• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TELAAH PUSTAKA

B. Penelitian Terdahulu

Stock split merupakan salah satu bentuk corporate action. Berbeda dengan corporate action lainnya, tindakan tersebut tidak terkait sama sekali dengan kinerja dan cash flow, sehingga praktis tidak akan merubah kekayaan perusahaan. Ketika melakukan stock split, perusahaan sama saja dengan menerbitkan saham baru dan membagi-bagikannya kepada pemegang saham lama secara proporsional. Sederhananya, kertas yang ada di tangan si pemegang saham hanya akan bertambah banyak, tetapi nilai keseluruhannya tetap sama (Nuryadin, 2004). Dengan demikian, sebenarnya

stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau dengan kata lain stock split tidak mempunyai nilai ekonomis. Tetapi jika stock splits tidak mempunyai nilai ekonomis, mengapa perusahaan emiten melakukannya? Kemungkinan alasannya adalah berhubungan dengan likuiditas harga sekuritas dan yang berhubungan dengan sinyal yang akan disampaikan oleh perusahaan ke publik (Jogiyanto, 2008).

Meskipun secara teoritis pemecahan saham tidak memiliki nilai ekonomis, tetapi banyaknya peristiwa pemecahan saham di pasar modal memberikan indikasi bahwa pemecahan saham merupakan alat yang penting dalam praktek pasar modal. Pemecahan saham telah menjadi salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk membentuk harga pasar saham perusahaan. Maka dari itu, tidaklah mengherankan kalau banyak teori dan riset empiris yang dikembangkan untuk membahas tentang praktek pemecahan saham ke pasar modal (Marwata, 2002).

Penelitian yang dilakukan Lakonishok and Lev (1987) memberikan beberapa fakta yang mendukung hipotesis persinyalan. Analisis mereka menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan split mempunyai rata-rata pertumbuhan laba 16,31% dalam tahun pertama pengumuman split, sedikit lebih besar daripada perusahaan yang tidak melakukan split, yaitu mempunyai rata-rata pertumbuhan laba hanya 13,28%. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Asquith, Healy dan Palepu (1989) yang menunjukkan adanya peningkatan laba (earnings) perusahaan yang melakukan stock split. Peningkatan laba ini terjadi pada periode empat

tahun sebelum pengumuman, pada saat pengumuman dan empat tahun setelah pengumuman stock split, namun peningkatan yang signifikan hanya terjadi pada satu tahun setelah pengumuman stock split.

Penelitian serupa juga dilakukan dalam konteks pasar modal Indonesia. Namun, hasil penelitiannnya berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dan Jogiyanto (2000) menunjukkan bahwa tidak adanya penigkatan laba sebelum dan sesudah pemecahan saham. Temuan ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Miliasih (2000) yang menemukan bahwa pengumuman pemecahan saham tidak menyebabkan terjadinya kenaikan earnings pada periode setelah stock split. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terdapatnya perubahan earnings yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah pengumuman pemecahan saham..

Penelitian yang dilakukan oleh Dina Primadolla (2004) juga menemukan bahwa kandungan informasi dalam pemecahan saham bukanlah informasi mengenai peningkatan earnings di masa depan. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terdapatnya perubahan earnings yang signifikan pada periode setelah pengumuman pemecahan saham.

Gow-Cheng Huang, Kartono Liano dan Ming Shiung Pan (2006) meneliti apakah stock split merupakan suatu sinyal yang positif untuk profitabilitas masa depan perusahaan sesuai dengan signaling hypothesis. Mereka melakukan penelitian pada saham-saham dalam indeks NYSE, AMEX dan NASDAQ dan hasilnya adalah bertentangan dengan signalling hypothesis, yaitu stock split bukanlah merupakan suatu sinyal yang positif

terhadap profitabilitas masa depan yang ditunjukkan dengan hubungan yang negatif antara stock split dengan profitabilitas masa depan.

Ikenbery et al (1996) dan Desai and Jain (1997) menemukan abnormal return pada 3 tahun setelah pengumuman split. Sementara Mc Nichols and David (1990) menemukan bahwa laba periode pengumuman dapat dijelaskan oleh informasi privat dari manajemen mengenai laba masa depan. Beni Suhendra Winarso (2003) menemukan bahwa pasar memberikan reaksi secara signifikan terhadap pengumuman stock split. Hal ini terlihat pada tiga hari sebelum pengumuman terdapat abnormal return yang negatif sedangkan pada saat pengumuman dan sehari setelahnya investor dapat memperoleh abnormal retun yang positif. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wuff (2002) yang menunjukkan adanya abnormal return yang positif dan signifikan di sekitar pengumuman stock split. Abnormal return yang positif di sekitar pengumuman stock split ini menunjukkan bahwa respon pasar yang positif terhadap pengumuman stock split. Hal ini dikarenakan investor memiliki sinyal yang positif terhadap perusahaan yang melakukan stock split.

Beberapa studi tersebut terlihat mendukung pandangan bahwa split merefleksikan optimistis manajemen mengenai masa depan. Namun, hasil dari studi tersebut tidak menunjukkan atau mengimplikasikan sebuah hubungan yang positif antara split dan profitabilitas masa depan. Kenyataannya bahwa penyimpangan positif di tahun setelah pengumuman split berhubungan dengan market underraction. Mereka menemukan bahwa

analis keuangan cenderung menyepelekan laba akibat pemecahan dan anggapan ini akan menurun secara bertahap dan mendekati nol ketika laba aktual diumumkan.

Kadiyala dan Vetsuypens (2002) melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan yang melakukan stock split di pasar modal New York dan menunjukkan bahwa stock split mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan khususnya profitabilitas perusahaan, yaitu mempengaruhi Return on Asset (ROA) secara signifikan setelah pengumuman stock split. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indah Retno Rahayu (2006) yang menunjukkan bahwa stock split tidak menyebabkan perbedaan ROA secara signifikan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Budhi Pamungkas Gautama (2008) menguji pengaruh pemecahan saham terhadap profitabilitas perusahaan yang diukur dengan ROE. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan ROE setelah dilakukannya pemecahan saham.

McNichols & Dravid (1990) menemukan bahwa secara statistik terjadi kenaikan harga saham yang signifikan pada perusahaan setelah pengumuman stock split. Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Dicky Irmansyah (2003) menemukan bahwa tidak adanya perubahan yang signifikan antara harga saham sebelum dan sesudah pemecahan saham.

Dokumen terkait