• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

G. Motivasi Terkait: Stock Split dan Reverse Stock Split 1 Optimal price range hipotesis

I. Penelitian Sebelumnya

Seperti yang telah dijabarkan diatas, terdapat tiga hipotesis utama yang mendasari emiten dalam melakukan stock split dan reverse stock split, antara lain

optimal price range hipotesis, liquidity hipotesis, dan signaling hipotesis.

Optimal price range hipotesis menyatakan bahwa emiten melakukan stock split atau reverse stock split didorong oleh perilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan melakukan stock split atau reverse stock split

dapat menjaga harga saham tetap berada pada tingkat yang optimal sehingga dapat diperdagangkan dengan aktif yang ditandai oleh adanya peningkatan likuiditas.

Likuidity hipotesis berhubungan erat dengan optimal price range. Pada rentang harga ini, baik stock split maupun reverse stock split menghendaki adanya perdagangan yang lebih aktif menuju likuiditas yang lebih tinggi.

Signaling hipotesis, menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif karena manajer perusahaan akan memformulasikan prospek masa depan yang baik dari perusahaan kepada publik. Hal ini ditandai dengan adanya

abnormal return yang positif. Lain halnya dengan reverse stock split yang dinilai membawa sinyal negative akan adanya future earnings dan kinerja perusahaan yang buruk, sehingga terdapat abnormal return yang negative di sekitar pengumuman reverse stock split.

Terdapat beberapa penelitian yang mendukung dan tidak mendukung hipotesis-hipotesis tersebut. Salah satu penelitian yang tidak mendukung hipotesis-hipotesis tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Wang Sutrisno (2000) pada periode Juli 1995-Juli 1997, menghasilkan bahwa aktivitas split

mempuyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap likuiditas saham ditandai dengan semakin besarnya persentase spread secara keseluruhan baik ditinjau secara individual maupun sebagai sebuah portofolio. Namun, split tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap varians saham dan abnormal return baik ditinjau secara individual maupun sebagai sebuah portfolio.

Penelitian Ade Wirman (2002) juga menghasilkan hasil yang tidak sesuai dengan optimal price range dan liquidity hipotesis pada stock split. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stock split mempunyai pengaruh terhadap likuiditas saham di pasar modal. Namun, stock split bukan alternative yang tepat dalam meningkatkan likuiditas saham perusahaan. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa sebagian besar perusahaan yang melakukan stock split, likuiditas saham perusahaan justru menurun jika dibandingkan antara sebelum stock split.

Penelitian Julita (2002) mendukung kebenaran dari signaling hipotesis. Penelitian ini menyelidiki apakah terdapat perubahan pada return saham dan laba perusahaan setelah pengumuman stock split. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

stock split tetap direspon secara positif oleh pasar. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan laba yang diproksikan dengan Earning Per Share (EPS) dan

abnormal return yang positif.

Penelitian Zidny Rahmawati (2005) mendukung adanya optimal price range

dan liquidity hipotesis pada stock split, namun tidak signaling hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan pada tahun 2003, stock split ternyata tidak cukup efektif untuk meningkatkan return saham, meskipun volume perdagangan saham mengalami peningkatan sesudah stock split, sehingga perlu bagi perusahaan untuk

tetap membagikan deviden agar investor tidak beralih pada saham perusahaan lain yang lebih menguntungkan.

Penelitianserupa dilakukan oeh Achmad Rifa’i dan Rudi Handoko (2005) yang meneliti tentang pengaruh stock split terhadap tingkat return: studi mengenai pasar bentuk setengah kuat di BEJ yang menyimpulkan bahwa pengaruh informasi stock split terhadap return saham lebih kuat terjadi pada perusahaan yang tercatat tidak membayarkan deviden tunai daripada perusahaan yang melakukan pembayaran deviden sebelumnya. Hal ini ditandai dengan abnormal return positif disekitar pengumuman pada perusahaan yang tercatat tidak membayarkan deviden tunai sangat signifikan pada tingkat 1%. Sedangkan pada perusahaan yang melakukan pembayaran deviden sebelumnya abnormal return

positif disekitar pengumuman signifikan pada tingkat 10%. Berarti hasil tersebut sesuai dengan signaling hipotesis yang menyatakan adanya abnormal return yang positif akibat pengumuman stock split.

Penelitian yang menyelidiki stock split dan reverse stock split secara bersama pada bursa efek Indonesia adalah penelitian Melinda Savitri dan Dwi Martani (2006). Penelitian ini menyelidiki pengaruh dari stock split dan reverse split

terhadap return saham dan volume perdagangan pada Bursa Efek Jakarta selama 2001-2005. Penelitian ini menganalisis abnormal return dan volume perdagangan selama periode pengamatan dan hubungan return saham dengan profitability,

laverage, dan volume perdagangan. Penelitian ini menemukan adanya abnormal return positif dan signifikan pada tanggal pengumuman dan lima hari sebelumnya dengan = 10% pada sampel stock split. Untuk sampel reverse stock split,

terdapat abnormal return negatif dan signifikan pada tanggal pengumuman dengan = 5%. Tiga hari sebelum tanggal pengumuman juga ditemukan

abnormal return negatif dan signifikan. Selain itu, ditemukan perbedaan yang signifikan pada volume perdagangan sebelum dengan sesudah stock split dan

reverse split. Volume perdagangan dan profitability yang diwakili oleh Return On Assets (ROA) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham tetapi

Debt to Equity Ratio (DER) tidak.

Penelitianreverse stock splitpada bursa efek luar negeri dilakukan oleh Lihua Jing (2002). Penelitian ini bertujuan untuk melihat reaksi pasar karena adanya

reverse split pada bursa efek Hongkong selama 1991-2001. Lihua Jing menemukan bahwa terdapat abnormal return negatif sebesar -1,86% pada hari sebelum pengumuman reverse stock split pada perusahaan kecil di Hongkong. Hal ini mengidentifikasikan adanya kebocoran informasi sebelum pengumuman saham. Jumlah CAR selama periode sebelum dan sesudah reverse stock split

adalah -14,97%.

Penelitian ini juga menyelidiki perubahan volume perdagangan akibat reverse stock split. Pada penelitian ini ditemukan bahwa volume perdagangan meningkat signifikan akibat reverse stock split. Hasil ini menunjukkan bahwa reverse split

dapat meningkatkan likuiditas saham. Hal ini sesuai dengan optimal price range

dan liquidity hipotesis yang mendasari dilakukannya reverse stock split.

Penelitian pada bursa efek Canada dilakukan oleh Vijay Jong dan Peng Cheng Zhu (2004). Penelitian ini menganalisis pengaruh dari stock split, reverse split dan stock deviden pada Bursa Efek Canada selam 30 tahun. Penelitian ini

difokuskan pada periode 60 bulan sebelum dan 60 bulan sesudah “bulan event” terjadinya stock split, reverse split dan stock deviden dan menyelidiki perubahan pada return saham, Earning Per Share (EPS), beta, volume perdagangan, jumlah transaksi dan P/E ratio akibat event-event tersebut.

Dengan menggunakan analisis jangka panjang, penelitian ini menunjukkan bahwa stock split terjadi pada saat pasar dalam keadaan ”bull” dimana terjadi kenaikan harga dengan adanya abnormal return. Abnormal return yang tertinggi terjadi selama periode sebelum split.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stock split membawa saham pada

optimal piece range dimana terjadi peningkatan signifikan pada volume perdagangan dan jumlah transaksi dalam periode split. Selanjutnya penelitian ini menemukan adanya peningkatan permanen pada EPS selama periode split dan volume per transaksi menurun yang disebabkan adanya peningkatan jumlah pemegang saham individual. Sebagai tambahan, perubahan permanen juga ditemukan pada P/E rasio dalam kedua periode.

Penelitian yang dilakukan oleh Satyajit Dhar dan Sweta Chhachharia (2008) pada bursa efek India juga membuktikan adanya abnormal return yang positif disekitar pengumuman stock split. Penelitian ini menguji pengaruh pengumuman stock split dan bonus issue pada pasar saham India selama periode April 2000 sampai dengan Maret 2007. Metodologi yang digunakan adalah studi peristiwa dengan 81 hari periode window. Penelitian ini menemukan Avarege Abnormal Return (ARR) positif sebesar 1,8% akibat bonus issue dimana dinilai cukup tinggi dan signifikan dengan tingkat 0,01%. Sedangkan stock split

mengakibatkan ARR positif sebesar 0,8% dan sangat signifikan dengan tingkat 0,01%. Hasil ini sesuai dengan ekspiektasi bahwa pasar saham India efisien setengah kuat serta mendukung hipotesis signaling teori.

Dokumen terkait