• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam mendukung tentang penelitian yang dilaksanakan, Herman (2003) dalam hasil penelitian tentang pendapatan dan taraf hidup nelayan di Kabupaten Bengkalis menunjukkan bahwa tingkat pendidikan nelayan mayoritas berpendidikan rendah yaitu tidak tamat sekolah dasar dan atau hanya tamat sekolah dasar sebanyak 86,3 persen. Jumlah tanggungan keluarga nelayan yang kurang dari 4 orang anggota keluarga sebanyak 46,3 persen, dan tanggungan keluarga lebih dari 4 sampai 7 anggota keluarga sebanyak 46,9 persen sedangkan tanggungan anggota keluarga lebih dari 7 orang sebanyak 6,9 persen, hal ini menunjukkan jumlah tanggungan anggota keluarga nelayan tergolong sedang.

Perekonomian masyarakat nelayan relatif sulit, hal ini terlihat masih sulitnya akses dalam memasarkan produk perikanan dan terbatasnya sarana pendukung untuk melakukan berbagai kegiatan serta masih belum adanya bantuan pengembangan usaha nelayan baik individu maupun kelompok. Pendapatan nelayan relatif sangat rendah yang berkisar di bawah 1 juta rupiah.

Sementara Mustamin (2003) menyatakan bahwa indikator yang menggambarkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan di Kecamatan Pulau- Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan, dilihat dari kondisi rumah dan luas lantai rumah tiap rumah tangga yang mana terdapat 53 buah konstruksi batu dengan luas bangunan 5x10 m sampai 7x12 m, rumah panggung sebanyak 1027 buah dan rumah gubuk sekitar 323 buah, dengan mayoritas menggunakan atap seng. Penggunaan air untuk mandi dan cuci adalah air sumur sedangkan kebutuhan air untuk minum adalah air Prusahaan air minum (PAM) yang dibeli dari Lappa. Pendapatan rumah tangga nelayan tergolong rendah yaitu dengan rata- rata berkisar 500 ribu rupiah hingga 600 ribu rupiah per bulan. Sarana ekonomipun masih rendah karena tidak terdapatnya pasar maupun lembaga perbankan, namun telah terdapat toko barang kelontong, sembako dan peralatan kapal (perahu).

Misradi (2003) menyatakan bahwa indikator yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga nelayan di Kawasan Muara Angke Jakarta Utara adalah: 1) tingkat pendapatan rumah tangga, pendapatan per kapita nelayan yang memanfaatkan fasilitas perikanan terdistribusi pada tingkat pendapatan lebih besar dari 351 ribu rupiah dan yang tidak memanfaatkan fasilitas terdistribusi pada tingkat pendapatan lebih besar dari 251 ribu rupiah, 2) tingkat pengeluaran rumah tangga, nelayan yang memanfaatkan fasilitas memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan sebesar 350 ribu rupiah sedangkan nelayan yang tidak memanfaatkan fasilitas memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan sebesar 253 ribu rupiah, 3) tingkat pendidikan, nelayan yang memanfaatkan fasilitas dan yang tidak memanfatkan fasilitas memiliki tingkat pendidikan yang tamat SD lebih besar dari 60 persen, 4) tingkat kesehatan yang menunjukkan kondisi kesehatan anggota keluarga adalah baik, 5) kondisi perumahan nelayan yang memanfaatkan fasilitas didominasi oleh kondisi perumahan yang permanen

sebesar 54 persen, sedangkan kondisi perumahan nelayan yang tidak memanfaatkan fasilitas didominasi oleh kondisi perumahan yang semi permanen sebesar 74 persen, 6) fasilitas perumahan, nelayan yang memanfaatkan fasilitas maupun tidak memanfaatkan fasilitas tergolong pada semi lengkap untuk fasilitas rumah tangganya.

Riswan (2004) berdasarkan hasil evaluasi kegiatan program pengelolaan masyarakat nelayan Desa Loli Tasiburi antara lain : 1) kegiatan program yang dilaksanakan selama ini tanpa melibatkan masyarakat setempat (nelayan) dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, tersebut tidak memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat nelayan karena program yang demikian jarang sesuai dengan kebutuhan masyarakat nelayan, 2) dalam kegiatan pembentukan kelompok sasaran program dilakukan oleh pihak pemerintah dan elit politik tanpa melibatkan masyarakat nelayan sehingga kelompok yang dibentuk tidak berfungsi secara optimal, 3) program yang dilaksanakan baik dari pemerintah maupun swasta pada hakekatnya bertujuan baik, namun yang perlu diperhatikan adalah sistem dalam pelaksanaannya harus mengarah kepada pemberdayaan masyarakat yang berbasis kepada komunitas yang dilaksanakan secara partisipatif bersama- sama masyarakat lokal, 4) pelaksanaan program pengembangan usaha mayarakat nelayan banyak mengalami hambatan terutama kurangnya kemampuan masyarakat nelayan untuk meningkatkan usahanya baik dari segi manajemen usaha, permodalan, teknologi sarana dan prasarana, serta akses terhadap pasar relatif masih sangat terbatas.

Arianto (2003) menyatakan bahwa program di bidang perikanan yang dilaksanakan pemerintah Kabupaten Bengkalis masih meliputi aspek fisik yaitu bantuan yang berupa materi sedangkan aspek non materi seperti kesiapan para nelayan serta kemampuannya dalam menerima program dan kegiatan sangat minim diadakan dan diperhatikan oleh pemerintah setempat. Selain itu terlihat bahwa program kegiatan tersebut dilaksanakan secara terpisah dari waktu ke waktu. Program yang disusun belum mengarah pada rencana dan kegiatan yang berkelanjutan. Program pengembangan masyarakat untuk masa yang akan datang perlu dilakukan pendekatan partisipatif, yaitu dengan melibatkan masyarakat

secara aktif, sehingga program yang dilaksanakan benar-benar merupakan solusi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan.

Penelitian-penelitian terdahulu di atas berupaya memaparkan tentang bagaimana keadaan sosial-ekonomi masyarakat nelayan baik yang meliputi faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan serta bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat nelayan yang terjadi selama ini yang kurang melibatkan masyarakat nelayan itu sendiri. Hal-hal tersebut menjadi pertimbangan dalam merancang pola pengelolaan sumberdaya perikanan yang benar-benar terarah dan efektif bagi kelangsungan sumberdaya perikanan itu sendiri serta memberikan kontribusi bagi peningkatan keadaan sosial-ekonomi masyarakat nelayan. Penelitian yang dilakukan ini berbanding dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini difokuskan untuk melihat pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat nelayan, serta bagaimana menyusun suatu arah pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis dalam upaya peningkatan kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan.

Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari pesisir dan laut. Kondisi wilayah tersebut secara langsung mempengaruhi sebagian besar dari masyarakat yang ada, yaitu tingginya ketergantungan dari sektor kelautan dan perikanan. Permasalahan yang dihadapi masyarakat nelayan di kabupaten Bengkalis selama ini ditunjukkan dengan kondisi sosial-ekonomi yang masih tergolong rendah. Disamping itu masalah yang terus berlarut-larut sejak tahun 1985 sampai sekarang adalah konflik antar nelayan. Kedua permasalahan tersebut terjadi dikarenakan belum optimalnya dari pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilakukan selama ini. Sehingga sumberdaya perikanan dan kelautan dengan potensi yang besar yang ada tidak memberikan manfaat yang positif terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan.

Konflik di atas terjadi dipicu karena berbedanya prinsip-prinsip yang diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada. Dimana nelayan tradisional mengedepankan kearifan lokal disatu pihak yang lain mengedepankan teknologi yang lebih maju dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Kelompok ini lebih dikenal dengan komunitas nelayan pengguna jaring batu (bottom gill net). Penggunaan alat tangkap tersebut telah mengancam tingkat pendapatan nelayan karena diyakini telah mengancam mata pencaharian nelayan tradisional, sementara sampai saat ini belum ada upaya yang tegas dari pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang ada.

Dalam mencari jalan keluar tentang permasalahan sosial-ekonomi yang dihadapi masyarakat nelayan, pada tahun 1998-2005 di Kabupaten Bengkalis telah dilaksanakan proyek pengelolaan sumberdaya perikanan atau yang lebih dikenal dengan Co-Fish Project, dalam pelaksanaannya mengedepankan mata pencaharian alternatif dengan pengelolaan sumberdaya perikanan secara optimal. Dengan tujuan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat nelayan dari sektor perikanan tangkap. Mengingat begitu pentingnya mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi masyarakat nelayan, maka proyek ini perlu dikaji kinerjanya. Pengkajian dilakukan dengan melihat sejauh mana konsep dan

program yang ditawarkan, apakah menitikberatkan pada permasalahan yang dihadapai masyarakat nelayan. Bagaimana dari proses pengelolaannya apakah melibatkan masyarakat, dan sejauh mana keterlibatan masyarakat sasaran. Selanjutnya perlu dilihat bagaimana output dari Co-Fish Project ini apakah mampu meningkatkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan sesuai dengan yang diharapkan. Disamping itu, perlu diperhatikan apakah budaya ketergantungan yang tinggi terhadap sektor perikanan tangkap dan konflik yang terjadi sebelum adanya proyek berkurang akibat dari pelaksanaan Co-Fish Project.

Dari permasalahan-permasalahan di atas, dalam upaya pencapaian pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis agar dapat meningkatkan peran sektor perikanan dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan, maka pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis ke depan harus dikelola secara baik dan komperehensif pada segala sektor. Baik itu menyangkut input dari sektor sumberdaya perikanan, proses pengelolaan atau manajemennya, dan autput atau manfaat yang dihasilkan dari pengelolaan sumberdaya perikanan itu sendiri. Untuk itu, penting disusun suatu arah kebijakan ke depan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis, dengan mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan yang bersinergi dari segala elemen yang ada. Adapun kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Co-Fish Project Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Kabupaten Bengkalis - Ketergantungan Terhadap Sektor Perikanan Tangkap - Konflik antar Nelayan - Sosek Rendah Arah Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Kabupaten Bengkalis ke Depan - Konsep Proyek - Program Input Evaluasi / Analisa Dampak

Proses Output & Dampak AHP

Konsep dan Program -Perencanaan -Pelaksanaan -Evaluasi -Keberlanjutan Program Sosek Sasaran Co-Fish +/- Sebelum Setelah Analisis Deskriptif - Partisipatif/Tidak - KonsepTidak - Berlanjut/Tidak Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian. Pendapatan Non Co-Fish Analisis Uji t

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di delapan desa yang berada pada dua kecamatan di Pulau Bengkalis (Kecamatan Bengkalis dan Kecamatan Bantan) Kabupaten Bengkalis. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar Lampiran 1. Desa lokasi penelitian merupakan seluruh desa sasaran Co-Fish Project. Dilaksanakan selama lima bulan yaitu terhitung dari bulan Mei sampai September 2006.