• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN SENDIRI

3.1 Latar Belakang Penelitian

Hubungan antara Refluks Gastroesofageal (RGE) dengan asma sejak lama telah diketahui. Dalam bukunya ”The Principles and Practice of Medicine” pada tahun 1892, Sir William Osler pertama kali menyatakan bahwa pengisian berlebihan lambung dan komsumsi makanan tertentu dapat memicu serangan asma. RGE sendiri merupakan suatu keadaan di mana asam dari dalam lambung bergerak naik kembali ke esofagus. Refluks terjadi jika kerja otot di esofagus atau mekanisme protektif lainnya mengalami kegagalan (Seaton, 2000. Manan, 2001). Refluks gastroesofageal dapat merupakan proses yang bersifat fisiologis dan bersifat asimtomatik. Tetapi proses refluks yang berulang-ulang dengan pajanan asam lambung diesofagus yang berlangsung lama akan bersifat patologis dan menimbulkan keluhan dan atau lesi mukosal dan disebut sebagai Penyakit Refluks Gastroesofageal (PRGE). Simtom RGE akan timbul bila sudah terdapat kelainan pada mukosa esofagus . Simtom yang khas dan paling sering dijumpai yaitu heart burn dan regurgitasi. Bila kedua simtom ini paling dominan dikeluhkan penderita maka diagnosa PRGE memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 89-95% (Kahrilas, 2002. Lodi, 1997. Tarigan, 2001). RGE sebagai pencetus asma perlu dipikirkan jika gejala asma yang timbul sulit dikontrol dengan obat-obat asma yang biasa dipakai (Mittal, 1996). Teori Osler tentang hubungan kausa antara gangguan lambung dan serangan asma tersebut tidak mendapat perhatian selama hampir satu abad (Devault, 2003).Pada tahun 1967, Urschel dan Paulson melaporkan bahwa dari 636 pasien yang dijadwalkan untuk menjalani operasi untuk PRGE, 60% di

antaranya ternyata memiliki gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit paru (Castel, 1995).

Sejak saat itu banyak studi yang dilakukan terhadap simtom RGE diantara penderita asma. Hasil studi-studi selanjutnya mendapatkan prevalensi yang bervariasi antara 34 hingga 89% (Studi di Eropa & Amerika utara 50-72% 7 Field dkk 1996 77% (Harding, 1997), Vincent dkk dan Sontag dkk 32 - 82% (Harding, 1996. Stein, 2001) ,tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan RGE dan populasi yang diteliti. Suatu laporan oleh Harding dkk 2000 12 Sontag Irwin dkk (Field, 1996. Harding, 1999) bahkan mendapatkan bahwa penderita asma yang tidak menunjukkan adanya gejala-gejala refluks seperti heartburn dan regurgitasi asam memiliki prevalensi PRGE 62% dan 25 -50% untuk hasil yang abnormal dari pemeriksaan pH esofagus 24 jam. Studi di Thailand mendapatkan prevalensi Simtom RGE dan kontrol 57% dan 42% yang berarti penderita asma memiliki prevalensi lebih tinggi dari grup kontrol tapi tidak signifikan secara statistic (Harding, 1999). Penelitian terbaru di RS Persahabatan Jakarta mendapatkan sebanyak 80.6% dan 100% pasien Asma Persisten Sedang mengalami heartburn dan regurgitasi dengan 50% diantaranya terbukti esofagitis erosif (esofagitis refluks) secara endoskopi (Sontag, 1990) . Studi oleh Tug & Bahcecioglu mendapatkan tidak ada asosiasi yang signifikan antara beratnya asma dengan klinis dan kerusakan patologis RGE yang terjadi (Harding, 1999)tetapi sayangnya data di Medan belum ada .

Tertarik dengan hal tersebut diatas kami ingin mengetahui Prevalensi Simtom RGE dan hubungannya dengan berat asma dengan frekwensi Simtom RGE di Poli Pulmonogi & Alergi Imunologi Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik Medan

3.2 Perumusan Masalah

Dari uraian diatas :

3.2.1 Adanya simtom Refluks Gastroesofageal (RGE) pada penderita asma sejak lama telah diketahui tetapi selama ini kurang mendapat perhatian

3.2.2 Simtom RGE yang tidak mendapatkan terapi yang adekuat dapat menyebabkan perburukan gejala asma sehingga terjadi kegagalan dalam terapinya

3.2.3 Hasil studi sebelumnya di berbagai tempat menunjukkan prevalensi Simtom RGE yang tinggi sementara data di Medan belum ada .

3.3 Hipotesa

3.3.1 Prevalensi Simtom RGE lebih tinggi pada Penderita Asma

3.3.2 Ada hubungan antara beratnya asma dengan Simtom RGE

3.4 Tujuan Penelitian

3.4.1 Untuk mengetahui Bagaimana Prevalensi Simtom RGE pada Penderita Asma

3.4.2 Untuk mengetahui hubungan antara beratnya asma dengan Simtom RGE

3.5. Manfaat Penelitian

3.5.1. Dengan mengetahui Prevalensi Simtom RGE pada Penderita Asma maka kepada setiap penderita asma nantinya dapat ditentukan apakah perlu diberi perhatian khusus terhadap kemungkinan adanya simtom RGE

dengan peningkatan kualitas penanganan terhadap penderita Asma sesuai dengan derajat beratnya dan pencegahan komplikasi simtom RGE berupa PRGE, esofagitis, ulserasi, striktur, perdarahan, Barrett’s esophagus dan malignansi

3.5.3. Dapat menjadi data dasar guna penelitian lebih lanjut tentang simtom RGE dan asma dimasa mendatang .

3.6. Kerangka Konsep

3.7. Kerangka Teori

3.8. Bahan dan Cara

3.8.1 Disain penelitian

Penelitian bersifat deskriptip analitik dengan metode pengumpulan data secara cross sectional (potong lintang).

3.8.2 Defenisi operasional

a) Simtom RGE : Adanya simtom gejala berupa heartburn dan regurgitasi dalam bentuk skor frekwensi RGE, skor keparahan dan skor RGE total yang didapat melalui wawancara dengan mempergunakan kwesioner .

b) Heartburn : yaitu perasaan seperti dada terbakar, dibelakang tulang dada, terutama dirasakan setelah makan atau saat berbaring.

c) Regurgitasi : perasaan seperti kembalinya isi lambung atau disertai sendawa dan atau rasa asam dimulut

d) Penderita asma : Riwayat & hasil pemeriksaan medis sebelumnya sesuai dgn diagnosa asma dan peningkatan nilai APE > 15% setelah inhalasi dgn bronkodilator

d) Beratnya asma: dibagi dalam 3 klasifikasi derajat Asma

persisten ringan,sedang & berat menurut GINA 2005 (Tabel 3) e) Kontrol (Non Asma) : Subjek yang pada anamnese,

pemeriksaan fisik bukan penderita Asma dan penyakit lain yang sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan dalam penelitian.

Tabel 3 . Klasifikasi derajat asma menurut GINA 2005 (The NHLBI/WHO Workshop Report, 2005). D e r a j a t A s m a G e j a l a S i a n g G e j a l a M a l a m % APE /FEV1 Var. APE Terbaik Intermiten • < 1 x / mgg

• Asimtomatik & APE

≤ 2

kali/bln < 20% ≥ 80%

N selama serangan Persisten Ringan • 1 kali /mgg tapi < x/hr • Serangan dpt mengganggu aktifitas > 2 kali/bln 20-30% ≥ 80% Persisten Sedang • Tiap Hari • Serangan mengganggu aktifitas > 1 kali/mgg > 30% 60%-80% Persisten Berat • Terus Menerus

• Aktifitas fisik terbatas

sering

> 30% ≤ 60%

3.8.3 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret s/d Juni 2012 atau sampai jumlah sampel memenuhi target di Poliklinik Pulmonologi dan Alergi Imunologi dan Poliklinik pria/wanita Penyakit Dalam di RSUP H Adam Malik Medan.

3.8.4 Subjek penelitian

Penderita asma persisten ringan,sedang dan berat yang berobat ke Poliklinik Pulmonologi & Alergi imunologi Penyakit Dalam di RSUP H Adam Malik Medan, sebagai kontrol dipergunakan pasien non asma sesuai kriteria dimaksud yang berobat di poliklinik pria/wanita .

3.8.5 Kriteria yang dimasukkan

1. Riwayat dan pemeriksaan sebelumnya sesuai dengan diagnosa asma .

2. Usia 16 tahun keatas

3. Bersedia mengikuti penelitian dan mengisi informed consent. 4. Tidak merokok

3.6.6 Kriteria yang dikeluarkan

1) Sedang mengalami eksaserbasi akut sedang-berat 2) PPOM

3) Obesitas (BMI>30kg/m2 4) Wanita Hamil

)

5) Riwayat penyakit esofagus seperti akalasia,striktura dan Karsinoma

3.6.7 Jumlah sampel

Rumus yang digunakan:

n1 = n2 = [ Z(0.5-α). √ 2 P1Q1 + Z(0.5-β). √ 2 P1Q1- P2 Q2] ( P 2 1 - P2 )2 (0.15) {1.96x(2. 0.57x0.43 + 1.282) . 2. 0.57 0.43-0.421 x 0.579

= 43.19  43 orang (minimal sampel 43 orang untuk masing masing kelompok)

2

dimana:

Z(0.5-α).=nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α= 0,05  Z(0.5-α)=1.96

Z(0.5-β).=nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan. Untuk β = 0,10  Z(0.5-β)=1.282

P2 Q

= prevalensi RGE pada non asma=0.42 (Stein,2001) 2 = 1- P2 P = P = 0.579 1 + P2 Q = 1-P =1-0.445 = 0.555 /2 = (0.57+0.421)/2 = 0.445

P1-P2 = perbedaan yg masih bisa ditolerir = 0.15

3.6.8 Cara Penelitian

Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberi penjelasan tentang prosedur dan tujuan studi yang akan dilaksanakan . Setelah menandatangani informed consent dilakukan pengisian status penelitian berupa data demografik berupa usia,jenis kelamin,berat badan tinggi badan dan indeks massa tubuh. Lalu seluruh subjek menjalani pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan alat mini-Wright Peak Flow Meter sebelum dan sesudah Inhalasi dengan B2 Agonis kerja cepat Fenoterol (Berotec Inh MDI) 400 µg dalam rangka penegakan diagnosa dan penentuan tingkat beratnya asma . Kemudian baik subjek maupun kontrol mengisi kwesioner simtom RGE (adopsi dari Dent dan Chinese GERD Study Group) yang berisi pertanyaan mengenai berapa sering dan bagaimana berat ringan simtom RGE yang dialami untuk mendapatkan ;skor frekwensi RGE (0=tidak pernah, 1=<1 hari seminggu, 2=1 hari seminggu, 3=2-3 hari seminggu, 4=4-6 hari seminggu dan 5=setiap hari) dan skor keparahan (0=tidak pernah, 1=sangat ringan, 2=ringan, 3=sedang, 4=sedikit berat dan 5=berat) . Hasil skor frekwensi dan skor keparahan dijumlahkan untuk mendapatkan skor RGE total (Chinese GERD Study, 2004. Dent, 2000).

3.6.9 Analisa data

Nilai deskriptif untuk variabel kuantitatif dicatat dalam bentuk mean ± standar deviasi (SD). Untuk melihat perbandingan Prevalensi Simtom RGE pada penderita asma dan kontrol digunakan chi-square test

pada tingkat kemaknaan (α=0.05) . Uji Anova untuk menilai perbedaan antara beratnya asma dengan skor frekwensi, skor keparahan dan skor RGE total dan apabila bermakna dilanjutkan analisa Post Hoc untuk melihat dimana letak perbedaan tersebut . Untuk menilai sejauh mana hubungan antara beratnya asma dengan skor simtom RGE digunakan uji korelasi Pearson dengan alternatif Uji non parametrik Spearman apabila tidak memenuhi syarat . Uji Prosesing dan analisa data dengan menggunakan program SPSS 11.5. Dikatakan bermakna secara signifikan apabila p < 0,05 .

Dokumen terkait