• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Penelitian Terdahulu

1. Wahyuni dan Wicaksono (2008) mengkaji tentang kemampuan membayar, kemauan membayar dan kemauan menggunakan kereta api komuter Malang Raya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi besaran tarif yang sesuai bagi pengguna jika kereta api komuter Malang Raya dioperasikan dan untuk mengetahui daya beli calon pengguna kereta api komuter. Pengkaji menggunakan metode household budget, metode persepsi dan metode stated preference. Rencana tarif yang akan dikenakan adalah Rp 2.000/orang dan hasil kajian menunjukkan tarif tersebut sesuai dengan kemampuan dan kemauan membayar penumpang. Dari pihak Dinas Perhubungan provinsi Jawa Timur meninjau tarif dari segi biaya

operasional adalah sebesar Rp 4.500/orang sehingga menurut pengkaji agar pihak operator tidak dirugikan maka diperlukan subsidi dari pemerintah sebesar Rp 2.500/orang.

2. Rumiati, Fahmi dan Edison (2013) meneliti kemampuan dan kemauan membayar tarif angkutan umum mini bus (superben) di kabupaten Rokan Hulu. Peneliti menganalisis apakah tarif yang berlaku telah sesuai baik dari pihak pengguna (berdasarkan ATP dan WTP) maupun pihak penyedia jasa (berdasarkan BOK). Dengan menggunakan metode household budget

didapatkan tarif yang berlaku mampu dibayar oleh 84% responden. Dan dengan metode stated preference diketahui bahwa 64% responden bersedia untuk membayar tarif lebih asalkan sistem angkutan umum diperbaiki seperti pengaturan jadwal yang tepat dan kenyamanan responden dalam menggunakan angkutan umum semakin ditingkatkan.

3. Waty dan Suarjana (2013) melakukan penelitian deskriptif untuk menggambarkan kemampuan dan keinginan membayar pasien rawat inap di rumah sakit Kapal Bandung. Menurut peneliti, rumah sakit Kapal Bandung yang saat ini masih disubsidi oleh pemerintah dapat melakukan perubahan harga sehingga perlu diteliti besaran kemampuan dan keinginan membayar pasien tersebut. Pengumpulan data mengenai kemampuan membayar responden dikumpulkan melalui daftar pertanyaan mengenai kebutuhan non makanan, dan pengeluaran lainnya. Sedangkan data mengenai kemauan membayar responden menggunakan pendekatan

method) yaitu peneliti memberikan penawaran berupa alternatif pilihan daftar harga yang sanggup dibayar oleh responden. Kemampuan membayar pasien dihitung per kelas rawat inap lalu dianalisa dengan menghitung rata-rata kemampuan membayar pasien per kelas rawat inap. Sedangkan data kemauan membayar pasien dianalisa dengan menghitung rata-rata tarif yang diinginkan oleh pasien per kelas rawat inap (kelas I, II, III, VIP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membayar lebih besar daripada tarif yang berlaku namun keinginan membayar berada dibawah tarif (kecuali untuk kelas I).

4. Permata (2012) menganalisis Ability To Pay dan Willingness To Pay

Pengguna Jasa Kereta Api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai. Kereta Soekarno Hatta - Manggarai merupakan kereta api yang akan dibangun untuk mengurangi kemacetan pada jalan akses menuju bandara. Dalam penetapan tarifnya perlu didasarkan pada kemampuan dan kemauan membayar pengguna jasa kereta api sehingga survei dilakukan pada penumpang di bandara. Pengukuran Ability To Pay (ATP) menggunakan metode household budget dan Willingness to Pay (WTP) menggunakan metode state preference. Hasil penelitian yaitu estimasi nilai rata-rata ATP sebesar Rp.128.986,- dan nilai rata-rata WTP sebesar Rp.23.195,- dengan 80% responden bersedia membayar lebih untuk peningkatan keselamatan. 5. Eboli dan Mazzulla (2008) meneliti tentang kesediaan membayar

pengguna transportasi publik untuk peningkatan kualitas jasa. Transportasi publik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bus. Peneliti mengukur

kesediaan membayar didasarkan pada aspek kualitas jasa bukan kuantitas (biaya dan waktu). Metode yang digunakan didasarkan pada pilihan pengguna (user choices). Nilai WTP didapatkan sebagai tingkat perubahan dari substitusi antara kualitas jasa dengan biaya perjalanan. Hasil menunjukkan adanya keragaman yang perlu diperhatikan dalam persepsi pengguna terhadap aspek-aspek yang digunakan dalam kualitas jasa. Kesediaan untuk membayar yang diukur melalui aspek kualitas jasa merupakan ukuran kuantitatif yang akan dibayar pengguna untuk memperbaiki beberapa aspek kualitas jasa seperti kenyamanan dan keamanan perjalanan. Hal ini merupakan sebuah investasi bagi pihak operator untuk memulai perbaikan kualitas jasa berdasarkan besaran yang pengguna bersedia untuk membayar.

6. Sunarto (2009) melakukan penelitian atas kualitas jasa transportasi publik yang belum tersampaikan pada kasus kereta api komuter di Jabodetabek. Dalam mengukur kualitas jasa kereta api komuter di Jabodetabek, peneliti menggunakan pendekatan SERVQUAL. Hasil penelitian menunjukkan kualitas jasa kereta api komuter Jabodetabek masih rendah dan bahkan masih dibawah standar yang ada pada kontrak. Untuk analisis yang lebih mendalam peneliti menyarankan penelitian ini perlu ditambahkan tentang analisis kepuasan konsumen dan analisis proses jasa. Hal ini untuk mengetahui apakah jasa yang telah diberikan kepada konsumen sudah termasuk kualitas yang baik dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepuasan konsumen dalam menggunakan kereta api. Penelitian tentang

proses jasa diantara pemangku kepentingan transportasi publik akan membantu untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari setiap peran guna meningkatkan kualitas jasa transportasi publik.

7. Joewono (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Exploring the Willingness and Ability to Pay for Paratransit in Bandung, Indonesia

menggunakan regresi probit ordinal dan binomial logistic untuk mengolah data yang diperoleh dari survei di Bandung. Peneliti menemukan adanya perbedaan antara nilai ATP dan WTP serta perbedaan penilaian maupun keputusan yang dilakukan setiap orang. Perbedaan penilaian dan keputusan ini tergantung pada persepsi yang dimiliki mengenai kualitas jasa, karakteristik perjalanan, dan kemampuan finansial.

8. Sukmawati (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh kualitas layanan, harga dan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan jasa transportasi kereta api eksekutif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas layanan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap loyalitas pelayanan. Harga juga memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelayanan. Peneliti menyarankan agar PT KAI terus menjaga kesesuaian harga dengan manfaat yang diberikan. Untuk menciptakan pelanggan yang loyal, PT KAI harus mampu menciptakan kepuasan pelanggan terlebih dahulu seperti melalui memberikan layanan kinerja yang berkualitas, menjaga keamanan dan kenyamanan pelanggan, serta memberikan layanan yang sesuai dengan harapan pelanggan.

9. Pratiwi dan Sutopo (2012) menganalisis pengaruh kualitas layanan dan harga tiket terhadap kepuasan pelanggan kelas eksekutif kereta api Kaligung Mas. Kualitas layanan dan harga tiket masing-masing mempengaruhi kepuasan pelanggan secara positif. Secara bersamaan kualitas layanan dan harga tiket mempengaruhi kepuasan pelanggan kelas eksekutif kereta api Kaligung Mas sebesar 41,1 persen sedangkan 58,9 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam penelitian ini. Dalam meningkatkan kepuasan pelanggan eksekutif kereta api Kaligung Mas, peneliti memberikan saran untuk lebih meningkatkan lagi kualitas jasa yang diberikan kepada pelanggan.

10. Reinhard, Hermani dan Wijayanto (2013) meneliti pengaruh kualitas pelayanan dan harga terhadap kepuasan pelanggan pada penumpang kereta api kelas argo jurusan Semarang-Jakarta PT.KAI DAOP IV Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan dan harga masing-masing berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan yakni sebesar 69,7 persen dan 51,7 persen. Secara bersamaan kualitas pelayanan dan harga mempengaruhi kepuasan pelayanan sebesar 70,8 persen. Saran yang diberikan oleh peneliti dari segi kualitas jasa perusahaan harus melakukan perbaikan terhadap kualitas pelayanan karena hanya 50 persen penumpang yang menyatakan kualitas pelayanan yang diberikan baik dan dari sisi harga perlu ditinjau kembali dengan mempertimbangkan adanya moda transportasi lain yang lebih murah dan efisien.

Dokumen terkait