BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Definisi Kehamilan
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan) dihitung dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan ke dua dari bulan ke empat sampai 6 bulan, teriwulan ke tiga dari bulan ke tujuh sampai 9 bulan (Manuaba, IBG, 1999).
Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta perubahan social didalam keluarga. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi sehat cukup bulan melalui jalan lahir, namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sistem penilaian resiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil akan bermasalah selama kehamilan. Oleh karena itu pelayanan / asuhan antenatal merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal.
2. Pelayanan Antenatal a. Pengertian
Menurut saifuddin (2002) pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga professional (dokter,bidan) untuk ibu selama
masa kehamilannya sesuai dengan standar minimal pelayanan antenatal yang meliputi 7T (timbang, tensi, TFU, TT, Tablet FE, Tes PMS, Temu wicara).
Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam persalinan. b. Tujuan
Tujuan utama asuhan antenatal adalah untuk mempersiapkan mental ibu hamil untuk menghadapi persalinan dan memantau keadaan ibu hamil dan janin.
c. Frekuensi Kunjungan
Menurut saifuddin (2002) seorang ibu hamil minimal harus memeriksakan kehamilan sebanyak 4 kali selama kehamilan yaitu satu kali pada TM I, satu kali pada TM II, dan dua kali pada TM III, namun menurut wiknjosastro (2002) jadwal pemeriksaan ANC yang ideal adalah sekali dalam sebulan saat mulai terlambat haid sampai kehamilan 28 minggu, sekali dalam 2 minggu pada kehamilan 28-36 minggu. Sekali dalam seminggu pada kehamilan diatas 36 minggu. d. Standar Pelayanan Antenatal
Standar waktu kelayakan ANC tersebut ditentukan untuk menjamin mutu pelayanan, khususnya dalam memberikan kesempatan yang cukup dalam menangani kasus resiko yang ditemukan (Dep Kes RI, 1995). Menurut Dep Kes RI (1995) pelayanan antenatal mempunyai
standar, meliputi.. 1) Kunjungan I
a) Identitas, keluhan b) Riwayat kehamilan c) KB
d) Pemeriksaan fisik diagnostic dan Laboratorium e) Pemeriksaan Obstetri f) Pemberian imunisasi TT g) Pemberian obat h) Penyuluhan 2) Kunjungan Ulang a) Anamnesa b) Pemeriksaan (1) Umum (2) Khusus
(3) LAB, HB, Urine atas indikasi (4) Pemberian TT bila perlu (5) Pemberian obat / Vitamin (6) Penyuluhan
3. Perilaku
a. Pengertian perilaku
Semua kegiata/ aktifitas manusia, baik dapat di amati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri
dari persepsi ( perception ), respon terpimpin (guided respon), mekanisme (mechanisme), adaptasi (adaptation). (Notoadmodjo, 2003) Menurut skiner dalam Notoadmodjo ( 2003 ), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon / reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Adapun perilaku manusia antara lain :
1) Perilaku tertutup ( covert behavior )
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain ( dari luar ) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk unobservable behavior atau covert behavior yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.
2) Perilaku terbuka ( overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain atau observable behavior.
b. Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku
Faktor- faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari resultasi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial. Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih
terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehandak, minat, motivasi, persepsi, sikap.
Perilaku seseorang / subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun luar subyek. Dalam perilaku kesehatan menurut Lowrence Green Notoadmodjo ( 2003 ) terbagi 3 teori penyebab masalah kesehatan yaitu
1) faktor predisposisi ( Predisposing factors ) yaitu Faktor-faktor yang mempermudah/mempredisposisi terjadiya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi.
2) Faktor pemungkin ( Enabling factors ) yaitu Faktor- faktor yang memungkinkan / memfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana/fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
3) Faktor- faktor penguat ( Reinforcing factors ) 4. Kecemasan
I. Pengertian kecemasan
Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber ancaman atau pikiran sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasi sehingga memungkinkan seseorang mengambil tindakan
untuk mengatasi ancaman ( Kaplan dan Sadock, 1999). Sedangkan menurut Rasmun (2004), kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan tidak menentu dari individu dimana penyebabnya tidak pasti atau tidak ada objek yang nyata.
Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit. Selain itu kecemasan dapat menimbulkan reaksi tubuh yang akan terjadi secara berulang, seperti rasa kosong di perut, sesak nafas, jantung berdebar, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang air kecil dan buang air besar. Perasaan ini disertai perasaan ingin bergerak untuk lari menghindari hal yang dicemaskan ( Stuart and Sundeen, 1998).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak mempunyai suatu objek yang nyata, merupakan suatu sinyal yang menyadarkan akan bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang untuk mengatasi ancaman tersebut. Dalam keadaan cemas seseorang mengalami perasaan gelisah, khawatir, atau cemas yang bersifat subjektif dan adanya aktifitas sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik yang dimanifestasikan oleh tingkah laku psikofisiologi dan berbagai pola perilaku.
b. Fungsi adaptif dari kecemasan
Kaplan dan Sadock (1999), menyatakan bahwa kecemasan sebagai suatu sinyal peringatan, kecemasan dapat dianggap sebagai emosi yang sama seperti ketakutan.
c. Faktor predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) teori yang dikembangkan untuk menjelaskan terjadinya kecemasan adalah :
1) Teori psikoanalitik
Dalam pandangan psikoanalitik kecamasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Teori interpersonal
Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat.
3) Teori perilaku
Menururt pandangan perilaku kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. 4) Teori keluarga
Intemsitas cemas yang dialami oleh individu kemungkinan memiliki dasar genetik. Orang tua yang memiliki gangguan cemas tampaknya memiliki resiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan cemas. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatau keluarga.
5) Teori biologi
Kajian biologi menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator (GABA) dan endorfin juga memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan.
Beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan menurut Stuart dan Sundeen (1998) antara lain :
(a) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya
kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
(b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi.
d. Menurut Supratiknya (2000)
Menyebutkan bahwa penderita kecemasan secara umum menimbulkan gejala-gajala sebagai berikut :
1) Senantiasa diliputi ketegangan, rasa was-was dan keresahan yang bersifat tidak menentu.
2) Sulit konsentrasi dan mengambil keputusan serta takut salah. 3) Mengeluarkan banyak keringat dan telapak tangannya sering basah 4) Sering mengalami gangguan pernafasan dan jantung
berdebar-debar tanpa sebab yang jelas
5) Terlalu peka (mudah tersinggung) dalam pergaulan dan sering merasa tidak mampu, minder, depresi dan serba salah
6) Rasa tegang menjadikan yang bersangkutan selalu bersikap tegang, lamban, bereaksi secara berlebihan terhadap rangsangan yang datang secara tiba-tiba atau tidak biasa dan selalu melakukan gerakan-gerakan neurotik tertentu, seperti mematah-matahkan kuku jari
7) Sering mengeluh bahwa ototnya tegang, khususnya pada leher dan sekitar atas bahu, mengalami diare ringan yang kronik, sering buang air kecil dan menderita gangguan tidur berupa insomnia dan mimpi buruk
8) Sering mengalami anxiety attack atau tiba tanpa ada pemicu yang jelas. Gejala-gejalanya dapat berupa jantung berdebar-debar, sulit bernafas, berkeringat, pingsan, badan terasa dingin, terkencing-kencing atau sakit perut
e. Rentang respon kecemasan
RENTANG RESPON KECEMASAN
Respon adaptif Respon maladaptif
Antisipasi Ringan sedang Berat Panik
Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan (Stuart dan Sundeen, 1998) f. Faktor yang mempengaruhi respon kecemasan
Menurut Rasmun (2004), kemampuan individu dalam merespon kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1) Sifat stresor
Sifat stresor dapat berubah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur dan dapat mempengaruhi seseorang dalam menghadapi kecemasan, tergantung mekanisme koping seseorang.
2) Jumlah stressor yang bersamaan
dihadapi bersama. Semakin banyak stresor yang dialami seseorang, semakin besar dampaknya bagi fungsi tubuh sehingga jika terjadi stresor yang kecil dapat mengakibatkan reaksi yang berlebihan. 3) Lama stressor
Memanjangnya stressor dapat menyebabkan menurunnya kemampuan individu mengatasi stress, karena individu telah berada pada fase kelelahan, individu sudah kehabisan tenaga untuk menghadapiu stressor tersebut.
4) Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu individu dalam menghadapi kecemasan dapat mempengaruhi individu ketika menghadapi stresor yang sama karena individu memiliki kemampuan beradaptasi atau mekanisme koping yang lebih baik, sehingga tingkat kecemasan pun akan berbeda dan dapat menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih ringan.
5) Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan individu dapat membentuk kemampuan adaptasi yang semakin baik terhadap stresor. Pada tiap tingkat perkembangan terdapat sifat stresor yang berbeda sehingga resiko terjadi stres dan kecemasan akan berbeda pula.
g. Tingkat kecemasan
Stuart dan Sundeen (1998) membagi kecemasan menjadi 4 tingkat, yaitu :
1) Kecemasan ringan
Seseorang dengan kecenasan ringan, dapat dijumpai hal- hal sebagai berikut :
(a) Persepsi dan perhatian meningkat, waspada (b) Mampu mengatasi situasi masalah
(c) Dapat mengutarakan pengalaman masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang, menggunakan belajar, dapat menvalidasi secara konseptual, merumuskan makna.
(d) Ingin tahu, mengulang pertanyaan. (e) Kecenderungan untuk tidur
2) Kecemasan sedang
Seseorang dengan kecemasan sedang biasanya menunjukkan keadaan seperti :
(a) Persepsi agak menyempit, secara selektif tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian
(b) Sedikit lebih sulit untuk konsentrasi, belajar menurut upaya lebih
(c) Memendang pengalaman saat ini dengan masa lalu
(d) Dapat gagal untuk mengenali apa yang sedang terjadi pada
situasi, akan mengalami kesulitandalam beradaptasi dan menganalisa
(f) Peningkatan frekuensi pernafasan dan jantung (g) Teremor, gemetar
3) Kecemasan berat
Seseorang dengan kecemasan berat dapat dijumpai dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Persepsi sangat berkurang atau berfokus pada hal-hal detail tidak dapat berkonsentrasi lebih bahkan ketika diinstruksikan untuk melakukannya.
b. Belajar sangat terganggu, sangat mudah mengalihkan perhatian, tidak mampu berkonsentrasi.
c. Memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu, hampir tidak mampu untuk memahami situasi saat ini.
d. Berfungsi secara buruk, komunikasi sulit dipahami. e. Hiperventilasi, takikardi, sakit kepala, pusing, mual. 4) Tingkat Panik
Seseorang dengan tingkat panik, dapat dijumpai hal-hal sebagai berikut:
a. Persepsi yang menyimpang, fokus pada hal yng tidak jelas. b. Belajar tidak dapat terjadi.
h. Pengukuran kecemasan
Menurut Hawari (2001), untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan diperlukan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan
nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). cara mengukurnya menggunakan skala Likert, yaitu bila jawaban : sangat jarang diberi skor 1, kadang- kadang di beri skor 2, sering diberi skor 3 dan selalu diberi skor 4.
5. Trimester III Kehamilan
M.Cristin dan Narulita yusron (2006), menjelaskan Trimester ke-III kehamilan adalah bulan ke tujuh sampai 9 bulan, dan TM III ini banyak mengalami perubahan tekanan psikologis ibu yaitu
a. Kondisi financial
Masalah financial ini sering merupakan masalah besar dan menimbulkan stress.
Perubahan pada ibu yang bisa membuat terjadinya gejolak perasaan bisa disebabkan oleh factor ketidaknyamanan fisik dan mental, sehingga membuat para ibunya stress. Perasaan untuk segera melahirkan begitu kuat rasanya seperti cepat-cepat menyelesaikan semuanya dan bertemu dengan bayi anda.
b. Dukungan pasangan
Kehamilan adalah akibat hubungan antara suami istri, tetapi banyak suami yang masih enggan ikut serta menanggung resiko yang dihadapi istrinya saat mengandung. Kondisi seperti ini akan membuat ibu hamilnya stress menjelang hari-hari persalinannya.
c. Dukungan keluarga
hubungan yang kurang baik dengan masing-masing keluarga kehadiran orang-orang terdekat saat menjelang persalinan sangat berpengaruh terhadap kondisi kejiwaan pasangan suami-istri
6. Persalinan a. Pengertian
Persalinan adalah proses mendorong keluar (ekpulsi) hasil pembuahan yaitu janin yang viable, janin dan ketuban dari dalam uterus melalui vagina (Varney, 2002)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan Uri) yang dapat hidup di dunia dari rahim melalui jalan lahir atau jalan lain (Muchtar, 1998).
b. Faktor-faktor essensial persalinan
Bobak tahun 2005 menjelaskan ada 5 faktor essensial yang mempengaruhi persalinan yaitu:
1) Passanger (janin dan plasenta)
ukuran kepala janin, presentasi janin, letak janin, sikap janin, posisi janin.
2) Passage (jalan lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, servik, vagina dan dasar panggul.
3) Power (kekuatan ibu) yaitu
Kontraksi, Retraksi otot-otot rahim dan kerja otot-otot voolunter dari ibu, yaitu kontraksi otot perut dan diafragma sewaktu ibu
mengejan. 4) Posisi ibu
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan 5) Psychologic respon (respon psikologis)
c. Proses Terjadinya Persalinan
Manuaba (1999), menjelaskan tentang teori terjadinya persalinan yaitu: 1) Teori Kadar Progesteron
Progesterone yang memiliki tugas mempertahankan kehamilan semakin menurun sehingga rahim mudah dirangsang oleh oksitosin.
2) Teori oksitosin
Menjelang kelahiran kadar oksitosin semakin meningkat sehingga cukup kuat merangsang persalinan.
3) Teori regangan otot rahim
Dengan meregangkan otot rahim dalam batas tertentu menimbulkan kontraksi persalinan dengan sendirinya.
4) Teori prostaglandin
Prostaglandin dapat dihasilkan oleh lapisan dalam rahim diduga dapat menyebabkan kontraksi rahim. Pemberian prostaglandin dari luar dapat merangsang kontraksi otot rahim dan terjadi persalinan atau gugur kandungan
d. Tanda-tanda persalinan
Gejala-gejala yang terjadi sebelum persalinan dan gejala persalinan (Hadi, 2006).
1) Gejala sebelum persalinan
Kontraksi menjadi lebih sering, cairan yang keluar dari vagina bertambah kental dan banyak, terjadi bercak dan perdarahan sumbat lendir mulai terlepas, menderita diare, janin mulai menurun, BB mulai menurun dan tidak terjadi kenaikan BB, tekanan pada lubang anus dan pinggul makin bertambah.
2) Gejala persalinan
Kontraksi menjadi lebih menjadi-jadi dan lebih sering, begitu pula dengan rasa nyeri, semuanya berjalan lebih teratur, rasa nyeri dimulai dari daerah punggung bagian bawah lalu kebawah perut, kemudian ke daerah kaki, kontraksi yang terjadi biasanya disertai diare dan mungkin bisa dirasakan seperti gangguan seperti pada saluran pencernaan, vagina mengeluarkan darah berwarna merah muda, ketuban pesah (baik semburan atau tetesan)
e. Tahap-tahap Persalinan 1) Kala I
Kala I dimulai dari tanda-tanda persalinan dan berakhir ketika pembukaan mulut rahim sudah lemgkap biasanya berlangsung antara 10-14 jam.( Manuaba, 1999)
(1) Fase Laten
Fase dimana pembukaan servik berlangsung lambat sampai 3 cm yang berlangsung dalam 7-8 jam
(2) Fase aktif
Fase ini berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 substase yaitu periode akselerasi berlangsung 2 jam menjadi 4 cm, periode dilatasi maksimal berjalan selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm. periode deselarasi, berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm.
2) Kala II
Kala ini di mulai dari saat mulut rahim penuh hingga janin lahir. Dengan kekuatan dan bertambah kekuatan mengejan sehingga dapat mendorong janin hingga lahir. Kala ini dapat berlangsung selama 1-2 jam.
3) Kala III
Kala III dimulai dari lahirnya bayi sampai keluarnya plasenta membutuhkan waktu 10-15 menit.
4) Kala IV
Kala IV merupakan kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi lahir dan lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya post partum. Kala IV di awali dengan keluarnya plasenta dan berakhir ketika uterus tidak relaksasi lagi, yaitu saat bahaya
perdarahan post partum telah lewat (indriat, 2007; Mochtar, 1998) f. Cara meneran
Cara meneran saat proses persalinan adalah dengan mengikuti dorongan alamiah selama kontraksi, beristirahat dan berhenti meneran diantara kontraksi, tidak mengangkat bokong saat meneran.(Affandi dkk, 2003)
B. Kerangka Teori
Dari berbagai penjelasan tersebut diatas, maka dapat dilihat suatu kerangka teori:
Gambar 2.1 Kerangka teori
Sumber : (Green dalam Notoadmodjo, 2005 dengan modifikasi) Keterangan : = Tidak diteliti = Diteliti Faktor Pendorong : 1. Sarana 2. Perilaku kesehatan
Kecemasan ibu hamil trimester III dalam menghadapi persalinan : 1. Kecemasan ringan 2. Kecemasan sedang 3. Kecemasan berat 4. Panik Faktor Predisposisi : - Pengetahuan - Sikap - Keyakinan - Kepercayaan - Persepsi Faktor Pendukung : - Pengetahuan Hamil - Kondisi financial - Dukungan suami - Dukungan keluarga Frekuensi ANC : 1. Sesuai dengan rumusan kunjungan 2. Tidak sesuai dengan
Kecemasan dalam menghadapi persalinan Frekuensi Kunjungan
ANC Selama Hamil C. Kerangka Konsep
Frame work suatu yang abstrak logical secara arti harfiah dan akan membantu peneliti dalam menghubungkan penelitian dengan body dan knowledge ( Norsalam, 2001 ).
Variable independent Variabel dependent
Gambar 2.2 Kerangka Konsep D. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada Hubungan antara Frekuensi Antenatal Care Selama Kehamilan Dengan Kecemasan Ibu Hamil Trimester III Dalam Menghadapi Persalinan.
Ho : Tidak Ada Hubungan antara Frekuensi Antenatal Care Selama Kehamilan Dengan Kecemasan Ibu Hamil Trimester III Dalam Menghadapi Persalinan.