• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORITIS"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Pengantar

Tinjauan ini dibagi menjadi lima bagian:

a. Kajian mengenai teori kreativitas yang mencakup teori kreativitas secara keseluruhan, pengembangan kreativitas pada anak, pengembangangan kreativitas usia dewasa, tahap proses pemikiran kreatif, dan segala hal yang berhubungan dengan kreatif dan kreativitas secara psikologis.

b. Kajian mengenai teori-teori pembelajaran desain c. Kajian mengenai teori pengajaran desain interior

d. Kajian mengenai teori psikologi arsitektur yang berhubungan dengan penelitian.

e. Kajian mengenai hasil-hasil penelitian terhadap aspek-aspek dalam ruang yang dapat menstimulasi indra (sehingga dapat merangsang otak dan pikiran untuk bekerja secara lebih kreatif)

2.1 KREATIVITAS 2.1.1Konsep Kreativitas

Kreativitas adalah alat utama untuk mengembangkan inovasi. Kreativitas berasal dari kata Inggris : To create→ creative→ creativity

To create1 dalam Bahasa Indonesia berarti menciptakan atau membuat sesuatu yang berbeda (bentuk, susunan, gayanya) dengan yang biasa dikenal orang banyak. Kreativitas adalah kemampuan yang efektif untuk mencipta.

Konsep tentang kreatif baru berkembang dalam tradisi Barat pada abad ke-18 seiring dengan tumbuh dan berkembangnya gerakan-gerakan Romantik, suatu gelombang peradaban yang muncul bersamaan dengan Abad Pencerahan dan dilatarbelakangi masa Renaissans. Pada masa itu, konsep manusia dalam budaya Barat dibuat lebih “mandiri”

dan menempati posisi sentral dalam kehidupan. Pada masa inilah konsep tentang kreativitas diterapkan untuk pertama kalinya pada manusia.

1 Cre-ate:1. to cause to come into existence; bring into being; make; originate; esp.,to make or design (something requiring art, skill, invention, etc.) 2. to bring about; give rise to; cause (new industries vreate new jobs). 3. to invest with new rank, function, etc. 4. to be the first to portray (a particular role in play) (Webster’s New World Dictionary, 1988: 325)

(2)

Salah satu konsep yang amat penting dalam bidang kreativitas adalah hubungan antara kreativitas dan aktualisasi diri. Menurut psikolog humanistik seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers, aktualisasi diri adalah apabila seseorang menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi-mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya. Pribadi yang dapat mengaktualisasikan dirinya adalah seseorang yang sehat mental, dapat menerima dirinya, selalu tumbuh, berfungsi sepenuhnya, berpikiran demokratis, dan sebagainya. Menurut Maslow (1968) aktualisasi diri merupakan karakteristik yang fundamental, suatu potensialitas yang ada pada semua manusia saat dilahirkan, akan tetapi yang sering hilang, terhambat, atau terpendam dalam proses pembudayaan.

Rogers menekankan (1962) bahwa sumber dari kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme. Clark Moustakis (1967), psikolog humanistik lain yang terkemuka, menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain. Hal ini sudah dibuktikan dengan beberapa penelitian bahwa aktualisasi diri dan kreativitas saling berkaitan dan berkorelasi.

Maslow membedakan antara ’kreativitas aktualisasi diri’ dan ’kreativitas talenta khusus’. Orang-orang dengan kreativitas talenta khusus memiliki bakat atau talenta kreatif yang luar biasa dalam bidang seni, sastra, musik, teater, sains, bisnis, atau bidang lainnya. Orang-orang ini bisa saja menunjukkan penyesuaian diri dan aktualisasi diri yang baik, tetapi mungkin juga tidak. Sejarah cukup banyak menunjukkan adanya orang- orang yang unggul kreatif, tetapi neurotis, seperti Vincent Van Gogh, Edgar Allan Poe, dan mungkin juga Beethoven dan Mozart. Sedangkan orang-orang kreatif yang mampu mengaktualisasikan diri adalah sehat mental, hidup sepenuhnya dan produktif, dan cenderung menghadapi semua aspek kehidupannya secara fleksibel dan kreatif. Tetapi belum tentu mereka memiliki talenta kreatif yang menonjol dalam salah satu bidang khusus, misalnya seni atau sains.

Implikasi dari pembedaan antara kreativitas aktualisasi diri dan kreativitas talenta khusus adalah penekanan pada pentingnya ciri-ciri afektif dari kreativitas- ciri-ciri kepribadian , sikap, motivasi, dan predisposisi untuk berpikir kreatif. Kreativitas adalah suatu gaya hidup, suatu cara dalam mempersepsi dunia. Hidup kreatif berarti

(3)

secara optimal, menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitas-aktivitas baru, mengembangkan kepekaan terhadap masalah lingkungan, masalah orang lain, masalah kemanusiaan.

Banyak program kreativitas yang berhasil bertujuan a) meningkatkan kesadaran kreativitas, b) memperkokoh sikap kreatif, seperti menghargai gagasan baru, c) mengajarkan teknik menemukan gagasan dan memecahkan masalah secara kreatif, d) melatih kemampuan kreatif secara umum. Program seperti ini membantu siswa memahami kreativitas dan menggunakan pendekatan yang kreatif terhadap masalah- masalah pribadi, akademis, dan profesional.

Saat ini kreativitas telah menjadi sebuah studi yang dikembangkan dalam disiplin ilmu psikologi. Bagian dari ilmu psikologi yang memfokuskan diri pada pertanyaan- pertanyaan yang berkaitan dengan para pendukung dalam proses artistik (seniman, pengamat, kritikus) adalah psikologi seni.

Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Kreativitas sebagai proses adalah kemampuan mengidentifikasi banyak kemungkian solusi pada persoalan tertentu (Vecchio,1995). Sebagai suatu proses yang dimaksudkan adalah upaya yang bersifat imajinatif, tidak konvensional, estetis, fleksibel, integrasi informasi dan proses sejenis (Sprinthall dan Sprinthall, 1990), atau setiap tindakan, gagasan atau produk yang mengubah domain yang ada atau domain yang baru (Csikzentmihalyi,1996).

Kreativitas sebagai produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu yang baru, dari pada akumulasi keterampilan atau berlatih pengetahuan dan mempelajari buku. Kreativitas berkaitan dengan apa yang dikembangkan (Nunnally,1964). Kreativitas bukanlah ciri kepribadian, tetapi keterampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif (Woolfok,1993).

Model kreativitas Csikzentmihalyi (1996) menyatakan bahwa kreativitas mempunyai komponen The Domain, The Field dan The Individual Person. Berpikir kreatif menyangkut kemampuan melakukan operasi kognitif yang berbeda, yaitu fluency, flexibility, originally dan elaboration (Khatena, 1992).

Selain itu beberapa penulis menunjukkan ciri kreatif, antara lain Csikzentmihalyi (1996), Vecchio (1995) dan Semiawan (1990). Sebagai teori, kreativitas ditemukan oleh Gowan yang membedakan antara kreativitas personal dan kreativitas kultural (Barbara Clark, 1983). Sedangkan teori Roweton, mengklasifikasi kreativitas menjadi 6 (enam) yaitu: Definitional, Behavioristic, Dispositional, Humanistic, Psychoanalytic dan operational (Khatena, 1992). Sedangkan kreativitas menurut Baron dan Donn (1989)

(4)

merupakan konsep terpadu yang terdiri dari thinking, feeling, sensing dan intuiting.

Akhirnya Treffinger (1980) menyatakan bahwa kreativitas berkembang secara bertahap : fungsi divergen, proses pemikiran serta perasaan yang majemuk dan terlibat pada tantangan yang nyata.

Karena kompleksitas dari konsep kreativitas seperti yang telah dijelaskan di atas, maka sepertinya hal ini tidak mungkin dan tidak perlu, karena kreativitas dapat ditinjau dari berbagai aspek, yang meskipun saling berkaitan tetapi penekanannya berbeda-beda.

Rhodes (1961) dalam menganalisis lebih dari 40 definisi tentang kreativitas, menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi (person), proses, dan produk. Kreativitas dapat juga ditinjau dari kondisi pribadi dan lingkungan yang mendorong (press) individu ke perilaku kreatif. Rhodes menyebut keempat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai ” Four P’s of Creativity: Person, Process, Press, Product”. Kebanyakan definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari empat P ini atau kombinasinya. Keempat P ini saling berkaitan: Pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif.

2.1.2 Pengertian kreativitas berdasarkan empat P menurut para pakar:

a. Definisi pribadi

Menurut Hullbeck (1945) ”Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way”. Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.

Definisi ini jelas menekankan segi pribadi.

Definisi yang lebih baru tentang kreativitas diberikan dalam ”three-facet model of creativity” oleh Sternberg (1988), yaitu kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis yaitu: intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/ motivasi.

Secara bersama-sama ketiga segi dari alam pikiran ini membantu memahami apa yang melatarbelakangi individu yang kreatif.

Intelegensi meliputi kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan, perumusan masalah, penyusunan strategi, representasi mental, keterampilan pengambilan keputusan, dan keseimbangan serta integrasi intelektual secara umum.

Gaya kognitif atau intelektual dari pribadi yang kreatif menunjukkan kelonggaran dari

(5)

caranya sendiri, menyukai masalah yang tidak terlalu terstruktur, senang menulis, merancang, lebih tertarik pada jabatan yang kreatif seperti pengarang, saintis, artis, arsitek atau desainer.

Dimensi kepribadian/ motivasi meliputi ciri-ciri seperti fleksibilitas, toleransi terhadap kedwiartian (keambiguan), dorongan untuk berprestasi dan mendapat pengakuan, keuletan dalam menghadapi rintangan, dan pengambilan resiko yang moderat.

Sternberg dan Lubart (1992,1996) juga mengemukakan teori tentang investasi dalam kreativitas. Mereka mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif diperlukan investasi dalam kemampuan seseorang dan kekuatan dalam gagasan-gagasan baru dan berkualitas tinggi, dan untuk menjadi seseorang yang kreatif, seseorang tersebut harus dapat menjadi seperti investor yang baik, “ membeli dengan harga rendah dan menjual dengan harga tinggi”.

Hal ini berarti bahwa orang yang kreatif harus memformulasikan gagasan-gagasan yang dikeluarkan agar gagasan-gagasan tersebut bersifat terbaru, mutakhir, tetapi juga berpotensi untuk diterima oleh masyarakat luas.

Selain itu, definisi tentang kreativitas yang dinyatakan oleh Abraham Maslow- seorang ahli psikologis- juga berfokus kepada definisi pribadi, kreativitas merupakan sebuah wujud nyata dari aktualisasi diri manusia. Di mana aktualisasi diri adalah kebutuhan yang memiliki tingkatan tertinggi dari lima kebutuhan manusia ( fisiologis, keamanan, cinta, rasa memiliki dan dihargai, dan aktualisasi diri).

Ketika tingkat yang lebih rendah telah terpenuhi, motivasi untuk memenuhi kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi menjadi aktif. Pada prinsipnya, makin sulit untuk berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi. Sangat sedikit orang yang benar-benar mencapai tingkat aktualisasi diri, bagi sebagian lain merupakan proses seumur hidup. Lalu ketika kita telah merasa butuh aktualisasi diri itu artinya kita telah menjadi manusia.

b. Definisi proses

Definisi proses yang terkenal adalah definisi Torrance (1988) tentang kreativitas yang pada dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu:

...the process of 1) sensing difficulties, problems, gaps in information, missing elements, something asked; 2) making guesses and formulating hypotheses about these deficiencies; 3) evaluating and testing these guesses and hypotheses; 4) possibly revising and retesting them; and finally 5) communicating the results.

(6)

Definisi Torrance ini meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan hasil.

Definisi tentang kreativitas yang dinyatakan oleh Prof. Dr. Primadi Tabrani dalam bukunya “ Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar” juga berfokus pada definisi proses.

Menurut Prof. Dr. Primadi Tabrani-dosen yang mengajar di FSRD-ITB, Universitas Trisakti, dan Universitas Pasundan- mengatakan bahwa kreativitas adalah salah satu kemampuan manusia yang dapat membantu kemampuannya yang lain, hingga sebagai keseluruhan dapat mengintegrasikan stimuli-luar (yang melandanya dari luar sekarang) dengan stimuli dalam (yang telah dimiliki sebelumnya-memori) hingga tercipta suatu kebulatan baru.

Kreativitas merupakan salah satu dari tiga kemampuan utama yang dimiliki oleh manusia, yaitu: kemampuan fisik, kemampuan kreatif, dan kemampuan rasio.

Kemampuan kreatif tidak dapat berdiri sendiri, tetapi bekerja sama dengan kemampuan fisik dan perasaan, kemampuan rasio dan imajinasi.

Kreativitas adalah kelebihan manusia dari binatang dan mesin atau komputer.

Kreativitas bukan hanya milik anak, genius, penemu, atau seniman. Setiap manusia memiliki kreativitas seperti juga setiap manusia memiliki kemampuan rasio dan fisik, hanya berbeda mutu dan perimbangannya. Jika kemampuan rasio dan fisik sudah mundur, dapat kita tingkatkan. Tetapi tidak demikian dengan kemampuan kreatif.

Kemampuan kreatif jika telah mundur, akan sulit meningkatkannya kembali. Kehilangan kreativitas akan menurunkan kualitas intuisi (intuisi terdapat pada ujung/ puncak limas citra manusia) hingga manusia menjadi seperti robot, kehilangan rasio akan menurunkan kualitas intuisi hingga manusia menjadi pelamun yang tak pernah mampu memasuki dunia realita, sedangkan kehilangan fisik berarti manusianya mati.

Kreativitas berbeda dengan konsep IQ, bakat, dan skill. IQ lebih merupakan ukuran tingkat rasio seseorang dan bukan tingkat kecerdasan seseorang. Bakat menunjukkan spesialisasi atau keahlian yang cocok bagi seseorang. Sedangkan skill merupakan bagian dari kemampuan fisik (keterampilan motorik) yang berhubungan dengan bakat.

c. Definisi produk

Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan orisinalitas seperti definisi dari Barron (1969) yang menyatakan bahwa ”kreativitas” adalah kemampuan untuk menghasilkan/ menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula Haefele (1962) yang

(7)

kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Definisi Haefele ini menunjukkan bahwa tidak keseluruhan produk itu harus baru, tetapi kombinasinya. Unsur-unsurnya bisa saja sudah ada lama sebelumnya. Contoh: kursi dan roda sudah ada selama berabad-abad, tetapi gagasan pertama untuk menggabung kursi dan roda menjadi kursi roda merupakan gagasan yang kreatif. Definisi Haefele menekankan pula bahwa suatu produk kreatif tidak hanya harus baru tetapi juga diakui sebagai bermakna.

Rogers (dalam Vernon, 1982) mengemukakan kriteria untuk produk kreatif, adalah:

1. Produk itu harus nyata (observable) 2. Produk itu harus baru

3. Produk itu adalah hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

Selain itu terdapat definisi kretivitas menurut Robert W. Olson yang juga berfokus kepada definisi produk. Menurut Robert W. Olson, kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta/berkreasi. Sedangkan oleh segelintir orang kreativitas dianggap sebagai suatu kemampuan untuk menghasilkan gagasan baru atau wawasan yang segar.

Menurut Robert W.Olson, dari semua makhluk yang ada di dunia hanya manusia yang dikaruniai akal untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih berbudaya, merencanakan kehidupannya dan melahirkan gagasan kreatif. Dan dengan akal tersebut manusia memiliki kemampuan self-determination, menentukan pilihannya sendiri dengan pertimbangan tanggung-jawab. Sedangkan hambatan yang seringkali dihadapi untuk menjadi kreatif adalah: kebiasaan, keterbatasan waktu dan energi, ketidakmampuan mengenali masalah, takut gagal, kritik orang lain, puas diri, tidak berpendirian dan kesulitan memusatkan konsentrasi.

Pengertian kreativitas yang juga berfokus pada produk kreatif adalah definisi kreativitas menurut Howard Gardner (1998) yang menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk memecahkan masalah, menciptakan sesuatu yang berbeda (baru dan unik) dari orang lain pada umumnya. Kreativitas juga merupakan kemampuan untuk menemukan masalah baru yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh orang lain dan juga mampu untuk mencari solusi dari masalah tersebut.

Sedangkan pengertian kreativitas menurut Tony Buzan (di dalam bukunya ”Buku Pintar Mind Map”) -pengarang buku terlaris tentang How to Mind Map, Mind Map for Kids, Mind Map at Work dan juga merupakan konsultan bagi perusahaan-perusahaan multinasional (di antaranya adalah Microsoft, Boeing, HSBC, dll), pemerintahan, bidang

(8)

pendidikan, dll- bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir dengan cara baru-menjadi orisinal. Pemikiran kreatif termasuk:

1. Kefasihan.

Adalah seberapa cepat dan sebarapa mudah seseorang dalam melepaskan ide-ide baru yang kreatif.

2. Fleksibilitas.

Adalah kemampuan seseorang melihat sesuatu dari sudut pandang lain, mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang yang berlawanan, mengambil konsep- konsep lama dan mengaturnya kembali dalam cara baru, dan membalikkan ide-ide yang sudah ada. Hal ini juga termasuk kemampuan seseorang menggunakan semua indra dalam menciptakan ide-ide baru.

3. Orisinalitas.

Orisinalitas merupakan inti dari semua pemikiran kreatif, dan mewakili kemampuan seseorang menghasilkan ide-ide yang unik, tidak biasa, “eksentrik” (yang secara harfiah berarti “menjauh dari pusat”). Meskipun banyak orang menganggap orang seperti ini sebagai “tidak terkendali”, sebenarnya yang benar justru sebaliknya.

Karena orisinalitas seringkali merupakan hasil dari sejumlah besar energi intelektual yang diarahkan, dan pada umumnya menunjukkan kemampuan konsentrasi tinggi.

Demikian pula pengertian kreativitas menurut Mihaly Csikszentmihalyi dalam bukunya “Creativity”, Flow and The Psychology of Discovery and Invention” yang berfokus pada definisi produk bahwa kreativitas adalah tindakan, ide, atau produk yang membuat perubahan pada bidang/ sesuatu yang telah ada sebelumnya atau membuat perubahan bentuk pada bidang/ sesuatu yang telah ada tersebut menjadi bentuk yang baru.

d. Definisi lingkungan pendorong (press)

Kategori keempat dari definisi dan pendekatan terhadap kreativitas menekankan faktor ”press” atau dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson (dalam Vernon, 1982) merujuk pada aspek dorongan internal, yaitu kemampuan kreatif dirumuskan sebagai ” the initiative that one manifest by his power to break away from the usual sequence of

(9)

imajinasi atau fantasi, dan menekankan kreativitas dan inovasi. Kreativitas juga tidak berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan konformitas dan tradisi, dan kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan baru.

Masyarakatlah yang menentukan apa dan siapa yang dapat disebut kreatif. Di dalam sejarah banyak contoh seniman yang dalam zamannya tidak dihargai sebagai kreatif, bahkan ada yang dianggap sebagai berbahaya. Mozart dan Van Gogh meninggal dalam keadaan miskin. Seperti juga di dalam bidang-bidang keilmuan lainnya, pemberian atribut kreativitas merupakan proses sosial, yang seperti halnya dengan seni, bisa relatif, keliru, atau bahkan menjadi terbalik dengan perubahan jaman. Yang dulu bermakna menjadi tidak dihargai lagi, atau yang dulu tidak mendapat penghargaan, sekarang disanjung-sanjung.

2.1.3 Penjelasan Umum Tentang Kreativitas

Kreativitas merupakan proses perubahan genetik yang merupakan hasil dari evolusi biologis, di mana terdapat variasi acak pada sel-sel kromosom manusia, di bawah ambang sadar manusia. Perubahan ini menyebabkan perbedaan karakteristik pada seorang anak, dan jika ciri atau sifat ini mengalami kemajuan atau perkembangan daripada apa yang telah ada sebelumnya maka hal itu akan menjadi kesempatan yang sangat baik untuk dapat diteruskan kepada keturunan dari anak tersebut nantinya. Tetapi hampir semua perkembangan ciri atau sifat yang terjadi tidak berkembang lebih jauh dan hal ini kemudian menghilang pada generasi-generasi berikutnya. Tetapi meskipun begitu, hal ini tetap merupakan hal yang berharga untuk evolusi biologis. Kreativitas lebih mudah untuk ditingkatkan dengan cara melakukan perubahan pada lingkungan dibandingkan dengan membuat seseorang untuk berpikir lebih kreatif. Kreativitas tidak dapat muncul begitu saja seperti sebuah cahaya di kegelapan, tetapi muncul melalui bertahun-tahun kerja keras. Perbedaan antar manusia seperti perbedaan bahasa, ekspresi artistik, pemahaman tentang ilmu pengetahuan, teknologi adalah nilai-nilai individual yang didapat melalui pembelajaran. Dan tanpa kreativitas, susunan genetik manusia akan sama dengan simpanse.

Kreativitas meliputi jangkauan yang luas karena terdiri dari banyak kesatuan-kesatuan yang berbeda-beda. Karena itu kreativitas lalu dibedakan dalam tiga fenomena yang berbeda:

1. Kreativitas menunjuk pada seseorang yang mengekspresikan gagasan/ ide yang tidak biasa, yang tertarik dan terstimulasi pada sesuatu, dan seseorang yang terlihat luar

(10)

biasa cemerlang, seperti misalnya seseorang yang memiliki banyak minat dan juga kecepatan dalam berpikir. Orang seperti ini bisa saja disebut kreatif. Tetapi jika mereka telah menyumbangkan sesuatu yang berarti dan bersifat permanen, maka orang-orang ini lebih tepat disebut brilian daripada disebut kreatif.

2. Kreativitas menunjuk pada seseorang yang berpengalaman dalam menciptakan sesuatu yang baru dan asli lahir dari pemikirannya sendiri (original). Nilai-nilai

“kebaruan” dan “keaslian” selalu berkorelasi dengan kreativitas. Orang-orang seperti ini memiliki persepsi yang baru, memiliki pendapat yang berwawasan, seseorang yang memiliki kemungkinan untuk melakukan penemuan penting. Orang-orang ini dapat disebut sebagai kreatif secara pribadi. Melalui serangkaian penelitian, Morgan (1953) menyatakan bahwa faktor universal bagi kreativitas adalah kebaruan (novelty), dan kebaruan membutuhkan keaslian (originality). Arasteh2 membuat peryataan mengenai kreativitas: “…creativity is a vision and actualization of that vision. This vision is a unit; it is complete and pregnant. Just as night gives birth to day, the seed to a plant, an ovum to a child, so too creative vision gives birth indefinitely and its actualization produces scientific, artistic or religious forms”

Sternberg dan Lubert (1995) menyatakan bahwa kebaruan harus dilengkapi dengan kelayakan (appropriateness) apakah aktivitas tersebut dapat dianggap kreatif.

Kebaruan dapat merupakan perpaduan dari dua atau lebih benda atau pemikiran.

Sebagai contoh: Damien Hirst adalah seorang seniman kontroversial yang memotong- motong binatang, namun banyak orang tidak menganggapnya kreatif meskipun ia menampilkan sesuatu yang baru dan orisinal. Banyak orang tidak mengenali faktor kelayakan dalam karyanya dan menganggapnya tidak bermanfaat serta gagal.

3. Kreativitas menunjuk pada individual seperti Leonardo, Edison, Picasso, atau Einstein, yang melakukan perubahan pada kebudayaan manusia dalam aspek-aspek yang penting. Mereka adalah orang-orang yang kreatif tanpa batasan tertentu.

Banyak yang tertukar antara kreativitas dengan talenta atau bakat. Talenta berbeda dengan kreativitas dalam hal kemampuan mengerjakan sesuatu dengan sangat baik yang merupakan bawaan sejak lahir. Ada kemungkinan bahwa orang berbakat dipengaruhi secara genetik untuk menunjukkan kemampuan yang tidak dimiliki setiap orang dalam satu atau lebih lingkup (seni). Misalnya anak yang dilahirkan dengan bakat musik

(11)

mungkin memiliki kemampuan sempurna atau nyaris sempurna untuk membedakan nada.

Atau anak yang lahir dengan bakat seni rupa mungkin memiliki kelebihan dalam imajinasi, kemampuan untuk mengingat adegan visual dalam setiap detil, dan lain-lain.

Anak-anak yang sadar bahwa mereka memiliki bakat mungkin memberi reaksi dengan membangun struktur kepribadian yang kuat, mandiri, dan bermotivasi tinggi. Bisa dikatakan bahwa Michael Jordan adalah seorang atlet yang berbakat, atau Mozart adalah musisi yang berbakat, tanpa menyebut bahwa mereka juga kreatif. Terdapat contoh yang dilakukan Profesor Csikszentmihalyi bahwa banyak orang yang memiliki bakat dalam matematika atau musik tetapi sebagian besar dapat dikatakan kreatif tanpa memperlihatkan bakat yang luar biasa. Tetapi bakat juga merupakan sesuatu yang bersifat relatif, sehingga untuk membandingkan orang yang “rata-rata” dengan orang yang kreatif adalah bakat. Karena itu dapat disimpulkan bahwa bakat dan kreativitas meskipun memiliki pengertian yang berbeda tetapi merupakan suatu kesatuan karena keberadaannya saling melengkapi.

Di dalam definisi USOE tentang keberbakatan dikatakan bahwa anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul.

Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/ atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri. lalu muncul beberapa implikasi dari definisi ini bagi identifikasi dan pengembangan anak berbakat yaitu:

1. Bahwa harus dibedakan antara bakat sebagai potensi yang mungkin belum terwujud dan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul.

Hal ini berarti bahwa anak berbakat yang ”underachiever” (yaitu yang belum berprestasi sesuai dengan potensinya yang unggul) juga diidentifikasi sebagai anak berbakat.

2. Tuntutan bahwa anak berbakat memerlukan pelayanan dan program pendidikan khusus sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuannya. Hal ini sesuai dengan UU No.2 Pasal 24 Ayat (1).

Konsepsi lain tentang keberbakatan yang digunakan dalam identifikasi siswa berbakat di Indonesia adalah ”Three-Ring Conception” dari Renzulli dan kawan-kawan (1981) yang menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria (persyaratan) keberbakatan adalah keterkaitan antara:

(12)

- Kemampuan umum di atas rata-rata.

- Kreativitas.

- Pengikatan diri terhadap tugas (task commitment) cukup tinggi.

Riset tentang individu kreatif/ produktif menunjukkan secara konsisten bahwa orang- orang yang mendapat pengakuan karena prestasi dan kontribusi mereka yang unik memiliki tiga hal tersebut di atas yaitu: kemampuan umum di atas rata-rata, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas. Yang penting diperhatikan adalah bahwa memiliki salah satu kelompok ciri-ciri, misalnya intelegensi yang tinggi, belum mencerminkan keberbakatan. Setiap poin dalam ketiga kelompok ciri-ciri itu sama-sama menentukan keberbakatan. Berikut ini akan dibahas masing-masing cluster ciri-ciri tersebut:

a. Kemampuan di Atas Rata-Rata (Intelegensi)

Salah satu kesalahan dalam identifikasi anak berbakat adalah anggapan bahwa hanya kecerdasan dan kecakapan sebagaimana diukur dengan tes prestasi belajar yang menentukan keberbakatan dan produktivitas kreatif seseorang. Bahkan Terman (1959) yang dalam penelitiannya terhadap anak berbakat hanya menggunakan kriteria inteligen, dalam tulisan-tulisannya kemudian mengakui bahwa intelegensi tinggi tidak sinonim dengan keberbakatan. Wallach (1976) pun menunjukkan bahwa mencapai skor tertinggi pada tes akademis belum tentu mencerminkan potensi untuk kinerja kreatif/ produktif.

b. Kreativitas

Kelompok ciri kedua yang dimiliki oleh anak/ orang berbakat adalah kreativitas sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.

c. Pengikatan Diri Terhadap Tugas

Kelompok ciri ketiga yang dimiliki oleh anak/ orang berbakat adalah pengikatan diri terhadap tugas sebagai bentuk motivasi internal yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami bermacam-macam rintangan atau hambatan, menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya karena ia telah mengikatkan diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri (merupakan motivasi

(13)

Gambar 2.1: Konsepsi Renzulli tentang Keberbakatan

Sumber: Prof. Dr. Utami Munandar. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. (Jakarta:

PT. Rineka Cipta), hlm. 26.

Perbedaan antara konsep ”berbakat” antara definisi USOE dengan konsepsi Renzulli (1981) adalah dalam hal motivasi- task commitment (pengikatan diri terhadap tugas) sebagai ciri afektif yang penting pada orang berbakat.

Hal lain yang sering tertukar dengan kreativitas adalah jenius. Hal ini berbeda tetapi saling melengkapi. Mungkin kita berpikir bahwa orang yang jenius adalah seseorang yang brilian dan juga kreatif dalam waktu bersamaan. Tetapi tentu saja seseorang dapat merubah kebudayaan dalam aspek yang penting tanpa harus menjadi jenius. Tetapi meskipun begitu, hubungan antara intelegensi dengan kreativitas amat erat hubungannya, karena kreativitas dipengaruhi oleh intelegensi. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian Utami Munandar (1977) bahwa berpikir divergen (kreativitas) menunjukkan hubungan yang bermakna dengan berpikir konvergen (intelegensi).

Kreativitas dapat diamati melalui tiga komponen utama:

1. Daerah (domain). Domain yang terdiri dari sejumlah peraturan simbolis dan prosedur. Matematika adalah bidang (domain) seperti halnya aljabar, teori angka, dan lain-lain. Domain adalah sekumpulan yang biasanya kita sebut sebagai budaya atau pengetahuan simbolis yang merupakan bagian dari masyarakat yang khusus, atau bagian dari kehidupan manusia keseluruhan.

(14)

2. Bidang (field). Bidang (field) yang termasuk semua individual yang berlaku sebagai penjaga pintu dari domain. Ini adalah pekerjaan mereka untuk memutuskan gagasan- gagasan baru atau produk yang akan dimasukkan ke dalam domain. Dalam seni visual, bidang (field) terdiri dari guru-guru seni, kurator museum, kolektor benda seni, kritikus, yayasan administrasi dan agen pemerintahan yang semuanya berhubungan dengan budaya dalam masyarakat. Ini adalah bidang yang menyeleksi karya-karya seni apa yang pantas untuk diterima, dilindungi, dipertahankan, dan diingat.

Teori yang mendukung gagasan Profesor Csikszentmihalyi ini adalah teori Skinner tentang seniman. Ia berpendapat bahwa kreasi artistik adalah suatu perilaku yang bisa dilihat (bukan seperti teori Freud yang mengatakan bahwa kreasi artistik adalah kekuatan bawah sadar), dan merupakan penguatan dari lingkungan.

3. Manusia individual. Kreativitas terjadi ketika seseorang dengan menggunakan simbol-simbol yang ditetapkan di dalam domain (seperti desain, musik, teknik, bisnis, matematika, dan lain-lain) memiliki sebuah gagasan baru atau melihat sebuah pola baru dan ketika kebaruan ini terpilih oleh bidang (field) untuk masuk ke dalam domain yang relevan. Generasi yang berikutnya akan menghadapi kebaruan yang telah ada dan jika mereka kreatif mereka akan melakukan perubahan lebih jauh terhadap kebaruan yang telah ada tersebut. Adakalanya kreativitas memunculkan domain yang benar-benar baru dan belum pernah ada sebelumnya, seperti Galileo yang memulai eksperimen tentang fisika/ ilmu alam atau Freud yang memulai psikoanalisis di luar domain yang telah ada yaitu neuropatologi. Tetapi jika Galileo atau Freud tidak dapat mengumpulkan pengikut-pengikut mereka yang juga mendukung gagasan mereka, maka gagasan mereka tidak akan mendapat banyak pengaruh atau tidak berpengaruh sama sekali.

Menurut Sternberg dan Lubart (1992), ilmu pengetahuan adalah salah satu dari enam sumber yang dibutuhkan oleh kreativitas. Lima hal lain yang menjadi sumber kreativitas adalah: kecerdasan, cara berpikir (misalnya: menerima tantangan, menggunakan cara berpikir makro daripada mikro dalam melihat suatu masalah), karakteristik seseorang (contoh: berani mengambil resiko dan berniat untuk mengatasi rintangan), motivasi, dan lingkungan yang mendukung.

Keegan (1996) juga mendukung peryataan Sternberg dan Lubart bahwa ilmu pengetahuan adalah amat penting. Ia mengilustrasikan hal ini dengan karya Charles

(15)

sebelum ia mengajukan teorinya kepada dunia. Keegan juga menemukan bahwa motivasi (dalam hal ini tujuan) adalah hal yang sangat penting untuk usaha menuju kreatif, ditambah dengan pengaruh dari keterlibatan emosi-kecintaan seseorang terhadap apa yang dia kerjakan.

2.1.4 Pembentukan Kreativitas

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa kreativitas adalah proses perubahan genetik yang merupakan evolusi biologis dan terjadi di bawah ambang sadar manusia.

Selain itu dikatakan bahwa tanpa kreativitas susunan genetik manusia akan sama dengan simpanse. Hal ini berati bahwa setiap manusia memiliki kemampuan kreatif dan pada setiap orang kemampuan kreatif itu memiliki perimbangan yang berbeda-beda.

Kita sering melihat bahwa terdapat perbedaan antara orang-orang kebanyakan dengan orang-orang yang memiliki kreativitas menonjol. Sepertinya orang-orang kebanyakan ini tidak memiliki kreativitas jika dibandingkan dengan orang-orang yang menonjol dalam bidangnya masing-masing tersebut. Padahal hal ini sama sekali salah. Pada orang-orang kebanyakan, kemampuan kreatif yang mereka miliki tidak digali, dilatih, dikembangkan dan dipelihara. Kesadaran dan ketertarikan mereka pada suatu bidang tertentu tidak diasah juga tidak ditumbuhkan rasa keingintahuan mereka akan sesuatu. Bagi orang- orang seperti ini, kehidupan benar-benar berjalan secara datar dan hambar.

Lain halnya yang terjadi dengan orang-orang yang terlihat menonjol di bidangnya (baik seniman, ilmuwan, dan bidang-bidang profesi lainnya). Kemampuan kreatif yang mereka miliki digali bahkan kadang terjadi secara tidak sengaja pada saat mereka kanak- kanak atau bahkan dewasa. Mulai munculnya kemampuan kreatif ini adalah ketika seseorang memiliki ketertarikan akan sesuatu. Dengan rasa tertarik itu akan muncul keingintahuan tentang hal tersebut. Rasa ingin tahu ini terus dipelihara sehingga semakin mereka mendalami bidang tersebut mereka akan lebih baik dan semakin baik lagi dalam bidang yang mereka geluti tersebut. Karena mereka semakin lama semakin baik dalam bidangnya maka mereka akan semakin menikmati dalam mengerjakan apa yang mereka lakukan dan akhirnya mereka menjadi menonjol dan sukses dalam bidangnya tersebut.

Hal ini akan membuat kita melihat mereka sebagai orang yang kreatif.

Maka dari itu dapat kita simpulkan bahwa kreativitas yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia (terjadi di bawah ambang sadar manusia) tidak dapat begitu saja muncul ke permukaan dan membuat orang tersebut secara instan menjadi hebat dan

(16)

menonjol di bidangnya. Pembentukan kreativitas membutuhkan proses yang panjang dan usaha yang keras.

2.1.4.1 Teori tentang Pembentukan Pribadi Kreatif

Terdapat teori yang tentang pembentukan pribadi kreatif, yaitu teori psikoanalisis dan teori humanistik:

a. Teori Psikoanalisis

Pada umumnya teori-teori psikoanalisis melihat kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya mulai di masa anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan tidak disadari bercampur menjadi pemecahan movatif dari trauma. Tindakan kreatif mentransformasi keadaan psikis yang tidak sehat menjadi sehat.

1. Teori Freud

Menurut beberapa pakar psikologi kemampuan kreatif merupakan ciri kepribadian yang menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan.

Sigmund Freud (1856- 1939) adalah tokoh utama yang menganut pandangan ini.

2. Teori Kris

Teori Kris menjelaskan bahwa jika seseorang mampu untuk ”regress” ke kerangka berpikir atau pola perilaku seperti anak, rintangan antara alam pikiran sadar dan tidak sadar menjadi kurang, dan bahan yang tidak disadari yang sering mengandung benih kreativitas dapat menembus ke alam kesadaran. Teori ini mengatakan bahwa orang-orang kreatif adalah mereka yang paling mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar. Sebagai orang dewasa kita tidak pernah seperti anak lagi.

Orang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa seperti anak dalam pemikiran mereka. Mereka dapat mempertahankan sikap bermain dengan masalah-masalah serius dalam kehidupan. Dengan demikian, mereka mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif untuk ”regress in the service of the ego”.

3. Teori Jung

(17)

Carl Jung (1875-1961) juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran yang tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi.

b. Teori Humanistik

Berbeda dari teori psikoanalisis, teori humanistik melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama hidup, dan tidak terbatas pada lima tahun pertama.

1. Teori Maslow

Menurut Abraham Maslow (1908-1970) pendukung utama dari teori humanistik, manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan ini harus dipenuhi dalam urutan tertentu, kebutuhan primitif muncul pada saat lahir, dan kebutuhan tingkat tinggi berkembang sebagai proses pematangan.

Hirarki kebutuhan menurut Maslow:

Jenis Kebutuhan Tingkat

Kebutuhan 1. Kebutuhan faal yang diperlukan untuk

mempertahankan hidup seperti air, makanan, minuman, udara, zat asam.

Deficiency Rendah

2. Kebutuhan keamanan. Sebagai manusia, kita perlu merasa bebas dari ancaman terhadap hidup kita, seperti kebutuhan akan keakraban, keteraturan, dan mempunyai rumah tempat tinggal.

Deficiency

3. Kebutuhan akan belonging dan cinta. Semua orang ingin merasakan bahwa mereka tergolong pada sesuatu dan bahwa paling tidak satu orang mencintai/ menyayanginya.

Deficiency

(18)

4. Kebutuhan akan penghargaan dan harga diri.

Kita perlu merasa bahwa kita berharga dan mampu, dan bahwa masyarakat menghargai sumbangan kita terhadapnya.

Deficiency

5. Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan akan pengembangan dan perwujudan potensi kita sepenuhnya, termasuk imajinasi dan kreativitas.

Being

6. Kebutuhan estetik. Kebutuhan untuk memberi sumbangan bermakna untuk kemanusiaan.

Hasrat untuk memahami dunia sekeliling kita dan tujuan hidup. Kebutuhan ini berada pada tingkat sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mengalaminya (misalnya Albert Einstein).

Being Tinggi

Tabel 2.1 Hirarki kebutuhan menurut Maslow.

Urutan dari hirarki kebutuhan ini jelas yaitu tidak ada yang dapat mewujudkan dirinya jika menderita karena kelaparan. Keempat kebutuhan pertama disebut kebutuhan ”deficiency” karena mungkin dapat dipuaskan sampai tidak dirasakan sebagai kebutuhan lagi. Misalnya, jika kita lapar kita dapat makan sepuasnya sehingga kebutuhan itu terpenuhi. Dua kebutuhan pada tingkat tertinggi (aktualisasi dan estetik) disebut kebutuhan ”being”, karena jika dipupuk kebutuhan itu menjadi semakin kuat, yang memperkaya keberadaan kita. Contohnya, belajar memahami dan menghargai desain meningkatkan hasrat untuk belajar lebih banyak tentang desain. Proses perwujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas.

2. Teori Rogers

Menurut Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi pribadi yang kreatif adalah:

(19)

a. keterbukaan terhadap pengalaman

b. kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation)

c. Kemampuan untuk bereksperimen, untuk ”bermain” dengan konsep- konsep.

Setiap orang yang mempunyai ketiga ciri ini kesehatan psikologisnya sangat baik. Orang ini berfungsi sepenuhnya, menghasilkan karya-karya kreatif, dan hidup secara kreatif. Ketiga ciri atau kondisi tersebut juga merupakan dorongan dari dalam untuk berkreasi (internal press).

Kedua aliran teori di atas (aliran psikoanalisis dan teori humanistik) amat berbeda dalam penjelasan pribadi kreatif. Keduanya mempunyai maknanya tersendiri. Penekanan teori psikoanalisis pada alam pikiran tidak sadar dan timbulnya kreativitas sebagai kompensasi dari masa anak yang sulit dapat menjelaskan kehidupan banyak tokoh-tokoh yang produktif.

Sedangkan teori humanistik lebih menekankan pada kesehatan psikologis yang memungkinkan seseorang mengatasi masalah kehidupan. Aliran humanistik melihat kreativitas sebagai lebih sadar, kognitif, dan intensional daripada teori psikoanalisis. Konsep humanistik adalah bahwa kreativitas dilahirkan karena dorongan utnuk mencapai kemungkinan-kemungkinan yang tertinggi dalam hidup dan bukan sebagai pertahanan terhadap neurosis.

2.1.4.2.Ciri Pribadi Kreatif

Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting, dan disukai, mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Mereka pun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan, dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka. Thomas Edison dikatakan bahwa dalam melakukan percobaan ia mengalami kegagalan lebih

(20)

dari 200 kali, sebelum ia berhasil dengan penemuan bola lampu yang bermakna bagi seluruh umat manusia; ia mengungkapkan bahwa ” Genius is 1% inspiration and 99%

perspiration”.

Treffinger mengatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya.

Tingkat energi, spontanitas, dan kepetualangan yang luar biasa sering tampak pada orang kreatif, demikian pula keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang baru dan mengasyikkan misalnya untuk menghipnotis, terjun payung, atau menjajaki kota atau tempat baru.

Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.

Ciri yang lebih serius pada orang berbakat ialah ciri seperti idealisme, kecenderungan untuk melakukan refleksi, merenungkan peran dan tujuan hidup, serta makna atau arti keberadaan mereka. Anak berbakat lebih cepat menunjukkan perhatian pada masalah orang dewasa, seperti politik, ekonomi, polusi, kriminalitas, dan masalah lain yang dapat mereka amati di dalam masyarakat.

Ciri kreatif lainnya adalah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal yang rumit dan misterius. Misalnya kecenderungan untuk percaya pada yang paranormal. Mereka lebih sering memiliki pengalaman indra keenam atau kejadian mistik.

Minat seni dan keindahan juga lebih kuat dari rata-rata. Walaupun tidak semua orang berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka mempunyai minat yang cukup besar terhadap seni, sastra, musik, dan teater.

Individual yang kreatif memiliki energi fisik yang hebat, tetapi mereka terkadang pendiam. Mereka dapat bekerja dalam waktu yang lama, dengan konsentrasi yang mengagumkan dan penuh antusias. Tetapi mereka juga banyak beristirahat. Ritme aktivitasnya tidak ditentukan oleh waktu atau tanggal, dan lain- lain, tetapi ditentukan oleh mereka sendiri dan melalui percobaan dan kegagalan untuk mencapai tujuan mereka. Dan salah satu manifestasi dari energi fisik mereka adalah seksualitas.

(21)

Individual kreatif cenderung cerdas, dan juga naif dalam waktu yang bersamaan. Seseorang yang IQ nya tinggi, belum tentu kreatif. Tetapi untuk menjadi kreatif, dibutuhkan kecerdasan. Tetapi seberapa cerdas mereka, itu juga masih sebuah pertanyaan. Selain itu, individual kreatif merupakan kombinasi antara kejenakaan dan disiplin, tanggung jawab dan ketidaktanggungjawaban.

Ciri kreatif lainnya adalah bahwa individual kreatif memiliki fantasi dan imajinasi di satu sisi, dan di sisi lain adalah kenyataan. Albert Einstein mengatakan bahwa ilmu pengetahuan dan seni adalah bentuk paling hebat dalam membuat manusia melarikan diri dari kenyataan karena ilmu pengetahuan dan seni dapat membuat manusia berimajinasi. Dan karena imajinasi ini maka individual kreatif dapat menciptakan suatu kebaruan. Individual kreatif juga memiliki kecenderungan antara sikap peduli pada sekitar dan sikap tidak peduli pada sekitar (extrovert dan introvert secara bersamaan).

Individual kreatif rendah hati dan sombong di waktu yang bersamaan.

Kadang-kadang dari luar mungkin terlihat sombong dan arogan, tetapi hal itu untuk menutupi rasa malu yang ada di dalam dirinya.

Dalam semua kebudayaan, pria tumbuh menjadi bersifat “maskulin”, bersikap acuh tak acuh, sedangkan wanita bersifat “feminin” dan bersikap peduli. Tetapi berdasarkan hasil tes kemaskulinan/ kefeminiman, menunjukkan bahwa gadis yang kreatif dan berbakat lebih dominan dan bersifat keras, sedangkan anak lelaki yang kreatif dan berbakat lebih sensitif dan kurang agresif dibandingkan dengan lelaki sebayanya.

Secara umum, individual yang kreatif berpikir lebih cenderung memberontak dan bebas. Orang-orang biasa umumnya seperti bermain dalam “area aman”, sedangkan individual kreatif bermain di “area yang belum terbayangkan sebelumnya”

sehingga mereka dapat membuat inovasi dan terobosan terbaru. Hampir semua orang- orang kreatif sangat bergairah terhadap pekerjaan mereka, dan mereka dapat menjadi sangat objektif tentang itu. Gairah ini penting untuk menjadikan pekerjaan tetap menarik bagi mereka, dan sikap yang objektif dibutuhkan agar pekerjaan dapat berjalan dengan sangat baik dan memiliki kredibilitas.

Dan terakhir, individual yang kreatif seringkali memperlihatkan sikap yang terbuka dan sensitif. Rasa sensitif yang besar ini menjadikan mereka seringkali sakit hati karena merasa terabaikan atau menyebabkan kegelisahan.

(22)

Ada juga karakteristik dari siswa kreatif yang mandiri, percaya diri, ingin tahu, penuh semangat, cerdik, tetapi tidak penurut, hal ini dapat membuat pengajar menjadi pusing. Anak yang kreatif bisa juga bersifat tidak kooperatif, egosentris, terlalu asertif, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional, menarik diri, dan menolak dominasi atau otoritas guru. Ciri-ciri tersebut membutuhkan pengertian dan kesadaran, dalam beberapa kasus membutuhkan koreksi dan pengarahan.

Penelitian pertama tentang ciri-ciri kepribadian yang kreatif dilakukan tahun 1977 oleh Prof. Dr. Utami Munandar dengan membandingkan pendapat tiga kelompok, yaitu kelompok psikolog, guru, dan orang tua. Alat penelitian yan digunakan adalah adaptasi dari Torrance yaitu Ideal Pupil Checklist yang terdiri atas 60 ciri melalui studi empiris. Dari penelitian ini ditemukan perbedaan kelompok orang yang sangat kreatif dari kelompok orang yang kurang kreatif.

Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan sumbangan kreatif yang menonjol terhadap masyarakat digambarkan sebagai berikut:

berani dalam pendirian/ keyakinan, keingintahuan, mandiri dalam berpikir dan mempertimbangkan, bersibuk diri terus menerus dengan pekerjaannya, intuituf, ulet, tidak bersedia menerima pendapat dari otoritas begitu saja. Kenyataan menunjukkan bahwa guru dan orang tua lebih menginginkan perilaku sopan, rajin dan patuh dari anak, ciri-ciri yang tidak berkaitan dengan kreativitas.

Peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif yang diperoleh dari kelompok pakar psikologi (30 orang) adalah sebagai berikut:

1. Imajinatif

2. Mempunyai prakarsa 3. Mempunyai minat luas 4. Mandiri dalam berpikir 5. Keingintahuan yang besar 6. Senang berpetualang 7. Penuh energi

8. Percaya diri

9. Bersedia mengambil resiko

10. Berani dalam pendirian dan keyakinan

(23)

Bandingkan ciri-ciri tersebut dengan peringkat ciri siswa yang paling diinginkan oleh guru:

1. Penuh energi

2. Mempunyai prakarsa 3. Percaya diri

4. Sopan 5. Rajin

6. Melaksanakan pekerjaan pada waktunya 7. Sehat

8. Berani dalam berpendapat 9. Mempunyai ingatan baik 10. Ulet

Dari daftar ciri-ciri ini tidak tampak banyak kesamaan antara ciri-ciri pribadi yang kreatif menurut pakar psikologi dengan ciri-ciri yang diinginkan oleh guru pada siswa. Hal ini menimbulkan pertanyaan sejauh mana iklim pendidikan di Indonesia menunjang pengembangan kreativitas peserta didik.

2.1.4.3. Hubungan Antara Kreativitas dengan Usia

Banyak kontroversi tentang hubungan antara usia dan kreativitas. Ketika topik ini untuk pertama kalinya dipelajari, ditemukan bahwa kreativitas mencapai puncaknya dalam tiga dekade awal dalam kehidupan (misalnya 0-30 an tahun), dan kurang dari 10 persen kontribusi yang hebat berasal dari individu-individu yang berusia lebih dari 60 tahun.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, kontribusi tetap mengalir lancar meskipun pada usia antara 30-60 tahun, tetapi berbeda halnya dengan bidang seni. Terdapat perbedaan yang menurun dalam hal kontribusi dalam bidang seni setelah usia 60 tahun. Tetapi produktivitas mereka tetap tidak mengalami penurunan dalam kedua bidang tersebut, dan semakin meningkat saat bertambahnya usia. Tetapi hal ini menjadi perdebatan karena ternyata terdapat orang-orang yang justru memberikan karya terbaiknya saat mereka berusia tua. Contohnya adalah Linus Pauling yang pada usia 91 tahun mengatakan bahwa ia telah menerbitkan dua kali lebih banyak makalah pada saat usianya antara 70 sampai 90 tahun dibandingkan saat periode 20 tahun masa awal karirnya.

(24)

Penelitian menunjukkan bahwa tidak hanya kuantitas tetapi juga kualitas yang dihasilkan semakin meningkat dan bertahan seiring berjalannya waktu, dan banyak dari karya-karya yang luar biasa dari seseorang dilakukan ketika tahun-tahun belakangan karirnya. Contohnya: Giuseppe Verdi menulis Falstaff ketika ia berusia 80 tahun, dan opera tersebut termasuk karyanya yang paling sukses dari semua yang pernah ia tulis sebelumnya; Benjamin Franklin menemukan lensa bifokal ketika ia berusia 78 tahun, Frank Llyod Wright menyelesaikan karyanya yaitu Museum Guggenheim yang merupakan salah satu karya masterpieces-nya pada saat ia berusia 91 tahun, dan Michelangelo melukis fresko di kapel Pauline di Vatikan saat berusia 89 tahun. Jadi, meskipun banyak hal dalam hidup akan mencapai puncaknya pada usia 20-an tahun, tetapi kemampuan untuk kreatif dan memberikan kontribusi yang berarti pada suatu bidang memiliki kemungkinan untuk meningkat di tahun-tahun belakangan.

Individual kreatif yang menjadi responden dari penelitian mengatakan bahwa mereka tidak merasakan sebuah perbedaan saat mereka berusia 50 dan 70 tahun, atau 60 dan 80 tahun. Mereka merasakan bahwa kemampuan mereka untuk berkarya tidak mengalami hambatan, tujuan mereka akan selalu sama seperti saat-saat awal mereka memulai semua itu berpuluh-puluh tahun yang lalu, dan kuantitas juga kualitas mereka hanya berubah sedkit dari tahun-tahun sebelumnya. Meskipun kesehatan dan juga keadaan fisik mereka yang semakin mengalami keterbatasan karena usia, tetapi mereka tetap memiliki kekuatan kreatif di balik segala keterbatasan yang timbul karena usia tersebut.

Hal yang mengejutkan justru muncul karena berdasarkan penelitian, jumlah jawaban yang positif dua kali lebih banyak dibandingkan dengan jawaban yang negatif tentang tahun-tahun belakangan individu-individu kreatif yang usianya sudah tua.

Dari penelitian tersebut maka dapat dibuat kesimpulan bahwa kreativitas tidak menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Justru mungkin saja karya-karya terbaik dihasilkan bahkan pada saat seseorang beranjak tua karena ternyata kematangan kreativitas tidak terjadi pada usia-usia tertentu, tetapi terus berkembang sejalan dengan cara seseorang memelihara dan mengembangkan kemampuan kreatifnya.

Karena penelitian tersebut, maka kreativitas tidak hanya menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan seperti yang disebutkan dalam teori psikoanalisis, tetapi

(25)

kreativitas adalah suatu kemampuan sadar yang dapat diasah, dipelihara, dan dikembangkan seperti yang disebutkan dalam teori humanistik.

2.1.4.4. Kekuatan Ego (Ego Strength)3

Dalam pandangan umum, para jenius terbesar di bidang seni adalah orang yang secara emosional tidak stabil, bahkan mungkin sedikit “gila”. Orang-orang berpikir tentang Van Gogh, yang menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di rumah sakit jiwa, atau Dostoevsky, yang menjadi korban serangan epilepsi yang datang tiba-tiba. Tetapi pandangan seperti ini hanya memiliki sedikit kebanaran karena kenyataannya dalam banyak penelitian yang dilakukan pada tahun 1960-an di Institute for Personality Assesment and Research di Berkeley, menunjukkan hal yang bertentangan. Menurut penelitian ini, seniman yang paling kreatif umumnya tidak menderita neurosis (gangguan jiwa) atau kegelisahan. Sebaliknya, mereka memiliki ego yang sangat kuat dan tingkat kemandirian yang tinggi.

Donald MacKinnon dari Universitas California melakukan sejumlah penelitian yang ditujukan terutama kepada profesi arsitek (1961, 1962, 1965). Objek penelitiannya terbagi dalam tiga kelompok: para arsitek yang dinominasikan oleh profesor arsitektur sebagai yang paling kreatif di bidangnya, para arsitek yang dipilih karena ia bekerja sama dengan salah seorang arsitek kreatif tersebut sedikitnya dua tahun, dan para arsitek yang dipilih secara acak dari daftar anggota (directory of architects).

Kepada ketiga kelompok tersebut diajukan sejumlah tes kepribadian berupa daftar kepribadian atau tipologi yang harus dijawab dengan “setuju” atau “tidak setuju”. Daftar kepribadian tersebut menunjukkan bahwa setiap kelompok menunjukkan kumpulan sifat yang berbeda. Arsitek dengan kreativitas tinggi memperlihatkan keinginan yang kuat, percaya diri, kemampuan untuk memimpin, dan individualistis (self-centered). Sebagai contoh, dibandingkan dengan kelompok lainnya mereka lebih menyetujui pernyataan seperti, “Saya pikir saya akan menikmati memiliki kekuasaan terhadap orang lain”, atau, “Saya memiliki bakat alami untuk mempengaruhi orang.” Mereka tidak peduli dengan kesan yang ditimbulkannya pada orang lain.

3 Ellen Winner, Invented World: The Psychology of The Arts, Harvard University Press, 1982, hlm. 23-26.

(26)

Kebalikannya, para arsitek yang biasa, menunjukkan dominasi dan kemandirian yang sangat kurang. Ciri-ciri kepribadian yang mereka tunjukkan jauh lebih mudah diterima dan konvensional, seperti kerja sama, rasa hormat, sosialisasi, tanggung jawab, dan pengendalian diri (self control). Sebagai contoh, mereka lebih suka untuk setuju dengan pernyataan: “Saya tidak pernah mencoba sesuatu yang berbahaya hanya untuk merasakan ketegangan” (ukuran untuk tanggung jawab), tetapi tidak setuju dengan,”Orangtua saya tidak pernah sungguh-sungguh memahami saya” (ukuran untuk sosialisasi).

Mereka yang berada di kelompok antara, yang tidak sangat kreatif namun pernah bekerja beberapa waktu bersama dengan para arsitek kreatif, meraih nilai kepribadian menengah dibandingkan dua kelompok lainnya. Mereka menunjukkan rasa percaya diri dan dominasi yang agak kurang dibandingkan arsitek kreatif, tetapi tetap lebih dibandingkan kelompok yang biasa. Mereka menunjukkan konflik tertinggi dalam konflik emosi. Sebagai contoh: mereka menunjukkan hasrat untuk mengontrol sekaligus dikontrol, dan hasrat untuk mandiri sekaligus keinginan untuk dilibatkan dalam kegiatan yang lainnya. Dan mereka menunjukkan tingkat kecemasan tertinggi dibandingkan kelompok lainnya. Meskipun mereka tidak dikatakan neurotik (terganggu jiwanya), mereka lebih menampakkan kecenderungan tersebut, seperti konflik dan kecemasan, dibandingkan arsitek kreatif atau yang biasa-biasa saja.

Tipologi kepribadian seperti di atas sesuai dengan teori kreativitas Otto Rank (1945). Hal pokok dari pemilahan Rank tentang kepribadian kreatif dan tidak kreatif adalah konsep tentang keinginan dan rasa bersalah (will and guilty).

Anak-anak pertama-tama menghayati keinginan orangtuanya. Selanjutnya timbul keinginannya sendiri atau keinginan tandingan (counterwill) mulai timbul, dan hal ini sering bertentangan dengan keinginan orangtua. Konflik tertentu menakibatkan rasa bersalah dan dipecahkan dalam satu dari tiga cara, yang menentukan karakternya di masa depan.

Solusi pertama bagi anak tersebut adalah dengan benar-benar menyesuaikan keinginannya dengan keinginan orangtua. Sekali anak menyatukan keinginannya dengan keinginan orangtua maka tidak ada lagi konflik dan tidak ada lagi rasa bersalah. Anak-anak yang mengambil solusi seperti itu akan menjadi orang dewasa yang sesuai dengan norma-norma masyarakat. Beberapa mengalami konflik kecil dan juga tidak benar-benar kreatif. Inilah ciri orang dewasa yang umum.

(27)

Bila anak menolak menyesuaikan keinginannya dengan orangtuanya, dua kemungkinan terbuka baginya. Mereka dapat separo menolak keinginan orangtuanya.

Karena pemberontakannya hanya sebagian, mereka tidak sepenuhnya mencapai kemandirian serta meninggalkan perasaan bersalah dan rendah diri. Orang seperti ini, meskipun penuh konflik dan menderita gangguan emosi, tetapi lebih kreatif daripada orang yang benar-benar menyesuaikan diri, tepatnya karena memiliki beberapa pencapaian ukuran kemandirian. Kemungkinan kedua bagi anak yang menolak untuk menyesuaikan diri adalah melibatkan pendirian yang penuh kemandirian. Orang yang menegakkan gagasan-gagasan kemandirian dan keinginannya sendiri mencapai tingkat perkembangan tertinggi. Inilah orang yang kreatif, seniman, orang yang berkeinginan kuat.

Dengan otonomi dan kekuatan egonya, arsitek kreatif sesuai dengan deskripsi Rank tentang orang kreatif. Kepribadian para arsitek tersebut menunjukkan bahwa mungkin ada hubungan antara otonomi dan kreativitas. Riwayat hidup dari arsitek kreatif memberikan dukungan lebih jauh bagi pandangan Rank. Para arsitek kreatif melaporkan bahwa orangtua mereka memperlihatkan penghargaan yang luar biasa pada mereka di usia dini, menghadiahi mereka dengan kebebasan yang tak biasa dan mengharapkan agar mereka mandiri. Kemandirian ini didukung oleh kurangnya kedekatan yang kuat antara orangtua dan anak.

Penelitian di atas bisa disimpulkan bahwa orang yang kreatif adalah mereka yang ambisius dan memiliki keinginan yang kuat, mandiri, dan tidak konvensional.

2.1.4.5. Cara Berpikir yang Tidak Biasa (Atypical Thinking)4

Seni, menurut anggapan umum, terutama merupakan aktivitas emosional.

Proses kreasi lebih melibatkan perasaan daripada pemikiran; seniman tidak berpikir, mereka hanya merasakan. Kepercayaan umum bahwa seni terutama lebih bersifat emosional daripada aktivitas rasional didukung oleh pandangan Freudian tentang seniman yang didominasi oleh dorongan naluri di balik kontrol rasionalnya. Akan tetapi berkat pengaruh para pemikir seperti Nelson Goodman (1968), Susanne Langer (1942), dan Rudolf Arnheim (1962, 1969, 1972, 1974), muncul pandangan yang lebih rasional tentang seni.

4 Ibid, hlm.28-31.

(28)

Para psikolog mendefinisikan kreativitas sebagai suatu keterlibatan bentuk pemikiran khusus, dan telah melaksanakan sejumlah percobaan untuk mengungkapkan kerja orang kreatif. Salah satu percobaan dilakukan oleh Profesor Joy P.Guilford (1967) dari Universitas California Selatan. Dengan mengembangkan

“Tes Kreativitas”, Guilford mencoba menunjukkan bahwa kreativitas bukanlah penyatuan keterampilan tetapi lebih merupakan sekumpulan komponen kemampuan yang berbeda-beda. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes tersebut tidak mempunyai satu jawaban yang tepat. Sejumlah pertanyaan menuntut subjek untuk memberikan persamaan dari kata yang diberikan; untuk memberikan kata-kata yang diawali huruf tertentu; untuk menyebutkan berbagai kegunaan barang biasa, seperti misalnya batu bata; atau untuk membayangkan akibat-akibat dari peristiwa yang tak terbayangkan seperti misalnya kemungkinan yang terjadi bila semua orang menjadi tuli. Makin banyak jawaban yang diberikan, dan lebih bervariasi serta tidak biasa tanggapannya, makin tinggi skor yang dicapai.

Istilah divergent thinking (pemikiran menyebar) digunakan untuk menerangkan proses berpikir dari mereka yang mencapai skor tinggi. Cara berpikir menyebar dicirikan oleh tiga komponen terpisah: fluency/ kelancaran/ kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan (diukur dari jumlah tanggapan yang dihasilkan);

fleksibilitas/ kelenturan/ kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan (diukur dari keragaman tanggapan); dan orisinalitas/ keaslian/ kemampuan untuk mencetuskan gagasan-gagasan asli (diukur dari kebaruan tanggapan). Cara berpikir menyebar berlawanan dengan convergent thinking (cara berpikir memusat), jenis cara berpikir yang berorientasi ke arah pengetahuan, solusi yang benar.

Meskipun cara berpikir memusat maupun menyebar sering diperlukan untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah, Guilford berhipotesis bahwa kemampuan untuk berpikir secara menyebar merupakan karakteristik khusus dari individu kreatif.

Menurut Guilford, pikiran kreatif adalah fasih dalam arti memiliki sejumlah bahan yang siap dipakai, fleksibel dalam pemikirannya, tidak konvensional, dan asli.

Beberapa studi melaporkan hubungan positif antara cara berpikir menyebar dan kreativitas. Contoh: Victor Lowenfeld dan Kenneth Behtel (1959) menemukan bahwa para siswa yang dinilai sangat kreatif dalam bidang seni rupa mencapai skor tinggi dalam sejumlah faktor dari cara berpikir menyebar. Tetapi MacKinnon (1961)

(29)

para arsitek, dan Jacob Getzels dan Profesor Csikszentmihalyi (1976) menemukan hubungan negatif antara skor cara berpikir menyebar dan kesuksesan seseorang sebagai seniman. Mungkin hubungan yang pasti antara cara berpikir menyebar dan kreativitas dalam seni belum ditetapkan karena pada kenyataannya jenis tes yang digunakan untuk mengukur cara berpikir menyebar jauh sekali dari wujud usaha kreatif.

Para peneliti pada Institute for Personality Assessment yang menemukan bahwa orang kreatif memberi tanggapan yang tidak biasa dalam tes asosiasi kata, menyimpulkan bahwa orang kreatif terutama pandai dalam merasakan hubungan baru.

Sarnoff Mednick (1962) melakukan pengujian yang disebut “Remote Associates Test”

di mana subjek menerima sejumlah kata dari kategori yang berbeda, seperti rat, blue, dan cottage, dan diminta untuk memikirkan sesuatu yang menghubungkan ketiganya, seperti cheese. Orang yang ukuran lain dinilai kreatif mendapat nilai lebih tinggi dalam tes ini daripada orang yang dinilai tidak kreatif. Mereka bereaksi dengan cepat, menghasilkan lebih banyak hubungan (asosiasi), dan hubungan tersebut lebih beragam dan tidak biasa. Penemuan ini mendukung pandangan bahwa inti kreativitas melibatkan kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan yang tidak biasa.

Peneliti lain, Albert Rothenberg (1971), melalui sejumlah pengujian, berpendapat bahwa orang kreatif merasakan kesamaan ketika pikiran biasa hanya melihat perbedaan. Pendapat ini mendukung pandangan bahwa orang kreatif harus mampu menyejajarkan dan menggabungkan elemen-elemen yang biasanya dianggap sangat bertentangan. Jadi, menurut sudut pandang ini, orang kreatif berbeda dari orang biasa terutama dalam kemampuannya untuk merasakan suatu kesamaan pada saat orang biasa hanya melihat perbedaan.

Penemuan bahwa orang-orang kreatif berpikir dengan cara yang tidak biasa tidak berarti bahwa mereka “lebih cerdas” dibandingkan orang-orang biasa. Tetapi walaupun kreativitas mungkin hadir tanpa kecerdasan tinggi, tingkat kecerdasan tertentu mungkin dibutuhkan bila seseorang ingin memperoleh pengakuan dalam dunia seni yang penuh persaingan.

2.1.4.6. Penemuan Masalah (Discovering Problems)5

5 Ellen Winner, Invented World: The Psychology of The Arts, Harvard University Press, 1982, hlm.32-34

(30)

Sebagian besar ukuran tradisional untuk kreativitas, sebagaimana halna kecerdasan, menilai kemampuan individu untuk memecahkan masalah. Tetapi, walaupun pemecahan masalah penting dalam bidang seni, keahlian yang terkait pun lebih utama; kemampuan untuk menemukan masalah. Mungkin seniman yang paling kreatif tidak sekadar cakap dalam menyelesaikan masalah tetapi juga mampu menemukan masalah-masalah yang menantang. Dengan asumsi ini maka Getzel dan Csikszentmihalyi berhipotesis bahwa seseorang yang kreatif adalah orang yang selalu mencari stimulus atau rangsang untuk mencapai kesempurnaan, dan menurut mereka orang seperti inilah yang termotivasi untuk mencari dan menemukan masalah untuk diselesaikan.

Untuk membuktikan hipotesis ini, keduanya mengadakan percobaan terhadap sekelompok siswa sekolah seni. Para siswa diberi sekumpulan benda dan diminta untuk memilih beberapa di antaranya, kemudian menyusunnya sesuai dengan keinginan masing-masing dan hasilnya digunakan sebagai model untuk gambar still life. Yang diamati dalam percobaan ini adalah mana yang lebih banyak keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan tugas ini, terutama tingkat eksplorasi penyusunan objek-objek yang mereka miliki dan pengembangan saat menggambar ketika model dipindahkan ke atas kertas. Hasil gambar akan dinilai berdasarkan tiga komponen penilaian, yaitu: faktor kemampuan teknik, faktor keaslian atau orisinalitas, dan faktor estetisnya.

Hasilnya, ternyata yang berhasil membuat karya paling orisinal dan bernilai estetis paling tinggi adalah mereka yang terus mengeksplorasi penyusunan benda sampai menemukan sebuah masalah desain yang menarik dan menantang bagi mereka. Mereka yang hasil karyanya tidak terlalu orisinal dan estetis adalah mereka yang lebih pasif, hanya sekadar menerima persoalan apa adanya dan tidak dieksplorasi lagi, serta tidak berusaha untuk menemukan pemecahan lain yang memungkinkan. Mereka hanya menyusun benda dengan ukuran atau cara konvensional yang sudah ada (simetris atau asimetris). Satu hal yang menarik dari hasil percobaan ini adalah tidak diketemukannya hubungan antara kemauan untuk terus mencari sesuatu yang baru (menemukan masalah) dengan kemampuan teknis yang minim.

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari percobaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang seniman tidak hanya termotivasi oleh keinginan untuk

(31)

memecahkan sebuah masalah, tetapi juga seringkali didorong oleh keinginan untuk menemukan masalah baru untuk dipecahkan.

Kesimpulan

Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan menyampaikan gagasan, melakukan tindakan, mengubah pola pikir, pemecahan masalah atau mengembangkan konsep baru dengan cara-cara tidak konvensional. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka aspek-aspek kreativitas adalah : (1) memiliki daya imajinasi yang kuat, (2) memiliki banyak inisiatif, (3) memiliki energi besar, (4) orientasi jangka panjang, (5) memiliki sikap tegas, (6) memiliki minat luas, (7) mempunyai sifat ingin tahu, (8) berani mengambil resiko, (9) berani berpendapat, dan (10) memiliki rasa percaya diri.

2.1.5. Mengembangkan Kreativitas

Sejarah menunjukkan bahwa gagasan kreatif adalah hasil usaha yang gigih dan peningkatan yang mantap. Meskipun untuk menjadi kreatif diperlukan kecerdasan, tetapi kreativitas tidak memerlukan intelegensi yang besar (jenius). Terdapat riset yang menunjukkan bahwa orang yang paling kreatif dalam profesi apa pun tidak lebih pintar dibandingkan koleganya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya tahu bagaimana cara mendapatkan gagasan, memilih gagasan yang baik, dan bagaimana cara menyelesaikannya. Penyelesaian pekerjaan ini mungkin mengesankan dan mengejutkan kolega mereka, tetapi tidak bagi pekerja yang kreatif karena mereka tahu bahwa itu adalah hasil dari imajinasi yang terfokus, kerja giat, dan peningkatan yang mantap.

Keuntungan yang terdapat dalam indera manusia tidak terlalu berpengaruh di dalam kreativitas yang terjadi. Contohnya: Beethoven mengalami ketulian ketika dia menggubah karya-karyanya yang terbaik dan terkenal. Tetapi meskipun begitu, keuntungan yang didapat dari indera manusia memiliki pengaruh terhadap perkembangan akan ketertarikan pada suatu domain yang menjadi syarat penting bagi kreativitas.

Tanpa kecukupan akan keingintahuan, pengaruh, dan ketertarikan akan sesuatu yang mereka suka dan mereka kerjakan, maka akan sulit untuk membuat suatu masalah

(32)

menjadi menarik. Perhatian yang dilakukan terus menerus terhadap sesuatu adalah suatu keuntungan yang amat besar dalam menciptakan suatu kebaruan atau penemuan baru.

Tanpa ada ketertarikan terhadap sesuatu maka kreativitas akan sulit berkembang apalagi untuk menekan individual menjadi lebih kreatif. Seseorang akan selalu membutuhkan akses kepada domain. Memang hal ini juga berkaitan dengan keberuntungan seseorang dalam hal keluarga yang mendukung, sekolah yang berkualitas baik, mentor, pengajar.

Semua hal ini merupakan faktor pendukung yang amat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang. Mereka yang dapat memberikan kepada anak-anak mereka lingkungan yang penuh dengan buku-buku menarik, percakapan yang dapat menstimulasi, pendidikan yang baik dan berkualitas, pengajar, pendidik, koneksi yang baik, dan banyak lagi, maka akan dapat mengembangkan anak-anak mereka dengan lebih baik. Seseorang juga membutuhkan akses kepada bidang (field). Akses kepada bidang ini juga sama pentingnya dengan akses kepada domain. Beberapa orang, dengan amat disayangkan, berpendidikan tetapi mereka enggan untuk berkomunikasi dengan orang lain selama masa-masa perkembangan karir mereka. Seseorang yang tidak dikenal dan tidak disadari keberadaannya maka akan sangat sulit mendapat kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang akan dilihat sebagai hal yang kreatif. Seperti seseorang yang tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar dan mendapat informasi terbaru, kemungkinan tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja, dan jika dia mengerjakan sesuatu penemuan yang baru, maka kebaruan ini akan diabaikan atau dianggap tidak ada.

Dalam bidang ilmu pengetahuan dan juga seni, berada di universitas yang tepat menjadi sangat penting. Seperti misalnya pelukis yang berada di New York akan mendapatkan kesempatan menjadi seseorang yang dianggap kreatif karena di New York terdapat banyak galeri-galeri yang terkenal dan juga tempat di mana para kolektor benda- benda seni berada. Hal ini menjadi suatu keuntungan dan faktor yang sangat penting bagi pelukis tersebut untuk diakui dan diingat oleh masyarakat. Lain halnya jika pelukis tersebut berada di kota-kota kecil lain yang tidak memiliki potensi untuk seni. Pelukis tersebut akan tidak diakui, dilupakan, dan lain-lain kecuali jika dia telah mendapat pengakuan dari New York sebagai salah satu pusat seni yang diakui masyarakat.

Gambar

Gambar 2.1: Konsepsi Renzulli tentang Keberbakatan
Tabel 2.1 Hirarki kebutuhan menurut Maslow.
Gambar keterampilan otak kiri dan kanan:
Gambar 2.3 Gambar otak berpikir secara radial (memancar) dan ”meledak”
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Suhada dalam Syaputra (2011), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jaminan pelayanan terhadap tingkat kepuasan pasien, hal ini sesua

Setiap individu mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif

Individu dengan komitmen personal dan moral yang rendah tetapi memiliki komitmen struktural yang tinggi, mereka akan merasa terjebak dalam kehidupan perkawinan mereka

Lebih rinci, Hancock dalam Andayani (2008: 3) menyatakan bahwa literasi informasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk: (1) mengenali kebutuhan informasi,

kerelaan membuka diri atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada orang lain, dan kesehatan psikologis individu. Sikap menerima orang lain digambarkan

Dengan cara merefleksikan, dengan mengembalikan pengalaman individu pada dirinya sendiri keseluruhan proses sosial menghasilkan pengalaman individu yang terlibat di

Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara faktor-faktor atau alasan menonton dengan perilaku menonton dalam Testiandini (2006) menyatakan bahwa

Pengalaman masa lalu individu dalam menghadapi kecemasan dapat mempengaruhi individu ketika menghadapi stresor yang sama karena individu memiliki kemampuan beradaptasi atau