• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, maka tujuan peneliti adalah untuk mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Dalam Mengatasi Gangguan Mental Pelaku Asusila Di LPKA KLAS II Tanjung Pati Kabupaten Lima Puluh Kota” .

15 E. Manfaat Penelitian

1. Sebagai salah satu persyaratan akademis guna menyelesaikan tugas akhir Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi untuk menyelesaikan Gelar Strata Satu (S1)

2. Sebagai bahan bacaan bagi pembaca, terutama yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling islami.

3. Sebagai pengembangan dan pembinaan disiplin ilmu Bimbingan Konseling yang diketahui peneliti.

F. Penjelasan Judul

Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam memahami maksud yang telah terkandung dalam judul, maka penulis perlu menjelaskan istilah yang terdapat dalam judul. sehingga mudah di pahami bagi peneliti maupun pihak pembaca.

Bimbingan Keagamaan: Bimbingan keagamaan diartikan sebagai aktifitas yang bersifat “membantu”, dikatakan membantu karena pada hakikatnya individu sendirilah yang perlu hidup sesuai tuntunan Allah (jalan yang lurus) agar mereka selamat. Pada akhirnya diharapkan agar individu selamat dan memperoleh kebahagiaan yang sejati dunia dan

16

kahirat, bukan sebaliknya kesengsaraan dan kemelaratan di dunian dan akhirat.18

Gangguan Mental : Gangguan mental merupakan kondisi dimana seseorang individu mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi disekitarnya. Ketidak mampuan dalam memecahkan masalah sehingga menimbulkan stress yang berlebih menjadikan kesehatan mental individu tersebut menjadi lebih rentan dan akhirnya dinyatakan terkena sebuah ganggun kesehatan mental.19

Pelaku Asusila : Asusila merupakan perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma – norma atau kaidah – kaidah kesopanan yang cenderung banyak terjadi dikalangan masyarakat, terutama remaja. Menurut pandangan Pancasila pada sila ketiga tindakan asusila merupakan tindakan pelanggaran dan menyimpang dari nilai – nilai moral manusia.Secara umum pengertian asusila seperti berbohong, mencuri, membunuh,

18 Anwar Sutoyo, Bimbingan & Konseling Islam (Teori & Praktik), (Pustaka Pelajar, Yogayakarta,2013) Hlm. 22

19 Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan mental masyarakat indonsesia(pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Volume. 2, No. 2, Hal. 253

17

menyiksa, berjudi, berciuman di tempat umum, telanjang di tengah jalan, dan lain sebagainya.

Segala perbuatan tidak baik pada dasarnya dapat dipidana menurut KUHP, namun tidak semua perbuatan tersebut dijadikan tindak pidana.20

Jadi dapat disimpulkan maksud dari judul penelitian ini suatu keadaan dimana adanya suatu permasalahan di alami klien atau abh (anak berhadapan hukum) terkait bahawa sangatlah penting seorang konselor dalam berperan untuk membantu dalam melakukan pemberian nasihat kepada seseorang yang untuk memecahkan suatu permasalahan yang telah di hadapi. Sehingga nasihat yang telah diberikan berasal dari pengetahuan ataupun suatu keterampilan seseorang untuk menyelesaikan suatu persoalan atau permasalahan. Yang telah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma yang ada, Dan sehingga menggobati sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya, serta belajar memahami dan sekaligus melaksanakan tuntunan Islam( Al –Qur’an dan sunah rasul-Nya).

G. Sistematika Penulisan

Agar mempermudah dalam penulisan skripsi ini, agar lebih jelas peneliti membuat sistematika pembahasan dan penulisan skripsi ini, sistematika tersebut yaitu:

20 Octorina Ulina Sari, “Upaya Perlindungan Korban Perkosaan Ditinjau dari Sudut Pandang Viktimologi” , Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014, Hlm.

4

18

BAB I :Berisi tentang pendahuluan yaitu latar belakang masalah, focus penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul, dan sistematika penulisan.

BAB II :Landasan teori, berisi tentang pembahasan secara teoritis masalah yang ditentukan dalam penelitian ini berupa, Pengertian Bimbingan keagamaan, Fungsi dan Tujuan Bimbingan Keagamaan, Teknik - teknik Bimbingan keagamaan, Pengertian gangguan mental, Penyebab gangguan mental, Bentuk gangguan mental, Pengertian Pelaku Asusila, Jenis delik Kesusilaan menurut KUHP, Faktor – faktor terjadinya Tindak Pidana Kesusilaan.

BAB III :Berisi tentang Metodologi penelitian ini terdapat pembahasan tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, Teknik pengumpulan data, Teknik Analisis data, dan Teknik keabsahan data.

19 BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Bimbingan Keagaaman 1. Pengertian Bimbingan

Secara etimologis bimbingan merupakan terjemahan bahasa inggris dari bahasa Inggris “guidance”. berasal dari kata “guidance” adalah kata dalam bentuk mashdar (kata benda) yang berasal dari kata kerja “to guide”

artinya menunjukkan, membimbing, atau menuntun orang lain ke jalan yang benar.21

Bimbingan merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Artinya aktifitas bimbingan tidak dilaksanakan seacara kebetulan, incidental, tidak sengaja, asal – asalan, melainkan kegaiatan yang dilakukan secara sengaja, berencana, sistematis, dan terarah kepada tujuan.‘‘22

Bimbingan Menurut prayitno dan Erman Amti adalah proses pemberian bantuan yang di lakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak – anak, remaja maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dapat dikembangkan berdasarkan norma – norma yang berlaku.23

21 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,2010), Hlm. 3

22 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), Hlm. 18

23 Payitno, Erman Amti, Dasar – Dasar Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta: Renika Cipta, 2004), Hlm. 99

20

Sedangkan menurut kartini kartono lebih lanjut mengungkapkan bimbingan adalah pertolongan yang diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan dengan pengetahuan pemahaman keterampilan – keterampilan tertentu yang diperlukan kepada orang lain yang memerlukan pertolongan.24dengan membandingkan pengertian tentang bimbingan yang telah dipaparkan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada seseorang atau kelompok secara terus menerus atau sistematis oleh guru pembimbing agar individu tersebut menjadi pribadi yang mandiri.

Konseling berasal dari kata Counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu Consilium yang artinya “bersama” atau “biacara bersama”. Pengertian berbicara bersama, dalam hal ini adalah pembicaraan konselor (counselor) dengan seseorang atau beberapa klien (counselee).25 Atau dalam kamus besar bahasa Indonesia, bahwa konseling merupakan pemberian bimbingan oleh yang ahli pada seseorang dengan menggunakan pendekatan psikologis atau proses pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri meningkatkan dalam memecahkan berbagai masalah.26

Menurut Tohirin, Konseling merupakan bagian dan merupakan teknik dari kegiatan bimbingan. Dalam kegiatan bimbingan konseling merupakan

24 Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar – Dasar pelaksanaannya, (Jakarta: Raja Wali, 1985), Hlm . 9

25 Latipun, Psikologi konseling, Universitas Muhammadiyah Malang, (Malang, 2001), Hlm.4

26Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud RI, (Jakarta, 1993), Hlm,519

21

inti dalam bimbingan. Konseling merupakan pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.27

Menurut Edwin c, lewis dalam Hamdan Bakran Adz-Dzaki konseling adalah suatu proses dimana orang yang bermasalah (klien) dibantu secara pribadi untuk merasa dan berperilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan perilaku – perilaku yang memungkinkannya berhubungan secara lebih efektif dengan diri dan lingkungannya.28

Jadi, konseling merupakan hubungan yang bersifat membantu dalam melakukan pemberian nasihat kepada seseorang yang untuk memecahkan suatu permasalahan yang telah di hadapi. Sehingga nasihat yang telah diberikan berasal dari pengetahuan ataupun suatu keterampilan seseorang untuk menyelesaikan suatu persoalan atau permasalahan.

Kesimpulan dari beberapa uraian, bahwa bimbingan dan konseling merupakan suatu hubungan yang dilakukan dalam rangka memberikan suatu bantuan dalam bentuk suatu masalah atau mencapai suatu tujuan tertentu yang dilakukan secara sengaja dan berkelanjutan.

Menurut Samsul Munir Amin, bahwa menjelaskan Bimbingan Konseling islami adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan

27 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), Hlm. 22

28 Hamdam Bakran Adz-Dzaki, Konseling dan Psikoterapi Islam, fajar pustaka baru, (Yogyakarta, 2002),Hlm.179

22

sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai – nilai yang terkandung di dalam Al-quran dan Hadis Rasulullah kedalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-quran dan hadist29.

Menurut W.S Winkel dalam buku Samsul Munir Amin mengatakan bahwa bimbingan berarti pemberian bantuan kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan – pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan – tuntutan hidup. Bantuan itu bersifat psikis (kejiwaan) bukan “pertolongan” media, dan lain sebagainya. Dengan adanya bantuan ini, seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya sekarang dan menjadi lebih mapan untuk menghadapi masalah yang akan dihadapinya kelak, ini menjadi tujuan bimbingan. Jadi, yang memberikan bantuan menganggap orang lain mampu menuntun dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu mungkin harus digali dan dikembangkan melalui bimbingan.30

Apa bila internalisasi nilai – nilai yang terkandung dalam Al-quran dan hadis telah tercapai dan fitrah beragama itu telah berkembang secara optimal maka individu tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik dengan allah, dengan manusia dan alam semesta sebagai manifestasi dari

29 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,2010), Hlm 23

30 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH,2010), H. 7

23

peranannya sebagai khalifah di muka bumi yang sekaligus juga berfungsi untuk mengabdi kepada allah.31

Dengan demikian, bimbingan di bidang agama islam merupakan kegiatan dari Dakwah islamiah. Karena dakwah yang terarah ialah memberikan bimbingan kepada umat islam untuk betul – betul mencapai dan melaksanakan keseimbangan hidup “fid dunya wal akhirath”32

Bimbingan konseling islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kepada setiap individu agar dapat mengembangkan potensi atau fitrah atau beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai – nilai yang terkandung didalam al-qur’an dan hadis Rasulullah ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan al-qur’an dan hadis.

Pada prinsipnya bimbingan adalah pemberian pertolongan atau bantuan. Bantuan atau pertolongan itu merupakan hal yang pokok dalam bimbingan. Bimbingan merupakan suatu pertolongan yang menuntun.

Bimbingan merupakan suatu tuntunan. Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam memberikan bimbingan bila keadaan menuntut, kewajiban

31 Hallen, Bimbingan Konseling dalam islam, (Jakarta: Ciputat Pers PT Intermasa ,2002), H. 17 - 18

32 Masdar Helmy, Dakwah Dalam Alam Pembangunan, Jilid I (Semarang: Toha Putra,1973)

Hlm. 18

24

dari pembimbing untuk memberikan bimbingan secara aktif, yaitu memberikan arah kepada yang dibimbingnya.33

Kata agama berasal dari bahasa Sanskerts, yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama berarti tidak kacau (teratur).

Dengan demikian agama itu adalah peraturan, yaitu peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun mengenai sesuatu yang gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup bersama.34

Bimbingan dan konseling keagamaan islami dilakukan dengan cara melakukan dialog antara pembimbing dan yang dibimbing, yang baik, yang manusiawi, dalam rangka membuka pikiran, dan hati pihak yang di bimbing akan ayat – ayat Allah, sehingga muncul pemahaman, penghayatan, keyakinan akan kebenaran dan kebaikan syari’at islam, dan mau menjalankannya.35

Bimbingan keagamaan diartikan sebagai aktifitas yang bersifat

“membantu”, dikatakan membantu karena pada hakikatnya inidividu sendirilah yang perlu hidup sesuai tuntunan Allah (jalan yang lurus) agar mereka selamat. Karena posisi konselor bersifat membantu, maka konsekuensinya individu sendiri yang harus aktif belajar memahami dan sekaligus melaksanakan tuntunan Islam (Al-Qur’an dan Sunah rasul-Nya).

33 Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karier), (Yogyakarta: CV Andi Offset,2010). Cet ke -3. H.5.

34Faisal Ismail. Paradigma Kebudayaan Islam : Studi Kritis dan refleksi Historis, (Yogayakarta: Titian IIahi Press: 1997), h.28

35Hamdani Bakran, Konseling & Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka, (Yogyakarta,2001),h.218

25

Pada akhirnya diharapkan agar individu selamat dan memperoleh kebahagiaan yang sejati dunia dan akhirat, bukan sebaliknya kesengsaraan dan kemelaratan di dunia dan akhirat.36

Bimbingan keagamaan yang dilaksanakan tentu mempunyai tujuan yang inigin dicapai. Sebenarnya tujuan bimbingan keagamaan harus relevan dengan dasar pelaksanaannya, yakni mendasarkan pada pandangan terhadap hakekat manusia selaku makhluk individual, sosial, dan makhluk sosial.

Untuk mencapai tujuan tersebut, tentunya harus memenuhi kriteria tertentu, yakni dengan taqwa kepada Allah SWT. kemudian sebagai makhluk sosial manusia mempunyai kecenderungan untuk mengadakan hubungan dengan orang – orang disekelilingnya. Dalam rangka untuk menumbuhkan sikap sosial, maka perlu memberi pertolongan dengan cara menanamkan pendidikan sosial. Pendidikan sosial ini melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku sosial, ekonomi dan politik dalam rangka aqidah islam yang berbentuk ajaran – ajaran dan hukum – hukum agama,37

2. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Keagamaan

Fungsi utama bimbingan keagamaan yang hubungnya dengan kejiwaan tidak dapat terpisahkan dengan masalah – masalah spiritual

36 Anwarr Sutoyo, Bimbingan & Konseling (Teori & Praktik), (Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2013), h.22

37 Arifin, dan Kartikawati, Materi Pokok Bimbingan dan Konseling, (Direktorat Jenderal Pembina Kelembagaan Agama Islam, Jakarta: 1995), h.7

26

(keyakinan). Islam memberi bimbingan kepada individu agar dapat kembali kepada bimbingan Al-Qur’an dan Assunah.38

Fungsi utama bimbingan keagamaan yang hubungannya dengan kejiwaan tidak dapat terpisahkan dengan masalah – masalah spiritual (keyakinan). Islam memberi bimbingan kepada individu agar dapat kembali kepada bimbingan Al-Qur’an dan Assunah. Tujuan bimbingan keagamaan adalah agar fitrah yang dikaruniakan Allah kepada individu bisa berkembang dan berfungsi dengan baik, sehingga menjadi pribadi kaffah, dan secara bertahap mampu mengaktualisasikan apa yang diimaninya itu dalam kehidupan sehari – hari, yang tampil dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum – hukum Allah dalam melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi, dan ketaatan dalam beribadah dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjahui larangan-Nya.39

Tujuan Bimbingan konseling dilakukan dengan tujuan membantu peserta didik dalam memahami diri sendiri, baik sebagai makhluk Tuhan maupun sebagai makhluk sosial.40

Menurut Samsul Munir Amin, Secara rinci bahwa Bimbingan dan konseling islam memiliki beberapa tujuan, disebutkan sebagai berikut.

a. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai

38 Hamdani Bakran, Konseling & Psikoterapi Islam, (Fajar Pustaka, Yogayakarta,2001), h.218

39 Hamdani Bakran, Konseling & Pskoterapi Islam, (Fajar Pustaka, Yogyakarta, 2001), h.

218

40 Akhmad Muhaimin Azzet, “Bimbingan Konseling…Hlm. 11

27

(muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah), dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah).

b. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat, baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial, dan alam sekitarnya.

c. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong – menolong, dan rasa kasih sayang.

d. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.

e. Untuk menghasilkan potensi IIahiah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.41

Berdasarkan beberapa tujuan yang telah disebutkan di atas, bahwa tujuan dari bimbingan dan konseling Islam pada umumnya diharapkan mampu merubah dan membantu peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik dan berakhlakul karimah sehingga mereka dapat melaksanakan tujuan

41 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,2010), Hlm 43

28

hidup di dunia menjadi khalifah dan mendapatkan kesejahteraan didunia dan akhirat.

3. Teknik – teknik Bimbingan Keagamaan

Menurut Hamdani Bakran, Teknik Bimbingan Keagamaan dibagi menjadi 2 yaitu, Pertama, teknik yang bersifat lahir yaitu dengan menggunakan Tangan dan Lisan. Dalam penggunaan tangan tersirat beberapa makna antara lain:

a) Dengan menggunakan kekuatan, power atau otoritas.

b) Keinginan, kesungguhan dan usaha keras.

c) Sentuhan tangan.

Sedangkan teknik dengan menggunakan lisan memiliki makna yang kontekstual yaitu :

a) Nasehat, wejangan, himbauan, dan ajakan yang baik dan benar

b) Pembacaan doa atau berdoa dengan menggunakan lisan.

Kedua, teknik yang bersifat batin, yaitu teknik yang hanya dilakukan dalam hati dengan doa dan harapan. Namun tidak ada usaha dan upaya yang keras secara kongkrit seperti dengan menggunakan potensi tangan dan lisan. Oleh karena itu Rasulullah SAW mengatakan bahwa melakukan

29

perbaikan dan perubahan dalam hati saja merupakan selemah – lemahnya iman.42

B. Gangguan Mental

1. Pengertian Gangguan Mental

Berbagai batasan telah di buat oleh para ahli tentang kesehatan mental. Ada yang berpendapat bahwa sehat mental, adalah terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan ( batasan ini banyak mendapat sambutan di kalangan psikiatri). Ada yang berpendapat bahwa kesehatan mental adalah kemampuan menyesuaikan diri dalam mengahadapi masalah dan kegoncangan – kegoncangan biasa.43

Gangguan mental merupakan kondisi dimana seseorang individu mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi disekitarnya. Ketidakmampuan dalam memecahkan masalah sehingga menimbulkan stress yang berlebih menjadikan kesehatan mental individu tersebut menjadi lebih rentan dan akhirnya dinyatakan terkena sebuah ganggun kesehatan mental.44

Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6 % dari populasi orang dewasa. Berarti

42 Hamdani Bakran, Konseling & Psikoterapi Islam, (Fajar Pustaka, Yogyakarta,2001), h.218

43 Zakiah Daradjat, Islam & Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 2015), Hlm.1

44 Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan mental masyarakat indonsesia(pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Volume. 2, No. 2, Hal. 253

30

dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000 ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional.45

Menurut data Riskedas 2007 angka rata – rata nasional gangguan mental emosional (cemas dan depresi) pada penduduk usia 15 tahun adalah 11,6 % atau sekitar 19 juta penduduk. Sedang gangguan jiwa berat rata – rata sebesar 0,46% atau sekitar 1 juta penduduk. Dari angka yang besar tersebut, penderita gangguan mental yang diberikan fasilitas pengobatan sangatlah sedikit.

Menurut perhitungan utilisasi layanan kesehatan jiwa di tingkat primer, sekunder, dan tersier kesenjangan pengobatan diperkirakan >90% . hal ini berarti bahwa hanya <10% orang dan masalah kesehatan jiwa berdasarkan hasil Riskesdas 2007 tersebut mencapai Rp 20T, merupakan jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya.46

Gangguan kesehatan mental dapat diperoleh semenjak anak dari dalam kandungan maupun ketika seseorang tumbuh dewasa namun dalam perkembangannya ditemui hal – hal yang dapat berdampak pada stress yang berlebihan. Kehidupan yang semakin modern membawa berbagai macam tuntutan yang harus dipenuhi. Bukan hanya karena sifatnya yang

45Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan mental masyarakat indonsesia(pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Volume. 2, No. 2, Hal. 253.

46 Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan mental masyarakat indonsesia(pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Volume. 2, No. 2, Hal. 254.

31

wajib atau penting melainkan keinginan diakui oleh masyarakat menjadikan individu merasa harus mengikuti trend yang sedang berlagsung.

Pendapat yang sejalan juga dikemukakan Chaplin dalam kartono yaitu gangguan mental (mental disorder) ialah sebagai bentuk ketidak mampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. Sumber gangguan atau kekacauan bisa bersifat psikogenis atau organis, mencakup kasus – kasus reaksi psikopatis dan reaksi – reaksi neurotis yang gawat.47

Gangguan kesehatan mental dapat mempengaruhi:

a. Perasan, misalnya: cemas, takut, iri – dengki, sedih tak beralasan, marah oleh hal – hal remeh, bimbang, merasa diri rendah, sombong, tertekan (frustasi), pesimis, putus asa, apatis, dan sebagainya.

b. Pikiran, misalnya: kemampuan berpikir berkurang, sukar memusatkan perhatian, mudah lupa, tidak dapat melanjutkan rencana yang telah dibuat.

c. Kelakuan , misalnya: nakal, pendusta, menganiaya diri atau orang hatinya dan berbagai kelakuan menyimpang lainnya.

47 Suhaimi, Gangguan Jiwa dalam Perspektif Kesehatan Mental Islam, Jurnal Risalah, Vol.

26, No.4, Desember 2015: 195-205, Hlm. 18

32

d. Kesehatan tubuh, misalny: penyakit jasmani yang tidak disebabkan oleh gangguan pada jasmani.48

2. Penyebab Gangguan Mental

Menurut Undang – Undang No. 3 Tahun 1996 yang dimaksud dengan”kesehatan jiwa” adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur kesehatan. Yang dalam penjelasan disebutkan sebagai berikut:

Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat – sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi – segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungnnya dengan manusia lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain. Seseorang yang

“ sehat jiwa atau mental” mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:

1. Merasa senang terhadap dirinya serta.

a. Mampu menghadapi situasi.

b. Mampu mengatasi situsi

c. Puas dengan kehidupannya sehari – hari d. Mempunyai harga diri yang wajar

e. Menilai dirinya secara realitis, tidak berlebih dan tidak pula merendahkan

48 Zakiah Daradjat, Islam & Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 2015), Hlm.1

33

2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta.

a. Mampu mencintai orang lain.

b. Mempunyai hubungan pribadi yang tetap.

c. Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda.

d. Merasa bagian dari suatu kelompok.

3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta.

a. Menetapkan tujuan hidup yang realitis.

b. Mampu mengambil keputusan

c. Mampu menerima tanggung jawab.

d. Mampu merancang masa depan.

e. Dapat menerima ide dan pengalaman baru

f. Puas dengan pekerjaannya.

Diketahui, bahwa penyebab gangguan kejiwaan atau gangguan mental tidak hanya dapat disebabkan salah satu faktor, karena sifat manusia yang utuh dimana sistem dalam diri manusia merupakan sebuah kesatuan oleh karena itu sangat memungkin bahwa penyebab gangguan mental merupakan kombinasi dari ketiga kategori dengan satu kategori sebagai

Diketahui, bahwa penyebab gangguan kejiwaan atau gangguan mental tidak hanya dapat disebabkan salah satu faktor, karena sifat manusia yang utuh dimana sistem dalam diri manusia merupakan sebuah kesatuan oleh karena itu sangat memungkin bahwa penyebab gangguan mental merupakan kombinasi dari ketiga kategori dengan satu kategori sebagai

Dokumen terkait