• Tidak ada hasil yang ditemukan

TABEL 2.1

MATRIKS PENELITIAN TERDAHULU Literature Review 1

(Skripsi)

Judul Kekerasan Simbolik Dalam Film Dilan 1990 Dan Dilan 1991

Peneliti Siti Choiru Ummati Cholifatillah

Tahun 2019

Sumber https://www.researchgate.net/publication/343020302_Kek

erasan_Simbolik_dalam_Film_Dilan_1990_dan_Dilan_19 91

Simpulan

1. Terdapat 3 bentuk kekerasan simbolik yang dikemas dalam Film Dilan 1990 dan Dilan 1991, yaitu (a)Kekerasan Simbolik dalam Bentuk Bahasa dan Ucapan, (b) Kekerasan Simbolik dalam Bentuk Dominasi Kekuasaan (c) Kekerasan Simbolik dalam Bentuk Tatapan Intimidasi dan Tatapan Kecabulan

2. Makna dari bentuk-bentuk kekerasan simbolik yang dikemas dalam Film Dilan 1990 dan Dilan 1991 adalah sebagai berikut: (a) Kekerasan Simbolik dalam Bentuk Bahasa dan Ucapan. (b) Kekerasan Simbolik Dalam Bentuk Dominasi Kekuasaan. (c) Kekerasan Simbolik dalam Bentuk Tatapan dan Kecabulan.

Perbedaan Literatur review1 berfokus pada kekerasan simbolik yang dialami pada remaja. Sedangkan peneliti berfokus pada kekerasan simbolik terhadap tokoh utama perempuan di dalam Film Story Of Kale

Literature Review 2 (Skripsi)

Judul Representasi Kekerasan Simbolik Pada Tubuh Perempuan (Studi Kasus pada Rubrik Fashion dan Beauty Website Walipop)

Peneliti Nuhayati Hasnah

Tahun 2015

Sumber http://lib.unnes.ac.id/20968/

Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1) Representasi tubuh perempuan dalam rubrik fashion dan beauty website Wolipop terdapat tiga temuan.

a) Representasi tubuh yang pertama bentuk dan ukuran tubuh yakni tubuh kurus atau ramping, tubuh seksi, dan tubuh sehat.

b)Representasi tubuh yang ke dua pentingnya merawat tubuh dan penampilan bagi perempuan. c)Representasi tubuh yang ke tiga tubuh sebagai cermin identitas sosial.

2) Habitus dominan yang terdapat dalam rubrik fashion dan beauty website Wolipop lebih banyak menunjukkan habitus kelas sosial xi atas.

3) Kekerasan simbolik pada tubuh perempuan terlihat pada teks dan gambar dalam rubrik fashion dan beauty website Wolipop dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai modal (body capital) pada representasi

Perbedaan Literatur review 2 menggunakan media massa online Walipop sebagai objek penelitian, sedangkan peneliti menggunakan film Story Of Kale sebagai objek penelitian.

Literature Review 3 (Skripsi)

Judul Representasi Kekerasan Simbolik Terhadap Perempuan Dalam Iklan Djarum76

Peneliti Julian Rizky Prayudha

Tahun 2019

Sumber https://kc.umn.ac.id/10211/

Simpulan Kumpulan iklan Djarum 76 dengan judul “Jin online”,

“Matre” dan “Jin Lomba”, merepresentasikan kekerasan simbolik terhadap perempuan sebagai berikut:

1. Gambar iklan mengekspresikan kekerasan simbolik terhadap perempuan dengan menggambarkan status perempuan dalam masyarakat selalu lebih rendah dari laki-laki.

2. Gambar iklan menunjukkan kekerasan simbolik terhadap perempuan dengan menggambarkan kemampuan perempuan untuk berkontribusi kepada masyarakat sebagai pelayan laki-laki.

3. Gambar iklan menunjukkan kekerasan simbolik terhadap perempuan dengan menggambarkan perempuan yang

berbentuk negatif, memperlakukan perempuan sebagai objek, dan dalam beberapa kasus keberadaan mereka tidak penting.

4. Iklan tersebut menampilkan kekerasan simbolik terhadap perempuan dengan menggambarkan perempuan sebagai orang yang lemah, malas, material daripada orang yang mandiri. Eksistensi perempuan hanya manis-manis saja, dan tidak berpengaruh pada penyelesaian masalah yang terjadi.

Hal-hal tersebut ditemukan oleh peneliti setelah menganalisis ekstensi dan konotasi set iklan Djarum 76 dan mitos yang terkandung di dalamnya. Melalui analisis, ia menemukan leksia sistem simbol orde pertama ekstensi, konotasi, dan mitologi, serta studi tentang kode yang dimiliki oleh Roland Barthes.

Perbedaan Literatur review 3 menggunakan Objek iklan Djarum 76, sedangkan objek dalam peneti adalah Film Story Of Kale

Literature Review 4 (Skripsi)

Judul Analisis Kekerasan Simbolik Pada Remaja Dalam Film Trash

Peneliti FIRA ANGGRAENI

Tahun 2018

Sumber http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital Collection/Yjc0ZTQ1OWE5YjI4YjZmMGU5ZjJhZjc5Zj UyZWIzNTNhZDhmYzllNA==.pdf

Simpulan Kesimpulan yang dieroleh dari penelitian ini adalah : 1. Bentuk – bentuk kekekerasan simbolik pada remaja yang ditampilkan dalam film ini terjadi melalui penggambaran beberapa tokoh yang ada dalam film ini.

Bentuk – bentuk kekerasan simbolik yang dialami remaja dalam film ini adalah :

(1) Dominasi kekuasaan

(2) Kekerasan simbolik multikultural,

(3) Eksplorasi tubuh perempuan,

(4) Distorsi, Pelencengan, Pemalsuan dan plesetan dan (5) Korupsi.

2. Representasi kekerasan simbolik pada remaja dalam film Trash direpresentasikan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes.

(a)Dominasi kekuasaan,

(b) Kekerasan simbolik multicultural, (c) Eksplorasi tubuh perempuan,

(d) Distorsi, Pelencengan, Pemalsuan dan Plesetan, (e) Korupsi.

Perbedaan Literatur review 3 membahas tentang kekerasan simbolik pada remaja dalam film Trash, sedangkan peneliti membahas tentang kekerasan simbolik yang berfokus pada tokoh utama perempuan dalam film Story Of Kale.

Literature Review 4 (Skripsi)

Judul Representasi Kekerasan Simbolik Terhadap Perempuan Dalam Film "The Call"

Peneliti Mareta, Vira

Tahun 2015

Sumber https://kc.umn.ac.id/626/

Simpulan Berdaarkan penelitian yang telah dianalisis pada penjelasan yang telah diuraikan, maka terdapat kesimpulan yang ditarik sebagai berikut.

1. Penelitian yang peneliti lakukan pada film The Call ini menggunakan semiotika Charles Sanders Peirce.

2. Dalam penelitian ini didapati tanda–tanda kekerasan simbolik terhadap perempuan, yang menunjukkan adanya Representasi Kekerasan Simbolik Terhadap Perempuan.

3. Dalam penelitian terdapat tanda–tanda kekerasan simbolik yang diperlihatkan adanya penganiayaan dan penyiksaann yang dilakukan seseorang kepada seorang perempuan.

Perbedaan Literatur review 4 dilakukan dengan Semiotika Charles Sanders Pierce, sedangkan peneliti menggunakan Semiotika Rolland Barthes.

Literature Review 5 (Skripsi)

Judul Representasi Kekerasan Dalam Pacaran Pada Film

"Posesif" (Analisis Semiotika Roland Barthes).

Peneliti Radha Akhsyin

Tahun 2018

Sumber http://repository.bakrie.ac.id/1697/

Simpulan Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa tindak kekerasan dalam pacaran terjadi karena mitos yang ada di masyarakat tidak berpihak pada perempuan. Hal ini dipicu antara lain karena adanya ketidaksetaraan gender, yang meliputi perilaku dominan laki-laki terhadap perempuan (marginalisasi gender), anggapan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki (subordinasi gender), pemberian label yang merugikan kaum perempuan (stereotipe gender) dan kekerasan berupa serangan mental atau fisik oleh kaum laki-laki (kekerasan gender).

Perbedaan Literatur review 4membahas tentang kekerasan dalam pacaran yang merujuk pada kekerasan fisik, sedangkan peneliti membahas tentang kekerasan simbolik.

Literature Review 5 (Jurnal)

Judul Representasi Kekerasan Simbolik Dalam Film Comic 8 Peneliti Aan Munandari Natalia

Tahun 2015

Sumber https://media.neliti.com/media/publications/81790-ID-none.pdf

Simpulan Kekerasan simbolik menggambarkan kekerasan yang dapat terjadi melalui bahasa, dan cara berpikir dimana para korban kekerasan simbolik ini tidak mengetahui atau

bahkan menyadari bahwa mereka sedang mengalami kekerasan simbolik dan pada akhirnya para korban juga tidak merasakan adanya luka. Dalam film Komik 8 ini, kekerasan simbolik direpresentasikan melalui tuturan (dialog). Kekerasan simbolik juga direpresentasikan melalui pakaian dan penampilan. Kekerasan simbolik juga direpresentasikan melalui ekspresi dan cara pengambilan sudut kamera.

Perbedaan Literatur review 5 adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode semiotika John Fiske, sedangkan peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode semiotika Roland Barthes.

Literature Review 6 (Jurnal)

Judul Kekerasan Simbolik Media Terhadap Anak Peneliti Elya Munfarida

Tahun 2010

Sumber https://media.neliti.com/media/publications/148571-ID-none.pdf

Simpulan Program dan program media kebanyakan menampilkan dunia anak-anak yang penuh kekerasan, fitnah, pornografi, dan lain-lain, yang sebenarnya tidak layak untuk mereka konsumsi. Dalam konteks ini, media telah mengimplementasikan kekerasan simbolik dan kekerasan simbolik dengan mengkonstruksi dunia anak berdasarkan kepentingan politik dan ekonomi dan dari sudut pandang orang dewasa. Konstruksi ini berdampak negatif, terwujud dalam kehidupan mereka, dan merupakan perilaku destruktif dan tidak bermoral.

Perbedaan Literatur review 6 memfokuskan pada kekerasan simbolik terhadap anak melalui media secara umum, sedangkan peneliti memfokuskan kekerasan simbolik melalui media

film.

Literature Review 7 (Jurnal)

Judul Representasi Kekerasan Simbolik Dalam Film Hidden Figures

Peneliti Evelyn Wijaya, Agusly Irawan Aritonang, Megawati Wahjudianata

Tahun 2018

Sumber https://www.semanticscholar.org/paper/Representasi-kekerasan-simbolik-dalam-film-Hidden-Wijaya

Aritonang/1c2766539968b83054c36ecbc83177b8739b68 8d

Simpulan Dalam film Hidden Figures, terdapat kekerasan simbolik yang digambarkan dalam tiga hal, yaitu tentang segregasi rasial, kemampuan perempuan, dan dominasi atasan dalam pekerjaan. Dari ketiga hal tersebut terdapat kesamaan yaitu pada kelompok minoritas. keberadaan orang kulit hitam tidak bisa disamakan dengan kehidupan orang kulit putih.

Orang kulit hitam selalu dianggap lebih rendah dari orang kulit putih dan orang kulit putih sering dan membatasi pandangan orang kulit hitam.

Perbedaan Literatur review 7 menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teori semiotika John Fiske melalui 3 level, yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi.

Sedangkan peneliti menggunakan teori semiotika Roland Barthes melalui makna denotasi dan konotasi.

Literature Review 8 (Jurnal) Judul Kekerasan Simbolik Media Massa Peneliti Farid Pribadi

Tahun 2016

Sumber http://journal2.um.ac.id/index.php/jsph/article/view/2461

Simpulan Berdasarkan hasil tahapan analisis semitoika Halliday berupa bidang wacana, keterlibatan wacana, dan mode wacana, kedua media massa tersebut masih menempatkan seks sosial sebagai daya tarik untuk diungkapkan secara detail. Ini termasuk produksi inisial nama dan karakteristik aktor yang menyebarkan dan mentransmisikan video, cuplikan tayangan konten video dan deskripsi konten video, dan reaksi kepala. Gaya menarik ini bisa jadi karena menarik pembaca untuk membacanya dan kemudian bisa bernilai ekonomi tinggi.

Perbedaan Literatur review 8 diadaptasi dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode semiotika sosial yang dikemukakan M.A.K Halliday, sedangkan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode semiotika Roland Barthes.

Literature Review 9 (Jurnal)

Judul Mekanisme Eufemisme Dan Sensorisasi: Kekerasan Simbolik Dalam Tuturan Dosen

Peneliti Galieh Damayant, Trisna Andarwulan, Aswadi

Tahun 2019

Sumber https://ojs.unm.ac.id/retorika/article/view/9101/pdf

Simpulan Bentuk eufemisme dalam tuturan dosen berupa (1) keharusan/ kewajiban, (2) efisiensi, (3) pemberian bonus, (4) kepercayaan, (5) pencitraan, (6) kegunaan, (7) keselarasan, (8) kemu- rahatian/ kebaikan, dan (9) penegasan; sementara bentuk sensorisasi tuturan dosen berupa (1) kedermawanan, (2) kesantunan, dan (3) pemarginalan.

Perbedaan Literatur review 9 membahas tentang kekerasan simbolik dalam tuturan dosen yang menggunakan jenis penelitian studi kasus, sedangkan peneliti menggunakan jenis penelitian semiotika.

Literature Review 10 (Jurnal)

Judul Social Media and Symbolic Violence Peneliti Raquel Recuero

Tahun 2015

Sumber https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/2056305115 580332

Simpulan Media sosial dapat menjadi wadah untuk melakukan tindakan kekerasan simbolik. Pengguna “berbicara” ke layar, bukan orang. Pengguna mungkin membayangkan audiens mereka sebagai seseorang yang setuju dengan mereka dalam situasi itu. Tetapi ada banyak orang lain, banyak yang tidak selalu "terlihat. Jadi, apa yang dipublikasikan kepada beberapa audiens mungkin sering menyinggung beberapa orang lain, yang mungkin bereaksi dengan keras. Dan karena"keruntuhan konteks" ini (boyd, 2010) dari media sosial, alat- alat ini tampaknya sering memungkinkan penciptaan permusuhan dan agresivitas di antara jejaring sosial. Orang-orang mulai memposting pesan agresif dan ofensif di media sosial terhadap pemilih yang, alih-alih perang api yang biasanya terjadi di forum dan situs lain melalui orang anonim, kali ini menggunakan profil mereka sendiri di situs-situs seperti Facebook untuk menjadi agresif

Perbedaan Literatur review 10 berfokus pada objek penggunaan media sosial, sedangkan peneliti memfokuskan pada film.

Literature Review 11 (Jurnal)

Judul Symbolic Violence and the Violation of Human Rights:

Continuing the Sociological Critique of Domination Peneliti Claudio Colaguori

Tahun 2010

Sumber https://ijcst.journals.yorku.ca/index.php/ijcst/article/view/

32143

Simpulan Konsep kekerasan simbolik Pierre Bourdieu mengikuti tradisi sosiologi kritis yang memusatkan perhatiannya pada kritik dominasi. Ini dapat diterapkan pada aspek-aspek tatanan sosial yang bermasalah sejauh mereka mengubah kekuasaan melalui perilaku manusia, tetapi tidak cukup dipahami oleh leksikon konsep kritis yang ada. Karena disiplin sosiologi harus dengan kebutuhan dipandu oleh kontingensi historis dan tidak terikat pada konsepsi statis tatanan sosial, konsep-konsepnya juga harus ditambahkan dan diciptakan kembali agar sesuai dengan sifat temporal yang berubah dari praktik sosial dan praktik sosial baru.

formasi kekuasaan. Fase krisis neoliberalisme saat ini – diperparah oleh kegagalan pasar, perang, dan tindakan otoriter lain yang mengganggu pasca era 9/11, tentunya merupakan saat ketika hak asasi manusia global berada di bawah tekanan yang meningkat. refleks kekuasaan tampaknya sangat penting jika kritik terhadap dominasi terus berlanjut.

Perbedaan Literatur review 11 membahas tentang kekerasan simbolik di dalam berbagai aspek kehidupan (politik, ekonomi, sosial, dll) sedangkan peneliti memfokuskan penelitian tentang kekerasan simbolik dalam film.

Literature Review 12 (Jurnal)

Judul Kekerasan Simbolik Berbasis Gender Dalam Budaya Pop Indonesia

Peneliti Sindung Haryanto

Tahun 2017

Sumber http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article

=769456&val=12557&title=KEKERASAN%20SIMBOL IK%20BERBASIS%20GENDER%20DALAM%20BUD AYA%20POP%20INDONESIA

Simpulan Konstruksi relasi gender yang terjadi di masyarakat dilegitimasi dan dikuatkan melalui berbagai bentuk media budaya pop. Pengontruksian tersebut dilakukan antara lain melalui domestifikasi peran perempuan, politisasi gender, segregasi simbolik dan perempuan sebagai obyek seks.

Penggunaan tubuh perempuan dan representasi tubuh perempuan sebagai komoditi yang terefleksikan di berbagai bentuk budaya pop merupakan konsekuensi logis berkembangnya logika kapitalis-patriarkhis yang telah mendominasi relasi ekonomi. Penggunaan tubuh perempuan dan pencitraanya tersebut selain itu juga menandakan sebuah relasi sosial (baca: relasi gender) yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Relasi tersebut berada dalam oposisi biner seperti subyek >< obyek, kuasa

>< dikuasai, dominan >< didominasi dan seterusnya. ya, menawarkan solusi palsu yang diproyeksikan ke buku.

Perbedaan Literatur review 12menggunakan media budaya pop sebagai objek penelitian, sedangkan peneliti menggunakan film Story Of Kale sebagai objek penelitian.

Dokumen terkait