• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

2.10 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Pribadi (2005) di Kawasan Agropolitan Cianjur mengemukakan bahwa Program agropolitan sejauh ini berdampak positif yaitu mampu meningkatkan nilai tambah terutama dari biaya transportasi yang lebih rendah. Namun, pengembangan kawasan agropolitan tanpa memperhatikan keterkaitan sosial ekonomi aktual yang terjadi antar hirarki wilayah di dalam

kawasan, akan menyebabkan terjadinya inefisiensi dan pemborosan anggaran pembangunan. Hal ini karena, pada akhirnya banyak sarana-prasarana penunjang pertanian yang telah dibangun tidak dimanfaatkan secara optimal dan bahkan biaya pemeliharaannya justru menjadi beban masyarakat. Pemanfaatan yang tidak optimal ini terjadi karena lokasi penempatan fasilitas yang tidak sesuai dengan pola aktivitas sosial ekonomi yang telah berkembang, dan apabila masyarakat harus dipaksakan untuk memanfaatkannya maka yang terjadi adalah aktivitas ekonomi masyarakat justru menjadi tidak efisien dan kurang menguntungkan.

Pola jaringan jalan yang bersifat denritik kurang bisa mendorong pengembangan kawasan perdesaan karena setiap unit wilayah desa harus langsung berinteraksi dengan kawasan yang memiliki kapasitas skala ekonomi (economic of scale) yang lebih besar. Akibatnya dalam konteks transaksi antar wilayah, desa tidak mempunyai bargaining position yang kuat. Pola jaringan yang bersifat

networking antar desa harus diperkuat, tetapi tidak harus dalam bentuk jalan beraspal yang di-hotmix agar biaya pembangunannya tidak terlalu mahal. Jalan- jalan desa yang bisa dilalui oleh motor ataupun kendaraan bak terbuka sudah mencukupi untuk membangun jalur transportasi antar desa.

Sektor petanian sebagai sektor andalan di Kawasan Agropolitan Cianjur pada dasarnya sangat tergantung pada terjaganya kualitas lingkungan. Namun pada kenyataanya, kemampuan alami lahan di Kawasan Agropolitan Cianjur sudah mulai menurun karena usaha tani yang intensif pada lahan sempit dengan pola multiple cropping tanpa pernah mengistirahatkan lahan. Sementara ketersediaan air di kawasan agropolitan juga sudah mulai terganggu karena maraknya alih fungsi lahan menjadi villa dan bangunan. Kondisi ini akan mengancam keberlanjutan dari pengembangan kawasan agropolitan.

Akses petani terhadap lahan ternyata semakin berkurang dengan berkembangnya infrastruktur wilayah (listrik dan sarana jalan), meningkatnya kepadatan penduduk, aksesibilitas yang dekat dengan kota (Jakarta dan Bogor), banyaknya penduduk miskin dan pengangguran di perdesaan, serta lemahnya kapasitas social capital dalam masyarakat. Pembangunan infrastruktur wilayah

(listrik dan sarana jalan) justru membuat akses kota lebih dominan daripada akses desa terhadap kota dan mengarah pada hubungan yang eksploitatif.

Hasil studi dari Satuan Kerja Pengembangan Prasarana dan Sarana Desa Agropolitan Departemen Pekerjaan Umum (2005), mengemukakan bahwa Program yang telah dilaksanakan dalam rangka pengembangan rintisan kawasan Agropolitan, sejak tahun pertama fasilitasi (tahun 2002) sampai dengan tahun ke 3 fasilitasi (tahun 2004) di 8 daerah rintisan agropolitan secara umum belum mengarah pada syarat pengembangan kawasan agropolitan. Sebagian besar masih pada pengembangan kawasan sentra produksi pertanian. Beberapa program belum dilaksanakan secara terpadu guna mendukung pengembangan kawasan, namun masih berjalan sendiri-sendiri sehingga nuansa keterkaitan dan keharmonisan program belum dirasakan oleh masyarakat.

Hasil identifikasi dan inventarisasi tim survey menemukan beberapa permasalahan utama dalam mengimplementasikan program-program dari masing- masing sektor dan bidang sebagai berikut:

a. Tingkat partisipasi masyarakat masih rendah karena kurang dilibatkannya masyarakat dalam hal perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi;

b. Pemasaran produk pertanian yang berkaitan dengan informasi harga, fluktuasi harga dan kontinuitas pasar produk, merupakan permasalahan esensial yang perlu segera di atasi mengingat akses informasi mengenai masalah ini sangat minim;

c. Rendahnya ketrampilan bisnis (jiwa entreprenuership) dari masyarakat sehingga perlu penanganan melalui pendidikan informal dan pelatihan- pelatihan;

d. Infrastruktur terutama jalan, jembatan, showroom, pusat data dan informasi serta outlet produk pertanian dan hasil olahan pada saat ini masih kurang baik kuantitas maupun kualitasnya;

e. Masih rendahnya peran usaha besar dan menengah dalam berinvestasi di sektor tanaman pangan pada kawasan agropolitan;

f. Masih belum samanya persepsi dari semua elemen yang terlibat dalam pengembangan kawasan agropolitan. Hal ini berakibat belum konsisten

dan sinergisnya program yang dilaksanakan baik dari pusat, provinsi maupun kabupaten.

Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, adalah dalam penelitian ini tidak saja menggunakan analisis deskriptif seperti pada penelitian terdahulu tetapi juga diperkuat dengan analisis kuantitatif. Disamping itu dalam penelitian ini diterapkan suatu metode baru dalam mengidentifikasi dan merumuskan strategi pembangunan dengan menggunakan metode Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development (RALED).

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Agropolitan adalah konsep pembangunan perdesaan yang mengintegrasikan pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan konsep pembangunan yang mengutamakan partisipasi (participation) dan kemitraan (partnership) yang mengarah pada pembangunan dari dan untuk rakyat. Agropolitan didasari pada konsep pengembangan wilayah dengan menekankan pada pembangunan infrastruktur, kelembagaan dan permodalan/investasi.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengembangan agropolitan meliputi pengembangan agribisnis komoditas unggulan, pembangunan agroindustri, dan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan. Sasarannya adalah infrastruktur pendukung produksi pertanian, pengolahan hasil dan pemasaran, serta pemukiman terbangun secara memadai dan setara infrastruktur kota; kelestarian lingkungan terjaga; penguatan kelembagaan; perekonomian perdesaan tumbuh berkembang; dan produktivitas pertanian meningkat.

Apabila hal ini dapat dicapai, maka akan terbentuk kota di daerah perdesaan dengan sarana dan prasarana permukiman setara kota dengan kegiatan pertanian sebagai kekuatan penggerak perekonomian perdesaan. Multiplier effect

selanjutnya adalah terbukanya lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, mengurangi pengurasan sumberdaya alam dan urbanisasi dari desa ke kota, disparitas perkembangan desa-kota dapat ditekan, dan pembangunan dapat dirasakan lebih adil dan merata.

Pengembangan agropolitan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui percepatan pembangunan wilayah.Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat apakah pengembangan agropolitan yang dilaksanakan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani dan perekonomian wilayah atau belum. Selanjutnya akan diidentifikasi kebijakan seperti apa yang dapat mendorong pengembangan ekonomi kawasan agropolitan ke depan. Secara garis besar kerangka pemikiran umum tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Penelitian

3.2. Kerangka Pendekatan Operasional

Di setiap wilayah/daerah selalu terdapat sektor-sektor yang bersifat strategis akibat besarnya sumbangan yang diberikan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan aspek spatial-nya. Perkembangan sektor strategis tersebut akan memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan. Dampak tidak langsung terwujud sebagai akibat perkembangan kegiatan sektor tersebut yang berdampak kepada berkembangnya sektor-sektor lainnya, dan secara spatial berdampak secara luas di seluruh wilayah sasaran.

Pada tahap awal akan dilakukan analisis Location Quotient (LQ) untuk mengetahui karakteristik pemusatan aktivitas di Provinsi Gorontalo dan di daerah

AGROPOLITAN Pengembangan Wilayah Pemberdayaan Masyarakat Agribisnis Infra- struktur Agroindustri Konservasi Produksi Pertanian Kelestarian Lingkungan Ekonomi Perdesaan Kelem- bagaan Pendapatan Masyarakat Pembangunan Wilayah Apakah terjadi peningkatan ? Identifikasi Kebijakan Belum Ya

contoh yaitu kabupaten Pohuwato sebelum dan sesudah program agropolitan. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui pusat-pusat aktivitas sektor terutama di kabupaten Pohuwoto sebagai kawasan agropolitan sebelum dan sesudah pemekaran. Pergeseran pusat-pusat aktivitas antara sebelum dan sesudah program akan memberikan gambaran sektor mana saja yang kinerjanya mengalami penurunan, sektor yang kinerjanya tetap unggul dan sektor yang muncul sebagai sektor unggulan baru.

Analisis ini selanjutnya dilengkapi dengan analisis Shift-share yang dapat menunjukkan seberapa besar dinamika perekonomian wilayah dan sektor-sektor ekonomi Provinsi Gorontalo berpengaruh terhadap sektor ekonomi di kabupaten Pohuwato sebelum dan sesudah program agropolitan. Kedua analisis ini akan memberikan informasi keunggulan komparatif dan kompetitif dari sektor-sektor perekonomian di Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Pohuwato baik sebelum dan sesudah program agropolitan.

Kedua analisis diatas kemudian dilengkapi dengan analisis deskriptif terhadap perkembangan PDRB di kedua wilayah tersebut. Analisis deskriptif ini penting untuk mengetahui pola pola perkembangan ekonomi wilayah sebelum dan sesudah program agropolitan.

Dari ketiga analisis pertama ini diharapkan dapat diperoleh gambaran sampai sejauh mana program pengembangan agropolitan berperan terhadap perekonomian wilayah.

Sementara itu untuk mengetahui dampak langsung dari pengembangan agropolitan terhadap masyarakat terlebih khusus pendapatan masyarakat petani, maka akan dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner.Karena pertimbangan kesulitan dalam menggali informasi tentang pendapatan masyarakat petani sebelum pelaksanaan agropolitan maka perbandingan pendapatan dilakukan dengan kawasan yang belum tersentuh program agropolitan dengan menggunakan analisis uji beda rata-rata t- student.

Selain itu analisis terhadap tingkat partisipasi masyarakat juga akan dilakukan terhadap proses pelaksanaan pembangunan kawasan agropolitan. Tingkat partisipasi masyarakat tersebut akan dilihat berdasarkan indikator- indikator tertentu menurut tangga partisipasi yang dikemukakan oleh Arnstein.

Analisis tingkat partisipasi ini akan menggambarkan derajat partisipasi masyarakat dalam pengembangan agropolitan.

Dalam mengembangkan ekonomi kawasan agropolitan, seringkali pemerintah ingin membenahi semua aspek yang terkait dalam kawasan. Disisi lain pemerintah mempunyai keterbatasan dalam kemampuan dan dana, sehingga diperlukan skala prioritas dalam pengembangan kawasan agropolitan agar dapat lebih terarah dan efisien untuk mengembangkan ekonomi wilayah. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah yang disebut sebagai faktor pengungkit akan dilakukan analisis Heksagonal Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL). Analisis ini digunakan untuk mengetahui kondisi ekonomi kawasan agropolitan, sehingga dapat diketahui aspek mana saja yang menjadi prioritas untuk dibenahi. Heksagonal PEL terdiri dari 6 aspek yaitu : (1) kelompok sasaran, (2) faktor lokasi, (3) kesinergian dan fokus kebijakan, (4) pembangunan berkelanjutan, (5) tata kepemerintahan, dan (6) proses manajemen. Untuk melihat faktor-faktor pengungkit dalam Heksagonal PEL digunakan teknik Rapid Assessment for Local Economic Development

(RALED). Analisis ini menggunakan data primer berupa persepsi dari semua stakeholder yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan.

Gambar 4 Kerangka Pendekatan Operasional Analisis SSA Data PDRB Prov.Gorontalo Peran dan Pertumbuhan Aktivitas eko Wil. contoh Analisis LQ SETELAH AGROPOLITAN Peran dan Pertumbuhan Aktivitas eko regional SEBELUM AGROPOLITAN Analisis beda pendapatan Analisis Par- tisipasi Masy Analisis Heksagonal PEL

Uji t-student Analisis Kualitatif RALED Peran Masyarakat dalam Agropolitan Identifikasi Prioritas Kebijakan Data PDRB Kab.Boalemo Data PDRB Prov.Gorontalo Data PDRB Kab.Pohuwato Analisis LQ Analisis LQ , MS, ML Analisis LQ , MS, ML Analisis SSA Analisis SSA Analisis SSA Peran dan Pertumbuhan Aktivitas eko regional Peran dan Pertumbuhan Aktivitas eko Wil.contoh Data Primer Melalui kuesioner Dampak terhadap Pendapatan Masyarakat Dampak agropolitan Berdasar data sekunder

Dampak agropolitan Berdasar data primer

Pengembangan ekonomi Kawasan agropolitan

3.3. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian dapat diajukan sebagai berikut :

1. Diduga kontribusi komoditi unggulan jagung menonjol terhadap ekonomi wilayah Provinsi Gorontalo

2. Pengembangan agropolitan basis jagung memberikan dampak positif terhadap tingkat pendapatan petani.

IV. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk melengkapi analisis kuantitatif yang fokus pada aspek output dan outcome. Selanjutnya, untuk aspek proses pengembangan agropolitan akan dijelaskan secara deskriptif.

4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Gorontalo yaitu di Kabupaten Pohuwato yang merupakan daerah pengembangan kawasan agropolitan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2007 hingga bulan Agustus 2008, meliputi tahapan persiapan hingga pelaporan.

Gambar 5 Lokasi Penelitian

4.2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang diuraikan sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapang dan wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan kuesioner di kawasan agropolitan dan di kawasan yang belum terpengaruh program agropolitan. Disamping itu untuk data

Lokasi Penelitian

stakeholder digunakan data seluruh stakeholder yang terkait dengan pengembangan ekonomi kawasan agropolitan.

2. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti BPS, Dinas Pertanian, Bappeda, Dinas Prasarana dan Pemukiman dan instansi-instansi terkait lainnya yang telah tersedia dalam bentuk dokumen dan studi literatur.

4.3. Metode Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini digunakan dua tahap pengambilan sampel (multistage sampling) (Juanda, 2007). Dimana untuk penentuan lokasi kecamatan agropolitan dan non agropolitan metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu berdasarkan penetapan kawasan agropolitan dan ketersediaan infrastruktur pendukung agropolitan. Selanjutnya penarikan sampel dilakukan secara acak di masing-masing kecamatan. Responden adalah petani yang mengusahakan komoditas unggulan kawasan agropolitan yaitu komoditas jagung. Jumlah responden petani adalah sebanyak 60 orang, dimana 30 orang responden berasal dari kawasan agropolitan dan 30 orang lainnya berasal dari kawasan non agropolitan.

Untuk sampel stakeholder, pengambilan sampel dilakukan kepada seluruh

stakeholder yang tergabung dalam forum kemitraan PEL yang sudah terbentuk di daerah penelitian yang terdiri dari usahawan (swasta dan perbankan), (eksekutif dan legislatif), Organisasi Masyarakat (LSM, media massa, organisasi sosial lainnya), Perguruan Tinggi. Pengumpulan data dengan mengguankan kuesioner dilakukan secara partisipatif dalam suatu focus group discussion (FGD).

Analisis Data 1 Menganalisis dampak pengembangan agropolitan terhadap perekonomian wilayah Keragaan Struktur Perekonomian wilayah PDRB, Pertumbuhan PDRB, Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian, Pertumbuhan penduduk, Pertumbuhan angkatan kerja, Peningkatan Investasi

- Analisis LQ, MS, ML - Analisis SSA - Analisis Deskriptif - Data sekunder BPS, Bappeda 2 Menganalisis dampak agropolitan terhadap pendapatan petani Pendapatan Usaha tani

Pendapatan usaha tani Kegiatan petani sehubungan dengan agropolitan. - Analisis Uji Beda rata-rata t- student Petani kawasan agropolitan dan non agropolitan - Wawancara kepada masyarakat petani 3 Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat sebagai pelaku pembangunan di kawasan agropolitan

Tingkat partisipasi masyarakat

Komunikasi (dialog),

Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan, Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik - Kualitatif menurut tangga partisipasi Arnstein Petani kawasan agropolitan - Wawancara kepada masyarakat dalam kawasan agropolitan 4 Merumuskan strategi

pembangunan yang dapat mendorong pengembangan Kawasan Agropolitan Identifikasi prioritas kebijakan pemerintah - Kelompok Sasaran - Faktor Lokasi - Kesinergian dan Fokus Kebijakan - Pembangunan Berkelanjutan - Tata Pemerintahan - Proses Manajemen - Analisis Heksagonal PEL - RALED Bappeda, Pemerintah Daerah, petani, pelaku usaha, LSM - Bappeda, Pemerintah daerah Key Informan (stakeholer)