutkan sebagai berikut:

Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat – sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi – segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungnnya dengan manusia lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain. Seseorang yang

“ sehat jiwa atau mental” mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:

1. Merasa senang terhadap dirinya serta.

a. Mampu menghadapi situasi.

b. Mampu mengatasi situsi

c. Puas dengan kehidupannya sehari – hari d. Mempunyai harga diri yang wajar

e. Menilai dirinya secara realitis, tidak berlebih dan tidak pula merendahkan

48 Zakiah Daradjat, Islam & Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 2015), Hlm.1

(33)

33

2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta.

a. Mampu mencintai orang lain.

b. Mempunyai hubungan pribadi yang tetap.

c. Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda.

d. Merasa bagian dari suatu kelompok.

3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta.

a. Menetapkan tujuan hidup yang realitis.

b. Mampu mengambil keputusan

c. Mampu menerima tanggung jawab.

d. Mampu merancang masa depan.

e. Dapat menerima ide dan pengalaman baru

f. Puas dengan pekerjaannya.

Diketahui, bahwa penyebab gangguan kejiwaan atau gangguan mental tidak hanya dapat disebabkan salah satu faktor, karena sifat manusia yang utuh dimana sistem dalam diri manusia merupakan sebuah kesatuan oleh karena itu sangat memungkin bahwa penyebab gangguan mental merupakan kombinasi dari ketiga kategori dengan satu kategori sebagai penyebab utamanya. Oleh sebab perihal ini lah dalam melakukan assement pada penderita hasuslah dilakukan secara detail dan menyeluruh.

(34)

34

Menurut Santrock, penyebab gangguan jiwa pada umumnya dikategorikan menjadi aspek jasmaniah atau biologi seperti: contohnya keturunan, kegemukan yang cenderung psikosa manik depresi dan dapat pula menjadi skizofernia, tempramen karena orang yang telalu sensitif, penyakit, dan cedera tubuh.

Santrock juga menjelaskan bahwa gangguan jiwa juga dapat disebabkan oleh faktor psikologi dimana seseorang dengan pengalaman frustasi, kegagal dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai perilaku, kebiasaan dan sifatnya di masa yang akan datang. Penyataan bahwa hidup manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada suatu keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa.49

3) Bentuk – bentuk Gangguan Mental

a. Stess

Istilah stress dan depresi seringkali tidak dapat dipisahkan satu dengan lain. Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa pada diri seseorang (disebut stressor psikososial) dapat mengakibatkan gangguan fungsi/faal organ tubuh. Reaksi tubuh (fisik) ini dinamakan stress, dan dinamakan distress. Sedangkan depresi adalah reaksi kejiwaan seseorang terhadap stresor yang dialaminya. Oleh karena dalam diri manusia itu antara fisik dan psikis (kejiwaan) itu tidak dapat dipisahkan

49 Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan mental masyarakat indonsesia(pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Volume. 2, No. 2, Hal. 255

(35)

35

satu dengan lainnya (saling mempengaruhi), maka istilah stress dan depresi dalam buku ini dianggap sebagai suatu kesatuan. Reaksi kejiwaan lainnya yang erat hubungannya dengan stress adalah kecemasan (anxiety).50

Kecemasan (anxiety) dan depresi (depression) merupakan dua jenis gangguan kejiwaan yang satu dengan lainnya saling berkaitan.

Seseorang yang mengalami depresi seringkali ada komponen ansietasnya, demikian pula sebaliknya, menifestasi depresi tidak selalu dalam bentuk keluhan – keluhan kejiwaan (afek disforik), tetapi juga bisa dalam bentuk keluhan – keluhan fisik (gangguan fungsional organ tubuh).

Menurut Dr. Hans Selye, seseorang ahli fisiologi dari tokoh di bidang stress yang terkemuka dari Universitas Montreal, merumuskan stress sebagi berikut : stres adalah tanggapan tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap tuntutan atasnya. Makala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini, dinamakan distress.51

1. Stresor Psikososial

Firman Allah Surah Al-Ma’arij ayat 19-23 :

















































50 Dadang hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT.

Dana Bhakti Prima Yas, 2010) Hlm. 44

51 Dadang hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT.

Dana Bhakti Prima Yas, 2010) Hlm. 45

(36)

36

Artinya : “ Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalat. (Qs. Al – Ma’aarij : 19- 23).

Stresor psikososial adalah setiap keaadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang ( anak remaja atau dewas), sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stresor yang timbul.

Dalam salah satu penelitian lainnya disebutkan bahwa kini di Amerika Serikat terdapat enam penyebab kematian utama yang erat hubungannya dengan stress dan kecemasan, yaitu :

a. Penyakit jantung koroner.

b. Kanker.

c. Paru – paru.

d. Kecelakaan.

e. Pengerasan hati.

f. Bunuh diri.

2. Tahapan Stres

Firman Allah Surah – Al Fajr 27 – 30

(37)

37



































Artinya : “ Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku. (Qs. Al-Fajr : 27 – 30).

b. Depresi

Firman Allah Surah Al-Baqarah ayat 112





































Artinya : (tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Qs. Al-Baqarah : 112)

Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan ( afektif, mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,

(38)

38

ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Secara lengkap gambaran depresi adalah sebagai berikut :52

a. Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tiada semangat, merasa tidak berdaya.

b. Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan.

c. Nafsu makan menurun.

d. Berat badan menurun.

e. Konsentrasi dan daya ingat menurun.

f. Gangguan tidur : insomnia ( sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia, terlalu banyak tidur). Gangguan ini sering kali disertai dengan mimpi – mimpi yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi orang yang telah meninggal.

c. Cemas

Firman Allah Surah Ar-Ra’d Ayat 28

























Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.( Qs. Ar-Ra’d : 28)

52 Dadang hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT.

Dana Bhakti Prima Yas, 2010) Hlm. 54

(39)

39

Gejala kecemasan baik yang bersifatnya akut maupun kronik merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan psikiatrik.

Sebahagian dari komponen kecemasan itu menjelma dalam bentuk gangguan panik. Bahkan karena begitu memuncaknya kecemasan pada diri seseorang, sering kali dirasakan sebagai suatu serangan panik (panic attack). Diperkirakan jumlah mereka yang menderita kecemasan akut maupun kronik 5% dari populasi, dengan perbandingan antara wanita dan pria adalah 2 banding 1.53

Dalam pengalaman praktek sering kali gangguan phobik luput dari pengamatan, sehingga diagnose gangguan phobic relatif jarang ditegakkan. Jarangnya gangguan phobik di laporkan, barang kali disebabkan karena pada umumnya dokter terpaku pada gejala – gejala kecemasannya saja dan gejala psikoneurotik lainnya.

1. Gangguan Panik (Panic Disorder)

Gangguan panic yang sering kali disebut sebagai serangan panik (panic attack) adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kecemasan dan ketakutan yang luar biasa ini bagaikan terror, seolah – olah yang bersangkutan sedang bergulat dengan maut (takut mati).54

2. Gangguan Phobik (Phobic Disorder)

53 Dadang hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT.

Dana Bhakti Prima Yas, 2010) Hlm 62

54 Dadang hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT.

Dana Bhakti Prima Yas, 2010) Hlm 63

(40)

40

Phobia merupakan ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu objek, aktivitas atau situasi spesifik, yang menimbulkan suatu keinginan mendesak untuk menghindarinya.55

C. Pelaku Asusila

1. Pengertian Pelaku Asusila.

Masalah yang di hadapi manusia datang silih berganti, tidak memandang siapapun itu. manusia dililit oleh masalahnya sendiri. Masalah ini menjadikan sebagai makhuk yang kehilangan arah dan tujuan. Ia punya ambisi, keinginan dan tuntutan yang dibalut nafsu, tetapi karena hasrat berlebihan, gagal dikendalikan dan dididik, ini mengakibatkan masalah yang dihadapinya makin banyak dan beragam.

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah bahasa belanda strafbaar. Dan juga istilah strafbaar feit dalam bahasa belanda dipakai juga istilah lain, yaitu delict yang berasal dari bahasa latin delicum, dalam bahasa Indonesia dipakai delik. Perkataan “delik” ini berasal dari eropa yang berarti peristiwa (perbuatan) yang dapat dihukum karena melanggar undang – undang. Delik atau delict, juga berarti tindak pidana.56

Moeljatno mengemukakan bahwa untuk perktaan delik, beliau menggunakan istilah “perbuatan pidana”. Menurut beliau “perbuatan pidana” adalah perbuatan yang di larang oleh suatu aturan hukum, larang di

55 Dadang hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT.

Dana Bhakti Prima Yas, 2010) Hlm 64

56 Sofjan Satrawidjaja, Hukum Pidana, Ctk Petama, CV. Armico,Bandungg,1996, Hlm.111

(41)

41

sertai ancaman yang berupa pidana tertentu , bagi barang siapa yang melanggar tersebut.

Kejahatan terhadap kesusilaan dapat diartikan sebagai tindak pidana yang bersifat universal, karena hampir semua Negara mengenalnya dan mengaturnya dalam ketentuan masing – masing, hanya saja macam dan criteria atau konsep mengenai nilai kesusilaan yang dilanggar dapat berbeda. Pada dasarnya tindak pidana kesusilaan dipengaruhi oleh pandangan, nilai – nilai sosial dan norma agama yang berlaku di dalam masyarakat yang dibatasi oleh tempat dan waktu. Suatu perbuatan di daerah atau Negara tertentu dapat diklarifikasi sebagai tindak pidana kesusilaan, tetapi di daerah atau Negara lain mungkin juga tidak.

Kata “kesusilaan” dalam kamus Besar Bahasa Indonesia yang di susun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , diterbitkan Balai Pustaka 1989, dimuat artinya “perihal susila” kata “susila” dimuat dari sebagai berikut :

a. Baik budi bahasanya, beradab, sopan, tertiba.

b. Adat istiadat yang baik, sopan santun, kesopanan, keadaban.

c. Pengetahuan adat.57

Hukum memandang kesusilaan sebagai tingkah laku, perbuatan, percakapan bahkan sesuatu apappun yang harus dilindungi oleh hukum yang bersangkutan dengan norma – norma kesopanan demi terwujudnya

57 Leden Marpaung, Kejahatan terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, (Jakarta,1996) Hlm. 2

(42)

42

tata susila dan tata tertib dalam kehidupan sosial masyarakat. Secara umum tindak pidana kesusilaan diartikan sebagai tindak pidana yang berhubungan dengan (masalah) kesusilaan (etika). Pernyataan ini menunjukkan bahwa menentukan batasan kesusilaan (kesusilaan) sangat tergantung dengan nilai – nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat.58

2. Jenis Delik Kesusilaan Menurut KUHP

Berdasarkan Pengertian kesusilaan dan delik – delik kesusilaan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tidak semua detik yang disebut dalam kitab undang – undang Hukum Pidana(KUHP) buku II Bab XVI dari pasal 281 sampai dengan 303 bis. Pembahasan akan dibatasi pada delik kesusilaan yang benar – benar berkaitan dengan tingkah laku seksual atau nafsu kelamin.

Sianturi dan djoko prakoso mempunyai pendapat yang relatif sama mengenai delik kesusilaan dalam arti kejahatan kesusilaan yang berkaitan dengan seksual meliputi:

1) Perzinahan di atur dalam pasal (284) KUHP

2) Perkosaan di atur dalam pasal (285) KUHP

3) Persetubuhan dengan wanita dibawah umur diatur dalam pasal 286 sampai dengan 288

4) Pencabulan diatur dalam pasal 289 sampai dengan pasal 294

58 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai kebijakan hukum Pidana, (Bandung,1996)

(43)

43

5) Penghubung percabulan diatur dalam pasal 295 sampai dengan pasal 506.

6) Pencegahan dan pengguguran kehamilan diatur dalam pasal 299, serta pasal 534 dan juga pasal 535

7) Tindak pidana terhadap kesopanan – kesusilaan atau yang menyuru rasa malu seseorang diatur dalam pasal 281 sampai pasal 283 bis, dan pasal 523 sampai dengan pasal 53359

Perbuatan asusila tentang perempuan menurut hukum pidana diantaranya perkosaan Pasal 285 KUHP, Perzinaan Pasal 284, Perdagangan wanita Pasal 297 KUHP yang pada intinya berbunyi barang siapa yang mengancam kesusilaan perempuan secara paksa dengan kekerasan dapat dipidana maksimal penjara dua belas(12) Tahun.60

3. Faktor – faktor terjadinya Tindak Pidana Kesusilaan

Ada berbagai faktor terjadinya suatu tindak kejahatan, sebagai kenyataanya bahwa manusia dalam pergaulan hidupnya sering terdapat penyimpangan terhadap norma – norma, terutama norma hukum. Di dalam pergaulan manusia bersama, penyimpangan hakum ini disebut sebagai kejahatan atau pelanggaran, dan kejahatan itu sendiri merupakan masalah

59 S.R. Sianturi loc.cit, dkk, Perkembangan detik – detik khusus di Indonesia, Aksara Persada Indonesia, cet pertama,1998, Hlm. 37

60 M.Taufiq Widyanto, Perlindungan Hak Perempuan Korban Perbuatan Asusila Ditinjau dari Perspektif Hukum Pidana, Skripsi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,2014, Hlm. 5

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi awal sistem berada pada tekanan dan temperatur rendah, adsorben.. memiliki konsentrasi refrigeran yang tinggi dan vessel lain

20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal pasal 17 ayat 2 dan pasal 18 ayat 3, sudah sangat jelas menyebutkan bahwa status madrasah tidak hanya

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya klarifikasi dan negosiasi dan dengan berakhirnya masa sanggah, untuk itu kami mengundang Direktur Utama / Pimpinan Perusahaan

stimulus alat indra.. 10 dahulu mengolah dan memikirkan kebenarannya secara logis dari sebuah obyek yang ditangkap. Dari kajian perspektif model persepsi menurut Devito,

Lampiran : Undangan Klar ifikasi dan Ver ifikasi Data Kualifikasi Nomor : 05.b/ DKP.17/ POKJA.V/ VI/ 2015. Tanggal : 8

Menyampaikan Surat Lamaran unfuk mengikuti proses seleksi Kelompk Ke[a Unit Layanan Pengadaan Kabupati:n Bengkulu Selatan Tahun Anggaran 2017 yang dilampid Cuniculum

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kualitas pelayanan kesehatan poliklinik adalah tingkat baik buruknya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas rumah

Strategi ini menimbulkan kendurnya pengendalian oleh perusahaan induk (kantor pusat), dan sistem informasi memudahkan desentralisasi dalam pengambilan keputusan strategis