• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Metode Penelitian

2. Penelitian Utama

Penelitian utama akan menguji pengaruh dosis tepung ekstrak daun X terhadap kadar glukosa darah tikus, yang menderita diabetes melitus tipe I

akibat induksi alloxan secara intraperitoneal, bila dibandingkan dengan pengaruh obat diabetes komersial.

a. Masa adaptasi hewan percobaan

Tikus percobaan diadaptasikan terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan. Masa adaptasi bertujuan untuk membiasakan tikus terhadap lingkungan percobaan dan juga untuk menstabilkan bobot tubuh tikus minimal pada angka 150 gram. Setelah tikus berbobot minimal 150 gram, tikus siap untuk diinjeksi alloxan dan dibagi menjadi kelompok- kelompok perlakuan. Tikus-tikus yang akan dijadikan kelompok kontrol negatif, dipisahkan.

b. Injeksi alloxan

Injeksi alloxan dilakukan untuk menginduksi tikus percobaan agar menderita diabetes melitus tipe I. Untuk memudahkan perhitungan dosis injeksi, dibuat larutan stok alloxan dengan konsentrasi 5 % (5 gram alloxan dalam 100 ml NaCl fisiologis). Dosis alloxan yang digunakan adalah 100 mg/kg bobot tubuh tikus (Kesenja, 2005).

Sebelum dilakukan injeksi, tikus dipuasakan selama satu malam. Injeksi alloxan dilakukan secara intraperitoneal pada semua tikus, kecuali tikus yang telah dipisahkan sebagai kontrol negatif. Setelah diinjeksi, tikus diberi ransum pelet dan air minum.

c. Seleksi tikus dan kelompok perlakuan

Dua hari setelah tikus diinjeksi, tikus diukur glukosa darahnya menggunakan perangkat glukometer Elite®. Pengukuran glukosa darah dilakukan dengan mengambil darah dari ekor tikus, yang telah dibersihkan, sebanyak satu tetes. Darah tikus tersebut kemudian diteteskan pada strip glukometer yang telah terpasang pada glukometer Elite®. Hanya tikus yang memiliki kadar glukosa darah spontan lebih dari 250 mg/dl yang digunakan dalam perlakuan.

Tikus yang telah terseleksi berdasarkan kadar glukosa darah kemudian dibagi ke dalam delapan kelompok perlakuan, yaitu :

1) Kelompok K(-) : kelompok kontrol negatif, tidak menderita diabetes melitus tipe I, diberi ransum pelet, tanpa disonde larutan ekstrak daun X.

2) Kelompok K(+) : kelompok kontrol positif, menderita diabetes melitus tipe I, diberi ransum pelet, tanpa disonde larutan ekstrak daun X.

3) Kelompok A : menderita diabetes melitus tipe I, diberi ransum pelet, disonde 1 ml larutan ekstrak daun X per hari yang mengandung 8 mg tepung ekstrak daun X.

4) Kelompok B : menderita diabetes melitus tipe I, diberi ransum pelet, disonde 1 ml larutan ekstrak daun X per hari yang mengandung 16 mg tepung ekstrak daun X.

5) Kelompok C : menderita diabetes melitus tipe I, diberi ransum pelet, disonde 1 ml larutan ekstrak daun X per hari yang mengandung 32 mg tepung ekstrak daun X.

6) Kelompok D : menderita diabetes melitus tipe I, diberi ransum pelet, disonde 1 ml larutan ekstrak daun X per hari yang mengandung 64 mg tepung ekstrak daun X.

7) Kelompok E : menderita diabetes melitus tipe I, diberi ransum pelet, disonde 1 ml larutan ekstrak daun X per hari yang mengandung 128 mg tepung ekstrak daun X.

8) Kelompok F : menderita diabetes melitus tipe I, diberi ransum pelet, disonde 1 ml larutan obat Amaryl® per hari yang mengandung 0.018 mg obat.

Setiap kelompok perlakuan terdiri dari empat ekor tikus. Perlakuan terhadap tikus dibagi menjadi dua, yaitu perlakuan ekstrak daun X selama 30 hari pertama dan perlakuan tanpa ekstrak daun X selama 30 hari kedua. Total waktu seluruh perlakuan adalah 60 hari. Selama perlakuan berlangsung akan dilakukan pengukuran kadar glukosa darah,

pengukuran bobot tubuh, pengukuran konsumsi ransum, analisis kolesterol dan analisis histologi jaringan pankreas pada akhir perlakuan.

d. Pengukuran kadar glukosa darah

Pengukuran kadar glukosa darah tikus perlakuan dilakukan setiap lima hari sekali selama 28 hari pertama dan setiap tujuh hari selama 32 hari kedua. Seperti pengukuran glukosa darah saat seleksi tikus, darah diambil dari ekor tikus yang telah dibersihkan sebanyak satu tetes yang kemudian diteteskan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terukur pada glukometer Elite® setelah 30 detik dan dinyatakan dalam satuan mg/dl.

e. Pengukuran bobot tubuh

Bobot tikus dipantau dengan cara menimbang tikus menggunakan timbangan tikus. Penimbangan pertama dilakukan pada saat tikus diabetes telah terseleksi. Penimbangan selanjutnya dilakukan setiap tiga hari selama 60 hari dimulai saat tikus diberi sampel hingga akhir perlakuan. Bobot tikus dinyatakan dalam satuan gram.

f. Pengukuran jumlah konsumsi ransum pelet

Pengukuran konsumsi ransum pelet dilakukan setiap hari selama 60 hari. Tujuan dilakukan pengukuran adalah mengetahui jumlah ransum pelet harian yang dikonsumsi oleh tiap ekor tikus perlakuan. Konsumsi ransum pelet dapat ditentukan dengan mengumpulkan dan menimbang ransum sisa. Ransum sisa yang dikumpulkan, dipisahkan terlebih dahulu dari sekam yang tercampur dalam ransum. Setelah bersih, sisa ransum ditimbang dengan neraca analitik dan dinyatakan dalam satuan gram. Jumlah konsumsi ransum dihitung dengan mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum yang telah ditimbang.

g. Pembedahan tikus

Pembedahan tikus dilakukan seteleh masa perlakuan pertama dan kedua berakhir, yaitu pada hari ke-31 dan hari ke-61. Tikus yang akan dibedah dipingsangkan terlebih dahulu dengan metode dislocatio cervicalis (Gambar 5). Saat pembedahan dilakukan pengambilan darah, dan pankreas. Darah diambil dari organ jantung menggunakan syringe bervolume 5 ml. Darah disentrifusi 3000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan serum dan sel-darah merah. Serum darah diambil untuk analisis kolesterol lengkap. Pankreas yang telah diambil dicuci dengan larutan NaCl 0.9 % kemudian dimasukkan ke dalam larutan fiksatif Bouin untuk kemudian dianalisis histologi.

Gambar 5. Dislocatio cervicalis

h. Analisis kolesterol serum

Analisis kolesterol serum secara lengkap dilakukan dengan mengirim sampel serum darah ke laboratorioum klinik. Analisis kolesterol lengkap yang dilakukan meliputi analisis kadar kolesterol total, kadar trigliserida, kadar HDL dan kadar LDL darah. Prosedur analisis kolesterol lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Prosedur analisis kolesterol lengkap Parameter Total Kolesterol Trigliserida HDL LDL Sampel Serum tidak hemolisis Serum tidak hemolisis Serum tidak hemolisis Serum tidak hemolisis Volume (μl) 10 10 100 500 Metode Kolorimetrik, Panjang gelombang 546 nm Kolorimetrik, Panjang gelombang 546 nm Precipitat, Panjang gelombang 546 nm Direct Precipitat, Panjang gelombang 546 nm Suhu (oC) 25-30 25-30 30 30

i. Analisis hemoglobin terglikosilasi (HbA1c)

Analisis hemoglobin terglikosilasi dilakukan dengan mengirim sampel darah ke laboratorium klinik. Analisis hemoglobin terglikosilasi dilakukan dengan metode sebagai berikut :

Sampel : Darah EDTA

Metode : High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Persiapan hemolysat

Pembacaan glikohemoglobin secara spektrofotometri Panjang gelombang 415 nm

j. Analisis histologi jaringan pankreas

Analisis histologi jaringan pankreas dilakukan untuk melihat perubahan pada pulau Langerhans. Analisis histologi dilakukan dengan pembuatan preparat dari organ pankreas seluruh tikus perlakuan. Pembuatan preparat tersebut dilakukan dalam delapan tahap, yaitu pengambilan sampel, pengawetan, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, pencetakan, pemotongan dan pewarnaan.

1) Pengambilan sampel (sampling)

Sampel berupa jaringan pankreas tikus perlakuan diambil saat pembedahan. Setelah dilakukan dislocatio cervicalis, tikus dibedah dan diambil pankreasnya. Pankreas kemudian dicuci dalam NaCl 0.9 % dan dimasukkan ke dalam larutan fiksatif Bouin.

2) Pengawetan (fiksasi)

Pengawetan dilakukan dalam larutan fiksatif Bouin selama 24 jam sejak jaringan pankreas dimasukkan. Larutan Bouin dibuat satu hingga dua jam sebelum dilakukan pengambilan sampel. Larutan Bouin dibuat dari campuran asam pikrat jenuh, formalin p.a dan asam asetat glasial dengan perbandingan 15 : 5 : 1. setelah 24 jam dalam larutan Bouin, pankreas dipindahkan ke dalam alkohol 70 % untuk menghentikan proses pengawetan. Fase penghentian ini disebut juga sebagai stopping point. Dalam fase ini pankreas sudah terfiksasi sempurna dan siap untuk dilakukan tahap selanjutnya.

3) Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan untuk menarik air secara perlahan-lahan dari dalam jaringan. Dehidrasi dilakukan dengan menggunakan larutan alkohol bertingkat. Dalam persiapan dehidrasi, jaringan pankreas yang berada pada fase stopping point dalam alkohol 70 % dipotong melintang dengan ukuran ketebalan ± 0.3 mm menggunakan silet. Kemudian potongan jaringan pankreas tersebut dimasukkan ke dalam tissue cassete, dan dilakukan perendaman dalam alkohol bertingkat, dimulai dari alkohol 80 % selama 24 jam, kemudian dipindahkan dalam alkohol 90 % selama 24 jam, larutan alkohol 95 % selama 12- 24 jam, alkohol absolut I selama 1 jam, alkohol absolut II selama 1 jam, dan alkohol absolut III selama 1 jam.

4) Penjernihan (Clearing)

Penjernihan merupakan tahapan lanjutan dari dehidrasi yang dilakukan secara serta merta. Tahap ini dilakukan untuk menjernihkan dan menghilangkan sisa alkohol dari dalam jaringan pankreas. Setelah perendaman dalam alkohol absolut III, penjernihan segera dilakukan dengan perendaman dalam xylol I dan xylol II masing-masing selama 1 jam, dan xylol III selama 30 menit pada suhu ruang dan 30 menit pada oven yang bersuhu 65 oC.

5) Infiltrasi parafin

Infiltrasi parafin dilakukan untuk memudahkan pemotongan. Parafin larut dalam xylol, sehingga dalam infiltrasi diharapkan agar xylol yang telah masuk ke seluruh bagian jaringan dapat digantikan oleh parafin yang akan memudahkan proses pemotongan. Potongan pankreas yang berada dalam xylol III dikeluarkan dari tissue cassete untuk dimasukkan ke dalam parafin cair I parafin cair II, dan parafin cair III secara berurutan masing-masing selama 1 jam dalam oven 65 oC. Setelah infiltrasi parafin selesai, jaringan dapat dicetak (embedding).

6) Pencetakan dalam parafin (embedding)

Embedding dilakukan untuk mencetak jaringan sebelum dilakukan pemotongan. Embedding dilakukan dengan alat Tissue Embedding Console (Gambar 6). Jaringan pankreas yang sebelumnya terdapat dalam parafin cair III dimasukkan kedalam cetakan pagoda yang telah diberi gliserin dan diisi dengan parafin cair hingga cembung. Peletakan jaringan pankreas dilakukan sedemikian rupa agar permukaan yang rata terdapat di dasar. Setelah parafin agak mengeras, jaringan pankreas yang di-embedding masing-masing diberi label menggunakan kertas film.

Gambar 6. Tissue Embedding Console

Cetakan pagoda yang telah berisi parafin dan potongan pankreas kemudian didinginkan hingga mengeras, dengan diapungkan diatas wadah yang berisi air dingin. Setelah benar-benar mengeras dan warna parafinnya berubah menjadi lebih putih, cetakan pagoda yang terapung dibiarkan tenggelam hingga dilakukan pelepasan parafin dan organ dari cetakan.

Setelah lepas dari cetakan, potongan parafin yang telah dicetak dalam parafin dipotong individual membentuk blok dengan sisi-sisi dibuat seperti piramida. Blok ini kemudian ditempelkan diatas balok kayu berukuran 3 cm x 1 cm x 1 cm yang telah diberi label dengan pensil.

Blok yang telah ditempelkan diatas balok kayu disimpan dalam refrigerator untuk persiapan pemotongan dengan mikrotom.

7) Pemotongan (sectioning)

Blok parafin yang berisi jaringan pankreas dan telah ditempelkan pada balok kayu kemudian dipotong menggunakan mikrotom (Gambar 7). Pemotongan awal dilakukan dengan ketebalan 10 mikron untuk memperoleh pita dengan irisan seluruh permukaan potongan pankreas. Pemotongan awal ini disebut juga sebagai trimming. Pemotongan berikutnya dilakukan dengan ketebalan 4 mikron. Hasil potongan kemudian diapungkan dalam akuades dan

dibentangkan dalam air hangat bersuhu 35-40 oC. Potongan jaringan yang baik dipilih, lalu ditempelkan pada gelas objek dan disimpan dalam inkubator selama semalam. Potongan ini kemudian siap untuk diwarnai.

Gambar 7. Mikrotom

8) Pewarnaan (staining)

Pewarnaan yang dilakukan dalam penelitian adalah pewarnaan hematoksilin-eosin dan pewarnaan imunohistokimia terhadap insulin. Proses pewarnaan hematoksilin-eosin diawali dengan tahap deparafinasi. Tahap ini dilakukan dengan merendam gelas objek yang berisi potongan jaringan pankreas (preparat) dalam xylol III selama 3 menit. Xylol II selama 3 menit dan xylol I selama 5 menit. Preparat kemudian direhidrasi dengan perendaman dalam alkohol absolut I, II, III, alkohol 95 %, alkohol 90 % dan alkohol 80 % masing-masing selama 3 menit dan dalam alkohol 70 % selama 5 menit.

Preparat kemudian direndam dalam air kran selama 15 menit dan dalam akuades selama 10 menit. Preparat kemudian dicelupkan dalam pewarna hematoksilin selama 2-5 detik. Setelah itu, preparat direndam dalam air kran selama 1-2 menit dan dipindahkan dalam akuades. Preparat kemudian diamati dengan mikroskop, jika warnanya terlalu pucat, pencelupan dalam hematoksilin diulang kembali. Preparat dengan warna yang baik direndam dalam akuades

selama 5-10 menit. Preparat kemudian diwarnai dengan eosin selama 5 menit. Setelah direndam dalam akuades, preparat kemudian didehidrasi sebagai tahap akhir.

Dehidrasi dilakukan dengan pencelupan dalam alkohol 70, 80, 90 dan 95 %, masing-masing sebanyak 3 celupan, alkohol absolut I, II, III selama 1, 2 dan 5 menit. Preparat kemudian diamati kembali dengan mikroskop untuk melihat kekontrasan warna eosin. Jika warna eosin kurang pekat, pewarnaan diulang kembali. Jika warna telah dinilai baik, dilakukan pencelupan preparat dalam xylol I dan II masing-masing sebanyak 3 celupan, kemudian dalam xylol 3 selama 5 menit. Tahap terakhir adalah mounting, yaitu penempelan gelas penutup di atas preparat dengan entelan atau DPX mountax sebagai perekatnya. Preparat siap diamati.

Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk mendeteksi sel (penghasil insulin). Seperti pada pewarnaan hematoksilin-eosin, pewarnaan imunohistokimia diawali dengan deparafinasi. Preparat direndam dalam xylol III selama 3 menit. Xylol II selama 3 menit dan xylol I selama 5 menit. Preparat kemudian juga diberi perlakuan rehidrasi dengan perendaman dalam alkohol absolut I, II, III, alkohol 95 %, alkohol 90 % dan alkohol 80 % masing-masing selama 3 menit dan dalam alkohol 70 % selama 5 menit.

Preparat kemudian direndam dalam air bebas ion (deionized water) selama 10-15 menit. Selanjutnya preparat direndam dalam larutan H2O2 dalam metanol (1 : 100) selama 15 menit. Preparat direndam dalam air bebas ion dan PBS masing-masing selama 3 x 10 menit. Preparat kemudian diletakkan dalam kotak preparat dan ditetesi serum normal 10 % dalam PBS (50-60 μl per preparat). Preparat kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 60 menit.

Setelah inkubasi, preparat dicuci PBS selama 3 x 5 menit. Preparat kemudian ditetesi antiinsulin dalam PBS (1 : 1000) sebanyak 50-60 μl per preparat dan diinkubasi dalam refrigerator selama semalam. Keesokan harinya, preparat dicuci dalam PBS sebanyak 3 x

10 menit. Preparat kemudian ditetesi DAKO envision peroxidase yang telah diencerkan dengan PBS (DAKO : PBS = 3 : 1), 50-60 μl per preparat.

Setelah ditetesi DAKO, preparat diinkubasi dalam ruang gelap bersuhu 37 oC selama 60 menit. Preparat kemudian dicuci PBS selama 3 x 5 menit. Selanjutnya preparat ditetesi sebanyak 50-60 μl larutan 10 mg DAB (diaminobenzidine) dan 50 μl H2O2 dalam 50 ml Tris buffer. DAB dibiarkan bereaksi dalam keadaan gelap selama 25- 30 menit. Reaksi diamati dengan mikroskop, jika hasilnya positif preparat lalu dicuci air bebas ion selama 2 x 5 menit. Reaksi positif ditunjukkan dengan pembentukan warna coklat pada sel-sel . Reaksi tersebut berjalan sebagai berikut :

DAB + H2O2 endapan coklat + H2O

Selanjutnya, dilakukan dehidrasi terhadap preparat. Dehidrasi dilakukan dengan pencelupan dalam alkohol 70 %, 80 %, 90 %, 95 %, absolut I, II, masing-masing sebanyak 2 celupan dan dalam alkohol absolut III selama 1 menit. Penjernihan kemudian dilakukan dengan pencelupan preparat dalam xylol I, II dan III masing-masing sebanyak 2 celupan. Tahap terakhir adalah mounting, yaitu penempelan gelas penutup di atas preparat dengan entelan atau DPX mountax sebagai perekatnya. Preparat pun siap diamati.

k. Pengamatan dan pemotretan

Preparat yang telah diwarnai hematoksilin-eosin dan imunohistokimia diamati dan didokumentasikan dengan mikroskop cahaya yang telah dilengkapi dengan kamera (Nikon E6000). Pengamatan yang dilakukan pada preparat yang diwarnai hematoksilin-eosin terdiri dari pengamatan pulau Langerhans secara deskriptif, penghitungan jumlah pulau Langerhans per bidang pandang dengan perbesaran 100 x dan pengukuran luasan pulau Langerhans per bidang pandang dengan

pembesaran 400 x. Sedangkan pengamatan yang dilakukan pada preparat yang diwarnai secara imunohistokimia adalah penghitungan jumlah sel per bidang pandang dengan pembesaran 100 x.

Dokumen terkait