• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 TINJAUAN PUSTAKA

3 METODOLOGI 1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

3.2 Alat dan Bahan

3.3.2 Penelitian Utama

Perlakuan terbaik yang diperoleh dari penelitian pendahuluan kemudian dilanjutkan dengan pendugaan umur simpan produk. Penelitian utama ini dilakukan untuk mengetahui umur simpan (shelf life) produk. Perlakuan yang diberikan adalah produk disimpan pada tiga suhu yang berbeda yaitu suhu 10 oC, 20 oC dan 30 oC. Pengujian umur simpan dilakukan dengan metode Arrhenius dengan menggunakan parameter uji TPC. Diukur secara periodik sampai produk tidak layak dikonsumsi. Diagram alur penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4 Diagram alir penelitian pendahuluan Sortasi awal Pencucian Perebusan 5-8 menit (penambahan 2%, 3%,4% , 5% dan 6% garam) Penirisan Penjemuran 4-5 jam

Analisis proksimat, uji mikrobiologi, aw dan organoleptik

Perebusan (penambahan garam

25%-50%)

Penirisan

Ikan teri nasi setengah kering

komersil

Ikan teri nasi setengah kering

non komersil

Analisis proksimat, uji mikrobiologi, aw dan organoleptik

Ikan Teri Nasi segar

Gambar 5 Diagram alir penelitian utama

3.4 Prosedur Analisis Data Penelitian

Sampel ikan teri nasi setengah kering dari masing-masing perlakuan dianalisis dengan dua metode yaitu metode subyektif dan metode obyektif. Metode subjektif dilakukan dengan pengujian organoleptik sedangkan pengujian secara obyektif dilakukan dengan pengujian TPC, proksimat, aw dan perhitungan rendemen ikan.

3.4.1 Uji organoleptik (SNI-01-2346-2006)

Pengujian organleptik merupakan pengujian yang bersifat subyektif, karena berdasarkan pada respon subyektif manusia sebagai alat ukur (Soekarto 1989). Menggunakan panca indra manusia yang ditujukan pada warna, penampakan, tekstur, dan aroma ikan teri nasi. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006 (BSN 2006). Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis kesukaan ikan dengan kriteria:

Suka : Nilai organoleptik berkisar antara 7-9 Agak suka : Nilai organoleptik berkisar antara 5-6 Tidak suka : Nilai organoleptik berkisar antara 1-4

Ikan teri Nasi setengah kering

Pengemasan

Penyimpanan pada 3 kondisi suhu : 10 oC, 20 oC dan 30 oC

Pengamatan:

3.4.2 Uji TPC (SNI 01-2332.3-2006)

Prinsip kerja dari pengujian TPC ini adalah penghitungan jumlah koloni bakteri yang ada dalam sampel dengan pengenceran sesuai dengan keperluan. Jenis-jenis bakteri yang sering terdapat pada produk olahan kering adalah E.coli, Salmonella, dan Vibrio.

Sampel teri ditimbang 10 g lalu dimasukkan ke dalam 90 ml larutan garam fisiologis (pengenceran 10-1) secara aseptis. Selanjutnya, untuk pengenceran 10-2 , suspense sampel dari pengenceran sebelumnya di pipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml garam fisiologis. Pengenceran dilakukan dengan cara yang sama hingga pengenceran 10-5. Proses selanjutnya adalah pengambilan sampel dari masing masing pengenceran sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian di dalam cawan petri di tuangkan agar steril (PCA) yang telah didinginkan kira-kira sebanyak 15 ml. Setelah agak memadat, cawan petri di inkubasikan di dalam inkubator selam 1 x 24 jam, pada suhu 27-30 0C dengan posisi terbalik. Setelah masa inkubasi selesai, koloni yang terbentuk di hitung dengan menggunakan standard plate count.

Apabila digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran, maka data yang di ambil adalah dari kedua cawan petri tersebut. Untuk menghitung jumlah koloni digunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah koloni per ml = jumlah koloni per cawan x 1/faktor pengenceran

3.4.3 Analisis Proksimat

Uji proksimat yang dilakukan pada sampel meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan protein.

3.4.3.1 Analisis kadar air (SNI 01-2354.2-2006)

Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 oC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian dioven pada suhu 100-105 oC selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan.

Kadar air dihitung dengan rumus : Kadar air (%) =

x 100% Keterangan:

A : Berat cawan kosong (g)

B : Berat cawan dengan sampel (g)

C : Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

3.4.3.2 Analisis kadar abu (SNI 2354.1:2010)

Cawan yang akan digunkan di oven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 oC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian dibakar diatas nyala pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan didalam tanur dengan suhu 550-600 oC sampai pengabuan sempurna (sesekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen masuk). Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C), tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot yang konstan.

Kadar abu dihitung dengan rumus : Kadar abu (%) =

x 100% Keterangan:

A : Berat cawan abu porselen kosong (g)

B : Berat cawan abu porselen dengan sampel (g)

C : Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (g)

3.4.3.3 Analisis kadar protein (SNI 01-2354.4-2006)

Analisis kadar protein yang digunakan adalah metode semi mikro Kjeldahl. Cara penentuan meliputi tahap destruksi, destilasi dan titrasi. Tahap destruksi dilakukan untuk mengubah protein dalam bahan menjadi garam amonium sulfat. Pada tahap destilasi, garam ini direaksikan dengan basa dan amonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam borat. Jumlah nitrogen yang terkandung dapat ditentukan dengan tahap titrasi dengan HCl.

Mula-mula 2 g bahan ditimbang dalam labu Kjeldahl kemudian ditambahkan 1,9±0,1 g K2O4, 40±10 mg HgO, 2,0±H2SO4 . Selanjutnya dengan

penambahan batu didih, larutan didihkan 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutkan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH- Na2S2O3. Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (merah metil dan alkohol dengan perbandingan 2:1). Destilat yang diperoleh kemudian diditrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu abu. Hasil yang diperoleh adalah total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6,25. Kadar protein yang dihitung berdasarkan rumus perhitungan:

Kadar N (%) =( ) Kadar protein (%) = %N x faktor konversi (6, 25)

3.4.3.4 Analisis kadar lemak (SNI 01-2354.3-2006)

Sampel seberat 3 g (W1) dimasukan kedalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan kedalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2), dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan kedalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40oC dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak di destilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pelarut akan tertampung diruang ekstraktor saat destilasi, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3 ). Perhitungan kadar lemak pada sampel adalah:

Kadar lemak (%) =

x 100% Keterangan :

W1 : Berat sampel (g)

W2 : Berat labu lemak tanpa lemak (g)

3.4.4 Nilai aw (AOAC 2007

)

Pengukuran nilai aw produk menggunakan aw meter merek Shibaura tipe Wa-360 dengan cara kerja sebagai berikut: tombol power ditekan untuk menghidupkan alat, tekan tombol start, tunggu sampai tampak tulisan start dan masukan produk tunggu sampai nilai aw. Pengukuran dilakukan duplo untuk masing-masing ulangan.

3.4.5 Rendemen ikan teri nasi setengah kering

Rendemen dapat diartikan sebagai prosentase hasil bagi antara berat produk yang dihasilkan dibandingkan dengan berat produk awal. Penghitungan rendemen dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar produk akhir yang dihasilkan dari sejumlah bahan mentah yang digunakan. Ikan teri nasi yang sudah kering ditimbang, kemudian hasil rendemennya dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

Rendemen (%) =

x 100%

3.4.6 Pendugaan umur simpan teri nasi setengah kering dengan metode Arrhenius (Syarief dan Halid 1999; Arpah 2001)

Pendugaan umur simpan dilakukan terhadap produk teri nasi setengah kering terpilih yang diperoleh dari uji organoleptik. Tahap-tahap pendugaan umur simpan yaitu penetapan mutu produk, proses penyimpanan produk, penentuan batas kadaluwarsa, dan perhitungan umur simpan.

(a) Penetapan mutu produk

Kriteria kadaluarsa dipilih dari salah satu perubahan mutu yang dianggap paling sesuai dari empat kategori perubahan yang mungkin terjadi pada produk, yaitu perubahan mikrobiologi, kimia, fisik dan organoleptik. Perubahan tersebut dapat dianalisa dan dikuantifikasi sehingga dapat diketahui kuantitas awal, kuantitas pada setiap tahap analisa berdasarkan interval pengambilan contoh dan kuantitas pada saat kadaluarsa (batas kadaluarsa). Perubahan mutu yang diamati meliputi perubahan secara subyektif dan pengukuran dengan alat/instrumen.

(b) Proses penyimpanan produk dan penentuan batas kadaluwarsa

Penyimpanan dilakukan untuk mengetahui perubahan mutu dari produk. Sampel disimpan dalam kemasan plastik polypropylene dengan ketebalan 0,8 mm pada suhu 10 oC, 20 oC dan 30 oC. Pengamatan subjektif (uji organoleptik) dilakukan pada hari ke-0. Pengamatan secara objektif dilakukan dengan interval waktu pengambilan sampel yang berbeda-beda. Semakin tinggi suhu penyimpanan produk, maka interval pengambilan sampel semakin pendek. Pengamatan secara objektif ini dilakukan sampai produk tidak dapat dikonsumsi.

(c) Penentuan ordo reaksi

Penetuan ordo reaksi dilakukan setelah data perubahan nilai mutu diperoleh baik secara subyktif maupun objektif. Data-data hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan nilai mutu di plot pada masing-masing suhu penyimpanan (10 oC, 20 oC dan 30 oC) menggunakan plot ordo nol dan satu. Kemudian regresi linier dari masing masing data tersebut ditentukan sehingga diperoleh ordo reaksi yang paling sesuai.

(d) Perhitungan umur simpan

Umur simpan pada temperatur tertentu dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai k dan nilai temperatur yang sudah diketahui. Nilai k dihubungkan dengan nilai temperatur menggunakan persamaan Arrhenius.

k=k0 e-Ea/RT...(1) atau dalam bentuk logaritma

Ln k = ln k0-{(Ea/R).(1/T...(3) atau bentuk persamaan linear

y = b + ax...(14) dimana: y = ln k; x=1/T

Umur simpan ordo nol:

Umur simpan ordo satu:

...(10) Keterangan:

t : Umur simpan (hari)

Ao : Nilai mutu awal/ kosentrasi mula-mula

At : Nilai mutu akhir/kosentrasi pada titik batas kadaluarsa (titik kritis)

k : Konstanta (Laju reaksi) Ea : Energi Aktivasi

T : Suhu Mutlak (K)

R : Konstanta gas (1, 986 kal/mol K)

3.5. Rancangan Percobaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kosentrasi penambahan garam terbaik pada proses perebusan teri nasi setengah kering. Adapun hipotesis yang digunakan pada penelitian ini, Ho yang berarti perlakuan perbedaan penambahan kosentrasi garam tidak mempengaruhi nilai organoleptik produk sedangkan H1 dapat diartikan bahwa perlakuan penambahan kosentrasi garam mempengaruhi nilai orgnoleptik produk.

Analisis data non parametrik yang dilakukan dalam pengujian organoleptik dengan skala mutu menggunakan uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji lanjut Multiple Comparison untuk melihat perbedaan dan hubungan antar perlakuan. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor. Faktornya adalah penambahan garam dalam berbagai kosentrasi. Perlakuan yang diberikan meliputi ikan teri nasi setengah kering produksi UKM (komersial), ikan teri nasi setengah kering dengan penambahan garam sebanyak 2%, 3%, 4%, 5% dan 6%.

3.6 Metode Analisis Data 3.6.1 Analisis deskriptif

Proses pengolahan ikan teri nasi setengah kering di Pulau Pasaran dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan keadaan di lapangan. Setiap tahapan proses dijelaskan secara rinci kegiatan yang terjadi.

3.6.2 Metode sampling

Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Random Sampling, Convenience Sampling.

3.6.3 Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan menggunakan uji lanjut Duncan untuk menentukan beda nyata tiap perlakuan yang diberikan. Faktor yang diamati adalah pengaruh penambahan garam pada proses perebusan. Diasumsikan bahwa dengan penambahan kosentrasi garam yang berbeda akan memberikan pengaruh terhadap mutu (rasa, aroma, penampakan, warna dan tekstur) produk ikan teri nasi setengah kering yang dihasilkan. Model rancangan percobaannya adalah sebagai berikut:

Yijk= µ + Ai + ℇijk

Yijk : Nilai pengamatan faktor pengeringan taraf ke-i dan ulangan ke-j µ : Rataan umum

Ai : Pengaruh faktor penambahan kosentrasi garam pada taraf ke-i

ℇijk : Galat sisa

Hipotesis yang digunakan:

H0 : Faktor penambahan kosentrasi garam tidak signifikan H1 : Faktor penambahan kosentrasi garam signifikan

4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah

Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Secara geografis terletak di Selat Sunda. Peta lokasi daerah tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta Pulau Pasaran, Bandar Lampung

Pulau pasaran merupakan lokasi yang sangat strategis untuk dijadikan sentra usaha kecil dan menengah pengolahan ikan teri nasi setengah kering. Hal ini dikarenakan pulau tersebut dekat dengan daratan dan jalur transportasi utama kota Bandar Lampung. Memiliki luas lahan ± 12 Ha dengan jumlah pengolah 30 orang yang termasuk dalam binaan PT Sucofindo. Kegiatan usaha di Pulau Pasaran telah menyerap banyak tenaga kerja baik penduduk asli Pulau Pasaran maupun yang datang dari luar daerah/pulau. Produk yang dihasilkan yaitu teri nasi (teri medan), teri nilon dan teri jengki.

Proses produksi hampir setiap hari. Masa produktif pengolah yaitu 20 hari dalam 1 bulan dengan rata-rata produksi 5 ton/orang. Kelompok pengolah rata-rata sudah mempunyai kapal masing-masing yang dilengkapi dengan alat perebusan. Proses perebusan dilakukan di atas kapal pada saat bahan baku masih dalam kondisi segar. Hal ini dimaksudkan untuk mengefisiensikan waktu pengolahan dan mencegah terjadinya kerusakan bahan baku seperti retak-retak dan putus kepala. Perebusan ikan teri tersebut menggunakan air laut bersih dan

SKALA 1: 2.400.000

U

penambahan garam dengan perbandingan 25-50 kg garam dalam 100 L air laut. Tahap pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran selama 3-4 jam (setengah hari) jika cuaca panas. Ketika musim hujan, atau mendung proses penjemuran dilakukan lebih dari 12 jam.

Daerah pemasaran ikan teri nasi meliputi kota Metro, kota Bandar Lampung dan Jakarta. Konsumen atau pengusaha datang langsung ke lokasi tersebut. Produk dikirim ke Jakarta dengan periode pengiriman setiap hari mencapai 10 – 20 ton. Setiap 1 kg ikan teri yang dipasarkan, sebesar Rp 50,- disumbangkan untuk kas daerah. Produk yang di kirim ke Jakarta dikemas menggunakan kardus. Untuk produk ikan teri yang menggunakan kemasan plastik hanya pada saat pameran dan untuk didistribusi ke swalayan atau toko. Musim ikan terjadi pada bulan November-Maret. Pada saat tidak musim ikan, produksi rata-rata 1 kelompok pengolah sebesar 1 ton/hari, sedangkan pada saat musim ikan mampu berproduksi hingga 50 ton/bulan.

4.2 Fasilitas Pengolahan di Unit Pengolahan Ikan Teri Nasi Setengah Kering

Pengolahan ikan teri nasi setengah kering di Pulau Pasaran memiliki fasilitas produksi sebagai bahan pembantu produk ataupun peralatan pengolahan ikan teri nasi setengah kering. Bahan pembantu ini harus selalu tersedia mengingat peranannya yang penting untuk menjamin berlangsungnya proses produksi. Bahan pembantu yang dipergunakan antara lain:

a) Air

Air merupakan bahan yang sangat penting dan dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Air yang digunakan adalah air yang berasal dari perairan laut yang cukup dalam. Air ini berfungsi untuk pencucian ikan, pencucian peralatan, pencucian kaki dan tangan, dan air untuk perebusan. Air yang digunakan untuk pencucian ikan teri diatas kapal adalah air laut yang belum terjamin kebersihannya. Air yang baik untuk pencucian ikan teri adalah air bersih yang sesuai dengan persyaratan air minum (Winarno dan Rahayu 1994).

b) Garam

Garam terdiri dari 34,39% Na dan 60,69% Cl, garam biasa digunakan dalam pengolahan ikan sebagai pemberi rasa dan bahan pengawet. Pemberian garam pada proses perebusan ikan teri tersebut menggunakan air laut bersih dan

penambahan garam dengan perbandingan 25-50 kg garam dalam 100 L air laut atau sebanyak 25%-50% dari total volume air laut yang digunakan.

Peralatan pengolahan ikan teri nasi setengah kering di Pulau Pasaran meliputi: a) Alat perebusan

Peralatan perebusan terdiri dari kompor perebusan dan wadah perebusan. Di atas kapal, kompor perebusan berbentuk kompor mawar yang berbahan bakar minyak tanah atau gas LPG sedangkan wadah (panci) yang digunakan memiliki kapasitas 30 kg bahan baku. Alat perebusan di atas kapal dapat dilihat pada Gambar 7. Alat perebusan yang di darat berbentuk seperti tungku dengan kayu kering sebagai bahan bakarnya. Alat perebusan di darat, masih sangat tradisional dan belum higienis. Tungku perebusan ikan teri nasi setengah kering dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 7 Alat perebusan ikan teri nasi di kapal

b) Bak Pencucian

Wadah ini digunakan untuk membersihkan ikan teri yang baru di tangkap dari kotoran yang ada. Berbahan dasar fibre glass dengan ukuran 50x50 cm, mudah dicuci dan dikeringkan. Bak pencucian ini berkapasitas sekitar 5-8 kg ikan teri basah. Bak pencucian ikan teri nasi dapat pada Gambar 9.

Gambar 9 Bak pencucian ikan teri nasi c) Rombong

Rombong adalah tempat penampungan sementara ikan teri nasi ketika ikan baru ditangkap. Berbentuk seperti keranjang yang terbuat dari anyaman bambu. Tiap satu rombong memiliki kapasitas kira kira 4 kg teri basah atau sekitar 1 kg teri kering. Nelayan di Pulau Pasaran memiliki sekurang kurangnya 200 rombong dalam tiap kapalnya. Rombong ikan teri nasi dapat dilihat pada Gambar 10.

d) Para para

Para para adalah alat penjemuran yang terbuat dari bambu berukuran 1 m x 15 m. Ikan teri nasi dijemur di bawah sinar matahari selama kurang lebih 12 jam. Para para dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Para para e) Alat Peniris

Alat peniris ini berfungsi untuk meniriskan air setelah ikan teri nasi direbus. Alat ini berbahan dasar plastik, berbentuk seperti keranjang yang berlubang lubang sehingga memudahkan air dan kotoran yang terlarut di dalamnya memisahkan diri dari ikan teri yang akan dijemur. Alat peniris ini memiliki diameter kira kira 45 cm. Alat peniris yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 12.

4.3 Proses Produksi Ikan Teri Nasi Setengah Kering

Proses produksi ikan teri nasi setengah kering yang diterapkan di Pulau Pasaran meliputi penerimaan bahan baku, pencucian, perebusan, penirisan, sortasi awal, penjemuran, sortasi akhir dan pengemasan. Diagram alir proses pengolahan ikan teri nasi setengah kering di Pulau Pasaran disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Diagram alir proses pengolahan ikan teri nasi setengah kering di Pulau Pasaran

4.3.1 Sortasi awal

Jenis ikan yang digunakan untuk pembuatan ikan teri nasi setengah kering di Pulau Pasaran adalah ikan teri nasi yang berukuran kecil, berbentuk putih

Ikan teri nasi

Sortasi awal

Pencucian

Penambahan garam 25%-50% dari total

volume air laut yang digunakan

Perebusan selama 5-8 menit (sampai mengapung) pada

suhu 90 0C-95 0C. Penirisan Penjemuran selama 5-4 jam Pengemasan Penyimpanan Ikan teri nasi

setengah kering Sortasi ahir

(seperti nasi). Ikan teri nasi tersebut langsung diproses di atas kapal. Hal ini bertujuan untuk menghemat waktu dan mempertahankan kesegaran produk. Ikan teri nasi kemudian disortir berdasarkan ukuran dan mutunya.

4.3.2 Pencucian

Ikan teri nasi yang telah disortir ukurannya kemudian dicuci menggunakan air laut yang bersih. Pencucian ini dilakukan dengan menyiramkan bahan baku dengan air. Pencucian bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang ada pada bahan baku.

4.3.3 Perebusan

Perebusan merupakan salah satu titik kritis pada rantai pengolahan ikan teri nasi. Sehingga waktu dan kosentrasi garam yang digunakan harus tepat. Pada proses pembuatan ikan teri nasi dapat dilakukan di atas kapal atau di darat. Pengolah lebih memilih merebusnya di atas kapal, karena produk menjadi lebih baik mutunya seperti putih bersih, tidak mudah patah dan kesegarannya dapat bertahan lebih lama. Di atas kapal, proses perebusan dilakukan diatas kompor, suhu yang digunakan sekitar 90 0C-95 0C. Kosentrasi garam yang ditambahkan bervariasi tergantung pada jumlah tangkapan. Apabila jumlah tangkapan melimpah, maka pengolah akan mengurangi jumlah kosentrasi garam yang ditambahkan (sekitar 25-30%). Sebaliknya, jika jumlah tangkapan sedikit pengolah akan menambahkan jumlah garam yang ditambahkan (sekitar 40-50%). Hal ini akan berdampak pada bobot produk akhir. Proses perebusan Ikan teri nasi setengah kering dapat dilihat pada Gambar14 .

4.3.4 Penirisan

Penirisan dilakukan dengan meletakkan ikan teri nasi yang telah direbus ke dalam keranjang. Penirisan dilakukan sekitar 15-20 menit atau sampai tidak ada air menetes. Proses penirisan Ikan teri nasi di Pulau Pasaran dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Proses penirisan ikan teri nasi di Pulau Pasaran

4.3.5 Penjemuran

Ikan teri nasi yang sudah ditiriskan kemudian di jemur di atas para para. Proses penjemuran dilakukan dengan manual selama 4-5 jam. Jika cuaca mendung, dilakukan lebih dari 10 jam. Proses penjemuran dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Penjemuran ikan teri nasi

4.3.6 Sortasi Akhir

Sortasi akhir dilakukan secara manual. Proses ini bertujuan untuk memisahkan kotoran yang mungkin menempel pada tahap penjemuran. Sortasi akhir ini juga dilakukan untuk memilih ikan teri nasi yang berbentuk utuh, dengan

warna putih bersih dan tidak bau. Proses sortasi akhir ini dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Sortasi akhir ikan teri nasi setengah kering

4.3.7 Pengemasan

Pengemasan adalah salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan maupun produk non pangan. Pengemasan yang dilakukan untuk Ikan teri nasi setengah kering adalah menggunakan kardus ukuran 80 cm x 70 cm yang berkapasitas 25 kg. Ikan teri nasi setengah kering ini kemudian disimpan dalam gudang yang bersuhu ruang atau langsung dikirim ke daerah pemesanan. Kemasan yang digunakan pada ikan teri nasi setengah kering dapat dilihat pada Gambar 18.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahulan bertujuan mempelajari karakter fisik dan kimia bahan baku, dan mencari formula yang menghasilkan ikan teri nasi setengah kering terbaik dengan menggunakan uji hedonik. Hasil yang diperoleh kemudian

Dokumen terkait