• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penemuan Masalah (Discovering Problems) 5

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN TEORITIS (Halaman 29-53)

5 Ellen Winner, Invented World: The Psychology of The Arts, Harvard University Press, 1982, hlm.32-34

Sebagian besar ukuran tradisional untuk kreativitas, sebagaimana halna kecerdasan, menilai kemampuan individu untuk memecahkan masalah. Tetapi, walaupun pemecahan masalah penting dalam bidang seni, keahlian yang terkait pun lebih utama; kemampuan untuk menemukan masalah. Mungkin seniman yang paling kreatif tidak sekadar cakap dalam menyelesaikan masalah tetapi juga mampu menemukan masalah-masalah yang menantang. Dengan asumsi ini maka Getzel dan Csikszentmihalyi berhipotesis bahwa seseorang yang kreatif adalah orang yang selalu mencari stimulus atau rangsang untuk mencapai kesempurnaan, dan menurut mereka orang seperti inilah yang termotivasi untuk mencari dan menemukan masalah untuk diselesaikan.

Untuk membuktikan hipotesis ini, keduanya mengadakan percobaan terhadap sekelompok siswa sekolah seni. Para siswa diberi sekumpulan benda dan diminta untuk memilih beberapa di antaranya, kemudian menyusunnya sesuai dengan keinginan masing-masing dan hasilnya digunakan sebagai model untuk gambar still life. Yang diamati dalam percobaan ini adalah mana yang lebih banyak keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan tugas ini, terutama tingkat eksplorasi penyusunan objek-objek yang mereka miliki dan pengembangan saat menggambar ketika model dipindahkan ke atas kertas. Hasil gambar akan dinilai berdasarkan tiga komponen penilaian, yaitu: faktor kemampuan teknik, faktor keaslian atau orisinalitas, dan faktor estetisnya.

Hasilnya, ternyata yang berhasil membuat karya paling orisinal dan bernilai estetis paling tinggi adalah mereka yang terus mengeksplorasi penyusunan benda sampai menemukan sebuah masalah desain yang menarik dan menantang bagi mereka. Mereka yang hasil karyanya tidak terlalu orisinal dan estetis adalah mereka yang lebih pasif, hanya sekadar menerima persoalan apa adanya dan tidak dieksplorasi lagi, serta tidak berusaha untuk menemukan pemecahan lain yang memungkinkan. Mereka hanya menyusun benda dengan ukuran atau cara konvensional yang sudah ada (simetris atau asimetris). Satu hal yang menarik dari hasil percobaan ini adalah tidak diketemukannya hubungan antara kemauan untuk terus mencari sesuatu yang baru (menemukan masalah) dengan kemampuan teknis yang minim.

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari percobaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang seniman tidak hanya termotivasi oleh keinginan untuk

memecahkan sebuah masalah, tetapi juga seringkali didorong oleh keinginan untuk menemukan masalah baru untuk dipecahkan.

Kesimpulan

Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan menyampaikan gagasan, melakukan tindakan, mengubah pola pikir, pemecahan masalah atau mengembangkan konsep baru dengan cara-cara tidak konvensional. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka aspek-aspek kreativitas adalah : (1) memiliki daya imajinasi yang kuat, (2) memiliki banyak inisiatif, (3) memiliki energi besar, (4) orientasi jangka panjang, (5) memiliki sikap tegas, (6) memiliki minat luas, (7) mempunyai sifat ingin tahu, (8) berani mengambil resiko, (9) berani berpendapat, dan (10) memiliki rasa percaya diri.

2.1.5. Mengembangkan Kreativitas

Sejarah menunjukkan bahwa gagasan kreatif adalah hasil usaha yang gigih dan peningkatan yang mantap. Meskipun untuk menjadi kreatif diperlukan kecerdasan, tetapi kreativitas tidak memerlukan intelegensi yang besar (jenius). Terdapat riset yang menunjukkan bahwa orang yang paling kreatif dalam profesi apa pun tidak lebih pintar dibandingkan koleganya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya tahu bagaimana cara mendapatkan gagasan, memilih gagasan yang baik, dan bagaimana cara menyelesaikannya. Penyelesaian pekerjaan ini mungkin mengesankan dan mengejutkan kolega mereka, tetapi tidak bagi pekerja yang kreatif karena mereka tahu bahwa itu adalah hasil dari imajinasi yang terfokus, kerja giat, dan peningkatan yang mantap.

Keuntungan yang terdapat dalam indera manusia tidak terlalu berpengaruh di dalam kreativitas yang terjadi. Contohnya: Beethoven mengalami ketulian ketika dia menggubah karya-karyanya yang terbaik dan terkenal. Tetapi meskipun begitu, keuntungan yang didapat dari indera manusia memiliki pengaruh terhadap perkembangan akan ketertarikan pada suatu domain yang menjadi syarat penting bagi kreativitas.

Tanpa kecukupan akan keingintahuan, pengaruh, dan ketertarikan akan sesuatu yang mereka suka dan mereka kerjakan, maka akan sulit untuk membuat suatu masalah

menjadi menarik. Perhatian yang dilakukan terus menerus terhadap sesuatu adalah suatu keuntungan yang amat besar dalam menciptakan suatu kebaruan atau penemuan baru.

Tanpa ada ketertarikan terhadap sesuatu maka kreativitas akan sulit berkembang apalagi untuk menekan individual menjadi lebih kreatif. Seseorang akan selalu membutuhkan akses kepada domain. Memang hal ini juga berkaitan dengan keberuntungan seseorang dalam hal keluarga yang mendukung, sekolah yang berkualitas baik, mentor, pengajar.

Semua hal ini merupakan faktor pendukung yang amat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang. Mereka yang dapat memberikan kepada anak-anak mereka lingkungan yang penuh dengan buku-buku menarik, percakapan yang dapat menstimulasi, pendidikan yang baik dan berkualitas, pengajar, pendidik, koneksi yang baik, dan banyak lagi, maka akan dapat mengembangkan anak-anak mereka dengan lebih baik. Seseorang juga membutuhkan akses kepada bidang (field). Akses kepada bidang ini juga sama pentingnya dengan akses kepada domain. Beberapa orang, dengan amat disayangkan, berpendidikan tetapi mereka enggan untuk berkomunikasi dengan orang lain selama masa-masa perkembangan karir mereka. Seseorang yang tidak dikenal dan tidak disadari keberadaannya maka akan sangat sulit mendapat kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang akan dilihat sebagai hal yang kreatif. Seperti seseorang yang tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar dan mendapat informasi terbaru, kemungkinan tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja, dan jika dia mengerjakan sesuatu penemuan yang baru, maka kebaruan ini akan diabaikan atau dianggap tidak ada.

Dalam bidang ilmu pengetahuan dan juga seni, berada di universitas yang tepat menjadi sangat penting. Seperti misalnya pelukis yang berada di New York akan mendapatkan kesempatan menjadi seseorang yang dianggap kreatif karena di New York terdapat banyak galeri-galeri yang terkenal dan juga tempat di mana para kolektor benda-benda seni berada. Hal ini menjadi suatu keuntungan dan faktor yang sangat penting bagi pelukis tersebut untuk diakui dan diingat oleh masyarakat. Lain halnya jika pelukis tersebut berada di kota-kota kecil lain yang tidak memiliki potensi untuk seni. Pelukis tersebut akan tidak diakui, dilupakan, dan lain-lain kecuali jika dia telah mendapat pengakuan dari New York sebagai salah satu pusat seni yang diakui masyarakat.

2.1.5.1. Kreativitas Anak dan Perkembangannya6

Ketika seorang anak dengan bangga memperlihatkan gambar yang dibuatnya setiap ada waktu senggang, apakah kita dapat menduga bahwa anak ini kreatif? Seorang anak yang cerdas, dengan keingintahuannya yang besar, dan dia selalu mengambil resiko (padahal kita tidak mengharapkannya demikian), akan terlihat dengan jelas motivasi dan emosionalnya. Tetapi hal ini belum cukup untuk disebut kreatif karena kreatif membutuhkan sumber yang amat penting yaitu ilmu pengetahuan.

Keegan (1996) mengatakan bahwa anak-anak tentu saja memiliki kemampuan untuk menerima sekumpulan ilmu pengetahuan. Ia mencontohkan hal ini: seorang anak dapat memberitahu kita tidak hanya nama-nama dari dinosaurus-dinosaurus yang berbeda, tetapi juga dalam periode kapan mereka hidup, penyebab kepunahan mereka, dan di mana kawah akibat meteorit terbentuk.

Di sisi lain, Albert (1996) dan Runco (1996) mengatakan bahwa tidak hanya ilmu pengetahuan dari subjek saja yang dibutuhkan tetapi juga diperlukan sebuah ilmu pengetahuan yang dapat menilai dan mengevaluasi kekuatan kreatif anak tersebut. Runco menambahkan hal ini karena anak-anak seringkali tidak dapat membedakan antara kenyataan dan fantasi. Mereka tidak dapat menjadi benar-benar kreatif sampai mereka mencapai tahap pra-remaja.

Menurut Russ (1996), meskipun anak-anak tidak memiliki dasar ilmu pengetahuan atau teknik, tetapi mereka dapat memiliki gagasan-gagasan yang baru dan baik dalam hal menciptakan sesuatu yang baru yang sesuai dengan usia dan perkembangan mereka. Dan mereka seringkali menggunakan tindakan kreatif dan pemecahan masalah secara kreatif.

Bermain terutama berfantasi, atau berperilaku berpura-pura, memberi kesempatan kepada anak untuk mempraktekkan kemampuan berpikir secara menyebar (divergent thinking) yang berperan penting di masa depan bagi mereka untuk menciptakan sesuatu yang hebat (Russ 1996).

Vygotsky mengatakan bahwa bermain adalah fasilitas untuk kreativitas dan memperlihatkan kreativitas sebagai proses perkembangan:” Permainan anak bukan ingatan masa lalu yang sederhana, tetapi sebuah kreativitas yang dikombinasikan dengan pengaruh dan konstruksi bentuk dari realitas yang baru yang merupakan kebutuhan setiap anak”.

6 E. Mavis Hetherington & Ross D. Parke, Child Psychology: A Contemporary Viewpoint, Mc.Graw-Hill Companies, New York, 2003. hlm. 454-455.

Mendukung Vygotsky, Russ mengatakan bahwa anak-anak yang bermain mengembangkan imajinasi kombinasi, kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-elemen dari pengalaman kepada situasi yang baru dengan tingkah laku yang juga baru, dan kemampuan ini adalah bagian dari kreativitas artistik dan ilmu pengetahuan.

Tahap-tahap perkembangan kreativitas anak dalam bidang seni

• Tahap awal menulis (saat tulisan masih berantakan). Sekitar usia 2-4 tahun.

- Anak-anak merasa kagum dengan kemampuan mereka membuat coretan-coretan.

Mereka hanya menyadari bahwa mereka dapat berinteraksi dan mempengaruhi lingkungannya.

- Banyak waktu yang dihabiskan untuk melakukan kemampuan motorik.

- Anak-anak memulai menggambar bulat, lalu kotak, dan bentuk-bentuk geometris lainnya.

- Anak-anak mencoba untuk mereka ulang dunianya sendiri. Mereka mungkin akan menginginkan memberi nama pada bagian-bagian dalam gambar yang mereka buat.

• Tahap pre-skematik. Sekitar usia 7 tahun.

- Mencoba untuk menggambarkan manusia atau objek. Gambar mereka telah dapat dikenali bentuknya oleh orang dewasa yang melihatnya.

- Anak-anak memperlihatkan keterpesonaan pada variasi warna.

- Terdapat hubungan yang jelas antara objek-objek yang berlainan yang terdapat dalam gambarnya.

- Perasaan diterima oleh guru dan teman-teman penting untuknya.

- Mudah untuk merasa kecil hati dan kelelahan.

- Anak-anak bersifat aktif, antusias dalam belajar, dan memusatkan segala sesuatu pada diri sendiri (self-centered).

- Berimajinasi tinggi tetapi terfokus pada satu ide di satu waktu.

- Mencari banyak jalan untuk dapat memperlihatkan ide mereka.

• Tahap skematis. Sekitar usia 7-9 tahun.

- Penggunaan simbol meningkat seperti salib untuk gereja, dan warna-warna gelap untuk menggambarkan malam hari.

- Self-centered berkurang.

- Masih belum memiliki kesadaran yang jelas akan lingkungan mereka.

- Koordinasi mata dan tangan serta motorik meningkat.

- Perhatian akan sesuatu meningkat.

- Kemampuan humor berkembang.

- Anak-anak bermain secara terpisah oleh gender.

- Karakteristik khusus akan terlihat pada objek atau orang yang digambar (misalnya ibunya mempunyai rambut ikal dan memakai kacamata, maka hal ini akan tampak pada gambarnya tentang ibunya).

• Tahap realistis. Sekitar usia 9-12 tahun.

- Mudah terpengaruh oleh kawan-kawan sebayanya.

- Penggunaan simbol meningkat dan terdapat banyak detil dalam gambarnya.

- Perbedaan individual berkembang.

- Mengembangkan seperangkat nilai-nilai.

- Ingin mengerjakan segala sesuatu dengan “benar”.

• Tahap pseudo-naturalis. Sekitar usia 12-14 tahun.

- Anak-anak menjadi sangat kritis terhadap karya yang mereka buat.

- Ingin terlihat seperti “orang dewasa”

- Periode puncak di mana perbadaan individual terlihat dalam banyak hal seperti fisik, mental, emosional, dan lingkungan sosial.

- Seni menjadi mata pelajaran pilihan di sekolah.

- Periode untuk mempertinggi kesadaran akan diri sendiri. Karena pada masa ini, anak-anak membutuhkan penegasan dari teman-teman sebayanya di mana hal ini justru dapat membuat kemampuan kreatif mereka terhambat.

Tetapi pada kenyataannya, sekolah formal cenderung untuk memfokuskan pendidikan umum, untuk melewati tes dan ujian, naik kelas, dan akhirnya anak tersebut sampai di universitas. Menurut Albert (1996), periode pertengahan masa kanak-kanak sampai masa pra-remaja ketika tanda-tanda kreativitas mulai menghilang karena anak-anak dikonsentrasikan dan dikontrol dalam hal kemampuan belajar.

Kemampuan berpikir secara menyebar (divergent thinking) tidak populer di kelas-kelas.

Russ (1996) mengatakan bahwa mengembangkan program yang dapat membantu anak-anak belajar bermain akan menjadi investasi yang bagus untuk masa depan yang kreatif bagi anak-anak kita.

Ericsson dan Charness (1994) juga menemukan bahwa individual yang amat berbakat seringkali tidak disebut demikian ketika mereka berusia kanak-kanak, dan malahan seringkali digambarkan dengan individu yang paling ingin tahu, dan juga individu yang paling senang dan bahagia. Seperti yang telah dikatakan oleh Russ, memutuskan bagaimana untuk meningkatkan kreativitas, dan bagaimana untuk menghubungkan hal itu dengan kemampuan sosial dan nilai-nilai sosial, merupakan tujuan yang penting dalam masyarakat kita.

Prof. Dr. Conny Semiawan (dalam seminar “ Kiat Menggali Potensi Anak:

Kompromi Antara Ambisi Orangtua Vs Kapasitas Anak”) mengatakan bahwa cara guru mengajar dan mendidik siswanya dengan mengabaikan perkembangan imajinasi dan kreativitas anak justru telah membuat "gembok" dalam otak belahan kanan anak-anak. Gembok itu harus segera dibuka sehingga perkembangan otak kanan anak Indonesia bisa seimbang dengan otak kirinya. Cara untuk membuka gembok itu antara lain dengan memberikan latihan kepada anak lewat kegiatan pengamatan, interpretasi, ramalan, dan eksperimen atau penerapan teori.

Ia lalu memberi contoh sikap guru yang mengunci kreativitas dan imajinasi anak. Mereka memberi soal yang punya lebih dari satu jawaban, tetapi ketika siswa memberi jawaban tak sama dengan keinginan guru, jawaban itu dianggap salah.

Padahal, fungsi belahan otak kanan adalah berpikir divergen yang menuntut lebih dari satu jawaban benar terhadap masalah multidimensial. Sementara belahan otak kiri lebih banyak merespons hal bersifat linear, logis dan teratur.

Pola mengajar dan mendidik seperti itu harus berubah dengan lebih banyak mengajak anak mengamati untuk membuat perbandingan, interpretasi untuk menemukan maksud dan hubungannya, serta menyarankan kemungkinan alternatif penemuan jawaban serta kesimpulan. Kegiatan lain, ramalan untuk melatih penalaran dari pengamatan dan menyimpulan dari pengamatan dan interpretasi, sedangkan eksperimen untuk melatih perencanaan pengamatan dari penerapan teori sampai menguraikan kesimpulannya. Diingatkan pula agar orangtua tak menjejali anak dengan bermacam les atau memaksakan masuk kelas akselerasi sehingga mereka kehilangan masa bermainnya.

Kreativitas anak agar dapat terwujud membutuhkan adanya dorongan dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik):

a. Motivasi untuk Kreativitas

Pada setiap orang ada kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan potensinya, untuk mewujudkan dirinya (seperti teori humanistik Abraham Maslow) dan menjadi matang, dorongan untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas seseorang. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers, Vernon 1982). Dorongan ada pada setiap orang dan bersifat internal, ada dalam diri individu sendiri, namun membutuhkan kondisi yang tepat untuk diekspresikan.

b. Kondisi Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif

Kreativitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk tumbuh. Menurut pengalaman Rogers dalam psikoterapi, penciptaan kondisi keamanan dan kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif.

1. Keamanan psikologis

Hal ini dapat terbentuk dengan tiga proses yang saling berhubungan:

a. Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Jika orang tua atau guru memberikan kepercayaan kepada anak bahwa pada dasarnya ia mampu, bagaimanapun tingkah laku atau prestasi anak saat ini maka ia akan mendorong pengembangan kreativitas anak tersebut. Efeknya adalah anak menghayati suasana keamanan.

b. Mengusahakan suasana yag di dalamnya evaluasi eksternal tidak ada (atau setidaknya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam). Evaluasi selalu mengandung ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan. Bagi anak untuk berada dalam suasana di mana ia tidak dinilai, tidak diukur menurut patokan dari luar, dapat memberi rasa kebebasan.

c. Memberikan pengertian secara empatis (dapat ikut menghayati). Mengenal dan ikut menghayati perasaan-perasaan anak, pemikiran-pemikirannya,

tindakan-tindakannya, dapat melihat dari sudut pandang anak dan tetap menerimanya, hal ini betul-betul memberi rasa keamanan.

Dalam keadaan seperti ini, ”real self” dimungkinkan untuk timbul, untuk diekspresikan dalam bentuk-bentuk baru dalam hubungannya dengan lingkungannya. Inilah pada dasarnya yang disebut dengan memupuk kreativitas.

2. Kebebasan psikologis

Jika orang tua atau guru mengizinkan atau memberi kesempatan pada anak untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya, permissiveness ini akan memberikan pada anak kebebasan dalam berpikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada di dalam dirinya.

2.1.5.1.1. Teori Persimpangan Kreativitas (Creativity Intersection)

Dalam membantu anak mewujudkan kreativitas mereka, anak perlu dilatih dalam keterampilan tertentu sesuai dengan minat pribadinya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat atau talenta mereka. Pendidik terutama orang tua perlu menciptakan iklim yang merangsang pemikiran dan keterampilan kreatif anak, serta menyediakan sarana prasarana.

Di samping perhatian, dorongan dan pelatihan dari lingkungan, perlu juga ada motivasi intrinsik pada anak. Minat anak untuk melakukan sesuatu harus tumbuh dari dalam dirinya sendiri, atas keinginannya sendiri.

Keberhasilan kreatif adalah persimpangan antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik, dapat juga disebut motivasi batin. Motivasi intrinsik seperti yang telah dikemukakan adalah motivasi yang tumbuh dari dalam, berbeda dengan motivasi ekstrinsik yang ditimbulkan dari luar, oleh lingkungan.

Motivasi intrinsik untuk menggambar, adalah misalnya:

1. Jika anak mempunya keinginan dan prakarsa sendiri melakukan suatu kegiatan.

2. Jika anak senang melakukan kegiatan itu tanpa disuruh.

3. Jika anak mengalami kepuasan dengan melakukan kegiatan itu, atau 4. Keuntungan materiil tidak menjadi alasan untuk menggambar

Motivasi ekstrinsik untuk menggambar, adalah misalnya:

1. Jika anak menggambar karena didorong atau disuruh orang tua dan guru.

2. Jika anak menginginkan penghargaan untuk karyanya.

3. Jika tanpa dorongan atau penghargaan, anak tidak senang melakukan kegiatan itu, atau

4. Jika anak menggambar terutama karena mencari keuntungan materiil atau finansial.

2.1.5.1.2. Karakteristik Keluarga yang Kreatif

1. Faktor Genetis Versus Lingkungan

Terdapat penelitian psikologi yang dilakukan oleh Dacey pada tahun 1989 di Inggris yaitu dengan memilih beberapa keluarga. Dalam keluarga-keluarga dipilih karena salah seorang dari orang tua dinilai sangat kreatif, lebih dari separuh anak mereka juga di atas rata-rata dalam kreativitas. Pada keluarga yang dipilih karena sekolah menunjuk anak remajanya sebagai sangat kreatif, hanya sepertiga dari orang tua di atas rata-rata dalam prestasi kreatif. Meskipun hasil ini belum tuntas memecahkan masalah ”nature versus nuture”, namun jelas menunjukkan peranan faktor lingkungan seperti cara asuhan orang tua dan iklim keluarga.

2. Aturan Perilaku

Orang tua dari remaja kreatif tidak banyak menentukan aturan perilaku dalam keluarga. Kelompok orang tua ini rata-rata hanya menentukan kurang dari satu aturan seperti jumlah jam belajar, waktu tidur, dan aturan untuk kegiatan lain. Kelompok keluarga yang tidak kreatif menerapkan rata-rata enam aturan perilaku. Namun, orang tua dari remaja kreatif tidak ”permissive” dalam cara asuhan. Mereka menentukan dan meneladankan (model) seperangkat nilai yang jelas dan mendorong anak-anak mereka untuk menentukan perilaku apa yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Kebanyakan dari orang tua ini

tidak mengalami masakah dengan penerapan disiplin di dalam keluarga.

3. Humor

Bercanda, berolok-olok, dan memperdayakan sebagai lelucon, biasa terjadi pada keluarga kreatif. Anggota keluarga sering saling memberikan nama atau julukan lucu, dan menggunakan kosakata yang hanya dapat dimengerti oleh mereka. Rasa humor menduduki peringkat yang jauh lebih tinggi daripada ciri seperti ’mempunyai IQ tinggi’.

4. Ciri-ciri Menonjol Lainnya

Berentangan dengan pendapat streotipe, anak-anak kreatif melihat dirinya mudah bergaul dengan orang lain dan menilai tinggi ciri ini.

Mereka memandang dirinya ’berbeda’ dan mengatakan mempunyai pikiran ini pada usia dini (biasanya sebelum usia 6 tahun). Kebanyakan melihat hal ini sebagai aset, sebagai sesuatu yang positif. Dalam penelitian juga menunjukkan bahwa orang tua dari remaja kreatif setuju bahwa ciri-ciri seperti ’menonjol dalam ciri-ciri karakter seperti kejujuran dan dapat diandalkan’ paling tepat menggambarkan anak-anak mereka, diikuti oleh ciri ’paling mampu melihat hal-hal dengan cara baru dan menemukan gagasan baru’. Orang tua memberi peringkat paling rendah terhadap ciri-ciri ’penampilan baik’ dan

’sehat’.

Kebanyakan memberi nilai sedang terhadap ciri-ciri ’mencapai nilai tertinggi’ dan memiliki ’IQ tertinggi’. Keadaan internal seperti imajinasi dan kejujuran mendapat penghargaan jauh lebih tinggi daripada ciri-ciri seperti angka dan kesehatan.

5. Perumahan

Kebanyakan dari keluarga kreatif menempati rumah yang jauh berbeda dengan rumah-rumah orang lain. Ada yang modern, ada yang berlokasi di dalam hutan, misalnya ada yang antik, ada yang perabotnya tidak konvensional. Rumah-rumah tersebut di dalamnya didekorasi dengan

satu rumah, satu ruangan disediakan untuk 47 burung yang langka.

Kebanyakan dari keluarga kreatif tersebut taraf sosial-ekonominya tergolong menengah atau menengah-tinggi.

6. Pengakuan dan Penguatan pada Usia Dini

Orang tua dalm penelitian ini diminta menyatakan pada usia berapa mereka pertama kali menduga bahwa anak mereka memiliki kemampuan yang luar biasa dan apa yang membuat mereka berpikir demikian. Kebanyakan melihat dengan memperhatikan tanda-tanda seperti pola pikiran khusus atau kemampuan memecahkan masalah yang tinggi sebelum anak mencapai umur tiga tahun. Meskipun sedikit yang bermaksud memupuk ciri-ciri ini pada anak mereka, kebanyakan pernyataan bahwa mereka tergugah dan berusaha untuk mendorong kecenderungan ini. Biasanya mereka memberi banyak kesempatan (les,

Orang tua dalm penelitian ini diminta menyatakan pada usia berapa mereka pertama kali menduga bahwa anak mereka memiliki kemampuan yang luar biasa dan apa yang membuat mereka berpikir demikian. Kebanyakan melihat dengan memperhatikan tanda-tanda seperti pola pikiran khusus atau kemampuan memecahkan masalah yang tinggi sebelum anak mencapai umur tiga tahun. Meskipun sedikit yang bermaksud memupuk ciri-ciri ini pada anak mereka, kebanyakan pernyataan bahwa mereka tergugah dan berusaha untuk mendorong kecenderungan ini. Biasanya mereka memberi banyak kesempatan (les,

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN TEORITIS (Halaman 29-53)

Dokumen terkait